Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
APBD merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan
disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Suatu daerah tidak akan pernah bisa menjalankan kegiatan pemerintahannya tanpa adanya
anggaran, maka dari itu setiap tahunnya APBD ditetapkan untuk meningkatkan efektifitas dan
efisiensi perekonomian daerah berdasarkan fungsi alokasi APBD yang telah dibuat pemerintah
daerah dan DPRD.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 22 tahun 2011 Pedoman penyusunan
APBD Tahun Anggaran 2012, meliputi:
1. Sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan kebijakan pemerintah daerah;
2. Prinsip penyusunan APBD;
3. Kebijakan penyusunan APBD;
4. Teknis penyusunan APBD; dan
5. hal-hal khusus lainnya.
APBD merupakan singkatan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. APBD
merupakan anggaran pendapatan dan belanja daerah yang setiap tahun telah disetujui oleh
anggota DPRD (Dewan perwakilan Rakyat Daerah). Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006, struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari Pendapatan
Daerah, Belanja Daerah, dan Pembiayaan Daerah. Struktur APBD tersebut dapat diklasifikasikan
menurut urusan pemerintahan dan organisasi yang bertanggung jawab melaksanakan urusan
pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
1.2. Rumusan Masalah
Beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah Manajemen Keuangan Daerah
APBD adalah:
a) Pengertian ABPD ?
b) Bagaimana proses penyusunan APBD ?
c) Bagaimana teknis penyusunan APBD ?
d) Apa saja tahapan dalam proses penyusunan APBD ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang diharapkan dalam pembahasan rumusan masalah di atas antara lain:
a) Mengetahui proses penyusunan APBD
b) Mengetahui teknis dalam penyusunan APBD
c) Mengetahui tahapan dalam penyusunan APBD
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah suatu
rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan Negara).
Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD.
Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas
desentralisasi. Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan pelaksanaan
Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat dalam APBD.
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran. APBD
merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah dalam
rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua
penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian
pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD
merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan
pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.
1. APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan
Peraturan Daerah.
2. APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan.
3. Pendapatan daerah berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain
pendapatan yang sah.
Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih.
4. Belanja daerah dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.
Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih.
Rincian belanja daerah menurut organisasi disesuaikan dengan susunan perangkat
daerah/lembaga teknis daerah.
Rincian belanja daerah menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum, ketertiban dan
keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata,
budaya, agama, pendidikan, serta perlindungan sosial.
Rincian belanja daerah menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari belanja
pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, dan bantuan sosial.
1. Dalam rangka penyusunan RAPBD, Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku
pengguna anggaran menyusun rencana kerja dan anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah
tahun berikutnya.
2. Rencana kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah disusun dengan pendekatan berdasarkan
prestasi kerja yang akan dicapai.
3. Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan prakiraan belanja
untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sudah disusun.
4. Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) dan (2) disampaikan kepada DPRD
untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.
5. Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada pejabat pengelola
keuangan daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
tahun berikutnya.
6. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran Satuan Kerja
Perangkat Daerah diatur dengan Peraturan Daerah.
2. Substansi KUA mencakup hal-hal yang sifatnya kebijakan umum dan tidak menjelaskan hal-
hal yang bersifat teknis. Hal-hal yang sifatnya kebijakan umum,seperti:
(a) Gambaran kondisi ekonomi makro termasuk perkembangan indikator ekonomi makro daerah;
(b) Asumsi dasar penyusunan Rancangan APBD Tahun Anggaran 2012 termasuk laju
inflasi,pertumbuhan PDRB dan asumsi lainnya terkait dengan kondisi ekonomi daerah;
(c) Kebijakan pendapatan daerah yang menggambarkan prakiraan rencana sumber dan
besaranpendapatan daerah untuk tahun anggaran 2012 serta strategi pencapaiannya;
(d) Kebijakan belanja daerah yang mencerminkan program dan langkah kebijakan dalam upaya
peningkatan pembangunan daerah yang merupakan manifestasi darisinkronisasi kebijakan antara
pemerintah daerah dan pemerintahserta strategi pencapaiannya;
(e) Kebijakan pembiayaan yang menggambarkan sisi defisit dan surplus anggaran daerah sebagai
antisipasi terhadap kondisi pembiayaan daerah dalam rangka menyikapi tuntutan pembangunan
daerahserta strategi pencapaiannya.
3. Substansi PPAS lebih mencerminkan prioritas pembangunan daerah yang dikaitkan dengan
sasaran yang ingin dicapai termasuk program prioritas dari SKPD terkait. PPAS juga
menggambarkan pagu anggaran sementara dimasing- masing SKPD berdasarkan program dan
kegiatan prioritas dalam RKPD.Pagu sementara tersebut akan menjadi pagu definitif setelah
rancangan peraturan daerah tentang APBD disetujui bersama antara kepala daerah dengan DPRD
serta rancangan peraturan daerah tentang APBD tersebut ditetapkan oleh kepala daerah menjadi
peraturan daerah tentang APBD.
4. Untuk menjamin konsistensi dan percepatan pembahasan rancangan KUA dan rancangan
PPAS, kepala daerah harus menyampaikan rancangan KUA dan rancangan PPAS tersebut
kepada DPRD dalam waktu yang bersamaan, yang selanjutnya hasil pembahasan kedua
dokumen tersebut disepakati bersama antara kepala daerah denganDPRD pada waktu yang
bersamaan, sehingga keterpaduan substansi KUA dan PPAS dalam proses penyusunan RAPBD
akan lebih efektif.
5. Substansi Surat Edaran Kepala Daerah tentang Pedoman Penyusunan RKA-SKPD kepada
seluruh SKPD danRKA-PPKD kepada Satuan Kerja Pengelola KEuangan Daerah
(SKPKD)memuat prioritas pembangunan daerah, program dan kegiatan sesuai dengan indikator,
tolok ukur dan target kinerja dari masing-masing program dan kegiatan, alokasi plafon anggaran
sementara untuk setiap programdan kegiatan SKPD, batas waktu penyampaian RKA-SKPD
kepada PPKD, dan dokumen lainnya sebagaimana lampiran Surat Edaran dimaksud meliputi
KUA, PPAS, analisis standar belanja dan standar satuan harga.
6. RKA-SKPD memuat rincian anggaran pendapatan, rincian anggaran belanja tidak langsung
SKPD (gaji pokok dan tunjangan pegawai, tambahan penghasilan, khusus pada SKPD
Sekretariat DPRD dianggarkan juga Belanja Penunjang Operasional Pimpinan DPRD), rincian
anggaran belanja langsung menurut program dan kegiatan SKPD.
7. RKA-PPKD memuat rincian pendapatan yang berasal dari dana perimbangan dan pendapatan
hibah, belanja tidak langsung terdiri dari belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja
bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan dan belanja tidak terduga, rincian
penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
8. Dalam kolom penjelasan penjabaran APBD diisi lokasi kegiatan untuk kelompok belanja
langsung, sedangkan khusus untuk kegiatan yang pendanaannya bersumber dari Dana Bagi Hasil
Dana Reboisasi (DBH-DR), Dana Alokasi Khusus, Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus,
Hibah, Bantuan Keuangan yang bersifat khusus, Pinjaman Daerahserta sumber pendanaan
lainnya yang kegiatannya telah ditentukan,agar mencantumkan sumberpendanaan dalam kolom
penjelasan penjabaran APBD.
9. Dalam hal rancangan peraturan daerah tentang APBDdisampaikan oleh kepala daerahkepada
DPRD paling lambat Minggu I Oktober2011, sedangkanpembahasan rancangan peraturan daerah
tentang APBDdimaksud belum selesai sampai dengan paling lambat tanggal 30 Nopember2011,
maka kepala daerah harus menyusun rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD untuk
mendapatkan pengesahan dari Menteri Dalam Negeri bagi APBD Provinsi dan Gubernur bagi
APBD Kabupaten/Kota. Kebijakan tersebut dilakukan untuk menjaga proses kesinambungan
pembangunan daerah dan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan realitas politik di daerah.
Dalam hal kepala daerah menetapkan peraturan kepala daerah tentang APBD Tahun Anggaran
2012, maka kepala daerah harus memperhatikan hal-hal sebagaiberikut:
a. Anggaran belanja daerah dibatasi maksimum sama dengan anggaran belanja daerah dalam
Perubahan APBD Tahun Anggaran 2011.
b. Belanja daerah diprioritaskan untuk mendanai belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang
bersifat wajib untuk terjaminnya kelangsungan pemenuhan pelayanan dasar masyarakat sesuai
dengan kebutuhan Tahun Anggaran 2012.
c. Pelampauan batas tertinggi dari jumlah pengeluaran hanya diperkenankan apabila ada
kebijakan pemerintah untuk kenaikan gaji dan tunjangan PNSD serta penyediaan dana
pendamping atas program dan kegiatan yang ditetapkan oleh pemerintah serta belanja bagi hasil
pajak dan retribusi daerah yang mengalami kenaikan akibat adanya kenaikan target pendapatan
daerah dari pajak dan retribusi dimaksud dari Tahun Anggaran 2011.
11. Dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran 2012, pemerintah daerah tidak diperkenankan untuk
menganggarkan kegiatan pada kelompok belanja langsung dan jenis belanja bantuan keuangan
yang bersifat khusus kepada kabupaten/kota/desapada kelompok belanja tidak langsung, apabila
dari aspek waktu dan tahapan kegiatan sertabantuan keuangan yang bersifat khusus tersebut tidak
cukup waktu sampai dengan akhir Tahun Anggaran 2012.
12. Dalam rangka mengantisipasi pengeluaran untuk keperluan pendanaan keadaan daruratdan
keperluan mendesak, pemerintah daerah harus mencantumkan kriteria belanja untuk keadaan
daruratdan keperluan mendesakdalam peraturan daerah tentang APBD.
13. Rancangan peraturan daerah tentang APBD, rancangan peraturan daerah tentang Perubahan
APBD dan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
sebelum ditetapkan menjadi peraturan daerah wajib dilakukan evaluasi sesuai ketentuan Pasal
185, Pasal 186, dan Pasal 188 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, jo. Pasal 110, Pasal 111, Pasal 173, Pasal 174, Pasal 303, dan Pasal 306 Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun
2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah
provinsi harus melaporkan kepada Menteri Dalam Negeri tentangpermasalahan pemerintah
kabupaten/kota yang menetapkan APBD Tahun Anggaran 2012 tanpa terlebih dahulu dilakukan
evaluasi oleh Gubernur dan tindak lanjut atas permasalahan tersebut dalam rangka penguatan
peran Gubernur selaku wakil Pemerintah.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN :
APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari: 1. Pendapatan Daerah, Pendapatan
daerah adalah hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode
tahun bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. 2. Belanja Daerah, Belanja
daerah meliputi semua pengeluaran uang dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi
ekuitas dana, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan
diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. 3. Pembiayaan Daerah, Pembiayaan adalah
setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali,
baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Pembiayaan Daerah menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 59 terdiri dari
Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan Daerah.
Pentingnya perumusan APBD bagi suatu daerah menyebabkan munculnya gagasan untuk
mempelajari bagaimana tata cara perumusan dan pengelolaan keuangan daerah tersebut dengan
memperhatikan potensi di daerah tersebut. Dengan adanya makalah mengenai proses
penyusunan APBD ini diharapkan pembaca dapat mengetahui proses dan tata cara perumusan
APBD mulai dari tahap perumusan dan pengajuan sampai tahap pengesahannya. Demikianlah
makalah ini dibuat, semoga dapat menambah pemahaman pembaca dan penulis dalam
perumusan sampai pada tahap pelaksanaan APBD.