Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Pembimbing
dr. Syabriansyah, Sp.THT-KL Formatted: Indent: Left: 1.5", First line: 0.16"
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt
Formatted: Font: (Default) Times New Roman, 12 pt
Disusun oleh :
Fegi Dwiputra Nugaraha (H1AP12021)
1
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan
A. Pendahuluan ..................................................................... 3
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Anatomi Hidung ............................................................... 4
B. Polip Anterokoanal ........................................................... 6
BAB III Kesimpulan ................................................................. 17
Daftar Pustaka
2
BAB I
Pendahuluan
A. Pendahuluan
Polip nasi adalah kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang
bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan,
dengan permukaan licin dan agak bening karena mengandung banyak cairan.
Polip nasi bukan merupakan penyakit tersendiri tetapi merupakan
manifestasi klinik dari berbagai macam penyakit dan sering dihubungkan
dengan sinusitis, rinitis alergi, asma dll.1
Fenomena Bernoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir
melalui tempat yang sempit akan mengakibatkan tekanan negatif pada
daerah sekitarnya. Jaringan yang lemah akan terisap oleh tekanan negatif ini
sehigga mengakibatkan edema mukosa dan pembentukan polip. Fenomena
ini menjelaskan mengapa polip kebanyakan berasal dari area yang sempit di
kompleks ostiomeatal (KOM) di meatus medius, walaupun demikian polip
dapat timbul dari tiap bagian mukosa hidung atau sinus paranasal dan
seringkali bilateral dan multipel. Polip yang berasal dari sinus maksila
(antrum) dapat keluar melalui ostium sinus maksila atau ostium
asesoriusnya, masuk ke rongga hidung dan berlanjut ke koana lalu membesar
di nasofaring. Polip ini disebut polip koana (polip antrokoanal).1
Polip antrokoanal pertama kali ditemukan oleh Killian pada tahun
1906. Karena itu, polip ini disebut juga sebagai Killians polyp.2Polip
antrokoanal adalah suatu lesi polipoid jinak yang berasal dari mukosa antrum
sinus maksila yang inflamasi dan udematus, dapat meluas ke koana.
Terbanyak berasal dari mukosa dinding antrum bagian posterior.
Etiopatogenesis polip antrokoanal sampai saat ini masih kontroversi.
Polip antrokoanal banyak ditemukan pada anak dan dewasa muda
dengan gejala utama hidung tersumbat unilateral dan rinore. Nasoendoskopi
dan Tomografi komputer merupakan pemeriksaan baku emas untuk
menegakkan diagnosis polip antrokoanal. Penatalaksanaan polip antrokoanal
adalah dengan polipektomi. Banyak teknik polipektomi polip antrokoanal
yang telah dikenal, akan tetapi dengan efek samping dan tingkat rekurensi
yang tinggi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Hidung
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke
belakang dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya sehingga menjadi
kavum nasi kanan dan kiri. Setiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu
dinding medial, lateral, inferior dan superior. Bagian dari kavum nasi yang
letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares anterior, disebut sebagai
vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang memiliki banyak kelenjar
Dinding medial rongga hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh
tulang rawan, dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan
periostium pada bagian tulang sedangkan diluarnya dilapisi juga oleh mukosa
hidung.
1. Tulang dan kartilago
Bagian tulang terdiri dari:
a. Lamina perpendikularis os etmoid
b. Os Vomer
c. Krista nasiis os maksila.
d. Krista nasiis os palatina
2. Bagian tulang rawan terdiri dari
a. Kartilago septum (kartilago kuadrangularis)
b. Kolumela
4
lamina pterigoides medial. Pada dinding lateral terdapat empat buah konka. Yang
terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil
adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior, sedangkan yang terkecil
ialah konka suprema dan konka suprema biasanya rudimenter. Konka inferior
merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid,
sedangkan konka media, superior, dan suprema merupakan bagian dari labirin
etmoid. Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit
yang dinamakan dengan meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus
yaitu meatus inferior, medius dan superior. Dinding inferior merupakan dasar
hidung yang dibentuk oleh prosesus palatina os maksila dan prosesus horizontal
os palatum.
Dinding superior atau atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior
dan inferior, os nasi, prosesus frontalis os maksila, korpus os etmoid dan korpus
os sphenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang
dilalui filament-filamen n.olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus
olfaktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial
konka superior.2
Vaskularisasi
5
memperdarahi septum nasi bagian superior melalui arteri etmoidalis anterior
dan superior.
B. Polip Anterokoanal
1. Definisi
Polip antrokoanal merupakan pertumbuhan jinak unilateral yang berasal
dari mukosa sinus maksilaris dengan pertumbuhannya kedalam ostium sinus
maksilaris hingga mencapai koana posterior dan polip terlihat di nasofaring.
Polip antrokoanal adalah lesi polipoidal soliter jinak yang timbul dari antrum
sinus maksilaris yang menyebabkan opasitas dan pembesaran antrum secara
radiologis tanpa bukti kerusakan tulang. Polip tersebut keluar dari antrum
melalui ostium aksesori mencapai rongga hidung, mengembang di posterior
untuk keluar melalui choana ke dalam ruang hidung. Polip antrochoanal
berbentuk dumb bell shaped dengan tiga komponen yaitu antral, nasal dan
nasofaring
6
2. Epidemiologi
Polip antrokoanal (Killians polyp) biasanya jarang terjadi dan
kemungkinan muncul pada kelompok ras tertentu. Seperti polip jinak hidung
lainnya biasanya lebih sering muncul pada pria dibanding wanita. Onsetnya
biasanya di bawah usia 40 tahun, walaupun mungkin juga ditemukan pada
semua umur.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Mohd. Tahir J, dkk di Kuala
Lumpur Malaysia melaporkan 40 penderita (17 pria dan 23 wanita) polip
antrokoanal yang dirawat di Pusat Perubatan UKM selama 10 tahun (Mei
1998 hingga April 2008) yaitu median umur penderita adalah 37 tahun.
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita. Gejala klinis
yang sering menjadi masalah utama adalah hidung tersumbat (92.5%),
diikuti oleh hidung berair (45%), lelehan belakang hidung (35%) dan
mendengkur (22.5%).
Berbagai pendekatan pembedahan telah digunakan yaitu pembedahan
yang paling sering dilakukan adalah polipektomi endoskopi dan antrostomi
meatus tengah pada 28 penderita (70%). Selain itu, 2 penderita menjalani
septoplasti dan 1 penderita menjalani sinustomi frontal. Terdapat 6 penderita
(15%) menjalani pembedahan kombinasi antrostomi sublabial. Tidak
ditemukan komplikasi yang besar, 4 penderita mengalami penyakit berulang,
3 penderita menjalani pembedahan di tempat lain dan 1 penderita mengalami
penyakit berulang setelah pembedahan pertama. Peneliti merumuskan
bahwa penggunaan endoskopi dalam penatalaksanaan antrokoanal polip
adalah efektif dengan morbiditas yang minimal.
Penelitian oleh Berg (1988) dilaporkan 15 kasus polip antrokoanal
dalam 3 tahun, penelitiannya termasuk polip antrokoanal dari kista
intramural yang berkembang melalui ostium sinus maksilaris kedalam
rongga hidung.
3. Etiologi
Etiologi polip nasi masih belum diketahui secara pasti. Namun terdapat
beberapa keadaan yang berhubungan dengan polip nasi, yaitu :
a. Rhinosinusitis : Alergi maupun non-alergi dan rhinitis non-alergi
dengan sindrom eosinofilia.
b. Cystic fibrosis: Gangguan motilitas siliaris dan komposisi abnormal
dari lendir hidung.
c. Sinusitis jamur alergi.
7
d. Triad Samter: Ini adalah tiga serangkai polip hidung, asma dan
intoleransi aspirin.
e. Sindroma Kartagener: Bronkiektasis, sinusitis, situs inversus dan
diskinesia siliaris.
f. Sindrom Young: penyakit Sinopulmonary dan azoospermia.
g. Sindrom Churg-Strauss: Asma, demam, eosinofilia, vaskulitis dan
granuloma.
h. Hidung mastositosis: Mukosa hidung disusupi sel mast dengan
sedikit eosinofil. Tes kulit untuk tingkat alergi dan IgE normal.
i. Neoplasma: Polip nasal sederhana dapat dikaitkan dengan
keganasan, yang umum terjadi pada orang di atas 40 tahun dan harus
dikeluarkan melalui pemeriksaan histologis.
j. Sensitifitas terhadap ASA (asam asetilsalisilat)
4. Patafisiologi
Polip antrokoanal termasuk penyakit inflamasi sinus maksilaris. Hal ini
masih menjadi kontroversi bagi beberapa peneliti. Yang masih menjadi
kontroversi adalah asal, patogenesisnya dan penatalaksanaannya. Terjadinya
infeksi bakteri pada sinus diikuti dengan rhinosinusitis. Selain faktor
8
anatomi seperti bulosa konka, deviasi septum nasal, infeksi sinus etmoidalis
anterior akan mengakibatkan sinusitis maksilaris kronik.
Ada beberapa kelenjar mukosa asinus didalam antrum maksilaris.
Infeksi pada mukosa dapat memudahkan terjadinya penutupan kelenjar
asinus. Karena hal tersebut maka formasi sebuah kista yang mana dapat
berkembang kedalam sinus sampai ke ostium membentuk polip antrokoanal
pada hidung dan nasofaring. Bagian antral telah dilaporkan sebagai polipoid
atau kista.
5. Gejala Klinis
Gejala klinis utama adalah hidung tersumbat unilateral dan disertai
nasal discharge. Beberapa kasus yang jarang, gejala polip antrokoanal tidak
khas. Polip antrokoanal berbeda dari inflamasi kronik, polip sinus maksilaris
hanya mempunyai sedikit gejala minor yaitu proses terjadinya sedikit lama,
sedikitnya terjadi obstruksi ostium maksilaris, tingginya angka kejadian
sakit kepala, obstruksi hidung persisten, adanya kista pada stroma polip,
penipisan membran basal, rendahnya angka kejadian metaplasia sel
skuamosa dan tingginya proporsi perpindahan sel dalam cairan hidung. Pada
2 kasus penelitian, dapat didiagnosis alergi tapi hal ini tidak sama dengan
polip, yang mana tidak ditemukannya gambaran tipe morfologi dari alergi
berhubungan polip (eosinofilik).
Mohd Tahir J dkk meneliti bahwa gejala klinis yang paling sering
adalah sumbatan hidung (92,5%) diikuti dengan rinorea (45%), postnasal
drip (35%) dan mendengkur (22,5%).
9
Postnasal drip 14 (35) Formatted: Line spacing: single
Rasa tidak nyaman pada hidung 4 (10 Formatted: Line spacing: single
Formatted: Right: 0", Space After: 0 pt, Line spacing:
7 single
Tabel 2. Observasi rinologis yang berhubungan dengan polip antrokoanal.
Gejala Klinis n (%) Formatted: Centered, Line spacing: single
Sinusitis kronis 20 (50) Formatted Table
Deviasi septum 5 (12,5) Formatted: Font color: Auto
Polip etmoid 4 (10) Formatted: Font color: Auto
10
Gambar 4. Grading polip menurut Mackay dan Lund
Pemeriksaan radiologis mengunakan CT-Scan dan MRI (jarang)
dapat membantu menegakkan diagnosis polip antrokoanal. Pada CT-Scan
biasanya ditemukan gambaran massa jaringan lunak pada antrum yang
sampai ke bagian hidung dan nasofaring. Pemeriksaan CT-Scan juga
diperlukan untuk mengevaluasi perluasan penyakit serta hubungannya
dengan kelainan etmoidal, yang nantinya akan membantu untuk
merencanakan terapi.
11
Gambar 6. Polip antrokoanal kiri yang menggantung ke dalam orofaring.
12
sistem saraf parasimpatis, semua hal yang mempengaruhi dua hal ini
akan mempengaruhi konka.
13
limfoepitelioma, dan neuroblastoma olfaktori. Jenis-jenis ini biasanya
tidak dapat dibedakan dengan menggunakan pemeriksaan radiologis.
14
Proporsi pasien yang sensitif terhadap kortikosteroid masih
belum pasti, pemberian kortikosteroid oral harus dihindari walaupun
pengobatan ini lebih baik daripada pengobatan kosrtikosteroid topikal.
Tetes hidung betametason, 2 kali sehari pada masing-masing sisi
diberikan dalam waktui 1 bulan. Posisi saat meneteskan dalam posisi
telentang dengan kepala menengadah. Posisi ini memungkinkan
penetrasi obat lebih mudah ke dalam etmoid. Pilihan lain seperti
triklormetasone atau flumisolid dapat digunakan. Polip dapat hilang
secara sempurna dan pengobatan ini harus diteruskan minimal 3 bulan.
b. Operatif
Hampir pada semua kasus polip dilakukan tindakan
pembedahan. Terutama pada pasien yang sudah tidak memberikan
respon yang baik terhadap pengobatan farmakologi.
Krauses nasal snare digunakan untuk menghilangkan polip pada
hidung , dan juga dilakukan teknik partial turbinectomy.
Intranasal ethmoidectomy
External ethmoidectomy
Transantral etmoidectomy
15
etmoidektomi ekternal dapat mencegah kekambuhan, walaupun ada
beberapa ahli yang mengatakan demikian.
9. Prognosis
Rekurensi polip nasi merupakan suatu masalah yang masih dihadapi
oleh para ahli. Angka rata-rata terjadinya rekurensi sangat bervariasi. Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Drake dkk selama 2 tahun menunjukkan
bahwa 5% pasien memiliki riwayat polipektomi lima kali atau lebih. Sangat
sulit untuk mempelajari faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya
kekambuhan. Diperkirakan bahwa pasien yang mengalami polip pada usia
yang lebih muda dan memiliki riwayat keluhan hidung yang lama biasanya
lebih besar berkemungkinan mengalami kekambuhan. Pasien dengan
penyakit nasal yang berat sering membutuhkan operasi yang lebih besar.
Namun hal ini tidak menurunkan angka kemungkinan terjadinya
kekambuhan. Pasien dengan asma akan mengalami kekambuhan yang lebih
sering pada umumnya, dan apabila juga terdapat hipersensitivitas terhadap
aspirin akan lebih bertambah lagi kemungkinannya.
Polip nasi mirip seperti gulma. Sangat sulit untuk dieradikasi secara
tuntas. Oleh sebab itu, tujuan dari manajemennya adalah mengontrol gejala.
Apabila pasien hanya memiliki gejala minimal, terapi pun dapat minimal.
Apabila gejalanya lebih berat, terapinya pun harus lebih luas. Terapi medis
maupun bedah keduanya tidak menjamin polip tidak akan kembali lagi.
Namun akan sangat meningkatkan kualitas hidup individu.
16
BAB III
Kesimpulan
Polip nasi adalah kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang
bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan, dengan
permukaan licin dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Polip
antrokoanal adalah lesi polipoidal soliter jinak yang timbul dari antrum sinus
maksilaris melalui ostium aksesori mencapai rongga hidung, mengembang di
posterior untuk keluar melalui choana ke dalam ruang hidung. Polip antrochoanal
berbentuk dumb bell shaped dengan tiga komponen yaitu antral, nasal dan
nasofaring. . Polip muncul pada anak dengan sinusisit kronis, rinitis alergi, cystic
fibrosis, dan allergic fungal sinusitis. Suatu polip tersendiri dapat menjadi polip
antrokoanal, polip jinak yang besar, kista duktus nasolakrimalis, suatu lesi
kongenital, serta tumor jinak ataupun ganas.
17
Gejala klinis utama adalah hidung tersumbat unilateral dan disertai nasal
discharge. Diagnosis polip antrokoanal berdasarkan anamnesis ditemukan adanya
sumbatan hidung unilateral disertai nasal discharge, kadang-kadang disertai dengan
nyeri kepala, serta ditemukannya massa polipoid pada hidung melalui rinoskopi
anterior dan/atau posterior, dari pemeriksaan fisik biasanya mengarah kepada polip
antrokoanal yaitu ditemukannya polip yang berasal dari mukosa sinus maksilaris
dengan pertumuhannya kedalam ostium sinus maksilaris hingga mencapai koana
posterior dan polip terlihat di nasofaring.
Pasien yang mengalami polip pada usia yang lebih muda dan memiliki
riwayat keluhan hidung yang lama biasanya lebih besar berkemungkinan mengalami
kekambuhan.
Daftar Pustaka
5. Bansal, Mohan. Disease of ear, nose & throat: Nasal polyps. 2013. Jaypee Brothers
Medical Publisher: London.
6. Tuli, BS, Isha Preet. Textbook of Ear, Nose and Throat Second Edition. 2013.
Jaypee Brothers Medical Publisher: New Delhi.
18
7. Marcos RB, Rogerio PG, Sebastio DP, Viviane CS. Antrochoanal polyposis: a
review of sixteen cases. Ear Nose Throat J. 2006;72(6):831-35
8. Weber, Silke Anna, Giesela F. Incidence and evolution of nasal polyp in children
and adolescents with cystic fibrosis. Rev Bras Otorhinolaringol. 2008;74(1):16-
20
9. Sharma, Manish, Padam S, Megha K, Mohit G. Huge antrochoanal polyp
mimicking double tongue. Int J Dent Med Res. 2015 Mar;1(6):130-132
10. Sousa, Marcello Castro, Helena M, Celso G, Mariana M, Nicodemos J.
Reproducibility of the three-dimensional endoscopic staging system for nasal
polyposis. Braz J Otorhinolaringol. 2009;75(6): 814-20
11. Al-Mazrou, Khalid A, Manal B, Abdurrahman I. Characteristic of antrochoanal
polyps in the pediatric age group. Annal of Throracic medicine. 2009;4(3):133-136
12. Rao, U.Srinivasa, V Sandeep. Clinical and radiological study of antrochoanal
polyps. Int J Contemp Med Res. 2016;3(4):1162-66
13. Mirkovic, Cveta S, Aleksandar P, Biserka V, Ivan S. Clinical case report of a
large antrochoanal polyp. Acta Medica. 2014;57(2):78-82
14. Sanosi, Abdurrahman Al. Endoscopic excision of the antrochoanal polyp.
Kuwait Med Journ. 2005;37(3):182-184
15. Frossini P, Picarella E, De Campora. Antrochoanal polyp : analysis of 200
cases. Acta Otorhinolaryngol Italica. 2009;29:21-26
16. Yaman, Huseyin, Suleyman Y, Elif K, Ender G, Ozcan O. Evaluation and
management of antrochoanal polyps. Clin Exp Otorhinolaryngol 2010;3(2):110-
114
17. Maldonado, Miguel, Asuncion M, Isam A, Joaquim M. The antrochoanal polyp.
Rev Rhinology. 2004;43:178-182
19