Sie sind auf Seite 1von 7

BIOGEOCHEMICAL ANALYSIS AND THE EFFECT OF

CO2 GAS INJECTION ON THE ENHANCED


PRODUCTION COAL BED METHANE IN BERAU,
EAST BORNEO
Faishal Arkhanuddin1, Dynasty Hadyan Saputro2, Royhan Nashuh Salsabiyl3
1
Geological Engineering, UPN Veteran Yogyakarta
Faishalarkhanuddin@gmail.com
2
Geological Engineering, UPN Veteran Yogyakarta
3
Geological Engineering, UPN Veteran Yogyakarta

SARI
Coalbed Methane adalah gas alam yang diproduksi dalam lapisan batubara.
Proses Pembatubaraan/Coalification menghasilkan gas alam berupa metana (CH4),
karbondioksida (CO2), Nitrogen (N2), dan air (H2O). Cekungan pembentuk batubara di
Indonesia hampir seluruhnya berpotensi sebagai penghasil gas metana pada batubara.
Cekungan penghasil batubara di Indonesia salah satunya berada di daerah
Berau, Kalimantan Timur. Potensi Coalbed Methane di daerah Berau masih sedikit,
sehingga perlu dilakukan eksplorasi secara menyeluruh dalam upaya menghasilkan gas
CBM yang tinggi. Secara umum, coal rank pada batubara di daerah Berau adalah
Subbituminus.
Batubara dengan peringkat rendah dapat mempunyai kandungan air yang
tinggi, sehingga disusun oleh material organik yang kaya unsur seperti liptinit dan
huminit. Sehingga, potensi berperan sebagai batuan induk yang sangat baik untuk
produksi gas metana biogenik.
Peningkatan produksi pada Lapangan Coalbed Methane di daerah Berau dapat
dilakukan dengan melakukan analisis biogeokimia dan rekayasa melakukan injeksi gas
CO2 ke dalam batubara dengan peringkat subbituminous yang tinggi akan kandungan
gas metana biogenik, sehingga akan terjadi peningkatan produksi gas CBM.

Kata Kunci

Coal Bed Methane, Batubara, Biogeokimia, Gas Metana Biogenik, dan Berau
ABSTRACT
Coalbed Methane is natural gas which is produced in coal layer. The process of
Coalification produces natural gas in a form of methane (CH4), carbon dioxide (CO2),
nitrogen (N2), and water (H2O). Almost all of coal producing basins in Indonesia are
potentially able to produce methane gas in its coal.
One of coal producing basins in Indonesia is located in Berau area, East
Kalimantan. The potential of Coalbed Methane in Berau area is considered low, it is
required to conduct a thorough exploration in order to produce CBM gas in a
considerable amount. Generally, the coal rank in Berau area is Subbituminus.
Coals with low rank commonly contain a lot of water, so it is formed by organic
material which is rich in liptinit and huminit. Therefore, its potential to become source
rock for biogenic methane gas forming is considered very good.
Increasing production of coalbed methane in Berau area can be done by doing
biogeochemical analysis and injecting CO2 gas which contains high subbituminous rich
in biogenic methane gas to the coal to stimulate higher production of CBM gas.

Keywords
Coal Bed Methane, Coal, Biogeochemical, Biogenic Methane Gas, Berau

PENDAHULUAN Batubara di daerah Berau mengandung


Batubara merupakan salah satu bahan kadar gas methane sebesar 8.4 Tcf (Steven
bakar energy fosil yang digunakan paling & Hadiyanto, 2004). Nilai tersebut cukup
banyak oleh masyarakat Indonesia rendah jika dibandingkan dengan
khususnya dalam pemanfaatan di bidang Cekungan Kutai, Barito, dan Tarakan Utara
listrik. Batubara memiliki kandungan gas yang memiliki kandungan Gas in Place
methane yang dapat dimanfaatkan sebagai sebesar 80,4 Tcf, 101.6 Tcf, dan 17.5 Tcf.
energi konvensional, Gas tersebut (Steven & Hadiyanto, 2004)
terbentuk secara alamiah melalui beberapa Adanya permintaan akan energi yang terus
proses yaitu Peatification & Coalification. meningkat, baik untuk konsumsi Nasional
Cekungan Sub Berau merupakan cekungan atau Regional Asia Tenggara sehingga
dengan batuan sedimennya pembawa GMB di Indonesia perlu sekali
batubara terutama Formasi Labanan & dikembangkan. Sehingga, diperlukan
Formasi Latih. Jumlah lapisan batubara di adanya analisa biogeokimia dari batubara
Formasi Labanan & Latih cukup banyak yang ada pada daerah Berau & Injeksi dari
baik yang sudah tersingkap di permukaan CO2 untuk meningkatkan produksi dari gas
maupun yang belum tersingkap. CH4.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah
data sekunder. Sehingga, didapatkan hasil
analisa berdasarkan studi literatur, jurnal
ilmiah sebelumnya, serta analisa geokimia
dari penelitian terdahulu. Gambar 1. Metode Pengeboran
Conventional dan Metode Pengeboran
TINJAUAN PUSTAKA Terkontrol. (Sekitan no hon, 2008)

Titik pemboran Coal Bed Methane dibuat Peningkatan produksi Coal Bed Methane
dengan mempertimbangkan aspek geologi juga dapat dilakukan dengan melakukan
dan geofisika. Sehingga perbedaan tekanan injeksi gas inert pada lapisan batubara.
antara lapisan batubara yang mengandung Salah satu gas yang cukup potensial adalah
Coal Bed Methane dengan permukaan gas CO2 (Carbon Dioxside). Injeksi gas
dapat menjadi jalur keluarnya gas metana. CO2 dapat mempercepat proses desorbsi
Pada tahap awal sebelum produksi, proses dari gas metana untuk kemudian digantikan
dewatering dilakukan untuk mengurangi dengan adsorbsi gas CO2. Proses injeksi ini
ketinggian air dalam lapisan batubara, diimplementasikan dengan cara melakukan
hingga ketinggian air tidak lebih dari injeksi gas CO2 di satu sumur dan
lapisan batubara terbawah yang akan melakukan pengambilan gas metana di
diproduksi. Proses dewatering ini sumur yang lain (gambar 2).
menginisiasi terjadinya proses desorbsi gas
metana dari micropores lapisan batubara.
Hal ini terjadi karena terjadi penurunan
tekanan akibat ketinggian air yang
berkurang. Dalam prses pengeborannya
saat ini dikenal dua metode yaitu, metode
pengeboran conventional dan metode
pengeboran terkontrol (Gambar 1). Metode
pengeboran secara konvensional hanya
efektif untuk lapisan batubara yang
Gambar 2. Injeksi gas CO2 pada satu sumur
permeabilitasnya baik. Sehingga untuk
kemudian pengangkatan gas metana pada
mengefektifkan produksi dilakukan
sumur yang lain. (modifikasi O. H .
metode pengeboran terkontrol dengan Barzandj dkk, 2000).
mengikuti arah lapisan batubara sehingga
produksi Coal Bed Methane dapat Penggunaan gas CO2 untuk injeksi lapisan
ditingkatkan. batubara dalam rangka meningkatkan
produksi Coal Bed Methane telah terbukti HASIL DAN PEMBAHASAN
efektif jika dibandingkan dengan
penggunaan gas inert lainnya. Selain itu Berdasarkan kajian dari berbagai studi
gas CO2 merupakan gas yang berlimpah literatur, dapat diketahui bahwa potensi
dan diyakini menjadi penyebab utama Coal Bed Methane di daerah Berau,
terjadinya efek rumah kaca. Sehingga Kalimantan Timur berada pada tingkatan
penggunaan injeksi gas CO2 dalam menengah dengan nilai 44,20 47,08 scf/t
peningkatan produksi Coal Bed Methane (Nana Suwarna, 2006). Akan tetapi nilai
dapat digunakan untuk mengurangi efek tersebut masih belum cukup ekonomis
rumah kaca. untuk diproduksi. Karena gas saturation
dari batubara daerah berau hanya 9,61 %.
Padahal produksi Coal Bed Methane pada
umumnya dapat dikatakan ekonomis saat
gas saturation lebih dari 70 % (Moore,
2012). Oleh karena itu, dengan kandungan
vitrinit batubara daerah Berau yang
mencapai 70,6 92 % (Sigit Maryanto,
2011) dapat menjadi indikasi bahwa
tingkat adsorbsi gas pada batubara daerah
Berau cukup tinggi. Sehingga dapat
Gambar 3. Pembentukan metana biogenik dimanfaatkan untuk melakukan rekayasa
(Moore, 2012) untuk meningkatkan produksi Coal Bed
Methane dengan cara meningkatkan gas
Terlebih lagi kandungan gas CO2 yang
saturation pada batubara daerah Berau
menempel pada micropore dari lapisan
dengan menggunakan metode injeksi gas
batubara selanjutnya dapat diolah oleh
CO2.
bakteri metanogen untuk diubah menjadi
gas metana (gambar 3). Karena pada Penerapan metode injeksi gas CO2 ke
dasarnya pembentukan metana secara dalam lapisan batubara dapat
biogenik dapat terjadi secara multi episodik meningkatkan produksi Coal Bed Methane
(Moore, 2012). Ketika suhu tinggi maka dimana proses adsorbsi dari gas CO2
bakteri metanogen akan mati. Tetapi ketika menyebabkan terjadinya proses desorbsi
terjadi penurunan suhu akibat uplift gas metana. Injeks gas CO2 akan
ataupun terjadi recharge air maka proses mengurangi tekanan parsial pada batubara.
biogenik dapat berlangsung kembali pada Proses injeksi yang dilakukan bersamaan
lapisan batubara tersebut. dengan proses dewatering akan membuat
gas metana mengalami pelepasan dan
digantikan oleh gas CO2 antara 25% hingga
50%. Hal ini dapat terjadi karena adanya
perbedaan diameter molekul keduanya,
dimana gaya yang bekerja merupakan gaya
Van der Walls.

Pada proses produksi Coal Bed Methane,


deformasi cleat memiliki pengaruh yang
besar. Karena cleat berfungsi sebagai jalur
gas metana untuk keluar dari reservoir
batubara. Sehingga dalam proses injeksi
gas CO2 dilakukan dengan tekanan yang
Gambar 1. Distribusi tekanan terhadap
tinggi sehingga pada saat masuk ke dalam
injeksi gas CO2 selama 30 hari. (Jianjun Liu,
lapisan batuan akan berada pada kondisi
2016)
cair. Dibutuhkan laju injeksi CO dua kali
dari laju gas metana yang diinginkan.
Injeksi CO2 yang dilakukan hingga kondisi
cair akan mempengaruhi distribusi tekanan
pada lapisan batubara. Sehingga secara
otomatis, permeabilitas dari reservoir
batubara juga akan terpengaruh. Distribusi
tekanan pada reservoir batubara juga
menyebabkan terjadinya penyusutan
matriks serta deformasi cleat. Deformasi
cleat yang terjadi membuat distribusi
tekanan menjadi lebih rendah (gambar 4) . Gambar 2. Distribusi tekanan terhadap
Sehingga gas metana yang terperangkap di injeksi gas CO2 selama 150 hari (Jianjun
dalam pori batubara dapat lepas secara Liu, 2016)
lebih cepat.

Pada gambar 1, 2, 3. Memperlihatkan


pengaruh injeksi gas CO2 terhadap
distribusi tekanan pada reservoir batubara
selama beberapa waktu.
Gambar 3. Distribusi tekanan terhadap
injeksi gas CO2 selama 1940 hari (Jianjun
Liu, 2016)

Dengan terjadinya penyusutan matriks


akibat distribusi tekanan yang merata
membuat volume pori-pori mengalami
peningkatan yang diikuti dengan
peningkatan permeabilitas (gambar 5).
Adanya injeksi CO2 berpengaruh pada gas
saturation agar selalu berada pada kondisi Gambar 5. Grafik hubungan permeabilitas
jauh lebih tinggi dari kondisi tanpa injeksi dan waktu terhadap injeksi gas CO2
CO2 (Gambar 6). Akibatnya proses (Jianjun Liu, 2016).
produksi Coal Bed Methane dapat berjalan
lebih cepat dengan peningkatan produksi
yang cukup signifikan mencapai 80,3 %
untuk waktu 1940 hari. (Gambar 7).

Gambar 6. Grafik hubungan rasio gas


harian dan waktu terhadap injeksi gas CO2
(Jianjun Liu, 2016).

Gambar 4. Grafik hubungan tekanan dan


waktu terhadap injeksi gas CO2 (Jianjun
Liu, 2016)
Schoeling, Lanny dkk. CO2-Enhanced
Coalbed Methane Recovery in the
Allison Unit, San Juan Basin:
Burlington Resources Inc.

Sekitan no Hon. 2008. Enhanced Coalbed


Methane. Tokyo: Elsevier Science
Company Inc.

Suwarna, Nana dkk. (2006). Coalbed


Methane Potential and Coal
Gambar 7. Grafik hubungan produksi CH4 Characteristics in The Lati Region,
dan waktu terhadap injeksi gas CO2
Berau Basin, East Kalimantan. Jurnal
(Jianjun Liu, 2016).
Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 1 Maret
2006: 19-30.

Daftar Pustaka Thakur, Pramod. (2017). Advanced


Reservoir and Production
Liu, Jianjiun dkk. (2016). Numerical Engineering for Coal Bed Methane.
Simulation of CO 2 Flooding of USA: Elsevier Science Company Inc.
Coalbed Methane Considering the
Fluid-Solid Coupling Effect. PLOS
ONE DOI:10.1371/ Journal.Pone.
0152066

Maryanto, Sigit. (2011). Stratigrafi dan


Keterdapatan Batubara Pada Formasi
Lati di Daerah Berau, Kalimantan
Timur. Buletin Sumber Daya Geologi
Volume 6 Nomor - 2011

Moore, Tim A. 2012. Coalbed Methane :


A Review. USA : Elsevier.

Raharjo, Sugeng. (2009). Potensi Gas


Methane Batubara di Daerah Kelai,
Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 2, No. 1.

Das könnte Ihnen auch gefallen