Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah Neurogenic bladder tidak mengacu pada suatu diagnosis spesifik
ataupun menunjukkan etiologinya, melainkan lebih menunjukkan suatu
gangguan fungsi urologi akibat kelainan neurologis. Fungsi kandung
kemih normal memerlukan aktivitas yang terintegrasi antara sistem saraf
otonomi dan somatik. Jaras neural yang terdiri dari berbagai refleks fungsi
destrusor dan sfingter meluas dari lobus frontalis ke medula spinalis bagian sakral,
sehingga penyebab neurogenik dari gangguan vesica urinaria dapat diakibatkan
oleh lesi pada berbagai derajat. Banyak penyebab yang mendasari timbulnya
Neurogenic bladder sehingga perlu dilakukan pemeriksaan yang teliti sebelum
diagnosis ditegakkan (Peter,2012).
Prevalensi dan perjalanan penyakit Neurogenik Bladder pada tahun 2004,
diperkirakan bahwa 247.000 orang Amerika hidup dengan cedera sumsum tulang
belakang. Perkiraan insidence dari cedera tulang belakang bervariasi dari 21,2 per
juta penduduk menjadi 60 per juta, sekitar 85% dari cedera ini mempengaruhi
segmen tulang belakang terletak di atas vertebra toraks kedua belas dan lesi ini
biasanya menghasilkan refleks inkotinensia urin. Reflex inkontinensia urin juga
dapat terjadi antara orang-orang dengan penyakit dengan gangguan intervetebral,
stenosis tulang belakang, dan spondylosis serviks. Th eprevalence kondisi ini tidak
diketahui, tapi kejadian tahunan intervensi bedah untuk masalah ini telah
diperkirakan 52,3 per 100.000 penduduk. (Dorothy,2006)
Neurogenik bladder berkisar antara kurang berfugsi hingga overaktivitas,
tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin
terpengaruhi, menyebabkan spincter menjadi kurang berfungsi atau overaktivitas
dan kehilangan koordinasi dengan fungsi kandung kemih. Terapi yang cocok
ditentukan dari diagnosis yang tepat dengan perawatan medis yang bagus dan
perawatan bersama dengan bermacam pemeriksaan klinis, meliputi urodinamik dan
pemeriksaan radiologi terpilih.
Neurogenik bladder akan meningkat jumlahnya pada kondisi neurologis
tertentu. Sebagai contoh, di Amerika neurogenic bladder ini telah ditemukan pada
40%-90% pasien dengan multiple sclerosis, 37%-72% pada pasien dengan
parkinson dan 15% pada pasien dengan stroke (Langsang, 2004). Diperkirakan
bahwa 70%-84% pasien dengan spinal cord injury paling tidak mempunyai
gangguan di kandung kermih (Manack,2011)
Terapi optimal untuk Neurogenik Bladder tergantung pada evaluasi
menyeluruh, diikuti terapi semua penyebab yang ada dan faktor yang berperan.
Timbulnya gejala biasanya multifaktor, dan terapi multimodal yang meliputi
konservatif dan operatif dapat diberikan. (Dorothy,2006)
Oleh karena itu, dibutuhkan tenaga keperawatan yang professional dalam
memberikan asuhan keperawatan di rumah sakit pada pasien maupun keluarga
pasien.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dari penyakit neurogenic bladder?
2. Bagaimana etiologi dari penyakit neurogenic bladder?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit neurogenic bladder?
4. Bagaimana patofisiologi dari penyakit neurogenic bladder?
5. Bagaimana WOC dari penyakit neurogenic bladder?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari penyakit neurogenic bladder?
7. Bagaimana penatalaksanaan dan pengobatan dari penyakit neurogenic
bladder?
8. Bagaimana komplikasi dari penyakit neurogenic bladder?
9. Bagaimana prognosis dari penyakit neurogenic bladder?
2.2 Etiologi
Berdasarkan penyebab/etiologinya struktur uretra di bagi menjadi 3 jenis :
a. Struktur uretra kongenital
Striktur ini bisanya sering terjadi di fossa navikularis dan pars membranase, sifat
striktur ini adalah stationer dan biasanya timbul terpisah atau bersamaan dengan
anomalia sakuran kemih yang lain.
b. Struktur uretra traumatik
Trauma ini akibat trauma sekunder seperti kecelakaan, atau karena instrumen,
infeksi, spasmus otot, atau tekanan dari luar, atau tekanan oleh struktur sambungan
atau oleh pertumbuhan tumor dari luar serta biasanya terjadi pada daerah kemaluan
dapat menimbulkan ruftur urethra, Timbul striktur traumatik dalam waktu 1 bulan.
Striktur akibat trauma lebih progresif daripada striktur akibat infeksi. Pada ruftur
ini ditemukan adanya hematuria gross.
c. Struktur akibat infeksi
Struktur ini biasanya sissebabkan oleh infeksi veneral. Timbulnya lebih lambat
daripada striktur traumatik
2.7 Komplikasi
Komplikasi utama kandung kemih neurogenik adalah infeksi yang terjadi
akibat stasis urin dan kateterisasi yang dilakukan kemudian. Hipertrofi dinding
kandung kemih juga terjadi dan akhirnya menimbulkan refluks vesikouretral
(kembalinya urin dari kandung kemih ke dalam ureter) dan hidronefrosis (dilatasi
struktur internal ginjal dengan meningkatnya tekanan dari urin yang mengalir
balik). Pada klien dengan neurogenic bladder juga memungkinkan untuk
meningkatkan resiko gangguan saluran keluar kandung kemih (bladder outlet
obstruction). (Ginsberg 2013).
Urolitiasis (batu dalam saluran kemih) dapat terjadi akibat stasis serta
infeksi kemih dan demineralisasi tulang karena tirah baring yang lama. Pada klien
dengan neurogenic bladder , jika mereka tidak diobati secara optimal maka juga
bisa menyebabkan batu buli, sepsis dan gagal ginjal Gagal ginjal merupakan
penyebab utama kematian pada pasien gangguan neurologik vesika urinaria
(Smeltzer & Bare, 2010).
2.8 Prognosis
Prognosis baik jika segera ditangani dan tidak sampai terjadi gagal ginjal.
Pengobatan yang tepat dapat membantu mencegah disfungsi permanen dan
kerusakan ginjal. (Patrick J. Shenot, MD,2012)
BAB III
ASUHAN KEPERERAWATAN
STUDI KASUS
Pada tanggal 10 Maret 2016 Tn. N berusia 62 tahun datang ke RS Haji dengan
keluhan nyeri perut bagian bawah ketika kencing dan ketika ditekan, rasa nyerinya
seperti ditusuk jarum klien juga mengatakan kencing terus-menerus namun
keluarnya sedikit-sedikit dan juga mengeluh badannya lemas, dan panas, Klien
bercerita bahwa seminggu yang lalu klien terpeleset saat di kamar mandi dan jatuh
terduduk. Keluarga klien mengatakan bahwa Tn. N memiliki riwayat penyakit
stroke. Hasil pemeriksaan TTV didapatkan suhu 39C, nadi 100x/menit, tekanan
darah 160/100 mmHg, RR 24x/menit. pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya
distensi kandung kemih, saat perkusi kandung kemih ditemukan suara
dullnes,Hasil laboraturium urin belum menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi,
Ph urin 6; RBCs (Red Blood Cells) 3 juta sel/mm3; WBCs (White Blood Cells)
10.500sel/mm3 Jumlah urin 500 ml/hari.
3.1 PENGKAJIAN
1) Identitas
a) Nama :Tn N
b) Jenis kelamin :laki-laki
c) Umur :62 tahun
d) Agama :islam
e) Pendidikan :SD
f) Pekerjaan :petani
g) Alamat :Jl. Melati no. 13 Surabaya
h) Tanggal masuk :10 Maret 2016 jam 10.00 WIB
2) Riwayat Kesehatan
A. Alasan masuk rumah sakit
Tn N mengeluh sering kencing namun keluarnya sedikit-sedikit.
B. Keluhan Utama
Merasa sakit di perut bagian bawah ketika kencing dan ketika ditekan.
C. Riwayat penyakit sekarang
Seminggu sebelum MRS, klien jatuh terpeleset di kamar mandi. Klien
duduk terjatuh. Beberapa hari setelahnya klien kencing terus-menerus namun
keluar sedikit-sedikit disertai rasa sakit di perut bawah.
D. Riwayat penyakit dahulu
Stroke
E. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami hal seperti klien.
3) Pemeriksaan Fisik
KL ( kepala Leher )
- S : 39C
b) Review of System
B1 (Breathing)
Inspeksi: simetrs
Palpasi: normal
Perkusi: suara sonor
Auskultasi: vesikuler
Respirasi rate klien 24x/menit
B2 (Blood)
Inspeksi:normal, simetris
Palpasi: normal
Perkusi:normal
Auskultasi:
- Nadi : 100/menit
- TD : 160/100 mm/Hg
B3 (Brain)
- GCS = 456
B4 (Bladder)
Inspeksi: distensi kandung kemih
Palpasi:
Perkusi: tedapat suara dullnes
- Kandung kemih penuh
- sering berkemih tapi sedikit
- distensi bladder
B5 (Bowel)
Tidak ditemukan masalah.
B6 (Bone)
Tidak ditemukan masalah.
4) Pemeriksaan Penunjang
Belum dilakukan
5) Pemeriksaan Laboraturium
- pH urin 6 (normal: 4,5-7,5)
- RBCs 3juta sel/mm3(normal: 3,2-5,2 juta sel/mm3)
- WBCs 10.500sel/mm3(normal: 3.500-10.000sel/mm3)
- Jumlah urin 500 ml/hari.
ANALISA DATA
NO DATA ETOLOGI PROBLEM
1. Data Subjektif:
klien mengeluh nyeri perut
bagian bawah ketika kencing
Data Objektif: Pengosongan
P: nyeri kandung kemih kandung kemih
Q: nyeri seperti tertusuk
jarum Frekuensi urin dan Nyeri akut
R: perut bagian bawah urin sedikit
(kandung kemih)
S: 7 Distensi abdomen
T: ketika ditekan
nadi 100x/menit, TD:
160/100 mmHg,
2. Data Subjektif: Distensi abdomen Hipertermi
klien mengeluh badannya
lemas, dan panas Nyeri abdomen
Data Objektif:
Pemeriksaan TTV pasien cemas
didapatkan suhu 39C, RR
24x/menit. klien terlihat
lemas
WBCs
10.500sel/mm3(normal:
3.500-10.000sel/mm3)
3. Data Subjektif:
klien mengaku Klien
terpeleset dan jatuh di kamar
Kelumpuhan motorik
mandi,sering kencing, namun
hanya sedikit
Sensasi urin ada,tapi
Data Objektif:
urinyang dikeluarkan
pada pemeriksaan fisik, di Gangguan Eliminasi
sedikit
temukan adanya distensi Urin
kandung kemih dan suara
Gangguan sensori
dullness ketika dilakukan
motorik
perkusi
Jumlah urin 500 ml/hari.
3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA
NO INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan Mandiri :
dengan Agen cidera 1. Lakukan 1. Untuk megetahui
biologis: Distensi pengkajian secara daerah nyeri
Abdomen komprehensif kualtas kapan
Tujuan: termasuk lokasi, nyeri dirasakan,
Setelah dilakukan karateristik, durasi, faktor pencentus,
tindakan keperawatan frekuensi, kualitas, berat ringannya
selama 3x24 jam, rasa dan faktor nyeri dirasakan.
nyaman sudah presipitasi.
terkontrol dan sudah
tidak merasa nyeri 2. Gunakan teknik 2. Untuk mengetahui
Kriteria hasil: komunikasi apa yang dirasakan
- Mampu mengonrol terapeutik untuk pasien dan
nyeri ( tahu mengetahui memberikan
penyebab nyeri, pengalaman nyeri dukungan pada
mampu pasien pasien.
menggunakan tehnik Kolaborasi :
nonfarmakologi 1. Berkolaborasi 1.Untuk membantu
untuk mengurangi dengan dokter mengurangi rasa
nyeri, mencari untuk memberikan nyeri pada pasien
bantuan) analgesic
- Melaporkan bahwa farmakologi untuk
nyeri berkurang mengurangi nyeri
dengan pasien
menggunakan HE :
manajemen nyeri 1. Ajarkan tentang teknik 1.Untuk mengajarkan
- Mampu mengenali non-farmakologi pasien menangani
nyeri (skala, nyeri apabila nyeri
intensitas, frekuensi, timbul
dan tanda nyeri)
- Menyatakan rasa Observasi :
nyaman setelah 1. Monitor TTV 1. Untuk mengetahui
nyeri berkurang keadaan umum
pasien
2. Hipertermia Mandiri :
berhubungan dengan 1. Kompres pasien 1. Untuk membantu
Ansietas pada lipat paha dan menurunkan suhu
Tujuan: aksila tubuh
Setelah dilakukan Kolaborasi :
tindakan perawatan 1. Berkolaborasi 1. Untuk mengetahui
selama 3x24 jam tidak dengan dokter dosis obat antipiretik
terjadi peningkatan memberikan secara tepat
suhu tubuh antipiretik 2. Untuk menjaga
Kriteria hasil: 2. Berkolaborasi keseimbangan cairan
- Suhu tubuh dalam dengan dokter dalam tubuh pasien
rentang normal memberikan cairan
- Nadi dan RR intravena
dalam rentang HE:
normal 1. Ajarkan indikasi 1. Agar pasien
- Tidak ada dari hipotermi dan mengetahui
perubahan warna penanganan yang penanganan cepat
kulit dan tidak ada diperlukan dari hipotermi
pusing Observasi :
1. Monitor warna dan 1. Untuk mengetahui
suhu tubuh perubahan suhu
2. Monitor intake dan tubuh pasien
output 2. Untuk mengetahui
jumlah intake output
3. Gangguan Eliminasi Mandiri :
Urin berhubungan 1. merangsang refleks 1. Untuk melatih
dengan status kandung kemih dengan refleks kandun kemih
neurologi: fungsi menerapkan dingin agar memudahkan
motorik untuk perut,membelai mengosongkan
Tujuan: tinggi batin,atau air kandung kemih
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 2. Memantau tingkat 2. Untuk mengetahui
selama 3x24 jam, distensi kandung kemih distensi pada
distensi kandung kemih dengan palpasi dan kandung kemih
hilang, dan dapat perkusi
berkemih secara normal Kolaborasi :
dengan aliran yang 1. Berkolaborasi 1. Untuk mengetahui
lancar dengan untuk dosis pemberian obat
Kriteria hasil: memberikan terapi secara tepat
- klien dapat berkemih farmakologi
dengan puas HE :
- masukan cairan secara 1. Ajarkan keluarga 1. Agar keluarga pasien
adekuat untuk membantu pasien dapat membantu
- klien dapat berkemih ke toilet secara berkala mengingatkan pasien
di toilet secara mandiri untuk berkemih
- klien dapat secara berkala
berkemih>100-200 ml Observasi :
1. Monitor intake dan 1. Untuk mengetahui
output cairan jumlah intake dan
output cairan dalam
tubuh pasien
2. Memantau tingkat 2. Untuk mengetahui
distensi kandung skala distensi
kemih kandung kemih
3.4 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Waktu
NO
Tgl/ja Catatan Perkembangan TTD
Dx Tindakan
m
1 11-05- 1. Melakukan pengkajian S: klien sudah tidak TTD
2017 secara komprehensif mengeluh nyeri perut ketika
(09.00) termasuk lokasi, kencing
karateristik, durasi, O: Rasa nyeri sudah
frekuensi, kualitas, dan terkontrol,
faktor presipitasi. nadi 90x/menit, TD: 120/80
2. Menggunakan teknik mmHg, RR 20x/menit.
komunikasi terapeutik A: masalah teratasi
untuk mengetahui P: intervensi dihentikan
pengalaman nyeri pasien
3. Memonitor TTV
4. Berkolaborasi dengan
dokter untuk memberikan
analgesic farmakologi
untuk mengurangi nyeri
pasien
5. Menginstruksikan pada
pasien dan keluarga untuk
mencatat output urine
2. 11-05- 1. Memonitor intake S: klien sudah merasa tidak TTD
2017 danoutput lemas dan badannya tidak
(19.00) 2. Mengompres pasien pada panas
lipat paha dan aksila O: suhu dalam batas normal
3. Memonitor warna dan 370C, pasien terlihat aktif, RR
suhu kulit 24x/mnt.
4. Berkolaborasi dengan A: Masalah teratasi
dokter memberikan P: intervensi dihentikan
antipiretik
5. Berkolaborasi dengan
dokter memberikan cairan
intravena
6. Mengajarkan indikasi dari
hipotermi dan penanganan
yang diperlukan
3. 11-05- 1. Merangsang refleks S: klien mengaku kencing TTD
2017 kandung kemih dengan sudah normal.
(12.00) menerapkan dingin untuk O: pada pemeriksaan fisik,
perut,membelai tinggi sudah tidak di temukan
batin,atau air adanya distensi kandung
2. Memantau tingkat distensi kemih dan suara dullness
kandung kemih dengan ketika dilakukan perkusi
palpasi dan perkusi A: Masalah teratasi
3. Berkolaborasi dengan P: intervensi dihentikan
untuk memberikan terapi
farmakologi
4. Ajarkan keluarga untuk
membantu pasien ke toilet
secara berkala
5. Monitor intake dan output
cairan
6. Memantau tingkat distensi
kandung kemih
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Neurogenic bladder adalah suatu disfungsi kandung kemih akibat
kerusakan sistem saraf pusat atau saraf tepi yang terlibat dalam pengendalian
berkemih
Daftar Pustaka
A. J. Wein, (2007)Lower urinary tract dysfunction in neurologic injury and
disease, inCampbell-Walsh Urology, A. J. Wein, L. R. Kavoussi, A. C. Novick,
A.W. Partin, and C. A. Peters, Eds., pp. 20112045, Saunders, New York, NY,
USA, 9th edition,
A. Manack, S. P. Motsko, C. Haag-Molkenteller et al., (2011) .Epidemiology and
healthcare utilization of neurogenic bladder patients in a US claims
database,Neurourology and Urodynamics, vol. 30, no. 3, pp. 395401,.
Benevento B.T. and Marca L. Sipski. 2002.Neurogenic Bladder, Nuerogenic
Bowel, and Sexual
Black, J. M. Medical-Surgical Nursing Ed.8th. Philadelphia: Saunders Elsevier.
2009
Carpenito, Lynda Juall. (2009). Nursing Care Plan & Documentation edisi 5.
China: Library of Catloging
Charlene J. reeves at all. Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : Salemba Medica,
2001.
Dorsher, Peter T.; McIntosh, Peter M., (2011). Neurogenic Bladder. Review
articer, Advance in Urology, volume 2012, ID 816274, pg 16. Hindawi Publishing
Corporation
Dysfunction in People With Spinal Cord Injury. Phys Ther. 82 (6): 601-612. Faiz
and Moffat. 2004. At a Glance ANATOMI. Jakarta : Erlangga
Elsevier. 2012. Nursing Diagnosis : Urinary Tracty Infection. Saunders : Elsevier
Febriyanto, Rhyno. Bernadetha Nadeak. etc. (2012). Kandung Kemih Neurogenik
pada Anak: Etiologi, Diagnosis dan Tata Laksana. Jakarta : Majalah Kedokteran
FK UKI 2012 Vol XXVIII No.
Ginsberg, D. (2013). The Epidemiology and Pathophysiology of Neurogenic
Bladder. The American Journal of Managed Care, Volume 19, pp. 191-194.
Guyton, Arthur C dan Hall John. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta: EGC.
Japaradi, D. I. (2002). Manifestasi neurologis gangguan miksi. Medan: USU digital
Library , 4-6.
Lemone, Priscilla, Burke, Karen, (2008). Medical Surgical Nursing : Critical
Thinking in Client Care, 4th edition. Pearson Education, Inc.,
M. Verhoef, M. Lurvink, H. A. Barf et al., (2005) High prevalence of
incontinence among young adults with spina bifida: description, prediction and
problem perception, Spinal Cord, vol. 43, no. 6, pp. 331340,
Morton, Patricia Gonce, fontaine, Dorrie, C., (2013). Essential of Critical Care
Nursing : a Holistic Approach. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Nursalam. (2008). Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Praktik
. Jakarta: Salemba Medika.
R. S. Lansang and A. C. Krouskop, (2004). Bladder management, in eMedicine,
T. L. Massagli et al., Ed.,
Rackley R. 2009. Neurogenic Bladder. Medscape reference. In :
http://emedicine.medscape.com/article/453539-overview#a7 (Diakses 3 April 2011
Saputra, Dr. Lyndon. (2012). Buku Saku Kpererawatan Klien dengan Gangguan
Fungsi Renal dan Urologi Disertai Contoh Kasus Klinik. Tanggerang: Bina
rupa Aksara Publisher.
Shenot,Patrick J. (2012). Merck Manual Home Health Handbook Neurogenic
Bladder.http://www.merckmanuals.com/home/kidney_and_urinary_tract_disorders
/disorders_of_urination/neurogenic_bladder.html Diakses pada 22 Maret 2016
pukul 9:11 WIB
Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta:
EGC.
Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. (2004). Brunner & Suddarths Textbook
of Medical Surgical Nursing 10th edition. Philadelphia : Lippincott Williams &
Wilkins
Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. (2010). Brunner & Suddarths
Textbook of Medical Surgical Nursing 10th edition.Philadelphia : Lippincott
Williams & Wilkins
Snell, Richard S. 2013. Neuroanatomi Kilinik Edisi 6 untuk Mahasiswa
Kedokteran. Jakarta : EGC.
The American Journal of Managed Care, Volume 19, pp. 191-194
(2013).NeurogenicBladder.
Willacey, Haley (2012) http://patient.info/doctor/neurogenic-bladder. Diakses pada
13 Maret 2016 pukul 14.32