Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
ISSN 2302-5719
SURAJIYO1
ABSTRACT
Essentially, Pancasila is the source of all moral and legal norms in Indonesia which are then applied nation-
ally. Pancasila as political ethics is closely associated with the ethics of forms, objects, and political issues of
material objects that covers the legitimacy of the state, law, power, and critical assessment for the said
legitimacy. Based on MPR RI Decree Number: VI/MPR/2001, about national ethics, political ethics in the life
of the nation, a concept that derived its legitimacy from religious values, especially values which are by nature
universal, as well as cultural values originated from Indonesia, all those values are reflected in Pancasila as the
basic reference in thinking, behaving, and acting in the spirit of nationalism. Pancasila as political ethics can
be used as a tool to examine political behavior of a country, especially as a critical method to decide the truth or
falsity of governments actions and policies, by examining the implied correspondence between objective values
with inter-subjective value. The results are then examined more thoroughly to weigh the synergy between
governments policies and actions with each principle of Pancasila. In politi-cal realm, a country should be
based on democratic values which is then developed and actualized on its policies. In Indonesian context, these
policies should be based on morality, divinity, humanity, and unity which bind the nation within the
framework of Pancasila. This paper aims to expand the discussion on how Pancasila is applied as Indonesias
most original and trustworthy political ethics.
Keywords: Nilai-nilai Pancasila, Etika, Moral, Etika Politik, Etika Kehidupan Berbangsa.
1 Dosen tetap pada Universitas Indraprasta PGRI, dengan Jabatan Akademik Lektor Kepala. Pengampu Mata Kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan (Civics) di Universitas Multimedia Nusantara, Tangerang. Alumnus Fakultas Filsafat
UGM Yogyakarta (S1) dan Program Magister Ilmu Komunikasi Universitas Sahid Jakarta.
008-[Surajiyo] PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK.indd 111 4/24/2014 10:39:49 AM
112 PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK DI INDONESIA VOL II, 2014
terminologi etika adalah cabang filsafat
yang membicarakan ting-kah laku atau
tingkah laku manusia sebagai perbuatan manusia dalam
manusia un-tuk mengukur baik atau
buruknya sebagai manusia. Dalam
kapasitas inilah nilai-nilai Pancasila
telah dijabarkan dalam norma-norma
moralitas atau norma-norma etika
sehingga Pancasila merupakan
sistem eti-ka dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Jadi, sila-sila Pancasila pada
hakikatnya bukanlah merupakan
pedoman yang lang-sung bersifat
normatif ataupun praktis me-lainkan
sistem etika yang menjadi sumber
norma moral maupun norma hukum,
yang harus dijabarkan lebih lanjut ke dalam
ke-hidupan kenegaraan maupun
kebangsaan.
Berdasarkan pandangan, keyakinan
dan kesepakatan bersama para bapak
pendiri bangsa bahwa Pancasila merupa
kan dasar negara (Philosophische grondslag)
maka konsekuensinya Pancasila
merupak-an sumber norma hukum,
norma moral, dan norma kenegaraan
lainnya. Dalam konteks Pancasila
sebagai sumber norma moral inilah
permasalahan
muncul yak-ni
sejauh mana Pancasila merupakan eti-ka
politik di Indonesia? Untuk menjawab
pertanyaan besar ini, permasalahan
yang terkait dengan etika politik yakni
tentang pengertian etika, nilai, moral,
dan norma akan dibahas lebih dahulu.
Kemudian, di-lanjutkan dengan
pembahasan pengertian etika politik,
Pancasila sebagai nilai dasar
fundamental bagi bangsa dan negara
Re-publik Indonesia, nilai-nilai Pancasila
seba-gai sumber etika, dan tulisan akan
diakhiri dengan pelaksanaan etika politik
Pancasila.
jawaban yakni karena banyak sekali aja-ran Berdasarkan pendapat Franz Magnis-
moral dan pandangan moral seperti dalam Suseno tersebut Zubair (1987: 18)
kitab-kitab suci, petuah, wejangan dari para membuat skema sebagai berikut :
kyai, pendeta, orang tua dan sebagainya,
dan manusia harus memilih dengan kritis Pandangan
Moral
dan mengikuti ajaran moral tertentu Etika Pernyataan
Moral
sehingga bisa dipertanggungja-wabkan atas Persoalan
pilihannya. Etika tidak mem-biarkan Moral
Pernyataan
pendapat-pendapat moral tidak dapat tentang tindakan
dipertanggungjawaban. Etika beru-saha manusia,
Pernyataan
untuk menjernihkan permasalahan moral. tentang manusia
sendiri
Misalnya seorang ibu yang mengan-dung
dan difonis oleh dokter untuk memi-lih dua
pilihan apakah bertahan tetap men-gandung Pernyataan bukan
moral.
sampai melahirkan dengan resiko jiwa ibu
terancam karena kandungannya lemah atau
Berdasarkan skema tersebut, Zubair
menggugurkan dengan resiko tidak punya
(1987: 19) merincinya sebagai berikut :
anak. Masalah-masalah seper-ti itu perlu
1. Dalam beberapa pernyataan kita me
tinjauan kritis untuk mengam-bil
ngatakan bahwa suatu tindakan ter-
keputusan. Sedangkan kata moral sela-lu
tentu sesuai atau tidak sesuai dengan
mengacu pada baik-buruknya manusia.
norma-norma moral dan oleh karena
Bidang moral adalah bidang kehidupan
itu adalah betul, salah, dan atau wajib.
manusia bila dilihat dari segi kebaikannya.
Contoh: Engkau seharusnya
Norma-norma moral adalah tolok ukur un-
mengem-balikan uang itu. Mencuri
tuk menentukan betul-salahnya sikap dan
itu salah, Perintah jahat tidak boleh
tindakan manusia sebagai manusia dan
ditaati Ke-tiganya disebut sebagai
bukan sebagai pelaku peran tertentu dan
pernyataan ke-wajiban.
terbatas. Misalnya kalau seorang wartawan
ternyata tidak bisa membuat berita dan ke- 2. Orang, kelompok orang dan unsur-un-
tika mencari warta juga tidak bisa maka se- sur kepribadian (motif, watak, maksud,
bagai peran wartawan salah, tetapi sebagai dan sebagainya) kita nilai sebagai baik,
manusia bisa juga seorang itu baik karena buruk, jahat, mengagumkan, suci, me-
selalu berbuat jujur, adil, disiplin dan seba- malukan, bertanggung jawab, pantas
gainya (Magnis-Suseno, 1987: 18). ditegur, disebut sebagai pernyataan pe-
Objek etika menurut Franz Magnis- nilaian moral.
Suseno (dalam Zubair, 1987: 18) adalah 3. Himpunan pernyataan ketiga yang ha-
pernyataan moral. Apabila diperiksa se- rus diperhatikan adalah penilaian bu-
gala macam moral, pada dasarnya hanya kan moral. Contoh: Mangga itu enak,
ada dua macam, yaitu: pernyataan tentang Anak itu sehat. Mobil itu baik, Kertas
tindakan manusia dan pernyataan tentang ini jelek, dan sebagainya.
manusia sendiri atau tentang unsur-unsur
kepribadian manusia seperti motif-motif, Perbedaan penting mengenai beberapa
maksud, dan watak. Ada himpunan per- pernyataan di atas :
nyataan ketiga yang tidak bersifat moral, 1. Pernyataan kewajiban tidak mengenal
tetapi penting dalam rangka pernyataan tingkatan. Wajib atau tidak wajib,
tentang tindakan. betul atau salah Tidak ada tengahnya.
Moral berasal dari kata latin mos ja-maknya mores yang berarti adat atau cara hidup.
me ngenal tingkatan. Rasa dari na yang sama, tetapi dalam penilaian seha-
2. Nilai
Di dalam Dictionary of Sociology and
Related Science (dalam Kaelan, 2004:
87) dikemuka-kan bahwa nilai adalah
kemampuan untuk dapat dipercayai
yang ada pada suatu ben-da
sehingga ia dapat memuaskan
manusia. Sifat dari suatu benda yang
menyebabkan menarik minat
seseorang atau kelompok. Jadi nilai
itu pada hakikatnya adalah sifat atau
kualitas yang melekat pada suatu ob-
jek, dan bukan objek itu sendiri. Jika
sebuah objek mengandung nilai
maka artinya ada sifat atau kualitas
yang melekat pada objek itu.
Di dalam nilai itu sendiri
terkandung cita-cita, harapan-harapan,
dambaan-dam-baan dan keharusan.
Jika kita berbicara ten-tang nilai, maka
sebenarnya kita berbicara tentang hal
yang ideal, tentang hal yang
merupakan cita-cita, harapan
dambaan dan keharusan. Berbicara
tentang nilai be-rarti berbicara tentang
das Sollen, bukan das Sein, kita masuk ke
dunia ideal dan bukan dunia riil.
Meskipun demikian, di antara
keduanya, antara das Sollen dan das Sein,
antara dunia ideal dan dunia riil
mereka saling berhubungan atau
saling berkait secara erat. Artinya das
Sollen seharusnya menjelma menjadi das
Sein, yang ideal ha-rus menjadi real,
dan hal yang bermakna normatif harus
direalisasikan dalam per-buatan sehari-
hari yang merupakan fakta. (Kaelan,
2004; 87-88)
3. Moral
mengajarkan bagai-mana kita
seharusnya menjalani hidup bu-kanlah
ri-hari ada sedikit perbedaan. etika melainkan ajaran moral. Etika
Moral dan moralitas dipakai untuk mau mengerti ajaran moral tertentu,
perbuatan yang sedang dinilai. atau bagaimana kita dapat mengambil
Sedangkan etika dipakai untuk sikap yang bertanggung jawab dalam
pengkajian sistem nilai yang ada. mengha-dapi pelbagai ajaran moral.
Magnis-Suseno (1987: 14)
membedakan antara ajaran moral 4. Norma
dengan etika. Ajaran moral adalah Pada mulanya norma berarti alat
ajaran-ajaran, wejangan-we-jangan, tukang batu atau tukang kayu yang
khotbah-khotbah, peraturan-pera- berupa segiti-ga. Dalam
turan lisan atau tertulis tentang perkembangannya norma berar-ti
bagaimana manusia seharusnya ukuran, garis pengarah, atau aturan,
hidup dan bertindak agar ia menjadi dan kaidah bagi pertimbangan serta
manusia yang baik. Sumber penilaian. Nilai yang menjadi milik
langsung bagi ajaran moral adalah bersama di dalam satu masyarakat
pelbagai orang dalam kedudukan dan telah tertanam de ngan emosi
yang berwenang, seperti orang tua yang mendalam akan menjadi norma
dan guru, para pemuka masyarakat yang disepakati bersama.
dan agama, juga tulisan para bijak. Segala hal yang kita beri nilai
Etika bukan sumber tambahan bagi baik, cantik atau berguna akan kita
ajaran moral tetapi filsafat atau usahakan supaya diwujudkan
pemikiran kritis dan mendasar kembali di dalam per-buatan kita.
tentang ajaran dan pandangan Sebagai hasil usaha itu maka timbul
moral. Etika adalah sebuah ilmu ukuran perbuatan atau norma tin-
dan bukan sebuah ajaran. Jadi etika dakan. Norma yang diterima oleh
dan ajaran moral tidak berada di anggota
tingkat yang sama. Hal yang
Penilaian Nilai
Norma
moral. nor ma
Ketiga macam norma kelakuan itu, Agar nilai menjadi lebih berguna
mana kah yang mengalah apabila ada dalam menuntun sikap dan tingkah
tabrakan di antara keduanya? Norma laku manu-sia, maka ia perlu lebih
sopan santun mengalah baik terhadap dikonkretkan lagi serta
norma-norma hukum maupun norma- diformulasikan menjadi lebih objek-tif
norma moral. Ba-gaimana kalau norma sehingga memudahkan manusia un-
hukum bertabrakan dengan norma
tuk menjabarkannya dalam tingkah laku. dari sudut pandang etika, yang dalam po-
Wujud yang lebih konkret dari nilai ada- litik mencakup masalah legitimai negara,
lah norma. Terdapat berbagai macam nor- hukum, kekuasaan serta penilaian kritis
ma. Dari berbagai macam norma tersebut terhadap legitimasi-legitimasi tersebut.
norma hukumlah yang paling kuat keber- Secara substansial pengertian etika po-
lakuannya, karena dapat dipaksakan oleh litik tidak dapat dipisahkan dengan subjek
kekuatan eksternal seperti penguasa atau sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh
penegak hukum. karena itu etika politik berkait erat dengan
Selanjutnya nilai dan norma senantiasa bidang pembahasan moral. Hal ini berda
berkaitan dengan moral dan etika. Istilah sarkan kenyataan bahwa pengertian mo-
moral mengandung integritas dan marta- ral senantiasa menunjuk kepada manusia
bat pribadi manusia. Derajat kepribadian sebagai subjek etika. Maka kewajiban mo-
seseorang amat ditentukan oleh moralitas ral dibedakan dengan pengertian kewajib
yang dimilikinya. Makna moral yang ter- an-kewajiban lainnya. Kewajiban moral
kandung dalam kepribadian seseorang itu adalah kewajiban yang dilakukan manusia
tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. sebagai manusia atas kesadarannya, se-
Dalam pengertian inilah maka kita me- dangkan kalau melakukan kewajiban atas
masuki wilayah norma sebagai penuntun dasar karena perintah di luar diri maka ke-
sikap dan tingkah laku manusia (Kaelan, wajiban itu bukan kewajiban moral. Misal-
2004: 92-93). nya jika seorang pelatih memberikan pe-
rintah kepada anak buahnya besuk anda
wajib latihan. Kemudian anak buah itu
Pengertian Etika Politik besuk hadir latihan, namun karena anak
Dalam hubungan dengan etika politik buah itu menjalankan kewajiban atas dasar
pengertian politik harus dipahami da-lam perintah di luar diri maka tidak termasuk
pengertian yang lebih luas yaitu me- kewajiban moral. Tetapi kalau ada orang
nyangkut seluruh unsur yang membentuk dengan merasa wajib mengembalikan uang
suatu persekutuan hidup yang disebut yang bukan haknya dan kewajiban ini
masyarakat negara. Hukum dan dilkakukan atas dasar dari hati nurani maka
kekuasaan negara merupakan aspek yang inilah kewajiban moral. Oleh karena itu
berkaitan langsung dengan etika politik. aktualisasi etika politik harus senantia-sa
Hukum sebagai penataan masyarakat mendasarkan kepada ukuran harkat dan
secara nor-matif, serta kekuasaan negara martabat manusia sebagai manusia (Mag-
sebagai lembaga penata masyarakat yang nis-Suseno, 1987: 14-15).
efektif pada hakikatnya sesuai dengan Etika politik tidak langsung mencam-
struktur sifat kodrat manusia sebagai puri urusan politik praktis. Tugas etika po-
individu dan makhluk sosial. litik ialah membantu agar pembahasan ma-
Setiap ilmu terkandung dua macam ob- salah-masalah ideologis dapat dijalankan
jek yakni objek forma dan objek material. secara objektif. Etika politik dapat mem-
Objek forma adalah sudut pandang subyek berikan patokan orientasi dan pegangan
menelaah objek materialnya. Objek mate-rial normatif bagi mereka yang memang mau
adalah sasaran penyelidikan dari disi-plin menilai kualitas tatanan dan kehidupan
ilmu. Etika politik berkaitan dengan obyek politik dengan tolok ukur martabat manu-
forma etika, dan obyek material po-litik. Jadi sia atau mempertanyakan legitimasi moral
etika politik mempelajari politik sebagai keputusan politik. Suatu keputus-
instrumental dalam kehidupan yang hukum yaitu prinsip legalitas. Negara In-
nyata. Nilai praksis ini merupakan donesia adalah negara hukum. Oleh karena
per-wujudan dari nilai instrumental. itu keadilan dalam hidup bersama (keadi-
lan sosial) sebagaimana terkandung dalam
Hubungan antara nilai dengan norma sila V merupakan tujuan dalam kehidupan
ialah norma merupakan wujud konkrit dari negara. Terkait dengan itu, dalam pelaksa-
nilai. Selanjutnya nilai dan norma senantia- naan dan penyelenggaraan negara, segala
sa berkaitan dengan moral dan etika. kebijakan, kekuasaan, kewenangan serta
pembagiannya harus senantiasa berdasar-
kan pada hukum yang berlaku. Pelang-
Nilai-nilai Pancasila sebagai Sumber Etika garan atas prinsip-prinsip keadilan dalam
Sebagai dasar filsafat negara, Pancasila tidak kehidupan kenegaraan akan menimbulkan
hanya merupakan sumber bagi pera-turan ketidakseimbangan dalam keberlangsung-
perundangan, melainkan juga sum-ber an kehidupan negara.
moralitas terutama dalam hubungan-nya
dengan legitimasi kekuasaan, hukum serta
berbagai kebijakan dalam pelaksanaan dan Etika Politik dalam Kehidupan
penyelenggaraan negara. Oleh karena itu Berbangsa dan Bernegara
negara seharusnya sesuai dengan nilai-nilai Dalam Ketetapan MPR No. VI/MPR/2001
yang berasal dari Tuhan terutama hu-kum tentang Etika Kehidupan Berbangsa, di
serta moral dalam kehidupan negara. Asas nyatakan bahwa pengertian etika politik
kemanusiaan seharusnya merupakan dalam kehidupan berbangsa merupakan ru-
prinsip dasar moralitas dalam pelaksanaan musan yang bersumber dari ajaran agama,
dan penyelenggaraan negara. khususnya yang bersifat universal, dan ni-
Dalam pelaksanaan dan penyeleng- lai-nilai luhur budaya bangsa yang tercer-
garaan negara, etika politik menuntut agar min dalam Pancasila sebagai acuan dasar
kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah
dengan 1) Asas legalitas, yaitu dijalankan laku dalam kehidupan berbangsa.
sesuai dengan hukum yang berlaku, 2) di- Pola berpikir untuk membangun ke-
sahkan dan dijalankan secara demokratis, hidupan berpolitik secara jernih mutlak
serta 3) dilaksanakan berdasarkan prinsip- diperlukan. Pembangunan moral politik
prinsip moral (legitimasi moral) (Kaelan, yang berbudaya mengandung tujuan un-tuk
2004: 101). melahirkan kultur politik yang ber-
Legitimasi etis mempersoalkan keab- dasarkan kepada iman dan takwa terhadap
sahan kekuasaan politik dari segi norma- Tuhan yang Maha Kuasa, menggalang sua-
norma moral. Legitimasi ini muncul da- sana kasih sayang sesama manusia Indone-
lam konteks bahwa setiap tindakan negara sia, yang berbudi kemanusiaan luhur, yang
baik dari legislatif maupun eksekutif da- mengindahkan kaidah-kaidah musyawarah
pat dipertanyakan dari segi norma-norma secara kekeluargaan, yang bersih dan jujur,
moral. Tujuannya agar kekuasaan dapat dan menjalin asas pemerataan keadilan di
di-arahkan pada kebijakan dan cara-cara dalam menikmati dan menggunakan ke-
yang sesuai dengan tuntutan-tuntutan kayaan negara. Membangun etika politik
kemanu-siaan yang adil dan beradab. berdasarkan Pancasila akan diterima baik
Selain itu, pelaksanaan dan penyeleng- oleh segenap golongan dalam masyarakat
garaan negara harus berdasarkan legitimasi (Syarbaini, 2010: 48).
Pembinaan etika politik dalam kehidup berkeadilan, etika keilmuan, dan etika ling-
an berbangsa dan bernegara sangatlah kungan. Berikut adalah uraian singkatnya:
mendesak untuk dilaksanakan. Langkah
permulaan dimulai dengan membangun 1. Etika Sosial dan Budaya
konstruksi berpikir dalam rangka menata Etika sosial dan budaya bertolak dari rasa
kembali kultur politik bangsa Indonesia. kemanusiaan yang mendalam dengan me-
Kita sebagai warga negara telah memiliki nampilkan kembali sikap jujur, saling pedu-
hak-hak politik, maka pelaksanaan hak-hak li, saling memahami, saling menghargai,
politik dalam kehidupan bernegara akan saling mencintai, dan saling menolong di
saling bersosialisasi, berkomunikasi, dan antara sesama manusia dan warga bangsa.
berinteraksi dengan sesama warga negara Sejalan dengan itu, kita perlu menumbuh-
dalam berbagai wadah, yaitu dalam wadah kembangkan kembali budaya malu, yakni:
infrastruktur dan superstruktur (Syarbaini, malu untuk berbuat kesalahan, semua yang
2003: 44). bertentangan dengan moral agama serta
Pada hakikatnya etika politik tidak nilai-nilai luhur budaya bangsa. Untuk itu,
diatur dalam hukum tertulis secara leng- juga perlu menumbuhkembangkan kem-
bali budaya keteladanan yang harus diwu-
kap, tetapi melalui moralitas yang ber-
judkan dalam perilaku para pemimpin for-
sumber dari hati nurani, rasa malu kepada
mal maupun informal dalam setiap lapisan
masyarakat, dan rasa takut kepada Tuhan
masyarakat.
Yang Maha Kuasa. Adanya kemauan dan
itikad baik dalam hidup bernegara dapat
Etika ini dimaksudkan untuk menum-
buhkan dan mengembangkan kembali ke-
diukur secara seimbang antara hak yang
hidupan berbangsa yang berbudaya tinggi
telah dimiliki dengan kewajiban yang telah
dengan menggugah, menghargai, dan
ditunaikan, tidak mengandung ambisi yang
mengembangkan budaya nasional agar
berlebihan dalam merebut jabatan, namun
mampu melakukan adaptasi, interaksi
membekali diri dengan kemampuan yang
dengan bangsa lain, dan tindakan proaktif
kompetitif serta terbuka untuk menduduki
yang sejalan dengan tuntutan globalisasi.
suatu jabatan, tidak melakukan cara-cara
Untuk itu, diperlukan penghayatan dan
yang terlarang seperti penipuan untuk me- pengamalan agama yang benar, kemam-
menangkan persaingan politik. Dengan kata puan adaptasi, ketahanan, dan kreativitas
lain, tidak menghalalkan segala ma-cam budaya dari masyarakat.
cara untuk mencapai suatu tujuan po-litik
(Syarbaini, 2003: 46). 2. Etika Politik dan Pemerintahan
Pokok-pokok etika dalam kehidupan Etika politik dan pemerintahan dimaksud-
berbangsa di antaranya mengedepankan kan untuk mewujudkan pemerintahan
kejujuran, keteladanan, sportivitas, disip- yang bersih, efisien, dan efektif serta
lin, etos kerja, kemandirian, sikap toleran- menumbuh-kan suasana politik yang
si, rasa malu, tanggung jawab, menjaga demokratis yang bercirikan keterbukaan,
ke-hormatan serta martabat diri sebagai rasa bertanggung jawab, tanggap akan
warga bangsa. aspirasi rakyat, meng-haragai perbedaan,
Dalam Ketetapan MPR No. VI/MPR/ jujur dalam persaingan, kesediaan untuk
2001 diuraikan enam etika kehidupan ber- menerima pendapat yang lebih benar,
bangsa yakni etika sosial dan budaya, etika serta menjunjung tinggi hak asasi manusia
politik dan pemerintahan, etika ekonomi dan keseimbangan antara hak dengan
dan bisnis, etika penegakan hukum yang kewajiban dalam kehidupan berbangsa.
warga bangsa mampu menjaga harkat dan etika, dan rasa tanggung jawab yang besar.
martabatnya, berpihak kepada kebenaran Dalam pasal 6 Tata Tertib DPR mengenai
untuk mencapai kemaslahatan dan kema- kode etik DPR, diungkapkan dalam ayat
juan yang sesuai dengan nilai-nilai agama (1) bahwa anggota DPR harus menguta-
maupun budaya. Etika ini diwujudkan se- makan tugasnya dengan cara menghadiri
cara pribadi ataupun kolektif dalam karsa, secara fisik setiap rapat yang menjadi ke-
cipta, dan karya, yang tercermin dalam pe- wajibannya. Ayat (2) menegaskan bahwa
rilaku kreatif, inovatif, dan komunikatif, ketidakhadiran anggota secara fisik seba
dalam kegiatan membaca, belajar, meneliti, nyak tiga kali berturut-turut dalam rapat
menulis, berkarya, serta menciptakan iklim sejenis dan tanpa izin dari pimpinan fraksi
kondusif bagi pengembangan ilmu penge- merupakan pelanggaran kode etik.
tahuan dan teknologi.
Etika keilmuan menegaskan penting-
nya budaya kerja keras dengan menghar- Pelaksanaan Etika Politik Pancasila
gai dan memanfaatkan waktu, disiplin da- Menurut Aryaning Arya Kresna dkk. (2012:
lam berpikir dan berbuat, serta menepati 53-54) ada beberapa cara yang mu-dah
janji dan komitmen diri untuk mencapai untuk memahami politik Pancasila, yang
hasil yang terbaik. Di samping itu, etika dapat dipakai untuk mengajukan kritik
ini mendorong tumbuhnya kemampuan terhadap praktik Pancasila. Pertama
dalam menghadapi hambatan, rintangan, mempertanyakan tingkatan dijalankannya
dan tantangan dalam kehidupan, mampu prinsip moral menjunjung tinggi harkat
mengubah tantangan menjadi peluang, dan martabat manusia. Apakah sebuah
mampu menumbuhkan kreativitas untuk tindakan yang dilakukan sebuah lembaga
penciptaan kesempatan baru, tahan uji pemerintahan telah menjunjung tinggi har-
ser-ta pantang menyerah. kat dan martabat manusia? Kedua, mem-
pertanyakan tingkatan kesesuaian antara
6. Etika Lingkungan nilai obyektif dengan nilai intersubyektif.
Etika lingkungan menegaskan pentingnya Apakah sebuah tindakan yang dilakukan
kesadaran menghargai dan melestarikan lembaga pemerintahan yang berdasarkan
lingkungan hidup serta penataan tata ru- prinsip nilai intersubjektif keadilan se suai
ang secara berkelanjutan dan bertanggung dengan nilai objektif adil?
jawab. Untuk menjawab pertanyaan di atas,
Dalam kehidupan politik Indone-sia, perlu kiranya usaha untuk membuat se-
tidak sedikit suara masyarakat yang buah rambu dan batasan dalam penilaian
menuntut agar dibentuk dewan kehorma- etika politik Pancasila, sehingga dari titik
tan dalam berbagai institusi kenegaraan dan tersebut dapat ditarik kesimpulan logis,
kemasyarakatan, dengan harapan agar etika yaitu hal-hal mana saja yang dapat
politik dapat terwujud dalam kehidupan dipakai sebagai acuan penilaian yang
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. lebih kon kret. Rambu dan batasan
Dalam Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2002 tersebut dimulai dengan cara menentukan
tentang Rekomendasi Atas Laporan nilai objektif, ni-lai intersubjektif dan
Pelaksanaan Putusan MPR oleh Presiden, pemaknaannya dalam tiap-tiap sila:
DPR, DPA, MA, dan BPK, dite-gaskan 1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ,
bahwa DPR perlu meningkatkan ki-nerja Nilai objektif: Tuhan; Nilai intersubjek-
anggotanya dengan landasan moral, tif: Ketuhanan; mengandung makna:
dan moral persatuan yaitu ikatan moralitas Ketetapan MPR Pada Sidang Tahunan MPR
sebagai suatu bangsa (Sila III). Adapun ak- 2002. Jakarta: Sinar Grafika.
tualisasi dan pengembangan politik negara Kresna, Aryaning A., Agus Riyanto dan
demi tercapainya keadilan dalam hidup Hendar Putranto. (2012). Pendidikan
bersama (Sila V). Jadi, pengembangan poli- Kewarganegaraan (Civics). Tangerang:
tik negara terutama dalam proses refor-masi UMN Press.
seharusnya mendasarkan diri, dan Magnis-Suseno, F. (1987). Etika Dasar :
aktualisasinya pada moralitas sebagaima-na Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral.
tertuang dalam sila-sila Pancasila se-hingga, Yogyakarta: Kanisius.
sebagai konsekuensinya, praktek politik _____. (1988). Etika Politik: Prinsip-prinsip
yang menghalalkan segala cara de ngan Moral Dasar Kenegaraan Modern. Jakar-
memfitnah, memprovokasi, mengha-sut ta: PT Gramedia.
rakyat yang tidak berdosa untuk diadu- Sunoto. (1982). Bunga Rampai Filsafat. Yog-
domba, seharusnya segera diakhiri. yakarta: Yayasan Pembinaan Fakultas
Filsafat UGM.
Syarbaini, S. (2003). Pendidikan Pancasila di
DAFTAR PUSTAKA Perguruan Tinggi. Jakarta: Ghalia Indo-
Fudyartanto. (1974). Etika, Cetakan Keempat. nesia.
Yogyakarta: Warawidyani. Syarbaini, S., Rusdiyanta, Fatkhuri. (2012).
Hadiwijono, H. (1990). Sari Sejarah Filsafat Pendidikan Kewarganegaraan Implemen-
Barat 2, Cetakan Keempat. Yogyakarta: tasi Karakter Bangsa. Jakarta: Hartomo
Kanisius. Media Pustaka.
Kaelan. (2004). Pendidikan Pancasila, Edisi Zubair, Achmad C. (1987). Kuliah Etika. Ja-
Reformasi. Yogyakarta: Penerbit Para- karta: Rajawali Pers.
digma.