Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Disusun oleh:
Bramulya T Subagiyo (11.2016.072)
William Limadhy (11.2015.345)
Pembimbing:
dr. Ketut, Sp.An
JAKARTA
1
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Jl. Terusan Arjuna No. 6, Kebon Jeruk Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS PRA ANASTESI
SMF ILMU ANASTESI
RUMAH SAKIT: RSUD TARAKAN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. DN
Umur : 27 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Salak II blok ajif no 21, Tangerang
Tanggal pemeriksaan : 12 Juli 2017
Tanggal masuk RS : 12 Juli 2017
II. ANAMNESIS
Anamnesis: Autoanamnesis Tanggal: 12 Juli 2017 Jam: 12.15 WIB
Keluhan Utama
Keluar cairan jernih dari jalan lahir secara tiba tiba 12 jam SMRS.
2
Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang wanita 27 tahun datang ke IGD RSUD Tarakan dengan keluhan keluar cairan jernih dari
jalan lahir secara tiba tiba 12 jam SMRS. Pasien mengatakan cairan yang keluar berwarna
jernih, tidak berbau, tidak ada darah. Pasien juga mengeluh perut kenceng-kenceng. Tidak ada
riwayat demam, mual dan muntah. Pasien mengaku tidak ada alergi, riwayat trauma, tidak ada
riwayat minum obat obatan atau jamu. BAK dan BAB normal.
DM (-)
Hipertensi (-)
Asma (-)
Penyakit Jantung (-)
Penyakit Hati (-)
Penyakit Ginjal (-)
Alergi (-)
Kejang (-)
Habit
Merokok (-)
Pengguna Alkohol (-)
Narkoba (-)
3
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 104x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 37oC
Keadaan gizi : Cukup
Berat Badan : 70 kg
Tinggi Badan : 160 cm
Kepala
Ekspresi wajah : Tampak lemas
Simetri muka : Simetris, tidak ada edema
Rambut : Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah rontok
Pembuluh darah temporal : Teraba pulsasi
Mata
Exophthalamus : Tidak ada
Enopthalamus : Tidak ada
Kelopak : Tidak ptosis, tidak edema, tidak hiperemis
Konjungtiva : Tidak anemis (CA -/-)
Visus : Normal
Sklera : Tidak ikterik (SI -/-)
Gerakan Mata : Normal (ke segala arah), tidak ada jerky, tidak ada nistagmus
Lapangan penglihatan : Normal
Tekanan bola mata : N+
Hidung
Obstruksi jalan nafas (oleh polip, deviasi septum, hipertrofi adenoid, perdarahan) tidak ada.
4
Lidah
Tidak besar.
Mandibula
Bentuk mandibula normal, tidak ada fraktur atau sikatrik, trismus tidak ada.
Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP) : 5 - 2 cmH2O
Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar
Kelenjar Limfe : Tidak teraba membesar
Deviasi Trachea : Tidak ada
Dada
Bentuk : Simetris kanan dan kiri, sela iga tidak mencekung atau mencembung
Pembuluh darah : Spider nevi (-)
Buah dada : Normal, simetris, tidak ada massa
Paru paru
Depan Belakang
Inspeksi Kiri Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Sela iga normal, benjolan (-) Sela iga normal, benjolan (-)
Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Sela iga normal, benjolan (-) Sela iga normal, benjolan (-)
Palapasi Kiri Sela iga normal, benjolan (-), Sela iga normal, benjolan (-),
nyeri tekan (-), fremitus taktil simetris nyeri tekan (-), fremitus taktil simetris
Kanan Sela iga normal, benjolan (-), Sela iga normal, benjolan (-),
nyeri tekan (-), fremitus taktil simetris nyeri tekan (-), fremitus taktil simetris
Perkusi Kiri Sonor Sonor
Kanan Sonor Sonor
Auskultasi Kiri Vesikular, Rhonki (-), Wheezing (-) Vesikular, Rhonki (-), Wheezing (-)
Kanan Vesikular, Rhonki (-), Wheezing (-) Vesikular, Rhonki (-), Wheezing (-)
5
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga 5 garis mid-clavicularis kiri
Perkusi :
Batas atas : Sela iga 2 garis parasternalis kiri
Batas kanan : Sela iga 4 garis sternalis kanan
Batas kiri : Sela iga 5 garis mid-clavicularis kiri
Auskultasi : Katup Mitral : BJ I > BJ II, murni reguler, tidak ada murmur,
Katup Trikuspid tidak ada gallop
Perut
Inspeksi : Bentuk perut cembung, tidak terlihat lesi kulit
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), benjolan (-), defense muscular (-)
Auskultasi : Bising usus normoperistaltik, tidak ada bruit
Anggota Gerak
Lengan Kanan Kiri
Tonus : Normotonus Normotonus
Massa : Eutrofi Eutrofi
Sendi : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Gerakan : Aktif Aktif
Kekuatan : 5 5
Lain-lain : CRT < 2s CRT < 2s
6
Gerakan : Aktif Aktif
Kekuatan : 5 5
Oedem : Tidak ada Tidak ada
Lain-lain : Akral hangat Akral hangat
7
VIII. RENCANA TINDAKAN ANESTESI
PRE OPERATIF
1. Anamnesis
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat-obatan dan makanan
Pasien belum pernah operasi dan mendapat anestesi sebelumnya
Pasien tidak memiliki penyakit asma, jantung, DM dan hipertensi
2. Pemeriksaan fisik
Airway paten, nafas spontan, tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing
Mallampati 1
Leher ekstensi maksimal
Buka mulut > 3 jari
Tidak ada gigi palsu
Teknik Anestesi:
Anestesi spinal, posisi duduk L3-L4 , LCS (+) jernih, darah (-), atraucan no. 26 G.
Cara Pemberian:
8
9. Masukkan introducer atraucan, secara perlahan pada L3-L4 hingga masuk ruang
subarachnoid.
10. Kemudian dimasukkan atraucan no. 26 G secara perlahan dengan bevel menghadap
ke atas hingga menembus ruang subarachnoid.
11. Jarum atraucan dilepaskan secara perlahan dengan memastikan keluarnya LCS.
12. Keluar LCS berwarna jernih, tanpa darah.
13. Menyuntikkan Bunascan 20 mg dan Fentanyl 25 mcg ke dalam rongga subarachnoid
secara perlahan didahului dengan aspirasi dan telah terfiksasi baik dan benar.
14. Atraucan dan spuit 3 cc dilepaskan perlahan.
15. Ditutup dengan kasa steril dan pasien dibaringkan di meja operasi, dan pasien diminta
untuk mengangkat kaki untuk memastikan efek kerja anestesi.
1. Tanda-tanda vital dimonitor (tekanan darah, nadi, frekuensi nafas, dan saturasi oksigen
sepanjang operasi).
2. Obat berikut dimasukkan secara intravena:
a. Fentanyl 25 mcg
b. Bunascan 20 mg
c. Metoclopramide 10 mg
d. Myomergin 0,4 mg
e. Ketorolac 30 mg
f. Oxytocin 20 1U
3. Pasien diberi oksigen 100% 2L/menit dengan nasal canule.
Cairan Masuk:
Cairan Keluar:
Perdarahan 250 cc
9
X. POST OPERATIF
2. Aldrete score
3. VAS: 5
Tekanan darah (100/70mmHg)
CRT (< 2 detik )
Nadi (98x/menit)
Respiratory rate (25x/menit)
Suhu 36,5oC
Saturasi oksigen (100%)
BAK via urine catheter, urin warna kuning jernih
Terapi pasca bedah:
Infus: RF (dalam 24 jam)
Selimut hangat
Monitoring Cairan
Terapi cairah intra-operatif dijabarkan sebagai berikut :
10
Kebutuhan Cairan Basal (M):
2 ml x 70 kg = 140 ml
11
PEMBAHASAN
Persiapan Anestesi
Tindakan pre-operatif ditujukan untuk menyiapkan kondisi pasien seoptimal mungkin
dalam menghadapi operasi. Persiapan prabedah menentukan keberhasilan suatu operasi.
Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor penyumbang sebab-
sebab terjadinya kecelakaan anestesia. Dokter spesialis anestesiologi hendaknya mengunjungi
pasien sebelum pasien dibedah, agar dapat mempersiapkan fisik dan mental pasien secara
optimal, merencanakan dan memilih teknik anesthesia serta obat-obatan yang dipakai, dan
menentukan klasifikasi pasien berdasarkan ASA. Persiapan praanestesia yang dilakukan meliputi
persiapan alat, penilaian dan persiapan pasien, serta persiapan obat anestesi yang diperlukan.
Penilaian dan persiapan pasien diantaranya meliputi:
1. Anamnesis
Identifikasi pasien (nama, umur, alamat, dll).
Keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi.
Riwayat penyakit yang sedang/pernah diderita untuk mengetahui
kemungkinan penyulit anestesi (misalnya alergi, diabetes melitus, penyakit paru
kronis, penyakit jantung, penyakit ginjal, dan penyakit hati).
Riwayat pemakaian obat-obatan meliputi alergi obat, intoleransi obat, dan obat
yang sedang digunakan dan dapat menimbulkan interaksi dengan obat anestetik.
Riwayat anestetik/operasi sebelumnya, meliputi tanggal, jenis pembedahan,
dan anestesi, komplikasi dan perawatan intensif pasca bedah.
Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi tindakan
(merokok, minum alcohol, obat penenang, narkotik). Kebiasaan buruk ini
hendaknya dihentikan 1-2 hari sebelum operasi agar tidak mempengaruhi
system kardiosirkulasi serta organ lain.
Riwayat berdasarkan system organ.
Makanan yang terakhir dimakan.
12
2. Pemeriksaan Fisik
Tinggi dan berat badan, untuk memperkirakan dosis obat, terapi cairan yang
diperlukan, serta jumlah urin selama dan sesudah pembedahan.
Frekuensi nadi, tekanan darah, pola dan frekuensi pernafasan, serta suhu tubuh.
Jalan nafas (airway).
Jantung, paru-paru, abdomen, punggung (apakah ada deformitas), neurologis,
ekstremitas.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Rutin
Darah, urin, foto dada (terutama untuk bedah mayor), elektrokardiografi
(untuk pasien diatas umur 40 tahun).
Khusus
Dilakukan bila ada riwayat atau indikasi.
4. Persiapan Hari Operasi
Pembersihan dan pengosongan saluran pencernaan untuk mencegah aspirasi isi
lambung karena regurgitasi/muntah.
Jika ada gigi palsu, perhiasan, bulu mata dilepas, bahan kosmetik (lipstick,
cat kuku) dibersihkan sehingga tidak mengganggu pemeriksaan.
Rectum dan kandung kemih dikosongkan, jika perlu pasang kateter.
Pasien masuk kamar operasi mengenakan pakaian khusus
Cukur rambut pubis 2 jam sebelum operasi.
Pemberian obat-obatan premedikasi (jika perlu) dapat diberikan 1-2 jam
sebelum induksi anesthesia. Antibiotika profilaksis, diberikan bersama
premedikasi (sefalosporin generasi pertama). Setelah persiapan pre-operatif dan
pasien diputuskan siap untuk mendapatkan operasi maka proses anestesi dapat
dilakukan. Pada kasus ini, diputuskan untuk menggunakan teknik anestesi
regional yaitu subarachnoid block atau anestesi spinal. Karena secara umum,
keadaan pasien baik, dan area operasi berada di bawah umbilicus.
13
Dalam kondisi ibu dan fetus normal, dapat dilakukan 2 pilihan teknik anestesi yaitu
General Anestesia dan Regional Anestesia. GA dan RA yang dilakukan dengan terampil,
hampir sama pengaruhnya terhadap bayi baru lahir. Namun demikian, karena risiko untuk
ibu dan kaitannya dengan Apgar skor yang lebih rendah dengan GA, maka RA untuk
bedah cesar lebih disukai. RA akan memberikan hasil neonatal terpapar lebih sedikit obat
anestesi (terutama saat digunakan teknik spinal).
Anestesi Spinal
Anestesi spinal merupakan salah satu metode yang diinduksi dengan menyuntikkan
sejumlah kecil obat anestesi local ke dalam cairan cerebrospinal. Anestesi spinal/subarachnoid
disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal, blok
konduksi dari akar saraf dicapai dengan penyuntikkan sejumlah kecil anestetik lokal ke dalam
rongga subarachnoid melalui pungsi lumbal. Suntikkan dilakukan di bawah vertebra lumbal 1
(tepat dimana korda spinalis berakhir), biasanya dilakukan pada diskus invertebralis antara
lumbal III dan IV. Anestesi spinal dapat digunakan pada hampir semua operasi abdomen bagian
bawah (termasuk sectio sesaria), perineum dan kaki. Anestesi ini memberikan relaksasi yang
baik, tetapi lama anestesi yang didapat dengan lidokain hanya sekitar 90 menit. Bila digunakan
obat lain, misalnya bupivakain, sinkokain atau tetrakain, maka lama operasi dapat diperpanjang
sampai 2-3 jam. Anestesi yang berhasil akan memblok nervus simpatis, sehingga terjadi
vasodilatasi luas dan penurunan tekanan darah.1,2
Lokasi: L2 S1
Keuntungan teknik anestesi spinal:
Biaya relatif murah
Perdarahan lebih berkurang
Mengurangi respon terhadap stress (perubahan
fisiologis tubuh terhadap kerusakan jaringan)
Kontrol nyeri yang lebih sempurna
Menurunkan mortalitas pascaoperasi
14
Indikasi
a. bedah abdomen bagian bawah, misal: operasi hernia, apendiksitis
b. bedah urologi
c. bedah anggota gerak bagian bawah dan bedah panggul
d. bedah obstetri ginekologi
e. bedah anorectal & perianal
Kontraindikasi
Absolut
Pasien menolak
Anestesi spinal merupakan kontraindikasi pada pasien dengan hipovolemia yang tidak
terkoreksi. Jika dianestesi, pasien dengan hipovolemia dapat mempunyai tekanan darah
yang relatif normal karena vasokontsriksi luas, tapi bila terdapat blokade simpatis pada
anestesi spinal, maka vasokonstriksi akan hilang dan menyebabkan kolaps kardiovascular
hebat. Untuk kasus gawat darurat anestesi umum lebih aman.
Pasien dengan anemia berat yang tidak terkoreksi atau pasien yang mempunyai penyakit
jantung, tidak boleh diberi anestesi spinal, karena hipotensi yang terjadi pada pasien akan
semakin berat,
Seperti pada teknik anestesi lokal lainnya, yaitu bila ada infeksi lokal pada tempat
penyuntikkan dan ada pasien yang sedang terapi dengan antikoagulan.
Relative
Infeksi sistemik
Infeksi sekitar tempat suntikan
Kelainan neurologis
15
Kelainan psikis
Bedah lama
Penyakit jantung
Hipovolemia ringan
Nyeri punggung bawah
Komplikasi
Akut
1. Hipotensi dikarenakan dilatasi pembuluh darah maximal
2. Bradikardi dikarenakan blok terlalu tinggi, berikan Sulfas Atropin
3. Hipoventilasi, berikan O2
4. Mual muntah dikarenakan hipotensi terlalu tajam
5. Total spinal, obat anestesi naik ke atas, berikan anestesi umum
Pasca tindakan
1. Nyeri tempat suntikan
2. Nyeri punggung
3. Nyeri kepala
4. Retensi urin dikarenakan sakral terblok pasang kateter
Prosedur
a. Persiapan
1. Sama dengan persiapan general anestesi
2. Persiapan pasien
- Informed consent.
Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anesthesia spinal
- Pemeriksaan fisik.
Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakan akan menimbulkan kesulitan,
misalnya kelainan anatomis tulang belakang atau pasien gemuk sekali sehingga
tidak teraba tonjolan processus spinosus.
- Pemeriksaan laboratorium anjuran meliputi hemoglobin, PT (prothrombin
time), dan PTT (partial tromboplastine time).
- Pre load RL/NS 15 ml/kgBB
16
3. Alat dan obat
- Pasang monitor
Tekanan darah, nadi, oksimetri denyut (pulse oksimetri) dan EKG.
- Peralatan resusitasi atau anesthesia umum
- Spinal needle dengan ujung tajam G 25-29
- Spuit 3 cc/5cc/10cc
- Bupivacaine, Fentanyl
- Efedrin, Sulfas atropin
- Petidin, catapres, adrenalin
- Obat emergency
b. Posisi pasien
- Posisi pasien duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk merupakan posisi
termudah. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa di pindah lagi, karena
perubahan posisi berlebihan dalam waktu 30 menit pertama akan menyebabkan
penyebaran obat. Jika posisinya duduk, pasien disuruh memeluk bantal, agar
posisi tulang belakang stabil, dan pasien membungkuk agar prosesus spinosus
mudah teraba. Jika posisinya dekubitus lateral, maka beri bantal kepala, agar
pasien merasa enak dan menstabilkan tulang belakang.
- Keuntungan posisi duduk adalah lebih nyata, processus spinosum lebih mudah
diraba, garis tengah lebih teridentifikasi (gemuk) & posisi yang nyaman pada
pasien PPOK.
- Tentukan tempat tususkan. Perpotongan antara garis yang menghubungkan
kedua krista iliaka dengan tulang punggung adalah L4 atau L4-5. Tusukan pada
L1-2 atau di atasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.
- Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alcohol.
- Beri anestetik local pada tempat tusukan. Pada kasus ini diberikan obat anestesi
local lidokain 1-2 % 2-3 ml.
- Cara tusukan median atau paramedian. Lakukan penyuntikan jarum spinal di
tempat penusukan pada bidang medial dengan sudut 10-30 derajat terhadap
bidang horizontal ke arah cranial.
17
Jarum lumbal akan menembus kulit-subkutis-lig.supraspinosum-
lig.interspinosum-lig.flavum-ruang epidural-duramater-ruang sub arakhnoid.
Kira-kira jarak kulit ke lig.flavum dewasa 6cm, jarum harus sejajar serat
duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel jarum mengarah ke atas atau ke
bawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya
nyeri kepala pasca spinal.
- Setelah resistensi hilang, cabut stilet atau mandrin maka cairan serebrospinal
akan menetes keluar.
- Pasang spuit yang berisi obat, masukkan pelan-pelan (0,5 ml/detik) diselingi
aspirasi sedikit, untuk memastikan posisi jarum tetap baik.
Lidokain
Lidokain adalah derivat asetanilida yang merupakan obat pilihan utama untuk anestesi
permukaan maupun infiltrasi. Lidokain adalah anestetik lokal kuat yang digunakan secara luas
dengan pemberian topikal dan suntikan. Anestesi terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama,
dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain. 1 ampul = 100 mg/5ml. Dosis
pada lidokain 1-1,5 mg/kgBB iv. Indikasi: anastesi lokal, ekstrasistol ventrikel, aritmia
ventricular, fibrilasi ventrikel residif. Kontraindikasi: blok derajat tinggi, gangguan irama,
bradikardi, gagal jantung dekompensasi. Efek samping: pada dosis berlebih dapat terjadi
gangguan saraf pusat, antara lain: kejang, blok AV, bradikardi, penurunan tekanan darah.
18
Fentanyl
Merupakan derivat agonis sintetik opioid fenil piperidin, yang secara struktur
berhubungan dengan meperidin, sebagai anestetik 75 125 kali lebih poten dari morfin, bisa
digunakan sebagai tambahan untuk general anastesi maupun sebagai awalan anastetik. Indikasi:
anestesia pembedahan, Dosis: dosis 1-3 mcg/kgBB analgesinya kira-kira berlangsung 30 menit.
Dosis besar 50-150 mcg/kgBB digunakan untuk induksi anestesia dan pemeliharaan anestesia
dengan kombinasi bensodiazepin dan anestetik inhalasi dosis rendah, pada bedah jantung. Efek
samping: kekakuan otot punggung yang sebenarnya tidak dapat dicegah dengan pelumpuh otot.
Dosis besar dapat mencegah peningkatan kadar gula, katekolamin plasma, ADH, renin,
aldosteron dan kortisol. Efek depresi napasnya lebih lama dibanding efek analgesinya.
Bupivakain
Farmakodinamik
Obat menembus saraf dalam bentuk tidak terionisasi (lipofilik), tetapi saat di dalam akson
terbentuk beberapa molekul terionisasi, dan molekul-molekul ini memblok kanal Na+, serta
mencegah pembentukan potensial aksi. Absorpsi sistemik anestetik ini dapat mengakibatkan
perangsangan dan atau penekanan sistem saraf pusat. Rangsangan pusat biasanya berupa gelisah,
tremor dan menggigil, kejang, diikuti depresi dan koma, akhirnya terjadi henti napas. Fase
depresi dapat terjadi tanpa fase eksitasi sebelumnya.
Farmakokinetik
Kecepatan absorpsi anestetik ini tergantung dari dosis total dan konsentrasi obat yang
diberikan, cara pemberian, dan vaskularisasi tempat pemberian, serta ada tidaknya epinefrin
dalam larutan anestetik. Bupivacaine mempunyai awitan lambat (sampai dengan 30 menit) tetapi
mempunyai durasi kerja yang sangat panjang,sampai dengan 8 jam bila digunakan untuk blok
syaraf. Lama kerja bupivacaine lebih panjang secara nyata daripada anestetik lokal yang biasa
digunakan. Juga terdapat periode analgesia yang tetap setelah kembalinya sensasi.
19
Efek samping
Penyebab utama efek samping kelompok obat ini mungkin berhubungan dengan kadar
plasma yang tinggi, yang dapat disebabkan oleh overdosis, injeksi intravaskuler yang tidak
disengaja atau degradasi metabolik yang lambat.
- Sistemik: Biasanya berkaitan dengan sistem saraf pusat dan kardiovaskular seperti
hipoventilasi atau apneu, hipotensi dan henti jantung.
- SSP: Gelisah, ansietas, pusing, tinitus, dapat terjadi penglihatan kabur atau tremor,
kemungkinan mengarah pada kejang. Hal ini dapat dengan cepat diikuti rasa mengantuk
sampai tidak sadar dan henti napas. Efek SSP lain yang mungkin timbul adalah mual,
muntah, kedinginan, dan konstriksi pupil.
- Kardiovaskuler: Depresi miokardium, penurunan curah jantung, hambatan jantung,
hipotensi, bradikardia, aritmia ventrikuler, meliputi takikardia ventrikuler dan fibrilasi
ventrikuler, serta henti jantung.
- Alergi: Urtikaria, pruritus, eritema, edema angioneuretik (meliputi edema laring), bersin,
episode asma, dan kemungkinan gejala anafilaktoid (meliputi hipotensi berat).
- Neurologik: Paralisis tungkai, hilangnya kesadaran, paralisis pernapasan dan bradikardia
(spinal tinggi), hipotensi sekunder dari blok spinal, retensi urin, inkontinensia fekal dan
urin, hilangnya sensasi perineal dan fungsi seksual; anestesia persisten, parestesia,
kelemahan, paralisis ekstremitas bawah dan hilangnya kontrol sfingter, sakit
kepala, sakit punggung, meningitis septik, meningismus, lambatnya persalinan,
meningkatnya kejadian persalinan dengan forcep, atau kelumpuhan saraf kranial karena
traksi saraf pada kehilangan cairan serebrospinal.
20
Daftar Pustaka
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk praktis anestesiologi. Jakarta:
FKUI; 2001.h.77-83.
2. Bernards CM. Clinical anesthesia. Philadelphia: Lippincott William and Wilkins
Co; 2006.p.691717.
3. Kleinmann W, Mikhail M. Clinical anesthesiology. New York: McGraw-Hill Co;
2002.p.161.
4. Visser WA, Dijkstra A, Albayrak M, et al. Spinal anesthesia for intrapartum
cesarean delivery following epidural labor analgesia: Can J Anesth; 2009.p.577-
83.
5. Dadarkar P, Philip J, Weidner C, et al. Spinal anesthesia for cesarean section
following inadequate labor epidural analgesia: International Journal of Obstetric
Anesthesia; 2004.p.239-43.
21