Sie sind auf Seite 1von 2

4.1 Pembahasan (Kusnadi NIM.

121411015)
Pada percobaan ini, proses pengolahan air limbah dilakukan secara aerobik.
Pengolahan dengan cara ini melibatkan oksigen dan nutrisi (karbon, nitrogen, fosfor)
yang disuplai serta enzim pada mikroorganisme sebagai bantuan untuk mikroorganisme
dalam mengoksidasi dan mendekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam
air limbah.
Di dalam larutan nutrisi, digunakan glukosa sebagai sumber karbon, KNO3 sebagai
sumber nitrogen dan KH2PO4 sebagai sumber fosfor. Karbon dibutuhkan sebagai
material utama dari bahan selular; nitrogen sebagai konstituen dari asam amino, asam
nukleik, nucleotides dan coenzymes; dan fosfor sebagai konstituen dari asam nukleik,
nucleotides, phospholipids, LPS, teichoic-asam. Nutrisi untuk mikroorganisme diberikan
dengan perbandingan BOD : N : P = 100 : 50 : 1. Menurut Joseph H. Sherrard dan Edward
D. Schroeder, perbandingan ini dipercaya sebagai perbandingan stoikiometri yang baik
untuk mengurangi kandungan bahan-bahan organik secara signifikan. Jumlah nutrisi
yang diberikan harus pas. Jika nutrisi diberikan secara berlebihan, maka akan
mengakibatkan terjadinya dominasi mixed liquor suspended solid oleh bakteri filamen.
Kelebihan nitrogen dan fosfor dalam effluent air limbah juga akan berdampak buruk
terhadap keseimbangan ekologi dan kesehatan manusia. Sedangkan jika nutrisi yang
diberikan kurang, maka dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air
limbah tidak akan efisien.
Banyaknya mikroorganisme yang tersuspensi di dalam air limbah ditunjukkan
dengan nilai mixed liquor volatile suspended solid (MLVSS) yang ditentukan dengan
metode gravimetri. Air limbah yang sudah disaring dengan kertas saring, dimasukkan ke
dalam cawan pijar dan dipanaskan di dalam Oven selama 1 jam untuk menguapkan air.
Setelah itu cawan pijar tersebut dipanaskan di dalam Furnace selama 2 jam untuk
menguapkan mikroorganisme yang merupakan volatile suspended solid atau padatan
terlarut yang mudah menguap. Nilai MLVSS merupakan selisih berat setelah dipanaskan
di dalam Furnace dan setelah dipanaskan di dalam Oven. Hasil percobaan menunjukkan
bahwa nilai MLVSS di dalam bak aerasi adalah sebesar 22425 mg/L. Nilai ini jauh lebih
besar dari nilai MLVSS yang sebaiknya berada pada kisaran 1500 - 4000 mg/L. Hal ini
kemungkinan besar disebabkan oleh akumulasi jumlah mikroorganisme yang terjadi di
dalam bak aerasi sehingga mikroorganisme yang sudah mati pun ikut terukur sebagai
MLVSS. Sebaiknya setiap selang waktu tertentu dilakukan sirkulasi terhadap lumpur
aktif, sehingga mikroorganisme yang sudah mati dapat dibuang.
Proses pengolahan air limbah secara aerobik ini dilakukan pada temperatur 27 oC,
berada pada range optimumnya, yaitu sebesar 25-30 oC. Temperatur tersebut dibutuhkan
oleh mikroorganisme untuk mencapai laju reaksi dekomposisi bahan-bahan organik yang
terdapat di dalam air limbah. pH proses yang sebesar 6,61 juga berada pada range
optimumnya, yaitu sebesar 6,5-8,5. Jika pH proses berada di luar range optimumnya,
maka pertumbuhan mikroorganisme akan terhambat. Pada reaktor pengolahan air limbah
secara aerobik, terjadi proses netralisasi asam dan basa sehingga biasanya tidak
diperlukan tambahan bahan kimia untuk mengatur nilai pH.
Nilai COD (chemical oxygen demand) menunjukkan banyaknya oksigen yang
dibutuhkan untuk mendekomposisi bahan-bahan organik yang terkandung di dalam air
limbah. Hal ini berarti bahwa semakin besar nilai COD, maka semakin banyak
kandungan bahan-bahan organik yang terkandung di dalam air limbah dan begitupun
sebaliknya. Proses dekomposisi yang terjadi menurunkan nilai COD. Hasil percobaan
menunjukkan bahwa setelah proses dekomposisi, nilai COD mengalami penurunan dari
3002,73 dan 983,19 mg O2/L menjadi 692 mg O2/L.
Pada proses analisis untuk menentukan nilai kandungan bahan organik (COD),
ditambahkan pereaksi kromat dan perak-sulfat. Pereaksi kromat terdiri dari K2Cr2O7 dan
HgSO4. K2Cr2O7 berfungsi sebagai oksidator kuat yang mengoksidasi bahan-bahan
organik sedangkan HgSO4 berfungsi sebagai pengikat Cl- yang terdapat dalam air
limbah. Pereaksi perak-sulfat terdiri dari AgSO4 dan H2SO4 pekat. AgSO4 berfungsi
sebagai katalisator sedangkan H2SO4 pekat berfungsi sebagai suasana asam.
Selisih nilai COD menunjukkan bahwa efisensi pengolahan air limbah yang
dilakukan adalah sebesar 29,61 hingga 76,95 %. Nilai ini masih kurang dari nilai efisiensi
pengolahan yang terdapat pada literature, yaitu sebesar 60-90 %. Hal ini kemungkinan
besar disebabkan oleh kesalahan yang terjadi ketika melakukan analisis nilai COD pada
sampel 2. Ketika tabung Hach dikocok, sebagian larutan keluar sehingga mengurangi
jumlah sampel di dalam tabung Hach tersebut. Akibatnya, jumlah kandungan bahan
organik berkurang sehingga hanya sedikit pereaksi K2Cr2O7 yang bekerja dan sisanya
dititrasi oleh larutan FAS. Hal ini menyebabkan volume larutan FAS yang dibutuhkan
untuk menitrasi sampel 2 menjadi lebih banyak sehingga setelah dilakukan perhitungan,
nilai COD-nya kecil dan karena nilai COD ini digunakan untuk menentukan nilai
efisiensi, maka nilai efisiensinya pun kecil.

Das könnte Ihnen auch gefallen