Sie sind auf Seite 1von 14

REFLEKSI KASUS

HEMOROID EKSTERNA

Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Bedah
RST dr. Soedjono Tingkat II Magelang

Disusun Oleh:
ALFIZA NISMALA ASRI
30101206813

Pembimbing:
Kolonel CKM dr. Dadiya, Sp. B.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2016
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Alfiza Nismala Sari


NIM : 30101206813
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Islam Sultan Agung ( UNISSULA )
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian : Ilmu Bedah
Judul : HEMOROID EKSTERNA

Magelang, Agustus 2016


Mengetahui dan Menyetujui
Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Bedah RST dr.Soedjono Tingkat II Magelang

Pembimbing

Kolonel CKM dr. Dadiya, Sp. B


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus dengan judul Hemoroid Eksterna. Laporan
kasus ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai Hemoroid Eksterna dan
merupakan salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
dosen pembimbing, Kolonel CKM dr. Dadiya, Sp.B. yang telah meluangkan waktu
untuk membimbing dan memberikan pengarahan dalam penyusunan laporan kasus ini dari
awal hingga selesai. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan yang membangun dan
saran demi perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga laporan kasus ini dapat berguna bagi
kita semua.

Magelang, Agustus 2016

Penulis
BAB I
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS
Identitas Penderita
Nama penderita : Nn. A
Umur : 16 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : candi mulyo
Jenis kelamin : Perempuan
No. CM : 131615
Bangsal : Cempaka
Tanggal Masuk : 25 Aguatus 2016
Tanggal keluar : 29 Agustus 2016

2. ANAMNESIS
Pre - Operatif
Dilakukan secara Autoanamnesis 26 Agustus 2016 pukul 07.00 WIB yang
dilakukan di ruang Cempaka 4B serta didukung catatan medik.
2.1. Keluhan utama : Benjolan pada anus
2.2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang pada tanggal 26 Agustus 2016 ke Poli Bedah RST
dr.Soedjono Tingkat II Magelang, dengan keluhan terdapat benjolan dia nus
sejak 3 tahun lalu. Pada awalnya pasien mengeluh terdapat benjolan yang
keluar saat BAB, kemudian semakin lama benjolan tersebut menetap dan
saat buang air besar mengeluarkan darah.
Kemudian pasien dirawat di ruang cempaka 4B.

2.3. Riwayat Penyakit Dahulu


Hipertensi : Disangkal
Diabetes Melitus : Disangkal
Jantung : Disangkal
Asma : Disangkal
Alergi : Disangkal
Operasi : Disangkal

2.4. Riwayat penyakit keluarga


Hipertensi : Disangkal
Diabetes Melitus : Disangkal
Jantung : Disangkal
Asma : Disangkal
Alergi : Disangkal
2.5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien dirawat di bangsal edelweis dengan penanggung biaya BPJS.

2. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 26 Agustus 2016 di Ruang Cempaka.
Status Present
Jenis Kelamin : perempuan
Usia : 16 tahun
Berat Badan : 45 kg
Tinggi Badan : 155 cm

o Tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x / menit, irama regular.
Suhu : 36,5C (aksila)
Frekuensi Nafas : 20 x / menit

o Pemeriksaan Fisik

Status Generalis
Keadaan umum : Tampak kesakitan sedang.
Kesadaran : Komposmentis.
Kepala : Normocephale (+)
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut.
Mata : pupil isokor 3 mm, Reflek cahaya pupil (N).
Telinga : Normotia (+),
Hidung : Simetris, sekret (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
Mulut : Normal
Thorax : Simetris, retraksi suprasternal (-) intercostal (-) subcostal (-)
Paru-paru
o Inspeksi : Simetris, dalam keadaan statis dan dinamis.
o Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama.
o Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
o Auskultasi : Suara dasar : vesikuler
Suara tambahan : wheezing (-), ronkhi (-)
Jantung
o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
o Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga ke V, linea midclavicularis
sinistra, tidak kuat angkat, tidak melebar.
o Perkusi : Redup
Batas atas : ICS II linea parasternalis kiri
Pinggang : ICS III linea parasternalis kiri
Batas kiri : ICS V linea midclavicularis kiri
Batas kanan : ICS IV linea sternalis kanan
o Auskultasi : Reguler, Bunyi jantung I-II reguler , gallop (-), bising (-)
Abdomen
o Inspeksi : Datar
o Palpasi : Supel, nyeri tekan (-) , turgor kulit kembali cepat (+), massa (-
), hepar dan lien tidak teraba.
o Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
o Auskultasi : Peristaltik (+) normal.
Pemeriksaan Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Capillary refill <2 <2
Sianosis -/- -/-

Status Lokalis

Regio Glutea
Look : Benjolan di anus
Feel : imobile (+), nyeri (+)

3. Assessment
Hemoroid grade III
4. Initial Plan
Pre op ceftriaxon
Pro op eksisi
5. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin

6. INITIAL PLAN
1. Initial plan Diagnosis :
-Px. Klinis
-Px. Darah rutin
2. Initial plan Therapy
Pre op ceftriaxon
Pro op eksisi
3. Initial plan Monitoring :
- Mengamati keadaan umum dan tanda vital
4. Initial plan Edukasi :
Makan serat
Post - Operatif
Tanggal 27 Agustus 2016 di Ruang Cempaka
Status Present
Jenis Kelamin : Peremppuan
Usia : 27 tahun
Berat Badan : 50 kg
Panjang Badan : 155 cm

o Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 100 x / menit, irama regular.
Suhu : 36,3C (aksila)
Frekuensi Nafas : 20 x / menit

o Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak kesakitan ringan.
Kesadaran : Komposmentis.
Kepala : Normocephale (+)
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut.
Mata : pupil isokor 3 mm, Reflek cahaya pupil (N).
Telinga : Normotia (+),
Hidung : Simetris, sekret (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
Mulut : Normal
Thorax : Simetris, retraksi suprasternal (-) intercostal (-) subcostal (-)
Paru-paru
o Inspeksi : Simetris, dalam keadaan statis dan dinamis.
o Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama.
o Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
o Auskultasi : Suara dasar : vesikuler
Suara tambahan : wheezing (-), ronkhi (-)
Jantung
o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
o Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga ke V, linea midclavicularis
sinistra, tidak kuat angkat, tidak melebar.
o Perkusi : Redup
Batas atas : ICS II linea parasternalis kiri
Pinggang : ICS III linea parasternalis kiri
Batas kiri : ICS V linea midclavicularis kiri
Batas kanan : ICS IV linea sternalis kanan
o Auskultasi : Reguler, Bunyi jantung I-II reguler , gallop (-), bising (-)
Abdomen
o Inspeksi : Datar
o Palpasi : Supel, nyeri tekan (-) , turgor kulit kembali cepat (+), massa (-
), hepar dan lien tidak teraba.
o Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
o Auskultasi : Peristaltik (+) normal.
Pemeriksaan Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Capillary refill <2 <2
Sianosis -/- -/-

Status Lokalis

Regio Glutea
Look : jahitan operasi baik
Feel : Nyeri Tekan (+)
Move : nyeri (+)

7. INITIAL PLAN
Initial plan Therapy
Infus RL
Management nyeri
Initial plan Monitoring :
- Mengamati keadaan umum dan tanda vital
- Bantu ADL
Initial plan Edukasi :
Mengedukasi agar pasien makan cukup serat

8. PROGNOSIS
Qua ad vitam = ad bonam
Qua ad sanam = ad bonam
Qua ad fungsional = ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Hemoroid
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemoroid
sangat umum terjadi. Pada usia lima puluhan, lima puluh persen individu mengalami
berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya vena yang terkena. Kehamilan diketahui
mengawali atau memperberat adanya hemoroid (Smeltzer, 2002). Hemoroid
merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus yang berasal
dari plexus hemorrhoidalis. Di bawah atau diluar linea dentate pelebaran vena yang
berada di bawah kulit (subkutan) disebut hemoroid eksterna. Sedangkan diatas atau di
dalam linea dentate, pelebaran vena yang berada di bawah mukosa (submukosa)
disebut hemoroid interna (Sudoyo, 2006). Hemoroid adalah vena-vena yang
berdilatasi, membengkak di lapisan rektum (Potter, 2006).

B. Anatomi dan fisiologi


1. Anatomi
Bagian utama usus besar yang terakhir disebut sebagai rektum dan
membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu inci
terakhir dari rektum disebut sebagai kanalis ani dan dilindungi oleh otot sfingter ani
eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani adalah sekitar 15cm (5,9 inci).
8 Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan berdasarkan pada
suplai darah yang diterima. Arteria mesenterika superior mendarahi belahan kanan
(sekum, kolon asendens, dan duapertiga proksimal kolon transversum) dan arteria
mesenterika inferior mendarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon
asendens, kolon sigmoid dan bagian proksimal rektum). Suplai darah tambahan ke
rectum berasal dari arteri hemoroidalis media dan inferior yang dicabangkan dari
arteria iliaka interna dan aorta abdominalis.
2. Fisiologi
Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui vena
mesenterika superior, vena mesenterika inferior, dan vena hemoroidalis superior
(bagian sistem portal yang mengalirkan darah ke hati). Vena hemoroidalis media dan
inferior mengalirkan darah ke vena iliaka sehingga merupakan bagian sirkulasi
sistemik. Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior, media, dan
inferior, sehingga tekanan portal yang meningkat dapat menyebabkan terjadinya
aliran balik ke dalam vena dan mengakibatkan hemoroid. Terdapat dua jenis
peristaltik propulsif :(1) kontraksi lamban dan tidak teratur, berasal dari segmen
proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra; dan (2) peistaltik
massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen kolon. Gerakan peristaltik ini
menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini
timbul dua 10 sampai tiga kali sehari dan dirangang oleh reflek gastrokolik setelah
makan, terutama setelah makan yang pertama kali dimakan pada hari itu. Propulasi
feses ke dalam rektum menyebabkan terjadinya distensi dinding rektum dan
merangsang refleks defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan
interna. Sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom, sedangkan sfingter
eksterna dikendalikan oleh sistem saraf voluntary. Refleks defekasi terintegrasi pada
medula spinalis segmen sakral kedua dan keempat.Serabut parasimpatis mencapai
rektum melalui saraf splangnikus panggul dan menyebabkan terjadinya kontraksi
rektum dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu rektum yang teregang berkontraksi,
otot levator ani berelaksasi, sehingga menyebabkan sudut dan anulus anorektal
menghilang. Otot sfingter interna dan eksterna berelaksasi pada waktu anus tertarik
keatas melebihi tinggi masa feses. Defekasi dipercepat dengan tekanan intraabdomen
yang meningkat akibat kontraksi voluntar otot dada dengan glotis yang tertutup, dan
kontraksi otot abdomen secara terus-menerus (maneuver dan peregangan valsalva).
Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi voluntar otot sfinfter eksterna dan levator ani.
Dinding rektum secara bertahap menjadi relaks, dan keinginan defekasi menghilang.
Rektum dan anus merupakan lokasi sebagian penyakit yang sering ditemukan pada
manusia. Penyebab umum konstipasi adalah kegagalan pengosongan rektum saat
terjadi peristaltik masa. Bila defekasi tidak sempurna, rektum menjadi relaks dan
keinginan defekasi menghilang. Air tetap terus diabsorpsi dari massa feses, sehingga
feses menjadi keras, dan menyebabkan lebih sukarnya defekasi selanjutnya. Bila
massa feses yang keras ini terkumpul disatu tempat dan tidak dapat dikeluarkan, maka
disebut sebagai impaksi feses. Tekanan pada feses yang berlebihan menyebabkan
timbulnya kongesti vena hemoroidalis interna dan eksterna, dan hal ini merupakan
salah satu penyebab hemoroid (vena varikosa rektum). (Price, 2005).

B. Etiologi
Faktor risiko terjadinya hemoroid antara lain faktor mengedan pada buang air
besar yang sulit, pola buang air besar yang salah (lebih banyak memakai jamban
duduk, terlalu lama duduk di jamban sambil membaca, merokok), peningkatan
tekanan intra abdomen, karena tumor (tumor usus, tumor abdomen), kehamilan
(disebabkan tekanan janin pada abdomen dan perubahan hormonal), usia tua,
konstipasi kronik, diare kronik atau diare akut yang berlebihan, hubungan seks
peranal, kurang minum air, kurang makanmakanan berserat (sayur dan buah), kurang
olahraga/imobilisasi. (Sudoyo, 2006) Faktor penyebab hemoroid dapat terjadi karena
kebiasaan buang air besar tidak tentu dan setiap kali berak mengedan terlalu keras,
terlalu lama duduk sepanjang tahun, infeksi, kehamilan dapat merupakan faktor-faktor
penyebab hemoroid. (Oswari, 2003) Faktor predisposisi terjadinya hemoroid adalah
herediter, anatomi, makanan, pekerjaan, psikis, dan senilitas. Sedangkan sebagai
faktor presipitasi 12 adalah faktor mekanis (kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan
tekanan intraabdominal), fisiologis dan radang.Umumnya faktor etiologi tersebut
tidak berdiri sendiri tetapi saling berkaitan. (Mansjoer, 2000)

C. Patofisiologi
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan aliran
balik dari vena hemoroidalis. Telah diajukan beberapa faktor etiologi yaitu konstipasi,
diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran prostat, fibroid
uteri, dan tumor rektum. Penyakit hati kronis yang disertai hipertensi portal sering
mengakibatkan hemoroid, karena vena hemoroidalis superior mengalirkan darah ke
sistem portal. Selain itu sistem portal tidak mempunyai katup, sehingga mudah terjadi
aliran balik. Hemoroid dapat dibedakan atas hemoroid eksterna dan interna. Hemoroid
eksterna di bedakan sebagai bentuk akut dan kronis. Bentuk akut berupa
pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan suatu
hematoma, walaupun disebut sebagai hemoroid trombosis eksternal akut. Bentuk ini
sering terasa sangat nyeri dan gatal karena ujungujung saraf pada kulit merupakan
reseptor nyeri. Kadang-kadang perlu membuang trombus dengan anestesi lokal, atau
dapat diobati dengan kompres duduk panas dan analgesik. Hemoroid eksterna
kronis atau skin tag biasanya merupakan sekuele dari hematom akut. Hemoroid ini
berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan ikat dan sedikit
pembuluh darah. (Price, 2005)

Hemoroid interna dibagi berdasarkan gambaran klinis atas :


Derajat 1, bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps keluar
kanal anus, hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.
Derajat 2, pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau
masuk sendiri ke dalam anus secara spontan.
Derajat 3, pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke
dalam anus dengan bantuan dorongan jari.
Derajat 4, prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung
untuk mengalami thrombosis dan infark. (Sudoyo, 2006).
A. Manifestasi Klinis
Hemoroid menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan sering menyebabkan
perdarahan berwarna merah terang pada saat defekasi. Hemoroid eksternal
dihubungkan dengan nyeri hebat akibat inflamasi dan edema yang
disebabkan oleh thrombosis. Thrombosis adalah pembekuan darah dalam
hemoroid. Ini dapat menimbulkan iskemia pada area tersebut dan nekrosis.
Hemoroid internal tidak selalu menimbulkan nyeri sampai hemoroid ini
membesar dan menimbulkan perdarahan atau prolaps. (Smeltzer, 2002)

B. Penatalaksanaan
Gejala hemoroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan
hygiene personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan selama
defekasi. Diet tinggi serat yang mengandung buah dan sekam mungkin
satusatunya tindakan yang diperlukan; bila tindakan ini gagal, laksatif
yang berfungsi mengabsorpsi air saat melewati usus dapat membantu.
Rendam duduk dengan salep, dan supositoria yang mengandung anestesi,
astringen (witch hazel) dan tirah baring adalah tindakan yang
memungkinkan pembesaran berkurang. Terdapat berbagai tipe tindakan
nonoperatif untuk hemoroid. Fotokoagulasi inframerah, diatermi bipolar,
dan terapi laser adalah teknik terbaru yang digunakan untuk melekatkan
mukosa ke otot yang mendasarinya.Injeksi larutan sklerosan juga efektif
untuk hemoroid berukuran kecil dan berdarah. Prosedur ini membantu
mencegah prolaps. Hemoroidektomi kriosirurgi adalah metode untuk
mengangkat hemoroid dengan cara membekukan jaringan hemoroid
selama waktu tertentu sampai timbul nekrosis. Meskipun hal ini relatif
kurang menimbulkan nyeri, prosedur ini tidak digunakan dengan luas
karena menyebabkan keluarnya rabas yang berbau sangat menyengat dan
luka yang ditimbulkan lama sembuhnya. Metode pengobatan hemoroid
tidak efektif untuk vena trombosis luas, yang harus diatasi dengan bedah
lebih luas. Hemoroidektomi atau eksisi bedah, dapat dilakukan untuk
mengangkat semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Selama
pembedahan, sfingter rektal biasanya didilatasi secara digital dan
hemoroid diangkat dengan klem dan kauter atau dengan ligasi dan
kemudian dieksisi. Setelah prosedur operatif selesai, selang kecil
dimasukkan melalui sfingter untuk memungkinkan keluarnya flatus dan
darah; penempatan Gelfoan atau kasa Oxygel dapat diberikan diatas luka
kanal. (Smeltzer, 2002)

C. Komplikasi
Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdarahan,
thrombosis, dan strangulasi. Hemoroid strangulasi adalah hemoroid yang
prolaps dengan suplai darah dihalangi oleh sfingter ani. (Price, 2005).
Komplikasi hemoroid antara lain :
1. Luka dengan tanda rasa sakit yang hebat sehingga pasien takut
mengejan dan takut berak. Karena itu, tinja makin keras dan makin
memperberat luka di anus.
2. Infeksi pada daerah luka sampai terjadi nanah dan fistula (saluran tak
normal) dari selaput lendir usus/anus.
3. Perdarahan akibat luka, bahkan sampai terjadi anemia.
4. Jepitan, benjolan keluar dari anus dan terjepit oleh otot lingkar dubur
sehingga tidak bisa masuk lagi. Sehingga, tonjolan menjadi merah, makin
sakit, dan besar. Dan jika tidak cepat-cepat ditangani dapat busuk.
(Dermawan, 2010).

DAFTAR PUSTAKA

Dorland, 2002. Kamus Saku kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC.
Price, S. A. dan Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis ProsesProses
Penyakit, Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC
Sjamsuhidajat dan Jong. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Smeltzer, C. S. dan Bare, G. B. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC. Sokol, T. P. (2004). Hemorrhoids
(piles). Retrived Juli 5, 2012 from
http://www.medicinenet.com/hemorrhoids/article.htm
Snell, R.S., 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed.6. Jakarta:
EGC.
Sudoyo, A. W., Alwin, I, Setiyohadi, B, Simadribata, K. M., Setiati, S. (2006).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 4, Jilid 1. Jakarta: Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Das könnte Ihnen auch gefallen