Sie sind auf Seite 1von 23

This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.

0 - You can use this trial version for further 59 days.

Bab II Tinjauan Teoritis

II.1 Umum
Ketersediaan airtanah di alam terdapat pada lapisan batuan pembawa air yang
disebut akuifer yang membentuk suatu cekungan airtanah. Berdasarkan Perda
Prov. Jawa Barat No. 16/2001 tentang Pengelolaan Air Bawah Tanah, yang
dimaksud dengan cekungan air bawah tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi
oleh batas-batas hidrogeologi dimana berlangsung semua kejadian hidrogeologi
seperti proses pengimbuhan, pengaliran, pelepasan air bawah tanah.

Secara teknis, yang dimaksud dengan batas hidrogeologi adalah suatu daerah
dimana air bawah tanah tidak dapat melewati daerah tersebut. Untuk suatu daerah
regional (luas), Ilustrasi dari batas hidrogeologi ini ditunjukkan pada Gambar II.1.
Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa terdapat dua buah batas hidrogeologi,
yaitu batuan impermeabel (kedap air) dan batas pemisah aliran air bawah tanah
regional. Batuan beku yang tidak terkekarkan dipakai sebagai contoh dari batuan
impermeabel, sementara batas pemisah aliran air bawah tanah regional terletak
pada puncak gunung/bukit tertinggi dan lembah terendah.

Gambar II.1. Illustrasi Batas-batas hidrogeologi


(Anderson & Woesner, 1992, dari Distamben, 2007).

7
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.

Hal yang perlu dicatat dari gambar tersebut adalah bahwa model tersebut dibuat
pada kondisi alamiah (tidak terdapat pengambilan air bawah tanah). Jika terjadi
pengambilan air bawah tanah, maka batas pemisah aliran, terutama di daerah
lembah (dimana biasanya banyak terdapat pengambilan air bawah tanah), dapat
berubah. Sementara itu, tanpa atau dengan pengambilan air bawah tanah, batas
yang berupa batuan impermeabel tidak akan berubah.

Cekungan airtanah dapat meliputi wilayah yang sangat luas yang batas-batas
horizontalnya tidak selalu tepat sama dengan batas administrasi pemerintahan.
Artinya suatu cekungan air tanah dapat meliputi beberapa wilayah kabupaten/kota
atau provinsi yang selanjutnya disebut sebagai cekungan lintas kabupaten/kota
atau provinsi. Berdasarkan keputusan Menteri ESDM Nomor
716.K/40/MEM/2003 tentang Batas Horizontal Cekungan Air Tanah di Pulau
Jawa dan Madura, bahwa di wilayah Jawa Barat terdapat 27 buah cekungan air
tanah yang terdiri dari 8 cekungan lokal, 15 cekungan lintas kabupaten/kota dan 4
cekungan lintas provinsi.

Pada saat ini telah terjadi ketidakseimbangan antara pengambilan dan kemampuan
pengimbuhan air tanah yang ditandai dengan semakin menurunnya permukaan air
tanah bahkan di beberapa daerah kondisinya sudah mencapai kriteria kritis. Dari
hasil kajian yang dilakukan oleh Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Jawa
Barat serta data-data dari DTLGKP, Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral, diketahui terdapat 3 (tiga) cekungan air tanah (CAT) yang sudah
memiliki zona kritis, yaitu CAT Bandung, CAT Bogor dan CAT Bekasi
Karawang. Dari ketiga cekungan tersebut CAT Bandung merupakan cekungan
yang tingkat kerusakannya paling parah, bahkan di beberapa tempat sudah dalam
kondisi kritis.
Oleh karena airtanah adalah unik dan merupakan sumber vital yang sangat
potensial dan exhaustible untuk generasi mendatang, perlu adanya perencanaan
dan perlindungan airtanah agar sumber airtanah tersebut dapat tersedia untuk
mendukung kehidupan generasi yang akan datang.

8
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.

Gambar II.2. Peta Cekungan Air Bawah Tanah di Provinsi Jawa Barat (Distamben, 2002)

9
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.

II.2 Dasar Hukum Pengelolaan Air Tanah


Pengelolaan Air Tanah di Jawa Barat terutama mengacu kepada Undang-undang
Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber daya Air. Di dalam UU No 7/2004 tersebut
telah diamanatkan mengenai pendayagunaan air tanah yang berbunyi :
Pendayagunaan sumber daya air didasarkan pada keterkaitan antara air hujan,
air permukaan, dan air tanah dengan mengutamakan pendayagunaan air
permukaan (Pasal 26). Serta terdapat uraian mengenai karakteristik air tanah
yaitu : "Air tanah merupakan salah satu sumber daya air yang keberadaannya
terbatas dan kerusakannya dapat mengakibatkan dampak yang luas serta
pemulihannya sulit dilakukan " (pasal 37).

Sejalan dengan hal di atas, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menyusun
Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Air Tanah, yang
diantaranya memuat pengelolaan air tanah secara utuh dan bulat mulai dari
perencanaan, pendayagunaan, perizinan, konservasi, sampai pengendalian. Perda
tersebut telah pula ditindaklanjuti dengan petunjuk Pelaksanaannya berupa
Peraturan Gubernur Prov. Jawa Barat Nomor 31 Tahun 2006 Tentang
Pendayagunaan Air Tanah. Di dalam Pergub tersebut diantaranya termuat
pemanfaatan air tanah berdasarkan zonasi pendayagunaannya.

Baik di dalam Perda maupun Pergub disebutkan bahwa pemanfaatan air tanah
diprioritaskan untuk keperluan air minum dan air untuk rumah tangga (Pasal 15),
dan bahwa peruntukan pemanfaatan untuk keperluan lain, dapat menggunakan air
tanah apabila tidak bisa dipenuhi dari sumber alternatif lain. Hal ini adalah dalam
artian pemanfaatan tersebut sudah ada pada saat ini (eksisting) dan tidak
diperkenankan untuk pemanfaatan baru.

Penerapan pajak airtanah ditetapkan dalam pada UU No. 34/2000 tentang


amandemen UU No. 18/1997 dan Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 29/2003
tentang Perhitungan NPA. Pengertian pajak di sini tidak diartikan langsung
sebagai tambahan pendapatan daerah, melainkan salah satu upaya untuk

4
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.

menyediakan dana bagi upaya-upaya pemulihan airtanah. Secara kronologis,


peraturan pengelolaan air bawah tanah yang diberlakukan adalah sebagai berikut :

Tabel II.1. Kronologi Pengelolaan Air Tanah di CAT Bandung


Tahun Kebijakan Tingkat
1945 Undang-Undang Dasar 1945 Nasional
Pasal 33
1970 Keputusan Presiden No. 64/1972 tentang Administrasi Air Nasional
Bawah Tanah
Gubernur memiliki kewenangan untuk mengeluarkan ijin
penggunaan airtanah
1974 UU No. 11/1974 tentang Pengairan Nasional
Airtanah merupakan barang publik yang memiliki
fungsi sosial dan harus digunakan secara optimal bagi
kesejahteraan rakyat
Tanggungjawab pengelolaan airtanah dibagi dalam dua
bagian, yaitu semua air kecuali airtanah menjadi
tanggungjawab Menteri Pengairan, sedangkan air
bawah tanah menjadi tanggungjawab Menteri
Pertambangan/Departeman Pertambangan
1980 Monitoring Research oleh Direktorat Geologi dan Tata Nasional
Lingkungan
1982 Peraturan Pemerintah No. 11/1982 tentang Pengaturan Nasional
Perairan
1982 Keputusan Gubernur Jawa Barat No. Provinsi
181/SK.1624-Bapp/82 tahun 1982
Rencana Penggunaan Lahan untuk Cekungan Bandung untuk
relokasi industri dan infrastruktur prasarana air.
1990 Rencana Penetapan Zona oleh Direktorat Geologi dan Tata Nasional
Lingkungan
1994 Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. Nasional
02P/101/M.PE/1994
Rekomendasi Zoning di Cekungan Bandung
1995 Keputusan Direktorat Lingkungan Geologi No. Nasional
005.K/10/DDJG/1995
Petunjuk Teknis Pengelolaan Air Bawah Tanah
Peraturan Pemerintah Provinsi Jawa Barat No. 9/1995 Provinsi
tentang Pemantauan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan
Peraturan Pemerintah Lokal No. 43/1995 Lokal
Tentang Perijinan Pemantauan Air Bawah Tanah
1997 UU No. 18/1997 tentang Pajak dan dan Retribusi Nasional
Pajak air permukaan dan penggunaan air bawah tanah
diklasifikasikan sebagai pajak pemerintah Tk. II

5
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.

Tahun Kebijakan Tingkat


1998 Peraturan Pemerintah Kota Bandung No. 3/1998 Lokal
Pengenaan pajak pada rate maksimum 20%
1999 UU No. 22/1999 Nasional
Sebagai pelaksaan desentralisasi, pengelolaan air bawah tanah
menjadi tanggung jawab pemerintah lokal
2000 UU No. 34/2000 tentang Amandemen UU RI No. 18/1997 Nasional
Beberapa mekanisme pengumpulan pajak diubah. Dalam UU
No. 18/1997 menyatakan bahwa pemerintah lokal memeiliki
kewenangan dalam pengumpulan pajak pengambilan air tanah,
sedangkan merujuk dalam UU No. 34/2000 pasal 2,
pengumpulan pajak merupakan bagian dari pemerintah
provinsi.
Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. Nasional
1451.K/MEM/2000
Petunjuk Teknis Evaluasi Potensi Air Bawah Tanah dan
Lampiran II untuk Perencanaan dan Penggunaan Air Bawah
Tanah.
2001 Peraturan Pemerintah Provinsi Jawa Barat No. 16/2001 Provinsi
Pengelolaan Air Bawah Tanah
2002 Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 23/2002 untuk Provinsi
mendukung pelaksanaan Perda No. 16/2001, tentang Petunjuk
Pelaksanaan Perda No. 16/2001
Peraturan Pemerintah Kota Bandung No. 8/2002 Lokal
Penggunaan air domestik di bawah 100 m3/bulan dengan
kedalaman sumur antara 40-60 m tidak memerlukan ijin
pengeboran.
2003 Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 29/2003 tentang Provinsi
perhitungan dasar pajak penggunaan air bawah tanah (NPA)
Ada tiga pertimbangan utama yaitu air sebagai sumberdaya
alamiah, konservasi air dan harga air baku.
2004 UU No. 7/2004 tentang Sumberdaya Air Nasional
Peraturan Pemerintah Kota Cimahi No. 16/2004 tentang Lokal
Pengelolaan Air Bawah Tanah
UU No. 32/2004 tentang Revisi Desentralisasi Nasional
Substansinya adalah pengembalian kewenangan pengelolaan
air bawah tanah dari pemerintah lokal ke pemerintah provinsi.
(Sumber : Wangsaatmaja, 2006)

II.3 Ketersediaan Air Tanah


Air tanah merupakan sumberdaya alam yang dapat terbarukan. Sekalipun
demikian, karena pembentukkannya memerlukan waktu yang lama, yaitu ratusan

6
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.

bahkan ribuan tahun, maka apabila sumberdaya tersebut telah mengalami


kerusakan baik kuantitas maupun kualitasnya, maka proses pemulihannya akan
membutuhkan waktu yang sangat lama, biaya yang tinggi dan teknologi yang
rumit. Upaya pemulihan tersebut bahkan tidak akan pernah dapat mengembalikan
air tanah pada kondisi awalnya.

Daur Hidrologi
Valuasi airtanah membutuhkan pemahaman mengenai hidrologi dan ekologi
sumber airtanah. Informasi hidrologi meliputi curah hujan, evaporasi, run-off,
infiltrasi, data kesetimbangan, kedalaman muka airtanah, zona airtanah, kondisi
airtanah (terkekang/tidak terkekang), kontribusi airtanah terhadap aliran sungai
base-flow dan hubungan antara airtanah dengan ekosistem danau. Pengetahuan
tentang laju recharge airtanah alami dengan laju pengambilan airtanah dan
kecenderungannya, penting untuk memperhitungkan neraca kesetimbangan
airtanah.

Gambar II.3 Daur hidrologi (Sumber : Distamben, 2005)

Presipitasi
Presipitasi adalah faktor utama yang mengendalikan berlangsungnya daur
hidrologi dalam suatu wilayah. Keterlanjutan proses ekologi, geografi dan

7
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.

tataguna lahan di suatu wilayah (DAS) ditentukan oleh berlangsungnya daur


hidrologi. Dengan demikian, presipitasi dapat dipandang sebagai faktor
pendukung sekaligus pembatas bagi usaha pengelolaan sumberdaya air dan
airtanah.
Proses terjadinya presipitasi diawali ketika sejumlah uap air di atmosfer bergerak
ke tempat yang lebih tinggi oleh adanya beda tekanan uap air. Uap air bergerak
dari tempat dengan tekanan uap air lebih besar ke tempat dengan tekanan aup air
lebih kecil. Uap air yang bergerak ke tempat yang lebih tinggi (suhu udara mejadi
lebih rendah) pada ketinggian tertentu akan mengalami penjenuhan dan apabila
diikuti dengan terjadinya kondensasi, maka uap air tersebut akan berubah bentuk
menjadi butiran-butiran air hujan (Asdak, 2004)

Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah keseluruhan jumlah air yang berasal dari permukaan
tanah, air dan vegetasi yang diuapkan kembali ke atmosfer. Dengan kata lain,
besarnya evapotranspirasi adalah jumlah antara evaporasi (penguapan air berasal
dari permukaan tanah, air dan bentuk permukaan bukan vegetasi lainnya oleh
proses fisika), intersepsi (penguapan kembali air hujan dari permukaan tajuk
vegetasi) dan transpirasi (penguapan air tanah ke atmosfer melalui vegetasi
melalui proses fisiologi).

Air Larian (Run Off)


Air larian (surface run off) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas
permukaan tanah menuju ke sungai, danau, dan lautan. Air larian terjadi ketika
jumlah curah hujan melampaui laju infiltrasi air ke dalam tanah.

Infiltrasi
Infiltrasi adalah proses aliran air umumnya berasal dari curah hujan) yang masuk
ke dalam tanah sebagai akibat dari adanya gaya kapiler (gerakan air ke arah
lateral) dan gravitasi (gerakan air ke arah vertikal). Perkolasi merupakan proses
kelanjutan aliran air tersebut ke dalam tanah yang lebih dalam.

8
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.

Proses infiltrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tekstur dan struktur
tanah, persediaan air awal (kelembaban awal), kegiatan biologi dan unsur organik,
jenis dan kedalaman seresah dan tumbuhan bawah atau tajuk penutup tanah
lainnya. Adapun laju infiltrasi ditentukan oleh :
1. jumlah air yang tersedia di permukaan tanah
2. sifat permukaan tanah
3. kemampuan tanah untuk mengosongkan air di atas permukaan tanah.

Imbuhan Airtanah
Imbuhan (recharge) airtanah dapat diartikan sebagai proses penambahan airtanah
dari luar ke lajur jenuh air, baik secara alami maupun artificial, langsung ke
formasi akifer tersebut, atau melalui formasi lain. Sumber imbuhan airtanah secara
umum dapat berasal dari air hujan, air sungai, sistim penirisan dan dari rekayasa
manusia melalui sumur-sumur imbuhan/resapan.

II.4 Kerusakan Airtanah


Keseimbangan antara jumlah ketersediaan air tanah dan pengambilannya
merupakan faktor utama yang paling menentukan kondisi kerusakan ini. Apabila
jumlah pengambilannya lebih besar dari pada jumlah ketersediaan airnya, maka
akan terjadi kerusakan kondisi dan lingkungan air tanah tersebut. Oleh karena itu,
dasar pertimbangan yang digunakan dalam menentukan kerusakan kondisi dan
lingkungan air tanah tersebut meliputi :
1. Jumlah pengambilan air tanah;
2. Penurunan muka air tanah;
3. Penurunan kualitas air tanah, dan
4. Dampak negatif terhadap lingkungan yang timbul, seperti kekeringan (migrasi
air tanah pada unit akuifer lain), amblesan tanah, migrasi sumber pencemaran,
dan penyusupan air laut ke dalam air tanah tawar.

Kerusakan kondisi dan lingkungan air tanah ini meliputi kuantitas airtanah,
kualitas airtanah dan lingkungan airtanah. Dari keempat dasar pertimbangan

9
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.

tersebut di atas faktor utama yang sangat menentukan tingkat kerusakan kondisi
dan lingkungan air tanah adalah penurunan muka air tanah dan penurunan
kualitasnya.
A. Tingkat Kerusakan Kondisi Air tanah
1) Berdasarkan pertimbangan penurunan muka air tanahnya, tingkat kerusakan
kondisi air tanah dapat dibagi menjadi 4 (empat) tingkatan, yaitu :
Aman : penurunan muka air tanah < 40%
Rawan : penurunan muka air tanah 40% - 60%
Kritis : penurunan muka air tanah 60% - 80%
Rusak : penurunan muka air tanah > 80%
Perubahan/penurunan pisometrik maupun phreatik tersebut dihitung dari
kondisi awal sebagai titik referensi.

2) Berdasarkan pertimbangan penurunan kualitas air tanahnya, tingkat kerusakan


kondisi air tanah terkekang maupun tak-terkekang dapat dibagi menjadi 4
(empat) tingkatan, yaitu:
Aman : penurunan kualitas yang ditandai dengan kenaikan zat padat
terlarut (total dissolved) kurang dari 1.000 mg/l atau
DHL < 1.000 m S/cm.
Rawan : penurunan kualitas yang ditandai dengan kenaikan zat padat
terlarut (total dissolved) antara 1.000 - 10.000 mg/l atau
DHL 1.000 - 1.500 m S/cm.
Kritis : penurunan kualitas yang ditandai dengan kenaikan zat padat
terlarut (total dissolved) antara 10.000 - 100.000 mg/l atau
DHL 1.500 - 5.000 m S/cm.
Rusak : penurunan kualitas yang ditandai dengan kenaikan zat padat
terlarut (total dissolved) lebih dari 100.000 mg/l atau
tercemar oleh logam berat dan atau bahan berbahaya
dan beracun atau DHL > 5.000 m S/cm.

10
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.

B. Tingkat Kerusakan Lingkungan Air tanah


Berdasarkan pertimbangan ada tidaknya amblesan tanah, tingkat kerusakan
lingkungan air tanah dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :
1. Aman: apabila pengambilan air tanah belum berdampak terjadinya
amblesan tanah.
2. Kritis: apabila pengambilan air tanah telah berdampak terjadinya
amblesan tanah.

II.5 Tantangan dalam Pengelolaan Air Bawah Tanah


Sebagai sumber kehidupan, air harus dapat disediakan bagi setiap manusia di
mana saja dan tidak saja untuk generasi sekarang tetapi juga generasi mendatang.
Dengan demikian, pengelolaan sumberdaya air harus didasarkan pada perspektif
lintas-wilayah agar dapat dikelola sebesar-besarnya begi kemakmuran rakyat, dan
juga lintas-generasi yang mengamanatkan perlunya pola pengelolaan yang
berkelanjutan.

Makna berkelanjutan menurut Iskandar, 2003, adalah terjadinya peningkatan


kapasitas pasok (capacity to supply) secara terus-menerus dan sedemikian rupa
sehingga kebutuhan yang dinamis (dynamic demand) dapat selalu dipenuhi. Oleh
karena itu, berkelanjutan mensyaratkan adanya suatu keseimbangan/keselarasan
pertumbuhan (balanced growth) antara kapasitas pasok dan kebutuhan. Untuk itu
tantangan subtansial yang dihadapi pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana
mewujudkan balanced growth tersebut.

Keberadaan airtanah menurut kejadiannya termasuk ke dalam sumberdaya


terbaharui, namun khusus untuk daerah perkotaan karena kebutuhan terus
meningkat sedangkan daya tampung akifer tetap - dan imbuhan terbatas atau kecil
- menjadikannya masuk ke dalam sumberdaya yang menipis (depletable
resources) atau mengarah kepada kelangkaan.

11
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.

Estimasi kebutuhan dan tuntutan air masing-masing didasarkan pada proyeksi


populasi, industri, pertanian dan laju penggunaan unit air per orang atau per
hektar, serta laju produksi penggunaan sekarang. Sedangkan peranan harga air dan
teknologi dalam modifikasi penggunaan mendatang kurang dipertimbangkan.
Dari permasalahan yang timbul, maka suatu rencana pemecahan berjangka
panjang (strategis) dan jangka pendek (taktis) perlu mempertimbangkan penataan
ruang dengan air sebagai pembatas sebagai upaya konservasi airtanah.

II.6 Upaya Pemulihan Airtanah


Pemulihan airtanah merupakan suatu upaya pengelolaan airtanah secara utuh
menyeluruh untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan menjamin
kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara serta mempertahankan
mutunya. Upaya konservasi dan pemulihan kondisi airtanah dapat dilakukan
dengan simulasi/pemodelan dalam hal perencanaan pendayagunaannya, dan secara
teknis langkah implementasinya dapat berupa pembuatan sumur-sumur resapan
dalam dan sumur injeksi, sumur pantau, pengembangan sumber air permukaan
(memfungsikan kembali situ-situ, danau buatan, bendung & bendungan) dalam
rangka substitusi pemanfaatan air bawah tanah, dan konservasi daerah resapan
(rehabilitasi lahan kritis sebagai upaya rehabilitasi daerah resapan). Dari segi
kebijakan, langkah-langkah yang dilakukan adalah dengan penetapan zona-zona
konservasi airtanah, penerapan pajak dan/atau retribusi airtanah, pembatasan
pemberian ijin pengambilan air bawah tanah, pembatasan volume pengambilan air
bawah tanah, pengawasan, pemantauan dan pengendalian.

Upaya pemulihan airtanah di CAT Bandung mempunyai tujuan antara lain untuk
mencegah terjadinya eksploitasi airtanah yang berlebihan, menata kembali
kerusakan kawasan konservasi, dan melestarikan nilai artanah sebagai unit
ekosistim. Upaya ini dilakukan karena terjadinya gejala dampak negatif berupa
penurunan MAT, perambahan daerah tangkapan air oleh pemukiman, dan
menurunnya produksi sumur bor di kawasan kerja CAT Bandung. Kondisi

12
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.

kawasan kerja yang ideal antara lain memiliki ketersediaan sumberdaya air yang
cukup, baik airtanah maupun air permukaan.

II.7 Peranan Ekonomi Lingkungan


Ekonomi lingkungan adalah studi masalah lingkungan dengan perspektif dan
gagasan analitis ekonomi. Ekonomi di sini lebih ditekankan kepada bagaimana
perilaku manusia membuat keputusan tentang penggunaan sumberdaya yang
berharga dengan berbagai konsekuensinya.

13
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.

Gambar II.4 Peta Zonasi Airtanah di CAT Bandung (Distamben, 2007)

14
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.

Sedangkan gaung dari analisis ekonomi mementingkan kepada alokasi yang lebih
efisien dalam proyek dan proses kebijakan agar lebih berkelanjutan. Berkelanjutan
mengimplikasikan pemenuhan kebutuhan generasi sekarang dengan
memperhatikan tingkat kebutuhan generasi mendatang. Pemahaman dari
pemenuhan dan kebutuhan itu bertendensi kepada pendayagunaan aset dasar
lingkungan yaitu sumberdaya alam (udara, air, dan tanah), sehingga setiap strategi
pembangunan harus berlandaskan kelestarian dan keberlanjutan. Keberlanjutan
pembangunan dalam kerangka pokok ekonomi lingkungan mencakup tiga sasaran
pengelolaan sumberdaya alam secara umum, yaitu : pertumbuhan ekonomi,
perbaikan kualitas lingkungan, dan kepentingan antar-generasi.

Kerangka ekonomi lingkungan mencerminkan pemberian nilai atau harga


ekonomi terhadap sumberdaya alam yang memfasilitasi pembangunan
berkelanjutan. Pemberian nilai/harga dimaksud adalah memasukan harga barang
dan jasa sumberdaya alam ke dalam perhitungan yang tangible, dengan demi kian
ekonomi lingkungan memainkan peranan dalam mengidentifikasi pilihan efisiensi
pengelolaan sumberdaya dan merupakan jembatan antara teknik pembuatan
keputusan dengan pendekatan lingkungan. Ekonomi lingkungan diterapkan
sebagai upaya menekan dampak negatif dalam pengelolaan sumberdaya alam.

II.8 Pajak Airtanah sebagai Konversi Ekonomi Biaya Pemulihan Airtanah


Menurut Gunawan, 1995, idealnya, kebijakan pengenaan pajak pengambilan
airtanah menyebabkan biaya produksi airtanah tidak lebih murah dari biaya
mendatangkan air permukaan ke lokasi industri. Kebijakan ini bisa diterapkan bila
harga (biaya) airtanah saat ini lebih murah dibandingkan dengan air permukaan,
laju produksi (luah) lebih besar dari laju pengisian (imbuh). Pajak menyebabkan
harga airtanah lebih mahal sehingga pemanfaatan airtanah akan menjadi alternatif
terakhir bagi para konsumen. Pajak ini juga akan membuat konsumen lebih
menghemat dalam mengkonsumsi airtanah karena konsumen dikenakan beban
selain harga airtanah senyatanya (harga air baku) juga dikenakan biaya pengguna
yang proporsional dengan penggunaannya.

15
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.

Di Jawa Barat, penetapan pajak airtanah didasarkan atas perhitungan Nilai


Perolehan Air (NPA).

Nilai Perolehan Air (NPA)


NPA merupakan dasar perhitungan dalam penentuan besaran pajak yang harus
dibayarkan oleh para pengambil/pemanfaat airtanah. Dalam Keputusan Gubernur
Jawa Barat No.29 Tahun 2003 Harga Dasar Air (HDA) untuk airtanah dihitung
berdasarkan komponen sumberdaya alam, komponen kompensasi pemulihan dan
komponen harga air baku.

A. Komponen Sumberdaya Alam


Komponen sumberdaya alam meliputi unsur unsur
Zona pengambilan Air
Kualitas Air
Keberdayaan Sumber Alternatif lainnya
Jenis sumber

B. Komponen Kompensasi Pemulihan


Untuk Komponen Kompensasi pemulihan meliputi unsur unsur
1. Jenis Pemanfaatan Air
2. Volume pengambilan Air

C. Komponen Harga Air Baku


Harga Air Baku meliputi :
1. Harga Air Baku Bawah Tanah Dalam atau Air Tanah Terkekang
2. Harga Air Baku Bawah Tanah Dangkal atau Air Tanah Bebas

16
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.

D. Nilai Indeks Indeks Komponen Sumberdaya Alam


Nilai Indeks yang diberikan terhadap setiap unsur komponen sumberdaya alam
ditetapkan sebagai berikut :

Tabel II.2 Nilai Indeks Komponen Sumberdaya Alam

Faktor Sumberdaya Alam Kriteria Nilai Faktor


a. Zona Pengambilan Kritis 2,6
Airtanah Rawan 1,1
Aman 0,3
b. Kualitas Airtanah I 1,9
II 0,9
III/IV 0,2
c. Sumber Alternatif PDAM 1,3
Air Permukaan 0,6
Tidak ada alternatif 0,1
d. Jenis Sumber Air Dalam/Mata Air (MA) 0,8
Dangkal 0,2
(Sumber : Distamben20)

Nilai Indeks Sumberdaya Alam ( f(sda) ) ditentukan dengan cara menjumlahkan


ke empat nilai faktor sumber daya alam.

Tabel II.3 Contoh perhitungan nilai Indeks Sumberdaya Alam :

Faktor Sumberdaya Alam Kriteria Nilai Faktor


a. Zona pengambilan airtanah Rawan 1,1
b. Kualitas airtanah I 1,9
c. Sumber alternatif PDAM 1,3
d. Jenis sumber air Airtanah Dalam 0,8
Jumlah Nilai indeks Sumberdaya Alam (f(sda)) 5,1

Nilai indeks sumberdaya alam di atas berjumlah 54 (lima puluh empat) nilai yang
selengkapnya disajikan dalam Tabel HDA.

Nilai Komponen Sumberdaya Alam ( F(SDA) ) adalah hasil penjumlahan dari


nilai indeks Sumberdaya Alam dengan prosentase diatur sebagai berikut :
a. 40 % untuk pengambilan yang berada pada zona kritis

17
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.

b. 60 % untuk pengambilan yang berada pada zona rawan dan atau aman
c. 30 % untuk pengambilan yang berada pada daerah mata air.
Nilai Indeks Kompensasi Pemulihan
Nilai indeks Kompensasi Pemulihan ( f(kp) ) besarnya ditentukan oleh jenis
pemanfaatan air tanah dan jumlah volume air yang diambil. Nilai indeks
kompensasi pemulihan untuk masing-masing jenis pemanfaatan dan kelompok
volume pengambilan air ditetapkan dengan menggunakan tabel sebagai berikut :

Tabel II.4 Nilai Indeks Kompensasi Pemulihan

No Jenis Pemanfaatan Nilai Indeks Per kelompok Volume (m3)


1-500 5001-1500 1501-3000 3001-5000 >5000
1 Kawasan Pemukiman 1.0 1.0 1.1 1.2 1.3
2 Perdagangan dan Jasa 2.0 2.4 2.8 3.4 4.0
3 Bahan Penunjang 3.0 3.6 4.2 5.1 6.0
Produksi
4 Bahan Produksi 15 21 30 42 60
(Sumber : Distamben20)

Nilai Komponen Kompensasi Pemulihan ( F(KP) ) adalah nilai indeks setiap


kelompok volume progresif dalam tabel komponen kompensasi pemulihan dengan
pembobotan diatur sebagai berikut:
a. 60 % untuk pengambilan yang berada pada zona kritis
b. 40 % untuk pengambilan yang berada pada zona rawan dan atau aman
c. 70 % untuk pengambilan yang berada pada daerah mata air

Harga Air Baku


Harga Air Baku untuk Air Bawah Tanah Dalam ditentukan Rp. 500,- (Lima Ratus
Rupiah) sedangkan untuk Air Bawah Tanah Dangkal sebesar Rp. 400,- (Empat
Ratus Rupiah).

18
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.

Harga Dasar Air


Harga Dasar Air (HDA) diperoleh dari hasil perkalian antara Harga Air Baku
dengan hasil penjumlahan nilai Komponen Sumberdaya Alam dan Nilai
Komponen Kompensasi Pemulihan.

Nilai Perolehan Air (NPA), Distamben20


Nilai Perolehan Air dihitung terhadap setiap titik pengambilan air dengan cara
mengalikan Harga Dasar Air dengan volume pengambilan air yang ditetapkan
secara progresif.

E. Cara Perhitungan Harga Dasar Air (HDA)


Perhitungan untuk Volume Maksimum 500 m3.
1. Menentukan Nilai Komponen Sumberdaya Alam F (SDA), sebagai berikut :
F (SDA) = 40 % x f(sda) untuk Zona Kritis
F (SDA) = 60 % x f(sda) untuk Zona Aman/Rawan
F (SDA) = 30 % x f(sda) untuk Mata Air
2. Perhitungan Nilai Komponen Kompensasi Pemulihan (F(KP)), ditentukan
sebagai berikut :
Zona Kritis F (KP1) = 60 % x f(kp)

untuk jenis peruntukan di bawah 500 m3


Zona Aman/Rawan F (KP1) = 40 % x f(kp)

untuk jenis peruntukan di bawah 500 m3


Daerah M.A F (KP1) = 70 % x f(kp)

untuk jenis peruntukan di bawah 500 m3


3. Perhitungan Faktor Nilai Air (FNA)
FNA = F (SDA) + F (KP)
4. Perhitungan Harga Dasar Air (HDA)
HDA = FNA x Rp.500 untuk Air Tanah Dalam / MA
HDA = FNA x Rp.400 untuk Air Tanah Dangkal
5. Perhitungan Nilai Perolehan Air (NPA)
NPA = HDA x Volume pemakaian

19
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.

6. Perhitungan Pajak = 20 % x NPA

Perhitungan untuk Volume Pemakaian 501 m3 s/d 1500 m3.


1. Penentuan F (SDA) = 40 % x f (sda) untuk Zona Kritis
F (SDA) = 60 % x f (sda) untuk Zona Aman / Rawan
F (SDA) = 30 % x f (sda) untuk Mata Air
2. Penentuan Nilai Komponen Kompensasi Pemulihan
Zona Kritis F (KP1) = 60 % x f(kp1)

untuk jenis peruntukan di bawah 500 m3


F (KP2) = 60 % x f(kp2)

untuk jenis peruntukan interval 501-1500 m3


Zona Aman/Rawan
F (KP1) = 40 % x f(kp1)

untuk jenis peruntukan di bawah 500 m3


F (KP2) = 40 % x f(kp2)

untuk jenis peruntukan interval 501-1500m3


Daerah M.A F (KP1) = 70 % x f(kp1)

untuk jenis peruntukan di bawah 500 m3


F (KP2) = 70 % x f(kp2)

untuk jenis peruntukan interval 501-1500m3


3. Penentuan Faktor Nilai Air (F(NA)
FNA 1 = F (SDA) + F (KP1)
FNA 2 = F (SDA) + F (KP2)
4. Penentuan Harga Dasar Air (HDA)
HDA1 = FNA 1 x Rp.500 untuk Air Tanah Dalam / MA
HDA1 = FNA 1 x Rp.400 Untuk Air tanah Dangkal
HDA2 = FNA 2 x Rp.500 untuk Air Tanah Dalam /MA
HDA2 = FNA 2 x Rp.400 untuk Air Tanah Dangkal
5. Penentuan Nilai Perolehan Air (NPA)

20
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.

NPA 1 = HDA1 x 500 m3

NPA 2 = HDA2 x (Volume pemakaian 500 m3)


6. Penentuan NPA Total = NPA1 + NPA2
7. Penentuan Pajak = 20 % x NPA Total

Perhitungan untuk Volume Pemakaian Diatas 5000 m3.


1. Penentuan F (SDA) = 40 % X f (sda) untuk Zona Kritis
F (SDA) = 60 % X f (sda) untuk Zona Aman / Rawan
F (SDA) = 30 % X f (sda) untuk Mata Air
2. Penentuan Nilai Komponen Kompensasi Pemulihan
Zona Kritis F(KP1) = 60 % x f(kp1)

untuk jenis peruntukan di bawah 500 m3


F(KP2) = 60 % x f(kp2)

untuk jenis peruntukan interval 501-1500m3


F(KP3) = 60 % x f(kp3)

untuk jenis peruntukan interval 1501-3000 m3


F(KP4) = 60 % x f(kp4)

untuk jenis peruntukan interval 3001-5000 m3


F(KP5) = 60 % x f(kp5)

untuk jenis peruntukan di atas 5000 m3


Zona Aman/Rawan
F(KP1) = 40 % x f(kp1)

untuk jenis peruntukan di bawah 500 m3


F(KP2) = 40 % x f(kp2)

untuk jenis peruntukan interval 501-1500 m3


F(KP3) = 40 % x f(kp3)

untuk jenis peruntukan interval 1501-3000 m3


F(KP4) = 40 % x f(kp4)

untuk jenis peruntukan interval 3001-5000 m3

21
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.

F(KP5) = 40 % x f(kp5)

untuk jenis peruntukan di atas 5000 m3


Daerah M.A F(KP1) = 70 % x f(kp1)

untuk jenis peruntukan di bawah 500 m3


F(KP2) = 70 % x f(kp2)

untuk jenis peruntukan interval 501-1500 m3


F(KP3) = 70 % x f(kp3)

untuk jenis peruntukan interval 1501-3000 m3


F(KP4) = 70 % x f(kp4)

untuk jenis peruntukan interval 3001-5000 m3


F(KP5) = 70 % x f(kp5)

untuk jenis peruntukan di atas 5000 m3


3. Penentuan Faktor Nilai Air (F(NA))
FNA 1 = F (SDA) + F (KP1)
FNA 2 = F (SDA) + F (KP2)
FNA 3 = F (SDA) + F (KP3)
FNA 4 = F (SDA) + F (KP4)
FNA 5 = F (SDA) + F (KP5)
4. Perhitungan HDA 1 = FNA 1 x Rp.500 untuk Air Tanah Dalam /
MA
HDA 1 = FNA 1 x Rp.400 Untuk Air tanah Dangkal
HDA2 = FNA 2 x Rp.500 untuk Air Tanah Dalam /MA
HDA2 = FNA 2 x Rp.400 untuk Air Tanah Dangkal
HDA3 = FNA 3 x Rp.500 untuk Air Tanah Dalam /MA
HDA3 = FNA 3 x Rp.400 untuk Air Tanah Dangkal
HDA4 = FNA 4 x Rp.500 untuk Air Tanah Dalam /MA
HDA4 = FNA 4 x Rp.400 untuk Air Tanah Dangkal
HDA5 = FNA 5 x Rp.500 untuk Air Tanah Dalam /MA
HDA5 = FNA 5 x Rp.400 untuk Air Tanah Dangkal

5. Perhitungan NPA 1 = HDA 1 x 500 m3

22
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.

NPA 2 = HDA2 x 1.000 m3

NPA 3 = HDA3 x 1.500 m3

NPA 4 = HDA4 x 2.000 m3

NPA 5 = HDA5 x (Volume pemakaian 5000 m3)


6. Perhitungan NPA Total = NPA1 + NPA2 + NPA3
+NPA4+NPA5
7. Perhitungan Pajak = 20 % x NPA Total

23

Das könnte Ihnen auch gefallen