Sie sind auf Seite 1von 11

PENGARUH PENATALAKSANAAN ORANG TUA TERHADAP

BALITA ISPA DENGAN TINGKAT KEKAMBUHAN ISPA DI


PUSKESMAS KALIPUCANG KABUPATEN PANGANDARAN
Wily Danis Pratama
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Purwokerto
wilydanispratama@yahoo.com Telp 0822 2566 6614

INTISARI
Latar Belakang : Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran
pernapasan atas atau bawah, yang disebabkan oleh agen infeksius yang dapat
menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan sampai
yang parah dan mematikan. di Indonesia proporsi kematian balita yang disebabkan oleh
ISPA mencakup 20% -30% dari seluruh kematian anak balita. . ISPA juga merupakan
salah satu penyebab utama kunjungan pasien pada sarana kesehatan sehingga diperlukan
adanya penatalaksanaan yang tepat antara medis dan penatalaksanaan dirumah oleh
orangtua.

Tujuan : Untuk mengetahui pengaruh penatalaksanaan orang tua terhadap balita ISPA
dengan tingkat kekambuhan ISPA di Puskesmas Kalipucang Kabupaten Pangandaran

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimen dengan rancangan


penelitian Retrospektif yaitu berupa pengamatan terhadap peristiwa-peristiwa yang yang
telah terjadi bertujuan untuk mencarif aktor yang berhubungan dengan penyebab dengan
menggunakan pendekatan cross sectional, melibatkan 66 responden dengan acidental
sampling, analisa data menggunkan product moment pearson

Hasil : Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini rata-rata penatalaksanaan ISPA kategori
Cukup yaitu sebanyak 59 orang (89,4%), rata-rata kekambuhan ISPA kategori Sedang
yaitu sebanyak 37 orang (56,1%) dan terdapat pengaruh yang signifikan antara
penatalaksanaan orangtua terhadap balita ISPA dengan tingkat kekambuhan ISPA di
Puskesmas Kalipucang Kabupaten Pangandaran dengan nilai P value 0,000 (P = <0,05)

Kesimpulan : Terdapat pengaruh yang signifikan antara penatalaksanaan orangtua


terhadap balita ISPA dengan tingkat kekambuhan ISPA di Puskesmas Kalipucang
Kabupaten Pangandaran

Kata Kunci : ISPA, Balita, Penatalaksanaan, Kekambuhan


THE EFFECT INFLUENCE PARENTS MANAGEMENT OF
TODDLER ISPA WITH RECURRENCE RATE ISPA IN
PUSKESMAS KALIPUCANG DISTRICT OF PANGANDARAN
Wily Danis Pratama
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Purwokerto
wilydanispratama@yahoo.com Telp 0822 2566 6614

ABSTRACT

Background: Acute Respiratory Infections (ISPA) are upper or lower respiratory tract
illnesses, caused by infectious agents that can cause various disease spectrums from
asymptomatic or mild to severe and deadly infections. In Indonesia the proportion of
under-five mortality caused by ISPA includes 20% -30% of all under-five mortality.
ISPA is also one of the main causes of patient visits to health facilities so that proper
management of medical and parental management is required.

Objective: To know the effect of influence parents management of toddler ISPA with
recurrence rate ISPA in Puskesmas Kalipucang District of Pangandaran

Method: This research is a non-experimental research with a retrospective research


design that is observation of events that have occurred aimed to scarify actors related to
the cause by using cross sectional approach, involving 66 respondents with acidental
sampling, data analysis using product moment Pearson

Results: The results obtained in this study is the management of ISPA category Enough
"that is as many as 59 people (89.4%), recurrence ISPA "moderate" category that is as
many as 37 people (56.1%) and there is influence significant between the management of
parents of children ISPA recurrence rate at Puskesmas Kalipucang Pangandaran with P
value 0,000 (P = <0.05)

Conclusion: There is a significant effect of influence parents management of toddler


ISPA with recurrence rate ISPA in Puskesmas Kalipucang District of Pangandaran

Keywords: ISPA, Toddler, Management, Recurrence


PENDAHULUAN mempengaruhi mulai dari faktor
internal dan faktor eksternal yang
Infeksi Saluran Pernapasan Akut menyebabkan kambuhnya
(ISPA) adalah penyakit saluran pneumonia pada balita.3 Menurut
pernapasan atas atau bawah, yang penelitian Umrahwati dkk tahun
disebabkan oleh agen infeksius yang 2013 faktor-faktor yang berhubungan
dapat menimbulkan berbagai dengan terjadinya ISPA berulang
spektrum penyakit dari tanpa gejala pada balita adalah status gizi, tingkat
atau infeksi ringan sampai yang pengetahuan ibu, dan perilaku hidup
parah dan mematikan. 1 ISPA di bersih dan sehat. Kekambuhan ISPA
Indonesia masih menempati urutan ini dipengaruhi juga oleh rendahnya
pertama penyebab kematian di daya tahan tubuh balita, adanya
Indonesia. Proporsi kematian balita penyakit yang lain dan kondisi
yang disebabkan oleh ISPA lingkungan yang tidak sehat yang
mencakup 20% -30% dari seluruh mempengaruhi munculnya penyakit
kematian anak balita. ISPA juga ISPA kembali. 4
merupakan salah satu penyebab
utama kunjungan pasien pada sarana Pedoman penatalaksanaan kasus
kesehatan. sepanjang tahun 2014 ISPA akan memberikan petunjuk
sampai 2015 mengalami tren standar pengobatan penyakit ISPA
kenaikan. Pada tahun 2014 jumlah yang akan berdampak mengurangi
kasus ISPA berkategori batuk bukan penggunaan antibiotik untuk kasus-
Pneumonia sebanyak 7.281.411 kasus batuk pilek biasa, serta
kasus dengan 765.333 kasus mengurangi penggunaan obat batuk
Pneumonia, kemudian pada tahun yang kurang bermanfaat. Oleh
2015 menjadi 18.790.481 juta kasus karena itu untuk mencegah terjadinya
untuk batuk bukan pneumonia dan kekambuhan berluang pada ISPA
756.577 juta.2 diperlukan kolaborasi antara
penatalaksanaan ISPA oleh dokter
Angka kejadian ISPA termasuk dan penatalaksaan ISPA dirumah
pneumonia yang masih tinggi pada tentunya yang dilakukan orang tua.
balita disebabkan oleh tingginya Penanganan ISPA yang tepat oleh
frekuensi kekambuhan ISPA pada orang tua serta perilaku hidup bersih
balita. Dalam satu tahun rata-rata dan sehat akan memperkecil tingkat
seorang anak di pedesaan dapat kekambuhan ISPA pada balita.
terserang 3 sampai 5 kali, sedangkan Penatalaksanaan ISPA bertujuan
di daerah perkotaan 6 sampai 8 kali. untuk mencegah berlanjutnya ISPA
Penyebab tingginya kekambuhan non pnemonia menjadi pnemonia dan
pada balita terkait dengan banyaknya mengurangi risiko terjadinya
faktor yang berhubungan dengan kematian. Penatalaksanaan tersebut
pneumonia. Berbagai faktor yang meliputi : pemberian makan,
pemberian minum, penanganan kelainan sistem imunitas, tidak
demam, penanganan batuk, dan memiliki kelainan genetik dan berada
pengamatan tanda pnemonia. di cakupan wilayah kerja Puskesmas
Sebagian besar anak bisa Kalipucang Pangandaran.
disembuhkan dengan
penatalaksanaan di rumah yang baik Metode pengumpulan data dalam
5 penalitian ini dengan mengunakan
kuesioner yang terdiri dari 2 yaitu
penatalaksanaan ISPA merupakan
perilaku orang tua dalam merawat
METODE anak nya pada saat mengalami sakit
Jenis penelitian ini adalah penelitian ISPA yang terdiri dari mengatasi
non-eksperimen dengan rancangan deman, mengatasi batuk, pemberian
penelitian Retrospektif yaitu berupa makanan, pemberian minuman dan
pengamatan terhadap peristiwa- perilaku lain yang bertujuan untuk
peristiwa yang yang telah terjadi mempersepat penyembuhan anak. Di
bertujuan untuk mencarif aktor yang ukur dengan menggunkan kuesioner
berhubungan dengan penyebab dengan jumlah pertanyaan sebanyak
dengan menggunakan pendekatan 28 item menggunakan pilihan
cross sectional, yaitu rancangan jawaban yaitu Selalu : 4 Sering : 3
penelitian yang pengukuran atau Kadang-kadang: 2 tidak pernah : 1
pengamatannya dilakukan secara untuk pertanyaan yang bersifat
simultan pada satu saat atau sekali positif (Favourabel)sedangkan yaitu
waktu. Responden dalam penelitian Selalu : 1Sering : 2 Kadang-kadang:
ini sebanyak 66 orang ditentukan 3 tidak pernah : 4 untuk pertanyaan
dengan rumus solvin dengan teknik yang besifat negatif (unfavourabel)
sampling yang digunakan dalam dengan kategori Baik : >75%,
penelitian ini menggunakan Cukup : 56 - 75 % Kurang t : dengan
acidental sampling dengan kriteria skor < 56% dan tingkat kekambuhan
inklusi balita bukan pneumonia yang ISPA merupakan tingkat kejadian
melakukan pengobatan di Puskesmas berulangnya penyenyakit yang sama
Kalipucang Kabupaten Pangandaran yaitu ISPA yang terjadi pada balita
periode Februari 2017 dan satu tahun dengan frekuensi lebih dari satu kali
sebelumnya terdiagnosis ISPA lebih dengan kategori tinggi: > 5 dalam
dari satu kali, bersedia menjadi satu tahun, sedang: 2-4 kali dalam
subyek penelitian dan bersedia setahun dan rendah : 1-2 kali dalam
infomed consent. Dan kriteria setahun
eksklusi kondisi balita dalam Metode analisa data yang digunakan
kegawatdaruratan, Balita ISPA dalam penelitian ini adalah univariat
dengan komplikasi,tidak memiliki yang berjuan untuk mendeskripsikan
karakteristik responden dan variabel Tabel 2
penelitian. Analisa bivariat dilakukan Distribusi Frekuensi
untuk mengetahui hubungan antara Pendidikan Orangtua
variabel independen yaitu No Pendidik Frekue Persent
an nsi (F) ase (%)
penatalaksanaan ISPA dan variabel Orangtua
dependen yaitu kekambuhan ISPA. 1 SD 16 24.2
Uji yang digunakan adalah product 2 SMP 25 37.9
moment pearson. 3 SMA/sed
23 34.8
erajat
Dalam melakukan penelitian, peneliti 4 Pergurua
memperhatikan masalah-masalah 2 3.0
n tinggi
etika penelitian yang meliputi Total 66 100%
informed consent (persetujuan
menjadi responden), anonymity Hasil penelitian tentang pendidikan
(kerahasiaan), dan confidentiality. orangtua yang terdapat dapat
diketahui bahwa sebagian besar
responden penelitian memiliki latar
HASIL belakang pendidikan SMP yaitu
sebanyak 25 orang (37,9%).
Univariat
Tabel 1 Tabel 3
Distribusi Frekuensi Umur Distribusi Frekuensi
Orangtua Pekerjaan Orangtua
N Umur Frekuen Persenta N Pendidi Frekue Persent
o Orangt si (F) se (%) o kan nsi (F) ase (%)
ua Orangtu
1 <20 a
2 3.0 1 Ibu
tahun
2 20-40 rumah 54 81.8
60 90.9
tahun tangga
3 >40 2 PNS 1 1.5
4 6.1
tahun 3 Wirasua
Total 66 100% 11 16.7
sta
Total 66 100%
Berdasarkan hasil penelitian
mengenai umur orangtua dapat
diketahui bahwa sebagian besar Hasil penelitian yang terdapat dapat
orangtua balita berusia 20-40 tahun diketahui bahwa sebagian besar
yaitu sebanyak 60 orang (90,9%). orangtua balita dalam penelitian ini
berprofesi sebagai ibu rumah tangga
yaitu sebanyak 54 orang (81,8%)
sedangkan hanya terdapat 1 orang
(1,5%) saja yang berprofesi sebagai 59 orang (89,4%), selanjutnya
pegawai negeri sipil. penatalaksanaan kategori kurang
terdapat 6 orang (9,1%) dan hanya
Tabel 4 terdapat 1 orang (1,5%) dalam
Distribusi Frekuensi Umur
ketegori penatalaksanaan baik.
Balita
N Pendidik Frekuen Persenta Tabel 6
o an si (F) se (%) Distribusi Frekuensi
Orangtua Tingkat Kekambuhan ISPA
1 12-28 Balita
39 59.1
bulan N Pendidik Frekue Persenta
2 29-44 o an nsi (F) se (%)
15 22.7 Orangtu
bulan
3 a
45-60
12 18.2 1 Rendah 24 36.4
bulan
Total 2 Sedang 37 56.1
66 100%
3 Tinggi 5 7.6
Berdasarkan hasil penelitian Total 66 100%
mengenai umur balita yang terdapat
pada tabel di atas dapat diketahui
Dari hasil penelitian mengenai
bahwa sebagian besar balita yang
kekambuhan ISPA balita dapat
terlibat dalam penelitian ini berusia
diketahui bahwa sebagian besar
12-48 bulan yaitu terdapat 39 orang
balita mengalami kekambuhan
(59,1%)
sedang yaitu sebanyak 37 orang
Tabel 5 (56,1%) sedangkan balita yang
Distribusi Frekuensi mengalami kekambuhan rendah
Penatalaksanaan Orangtua sebanyak 24 orang (36,4%)
Terhadap Balita ISPA selanjutnya balita yang memiliki
N Pendidik Frekuen Persenta kekambuhan tinggi sebanyak 5 orang
o an si (F) se (%)
(7,6%)
Orangtua
1 Baik 1 1.5
2 Cukup 59 89.4
3 Kurang 6 9.1
Total 66 100%

Berdasarkan tabel di atas dapat


diketahui bahwa sebagian besar
penatalaksanaan orangtua terhadap
balita ISPA dalam penelitian ini
dalam kategori cukup yaitu sebanyak
Bivariat yang baik akan memperkecil resiko
Tabel 7 terkena ISPA.
Pengaruh Penatalaksanaan
Orangtua Terhadap Balita Hal tersebut sesuai dengan hasil
Ispa Dengan Tingkat penelitian ini dimana hasil analisis
Kekambuhan ISPA di yang menggunakan korelasi product
Puskesmas Kalipucang moment pearson yang terdapat pada
Kabupaten Pangandaran
tabel 4.11 mendapatkan hasil nilai P
P-Value Pearson
Correlation value 0,000 (P = <0,05) dengan
0,000 0.597 sebesar 0.597 artinya Ho ditolak atau
terdapat pengaruh yang signifikan
Dari analisis yang telah dilakukan antara penatalaksanaan orangtua
menggunakan korelasi product terhadap balita ISPA dengan tingkat
moment pearson yang terdapat pada kekambuhan ISPA di Puskesmas
tabel 4.11 mendapatkan hasil nilai P Kalipucang Kabupaten Pangandaran.
value 0,000 (P = <0,05) dengan
Hasil tersebut diperkuat dengan
sebesar 0.597 artinya Ho ditolak atau
crosstabulation antara
terdapat pengaruh yang signifikan
penatalaksanaan dengan kekambuhan
antara penatalaksanaan orangtua
dimana dari 1 orang yang melakukan
terhadap balita ISPA dengan tingkat
penatalaksanaan dengan baik
kekambuhan ISPA di Puskesmas
mengalami kekambuhan rendah,
Kalipucang Kabupaten Pangandaran
selanjutnya dari dari 59 orang yang
melakukan penatalaksanaan cukup
DISKUSI 23 orang (34,8%) mengalami
kekambuhan rendah dan 36 orang
ISPA adalah penyakit yang (54,5%) mengalami kekambuhan
menyerang salah satu bagian dan sedang sedangkan dari 6 orang yang
atau lebih dari saluran pernafasan melakukan penatalaksanaan kurang 1
mulai dari hidung hingga alveoli orang (1,5%) mengalami
termasuk jaringan adneksanya seperti kekambuhan sedang dan 5 orang
sinus, rongga telinga tengah dan (7,6%) mengalami kekambuhan
pleura. 6 Salah satu faktor resiko tinggi. Hasil tersebut menunjukan
terjadinya ISPA pada balita adalah bahwa semakin baik penatalaksanaan
faktor perilaku orangtua dalam yang dilakukan maka akan semakin
mengasuh mengsuh anak melipu rendah tingkat kekambuhan ISPA
perilaku menjaga kebersihan, sebaliknya semakin kurang baik
memberikan makan dan minum yang penatalaksanaan yang diterapkan
baik serta memberikan pengobatan maka semakin tinggi tingkat
yang baik dimana dengan perilaku kekambuhan ISPA.
Berkaitan dengan hasil penelitian sarana atau prasarana yang
tersebut maka mendukung penelitian mendukung atau yang memfasilitasi
yang telah dilakukan Rara (2015) terjadinya perilaku seseorang atau
dengan hasil ada hubungan antara masyarakat dan faktor penguat
tingkat pengetahuan, sikap, dan (reinforcing factors) yaitu dukungan
perilaku orang tua dengan tingkat petugas kesehatan. 9
kekambuhan pneumonia pada balita
di Puskesmas Ngesrep. Juga Faktor perilaku dalam pencegahan
mengembangkan penelitian yang dan penanggulangan penyakit ISPA
dilakukan oleh Wahyono (2008) pada bayi dan balita dalam hal ini
meneliti tentang Pola pengobatan adalah praktek penanganan ISPA di
infeksi saluran pernapasan akut anak keluarga baik yang dilakukan oleh
usia bawah lima tahun (balita) rawat ibu ataupun oleh anggota keluarga
jalan di Puskesmas I Purwareja lainnya. Peran aktif keluarga atau
Klampok Kabupaten Banjarnegara.7, masyarakat dalam menangani ISPA
8 sangat penting karena penyakit ISPA
merupakan penyakit yang ada sehari-
Adanya hasil yang menunjukan hari di dalam masyarakat atau
pengaruh penatalaksanaan orangtua keluarga. Hal ini perlu mendapat
terhadap balita ISPA terhadap tingkat perhatian serius oleh kita semua
kekambuhan ISPA hal tersebut karena penyakit ini banyak
menunjukan bahwa faktor perilaku menyerang balita, sehingga itu balita
orangtua mempengaruhi terjadinya dan anggota keluarganya yang
ISPA. Perilaku merupakan respon sebagian besar dekat dengan balita
atau reaksi seseorang terhadap mengetahui dan terampil menangani
stimulus atau rangsangan dari luar. penyakit ISPA ketika anaknya sakit.
Lawrence Green yang dikutip oleh
Notoatmodjo (2014) menganalisis
perilaku kesehatan menjadi tiga KESIMPULAN
faktor yaitu faktor predisposisi Penatalaksanaan ISPA rata-rata kategori
(predisposing factors) yaitu faktor Cukup yaitu sebanyak 59 orang
faktor yang dapat mempermudah (89,4%), kekambuhan ISPA rata-rata
atau mempredisposisi terjadinya kategori Sedang yaitu sebanyak 37
perilaku pada diri seseorang atau orang (56,1%) dan terdapat pengaruh
masyarakat adalah pengetahuan dan yang signifikan antara penatalaksanaan
sikap seseorang atau masyarakat orangtua terhadap balita ISPA dengan
tingkat kekambuhan ISPA di Puskesmas
tersebut terhadap apa yang akan
Kalipucang Kabupaten Pangandaran
dilakukan. Faktor pemungkin
dengan nilai P value 0,000 (P = <0,05)
(enabling factors) yaitu faktor
pemungkin atau pendukung
(enabling) perilaku adalah fasilitas,
UCAPAN TERIMAKASIH
DAFTAR PUSTAKA

1. Muttaqin, Arif, (2008), Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan


Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta: Salemba Medika

2. Kementrian Kesehatan RI, (2015), Profil kesehatan Indonesia,Kemenkes RI,


Jakarta

3. Putra, (2014). D.H.S, dkk Keperawatan Anak dan Tumbuh Kembanga. Nuha
Medika. Yogyakarta

4. WHO. (2007). Pencegahan danpengendalian infeksisaluran pernapasan


akut(ISPA) yang cenderungmenjadi epidemi dan pandemi di
fasilitaspelayanan kesehatan. diakses 05 Oktober 2016
http://www.who.int/csr/disease/avian_influenza/guidelines/infectioncontrol1/e
n/index.htmll

5. Kementrian Kesehatan RI, (2010), Modul Tatalaksana Standar


Pneumonia,Kemenkes RI, Jakarta

6. Nelson. (2000). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Jakarta EGC

7. Rara Alfaqinisa. (2015). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan


Perilaku Orang tua Tentang Pneumonia dengan Tingkat Kekambuhan
Pneumonia pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Ngesrep Kota Semarang.
Skripsi. UNS

8. Wahyono, Djoko. (2008). Pola Pengobatan Infeksi Saluran Pernapasan Akut


Anak Usia Bawah Lima Tahun (balita) Rawat Jalan di Puskesmas I Purwareja
Klampok Kabupaten Banjarnegara. Majalah Farmasi Indonesia, 19(1), 20 - 24,
2008

9. Notoadmodjo. (2014). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta


Rineka Cipta

10. Choirunisa. (2009). Panduan Terpenting Merawat Bayi dan Balita.


Yogyakarta : Moncer Publisher

11. Depkes RI.,(2004), Pedoman Program Pemberantasan Penyakit Infeksi


SaluranPernapasan Akut (ISPA) untuk Penanggulangan Pneumonia pada
Balita,Depkes RI, Jakarta.
12. Djoko, Wahyono, (2008) Pola Pengobatan Infeksi Saluran Pernapasan Akut
Anak Usia Bawah Lima Tahun (Balita)Rawat Jalan Di Puskesmas I Purwareja
Klampok Kabupaten Banjarnegara. Majalah Farmasi Indonesia
13. Fida, M. (2012). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. D-MEDIKA. Yogyakarta

14. Israfil, Yuni Sufyanti Arief, Ilya Krisnana. (2012). Analisis Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Berdasarkan Pendekatan
Teori Florence Nightingale Di Wilayah Kerja Puskesmas Alak Kota Kupang
NTT. Karya Ilmiah. Fakultas Keperawatan, Universitas Airlangga

15. Notoatmodjo, (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta:


Rineka Cipta.

16. Nursalam, (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan Pedoman Skripsi Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan.
Jakarta. Salemba Medika.

17. ..............(2015). Pedoman tatalaksana pneumonia puskesmas kalipucang

18. Prameswari, Anita, (2013) Hubungan Pemberian ASI Dengan Frekuensi


Kejadian Infeksi Saluran Penafasan Akut (ISPA) Di Wilayah Kerja
Puskesmas Mayong I Kabupaten Jepara. Skripsi. Stikes ngundi waluyo
Unggaran

19. Riska, (2016). Hubungan Peran Orang Tua Dalam Pencegahan Ispa Dengan
Kekambuhan Ispa Pada Balita Di Puskesmas Bilalang Kota Kotamobagu. e-
Journal Keperawatan. Universitas samratu langgi manado

20. Riwidikdo, Handoko, (2009). Statistik Kesehatan.Yogyakarta. Mitra Cendikia


Press

21. Sugiyono, (2009). Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.


Bandung ALFABETA

22. Syahrani (2011). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Penatalaksanaan


ISPA Terhadap Pengetahuan Dan Keterampilan Ibu Merawat Balita ISPA di
Rumah. Jurnal Skripsi : STIKES Tegal Rejo Semarang

23. Supartini Y.(2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta :
EGC

24. Suriadi, Y. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : CV Sagung


Seto

Das könnte Ihnen auch gefallen