Sie sind auf Seite 1von 4

PERSEDIAAN

Akuntansi dan Penilaian Persediaan


Persediaan (inventory) merupakan barang yang dijual dalam aktivitas operasi normal
perusahaan. Persediaan harus diperhatikan karena merupakan komponen utama dari aset
operasi dan langsung memengaruhi perhitungan laba.

Persamaan persediaan (inventory equation) dapat digunakan untuk memahami arus


persediaan. Untuk perusahaan dagang :

Persediaan awal + pembelian bersih harga pokok penjualan

= Persediaan Akhir

Saat persediaan terjual, biaya dipindahkan dari neraca dan mengalir pada laporan laba rugi
sebagai harga pokok penjualan (HPP). Konsep penting akuntansi persediaan adalah arus
biaya. Jika seluruh persediaan diperoleh atau dibuat pada periode terjualnya, maka HPP
akan sama dengan biaya pembelian atau pembuatan barang. Tetapi jika persediaan tersisa
pada akhir periode akuntansi, perlu untuk menentukan persediaan mana yang telah terjual
dan biaya mana yang tersisa pada neraca.

Arus Biaya Persediaan


Contoh catatan persediaan suatu perusahaan sebagai berikut:

Persediaan tanggal 1 Januari, Tahun 2 60 unit @ 1.000 60.000


Persediaan dibeli sepanjang tahun 65 unit @ 1.200 78.000

Harga pokok barang tersedia untuk dijual 125 unit 138.000

Sepanjang tahun terjual 50 unit seharga 1.500 dan menghasilkan pendapatan penjualan
sebesar 75.000. Ada tiga pilihan perusahaan untuk menentukan biaya mana yang akan
dikaitkan dengan penjualan:

FIFO (First In First Out) Masuk Pertama Keluar Pertama


Pada metode ini barang yang pertama dibeli merupakan barang yang pertama dijual. Pada
contoh dibawah ini, unit terjual adalah unit yang tersedia pada awal periode. Dengan FIFO,
laba kotor perusahaan adalah berikut ini :
Penjualan 75.000
HPP (50 @ 1000) 50.000

Laba kotor 25.000

Biaya persediaan sebesar 50.000 telah dipindahkan dari neraca, biaya persediaan yang
dilaporkan pada neraca akhir periode adalah 88.000

LIFO (Last In First Out) Masuk Terakhir Keluar Pertama


Pada metode ini barang yang dibeli terakhir merupakan barang yang pertama dijual. Pada
contoh dibawah ini, unit terjual adalah unit yang tersedia pada awal periode. Dengan LIFO,
laba kotor perusahaan adalah berikut ini :

Penjualan 75.000
HPP (50 @ 1.200) 60.000

Laba kotor 15.000

Biaya persediaan sebesar 15.000 telah dipindahkan dari neraca dan tercermin pada HPP,
biaya yang tersisa pada neraca sebesar 78.000 dilaporkan sebagai persediaan.

Biaya Rata-Rata (Average Cost)


Pada metode ini unit dijual tanpa memperhatikan urutan pembeliannya dan menghitung
HPP serta persediaan akhir sebagai rata-rata tertimbang sederhana seperti berikut :

Penjualan 75.000
HPP (50 @ 1.104) 55.200

Laba kotor 19.800

HPP dihitung dengan menggunakan rata-rata tertimbang dari biaya barang tersedia untuk
dijual total dibagi dengan jumlah unit tersedia untuk dijual (138.000/125=1.104). Persediaan
akhir dilaporkan pada neraca adalah 82.800 (75 X 1.104/unit).

Analisis Persediaan
Dampak Biaya Persediaan terhadap Profitabilitas
Hasil perhitungan tiga alternative metode FIFO, LIFO, Average adalah :
Persediaan Awal Pembelian Persediaan Akhir Harga Pokok
Penjualan
FIFO 60.000 78.000 88.000 50.000
LIFO 60.000 78.000 78.000 60.000
Biaya rata- 60.000 78.000 82.800 55.200
rata

Laporan laba rugi berdasarkan ketiga metode tersebut adalah:

Penjualan Harga Pokok Penjualan Laba Kotor


FIFO 75.000 50.000 29.000
LIFO 75.000 60.000 19.000
Biaya rata-rata 75.000 55.200 23.800

FIFO memberikan laba kotor yang lebih tinggi dibandingkan LIFO karena biaya
persediaan yang lebih rendah dikaitkan dengan pendapatan penjualan dengan harga pasar
terkini. Hal ini sering kali dinyatakan sebagai keuntungan fiktif FIFO karena laba kotor
sebenarnya merupakan penjumlahan dari dua komponen : laba ekonomi (economic profit)
dan laba kepemilikan (holding gain). Laba ekonomi sesuai dengan jumlah yang terjual
dikalikan dengan selisih antara harga jual dan biaya penggantian persediaan :
Laba Ekonomi = 50 unit X (1.500-1.200) = 15.000

Laba kepemilikan merupakan kenaikan pada biaya penggantian karena persediaan telah
diperoleh dan sama dengan jumlah unit terjual dikali dengan selisih biaya penggantian
terkini dengan biaya perolehan awal.
Laba Ekonomi = 50 unit X (1.200 1.000) = 10.000

Dari laba kotor sebesar 25.000, sebesar 10.000 terkait dengan keuntungan inflasi yang
diperoleh perusahaan dari pembelian persediaan di masa lalu pada harga yang lebih rendah
dibandingakan dengan harga saat ini.

Dampak biaya persediaan terhadap neraca


Saat harga meningkat dan dengan asumsi persediaan belum melikuidasi lapisan
persediaan lamanya, LIFO melaporkan persediaan akhir pada harga yang lebih rendah
dibandingkan dengan biaya penggantian. Neraca perusahaan yang menggunakan LIFO tidak
secara akurat mencerminkan investasi lancer yang dimiliki perusahaan dalam
persediaannya.

Dampak biaya persediaan terhadap Arus Kas


Saat harga meningkat, perusahaan dapat terjebak pada pengurangan arus kas karena
membayar pajak yang lebih tinggi dan perlu mengganti persediaan yang terjual pada biaya
penggantian yang lebih tinggi dibandingkan dengan biaya pembelian awal. Salah satu alasan
LIFO sering di gunakan adalah untuk pengurangan kewajiban pajak pada periode harga
meningkat.

Rasio Finansial sebagai Dampak Penggunaan terhadap


Persediaan Metode FIFO, LIFO, dan Average
Rasio Profitabilitas : COGS yang lebih tinggi pada LIFO mengakibatkan rasio
profitabilitas seperti Gross Profit Margin, Operating Profit Margin hingga Net Profit
Margin lebih rendah dibandingkan dengan LIFO.
Rasio Likuiditas : FIFO mempunyai rasio likuiditas lebih tinggi karena ending
inventory yang nilainya lebih tinggi. Rasio likuiditas ini diantaranya current ratio dan
working capital.
Rasio Aktivitas Operasi : rasio yang mencerminkan aktifitas operasi akan lebih tinggi
pada LIFO, karena pada LIFO yang tertinggal di ending inventory adalah harga yang
lama sehingga denominator lebih besar. Rasio ini misalnya Turnover dan Total Assets
Turnover.

Das könnte Ihnen auch gefallen