Sie sind auf Seite 1von 25

PEMANFAATAN RUANG KOTA UNTUK KEGIATAN USAHA PEDAGANG KAKI LIMA

( Studi Terhadap Kegiatan Usaha PKL eks Pasar Bambu Kuning Kota Bandar Lampung )

Oleh:
Aryanto
(Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik/ Alumni Universitas Muhammadiyah Lampung)
Eko Budi Sulistio
(Dosen Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Lampung)

Abstract
PKL (illegal street trader) is become social phenomena all over the
world, unexcept in Bandar Lampung City. It is considered as
informal business that disturbing public law order, comfortness dan
beautifulness of the city, because they (the traders) use public space
like pedestrian, parking areas, side of highways and markets
corridors as their business activities place. Bandar Lampung
Government has decided to relocate and to manage them in other
places but they denied, because they considered that the new places
will not benefited for them. Therefore, there was conflict between
the traders and the government. This research is considered as
descriptive with qualitative method. Data were collected by
interviews, observation and documentation. The result shows that
the main factor why conflict is occurred between traders and
government is when the traders use busy public space for their
trading place. In order to solve the problems, government has
arranged new policy so that the traders know where the places they
can use for their business. This is important policy, because although
sometime the traders disturbing public areas but their business
activities are needed by people with middle low income. By this law,
the traders can do their trading legally and legitimately. Beside that,
the policy can be used by government to replan and to manage the
using of citys land.
Key Words: PKL, Illegal Trader, land Use

A. Latar Belakang formal sangat terimbas kondisi tersebut,


Kondisi perekonomian Indonesia jumlah pemutusan hubungan kerja
pasca berakhirnya kepemimpinan meningkat dan jumlah pengangguran
Presiden Soeharto tahun 1998 sampai juga meningkat dampak dari lulusan
era reformasi dengan kepemimpinan sekolah dan perguruan tinggi di
peridoe ke dua Presiden Soesilo Indonesia yang terjadi setiap tahun.
Bambang Yudhoyono telah banyak Menurut laporan BPS bulan
merubah kondisi sosial ekonomi Februari 2009, jumlah pertambahan
masyarakat Indonesia. Krisis ekonomi angkatan kerja Indonesia mencapai 1,79
dan menurunnya investasi bahkan juta, padahal penyerapan tenaga kerja
batalnya investor masuk ke Indonesia pada sektor formal sangat terbatas.
karena faktor krisis ekonomi, keamanan, Terbatasnya daya serap usaha sektor
hukum, dan politik yang tidak menentu formal menjadi penyebab terjadinya
di Indonesia menyebabkan sektor pengangguran. Hal ini terlihat dari
tingginya angka pengangguran, yaitu dimana 35% penduduk Indonesia
dengan angka pengangguran sebanyak bekerja disektor formal dan sisanya
8,14%, sementara jumlah angkatan 65% bekerja di Usaha Mikro/PKL.
kerja Indonesia mencapai 113,7 juta Menurut Badan Penanaman Modal
orang/tahun, sementara peluang kerja Asing, diperkirakan bahwa sekitar
baik dari sektor formal swasta menurun, 70% modal domestik dan asing
peluang bekerja yang di usahakan oleh diinvestasikan di kota-kota besar di
Pemerintah di Indonesia juga tidak Indonesia, namun hanya menyerap
mampu menyerap tenaga kerja. Kondisi sekitar 10-16% tenaga kerja formal.
ekonomi seperti ini menjadikan Dalam kelompok Usaha Mikro ini
masyarakat menjadi lebih kreatif terdapat salah satunya adalah PKL, yang
mensiasati kondisi tersebut, alternatif terutama terdapat di kota-kota. Bromley
usaha yang ditempuh oleh tenaga (1978) menyebutkan bahwa PKL
kerja yang tidak terserap dalam usaha adalah suatu pekerjaan yang paling
sektor formal adalah dengan membuka nyata dan paling penting di
usaha dibidang usaha informal. Dari kebanyakan kota di negara-negara
tenaga kerja yang berjumlah 91,86% berkembang pada umumnya. Begitu
tersebut, yang terserap disektor formal pentingnya dan khas dalam sektor
sebesar 30,51% dan sisanya sebesar informal, menyebabkan istilah sektor
68,49% terserap oleh Usaha Mikro/PKL informal sering diidentikkan dengan
(pedagang kaki lima), (Media jenis pekerjaan yang dilakukan oleh PKL.
Indonesia, 16 Mei 2009). Namun, PKL hanya sedikit mendapat
Usaha Mikro/PKL apabila perhatian akademik dibandingkan
dikaitkan dengan Undang-undang dengan kelompok pekerjaan utama
Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha lain. PKL terletak dalam tapal batas
Mikro, Kecil, dan Menengah, termasuk penelitian yang tidak didefinisikan
kelompok Usaha Mikro dan Kecil, di secara tepat, antara penelitian
mana Usaha Mikro adalah kegiatan kesempatan kerja dan patologi sosial
usaha dengan kriteria: (a) memiliki dan ciri-ciri pokoknya adalah
kekayaan bersih paling banyak Rp ketidaktentuan, mobilitas,
50.000.000,00 (lima puluh juta ketidakmampuan, serta kemiskinan dan
rupiah) tidak termasuk lahan dan tingkat pendidikan relatif rendah dari
bangunan tempat usaha, atau (b) kebanyakan pelakunya sangat
memiliki hasil penjualan tahunan mempersulit penelitian.
paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga Tumbuh pesatnya sektor
ratus juta rupiah). Sedang Usaha Kecil informal khususnya pedagang kaki lima
adalah kegiatan usaha dengan kriteria: (PKL) di kota kota besar dan
(a) memiliki kekayaan bersih lebih berkembang di Indonesia termasuk kota
dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh Bandar lampung menimbulkan masalah
juta rupiah) sampai dengan paling sosial perkotaan tersendiri, masalah
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus yang paling nyata adalah konflik
juta rupiah) tidak termasuk lahan dan penataan ruang yang berkeadilan bagi
bangunan tempat usaha, atau (b) seluruh lapisan masyarakat (Bambang,
memiliki hasil penjualan tahunan Oktober 2009). Pembicaraan dan
lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga pembahasan tentang penataan ruang
ratus juta rupiah) sampai dengan dan PKL selalu menarik perhatian.
paling banyak Rp 2.500.000.000,00 Bukan saja terkait dengan permasalahan
(dua milyar lima ratus juta rupiah). ruang kota yang semakin terbatas
Kondisi ini tidak jauh berbeda karena semakin tingginya tekanan yang
dengan hasil penelitian ILO terjadi (urban pressure), akan tetapi juga
(International Labour Organization), terkait dengan konflik antar aktor dalam
pemanfaatan ruang, tak terkecuali PKL menghasilkan pola alokasi ruang untuk
(pedagang kaki lima) yang dalam berbagai sektor dan aktor di wilayah
terminologi sosial sering disebut sebagai yang direncanakan. Sehingga tercipta
kaum terpinggirkan, baik secara tata ruang yang harmonis. Tidak
ekonomis maupun politis. Kelompok ini disangkal, bahwa masing-masing sektor
meskipun kontribusinya sangat nyata dan aktor akan selalu memperebutkan
bagi kehidupan masyarakat kota lokasi-lokasi utama di pusat kota (prime
maupun produktivitas perkotaan, akan location). Hal tersebut, tidak saja karena
tetapi eksistensinya sering diabaikan tingginya nilai sewa lahan (land rent),
dalam perspektif proses perumusan akan tetapi juga kemudahan aksesi-
kebijakan dan pelayanan sosial. bilitas yang berimplikasi pada
Sebagaimana dikemukakan terkonsentrasi aktivitas penduduk
dalam UU Penataan Ruang (lihat: UU No. dalam satu lokasi. Ibarat ada gula ada
26 tahun 2007), bahwa penataan ruang semut, maka di lokasi tersebut juga
adalah suatu sistem proses perencanaan hadir sosok PKL atau sektor informal,
tata ruang, pemanfaatan ruang, dan disini berlaku hukum penawaran-
pengendalian pemanfaatan ruang. Dari permintaan.
pengertian tersebut, nampak jelas Bandar Lampung, sebagai salah
bahwa aktivitas penataan ruang diawali satu kota besar di Indonesia juga sarat
dengan perencanaan tata ruang. Dalam dengan persoalan-persoalan yang
UU tersebut, juga dijelaskan bahwa inheren dengan masalah perkotaan,
perencanaan tata ruang adalah suatu diantaranya adalah kehadiran sektor
proses untuk menentukan struktur informal. Beberapa persoalan yang
ruang dan pola ruang yang meliputi dihadapi oleh sektor informal,
penyusunan dan penetapan rencana tata khususnya di Kota Bandar Lampung
ruang. Dalam sebuah proses diantaranya: (1) belum adanya
perencanaan, akan sangat terkait sekali komitment yang konkrit tentang mau
dengan proses penentuan pilihan- diarahkan kemana perkembangan
pilihan yang merupakan sektor informal. Hal tersebut antara lain
pengejawentahan dari proses politik relatif belum munculnya berbagai
yang terjadi dalam proses perumusan program yang menyentuh secara
kebijakan publik. Sehingga setiap langsung kehidupan sektor informal. (2)
aktivitas yang ada di dalamnya Hal ini terjadi barangkali karena belum
merupakan sebuah usaha yang dimilikinya pemetaan atau gambaran
dilakukan memiliki titik fokus untuk yang lebih konkrit terhadap kondisi
mencapai sebuah kondisi keruangan aktual PKL (sektor informal) di wilayah
dalam konteks problem solving, future kota. (3) Selain itu juga belum terlihat
oriented dan resource allocation. adanya ketersediaan wilayah yang relatif
Proses perencanaan memadai untuk menampung kehadiran
pembangunan yang berlaku di negara sektor informal, sehingga tidak
kita, dikenal ada 2 (dua) jenis menimbulkan persoalan-persoalan
perencanaan, yaitu perencanaan dalam pemanfaatan ruang perkotaan.
sektoral yang mengacu pada UU No. Dan tidak kalah pentingnya, (4) adalah
25/2004; dan perencanaan spasial yang belum adanya kepastian dan jaminan
mengacu pada pada UU N0. 26/2007. hukum terhadap eksistensi sektor
Kedua sistem perencanaan tersebut informal yang berimplikasi pada
diharapkan bisa saling melengkapi demi terbatasnya aksesibilitas sektor ini
terwujudnya tujuan pembangunan itu terhadap sumber-sumber ekonomi
sendiri, meskipun yang terjadi tidak maupun politik. Kondisi tersebut
selalu demikian. Dalam konteks menjadikan eksistensi sektor ini sering
perencanaan ruang, pada dasarnya akan dianggap sebagai pengganggu
keindahan kota, sehingga layak untuk 2. Bagaimanakah Kebijakan penataan
ditertibkan. Hal ini pada gilirannya telah PKL yang dilakukan oleh
melahirkan konflik yang relatif terbuka Pemerintah Kota Bandar Lampung
antara para PKL (sektor informal) 3. Bagaimanakah upaya Pemerintah
dengan pemerintah kota Bandar Kota Bandar Lampung dalam
Lampung (baca: polisi pamong praja) pemanfaatan tata ruang kota untuk
maupun konflik dengan masyarakat kegiatan usaha PKL?
pengguna jalan raya.
Belum adanya solusi kebijakan C. Tinjauan Pustaka
dari Pemerintah Kota Bandar lampung 1. Kota dan Masalahnya
yang dirasakan lebih memberi keadilan Kota merupakan kawasan
bagi pelaku sektor informal atau PKL pemukiman yang secara fisik ditun-
mendorong para pelaku sektor informal jukkan oleh kumpulan rumah-rumah
ini menjadi lebih kreatif mensiasati yang mendominasi tata ruangnya dan
ruang (baca: tempat berdagang) di memiliki berbagai fasilitas untuk
lokasi lokasi yang selama ini dilarang, mendukung kehidupan warganya secara
salah satu lokasi usaha PKL yang mandiri. Pengertian kota sebagaimana
ditertibkan oleh Pemerintah Kota yang diterapkan di Indonesia mencakup
Bandar lampung pada tahun 2011 pengertian town dan city dalam bahasa
adalah di sekitar Pasar Bambu Kuning, Inggris. Selain itu, terdapat pula
Pemerintah Kota Bandar lampung kapitonim Kota yang merupakan satuan
dengan berpegang pada Peraturan administrasi negara di bawah provinsi.
Daerah Nomor 08 Tahun 2000 tentang Catatan ini membahas kota dalam
Kebersihan, Keindahan, dan Ketertiban pengertian umum (nama jenis, common
melakukan upaya penertiban name). Kota dibedakan secara kontras
(penggusuran) PKL. dari desa ataupun kampung
Para PKL dalam menjalankan berdasarkan ukurannya, kepadatan
kegiatan mereka dengan memanfaatkan penduduk, kepentingan, atau status
kondisi ruang kota di Bandar Lampung hukum. Desa atau kampung didominasi
yang semakin dipersempit ruang oleh lahan terbuka bukan pemukiman
geraknya oleh peraturan daerah dan (Wikipedia)
kebijakan lainnya serta ketatnya Pengertian kota menurut Wirth,
pengawasan yang di lakukan oleh suatu pemilihan yang cukup besar, padat
aparatur Pemerintah Daerah tersebut dan permanen, dihuni oleh orang
mendorong minat penulis untuk orang yang heterogen kedudukan
meneliti lebih jauh tentang upaya dan sosialnya, sementara menurut Max
strategi para PKL dalam memanfaatkan Weber, kota adalah apabila penghuni
ruang kota untuk melanjutkan usaha setempatnya dapat memenuhi sebagian
mereka, studi penelitian terhadap usaha besar ekonominya di pasar lokal,
kegiatan PKL di fokuskan pada area sedangkan menurut Dwigth Sanderson,
Pasar Bambu Kuning dan sekitarnya. kota adalah suatu wilayah yang dihuni
oleh lebih dari sepuluh ribu jiwa.
B. Permasalahan Kota yang ideal terbagi terbagi dalam
Berdasarkan latar belakang beberapa daerah peruntukan yaitu :
permasalahan diatas, beberapa hal yang 1. Pusat Pemerintahan dipandang
dapat dikemukan adalah sebagai dalam Aspek Politik
berikut: 2. Pusat Perdagangan dipandang
1. Bagaimanakah eksistensi atau dalam Aspek Aspek Ekonomi
keberadaan PKL di Kota Bandar 3. Pusat Permukiman dipandang
Lampung dalam perspektif dalam Aspek Sosial Budaya
Pemerintah Kota Bandar Lampung
Ruang Kota terbentuk oleh Secara umum masalah perkotaan
elemen pembentuk kota, baik alami yang sering muncul termasuk di kota
maupun buatan, kualitas ruang kota Bandar lampung adalah :
akan baik jika skala dan proporsinya 1. peningkatan jumlah penduduk, pada
seimbang dan terjadi kesinambungan tahun 2010, jumlah penduduk di
antar elemen ruang kota. Dinamika Kota Bandar Lampung mencapai
pemukiman perkotaan ditandai oleh 854.453 jiwa dan di prediksi pada
jumlah populasi penduduk yang rapat tahun 2020 berjumlah 1.045.219,
dan padat, terjadi polusi lingkungan dan pada tahun 2030 berjumlah
sehingga kualitas lingkungan menurun, 1.309.496
kondisi perumahan warga kota tidak 2. Pengembangan Sistem Jaringan
memenuhi persyarakatan, terjadi slum Jalan, dengan adanya pertambahan
area, keterbatasan ruang usaha dan penduduk maka berbanding lurus
interaksi social dengan peningkatan jumlah dan
Masalah Perkotaan sering kali moda transportasi sehingga
dijumpai bersumber dari dua hal dibutuhkan ruang untuk
penting yaitu interaksi warga kota pengembangan sistem jaringan jalan
sebagai penghuni kota dan keterbatasan baru
ruang kota sebagai tempat interaksi 3. Angkutan Umum, dibutuhkan sistem
warga kota, pertumbuhan penduduk transoprtasi massal yang mampu
yang meningkat drastis tidak dibarengi melayani kebutuhan bergerak
dengan pertambahan ruang kota masyarakat perkotaan
sehingga kondisi perkotaan akan 4. Peningkatan Penggunaan Energi,
semakin padat dan sumpek. penggunaan energi baik energi habis
Pertambahan penduduk kota muncul pakai yang tidak bisa diperbaharui
dari jumlah kelahiran yang tidak maupun penggunaan energi yang
terkontrol dan migrasi penduduk yang lebih ramah dengan lingkungan
semakin meningkat dengan berbagai 5. Sampah / limbah, akan terjadi
alasan. lonjakan sampah dan limbah baik
Secara umum, ciri sosiologis kota dari rumah tangga maupun dari
adalah lebih sukar digambarkan, kota kawasan industri
seperti gundukan massal dari penduduk 6. Keterbatasan ruang kota,
yang tidak agraris, dengan model perkembangan kota dengan segala
penghidupan ekonomis yang diatur bentuk dan isinya akan mendorong
secara rasional dan kurang penggunaan ruang kota semaksimal
menunjukkan ikatan kelompok seperti mungkin sehingga akan di pastikan
di wilayah desa, kondisi ini membuat ruang kota akan habis terpakai,
kehidupan kota lebih mobile dan strategi penggunaan ruang kota akan
dinamis (Koesoemahatmadja,1978 : 7). berubah dari model horizontal
Untuk memberikan definisi menjadi vertikal
secara sosiologis yang tepat mengenai 7. Sistem komunikasi akan menjadi
apa yang dimaksudkan dengan kota salah satu alat vital kebutuhan
tidaklah mudah, sebab sejarah sampai masyarakat perkotaan untuk
kini mengenal berbagai bentuk dan jenis menunjang aktivitasnya.
kota yang berbeda. Max Webber dalam 8. Sumber daya air, penggunaan air
bukunya wirtschafft und geselschafft tanah secara berlebihan akan
memberikan suatu ajaran atau berdampak pada munculnya
gambaran tentang tipe kota yang lebih berbagai masalah, mulai dari
mendekati kenyataan sosial dalam kekeringan sampai turunnya kontur
aneka ragam sejarahnya. tanah, ke depan perlu diperhatikan
untuk lebih menggunakan sumber
air permukaan yang telah diolah sebagai pendukung kegiatan sosial
menggunakan teknologi dan ekonomi masyarakat yang secara
mementingkan konservasi wilayah hirarkis memiliki hubungan fungsional,
dan konservasi air ayat 4 pola ruang adalah distribusi
9. Sistem pengendalian bencana, salah peruntukan ruang dalam suatu wilayah
satu masalah perkotaan yang sulit di yang meliputi peruntukan ruang untuk
prediksi adalah bencana alam, maka fungsi lindung dan peruntukan ruang
diperlukan ruang kota sebagai jalur untuk fungsi budi daya, ayat 5 penataan
evakuasi dan wilayah aman dari ruang adalah suatu sistem proses
bencana perencanaan tata ruang, pemanfaatan
10. Sistem drainase kota, drainase ruang, dan pengendalian pemanfaatan
adalah salah satu sistem penting di ruang. Sedangkan ruang aktivitas
wilayah perkotaan, bukan saja merupakan suatu wadah atau ruang
sebagai solusi pencegah banjir yang terbentuk oleh elemen-elemen
namun juga sebagai wilayah ruang arsitektural, yang didalamnya
tangkap air terkandung dan terdapat fungsi,
11. Ruang aktivitas usaha, dibutuhkan maksud, tujuan, dan kehendak manusia
kearifan dari pemangku kepentingan (Ashihara, 1983).
dan kebijakan agar mampu membagi Secara umum berdasarkan uraian
dan memnafaatkan ruang untuk di atas maka dapat disimpulkan bahwa
mencari kebutuhan hidup sehingga ruang adalah segala sesuatu wadah yang
mampu meminimalisir konflik antar meliputi ruang darat, ruang laut, dan
warga kota ruang udara, termasuk ruang didalam
Masalah umum lainnya yang bumi sebagai satu kesatuan wilayah,
sangat mungkin terjadi adalah tempat manusia dan makhluk lain hidup,
terjadinya pergeseran budaya, ekonomi, melakukan kegiatan, dan memelihara
pola pikir, dan hubungan sosial. dengan kelangsungan hidupnya yang diatur
mencermati kondisi tersebut maka di sedemikan rupa oleh pemerintah dalam
perlukan sebuah upaya intensif hal pemanfaatan ruang untuk aktivitas
membangun persaudaraan hakiki yang manusia.
mampu meminimalisir konflik dan lebih Ruang menurut istilah geografi
mengikat hubungan kekerabatan warga umum adalah seluruh permukaan bumi,
kota khususnya di kota Bandar lampung. biosfera, wadah tempat hidup flora,
fauna, dan manusia. Ruang kota adalah
2. Tata Ruang Perkotaan wadah baik berupa permukaan tanah
Berdasarkan Undang Undang atau air tempat berkumpulnya aktivitas
Republik Indonesia Nomor 26 Tahun manusia di perkotaan. peran penataan
2007 tentang Penataan Ruang pasal 1 ruang merupakan instrumen untuk
ayat 1, pengertian ruang adalah wadah meningkatkan efisiensi pemanfaatan
yang meliputi ruang darat, ruang laut, sumberdaya ruang aktivitas manusia
dan ruang udara, termasuk ruang yang dilakukan oleh pemerintah agar
didalam bumi sebagai satu kesatuan pengelolaan ruang aktivitas manusia
wilayah, tempat manusia dan makhluk berjalan dengan baik, dan tidak
lain hidup, melakukan kegiatan, dan menimbulkan konflik antar manusia dan
memelihara kelangsungan hidupnya. permasalahan lingkungan hidup. daya
sedangkan pasal 1 ayat 2 mengatakan dukung ruang merupakan batas
bahwa tata ruang adalah wujud struktur kemampuan dan/atau ketersediaan
ruang dan pola ruang, ayat 3 struktur ruang untuk menopang kehidupan yang
ruang adalah susunan pusat-pusat ada, memasok sumber daya, mendukung
permukiman dan sistem jaringan pertumbuhan, dan tempat penyebaran
prasarana dan sarana yang berfungsi kehidupan manusia dan lingkungan.
ruang sebagai sumber daya digunakan termasuk Indonesia oleh berbagai
untuk memenuhi kebutuhan manusia, lembaga penelitian pemerintah,
kebutuhan akan ruang tidak terbatas swasta, swadaya masyarakat dan
harus selalu dikaitkan dengan konteks universitas. Hal tersebut terjadi akibat
sosial, ekonomi, kultur, politik, adanya pergeseran arah pembangunan
administrasi, dan teknologi (Sam Poli : ekonomi yang tidak hanya
2004). memfokuskan pada pertumbuhan
Ruang utama perkotaan ekonomi makro semata, akan tetapi
didominasi oleh tempat bermukim yang lebih kearah pemerataan pendapatan.
terbagi menjadi pemukiman Swasono (1987) mengatakan bahwa
masyarakat kelas bawah, menengah, adanya sektor informal bukan sekedar
tempat bekerja yang terdiri dari jenis karena kurangnya lapangan pekerjaan,
dan klasifikasi (produksi, apalagi menampung lapangan kerja yang
industri/manufaktur), perdagangan terbuang dari sektor formal akan
(grosir, ritel), perkantoran, pendidikan, tetapi sektor informal adalah sebagai
sarana umum, ruang terbuka dan di pilar bagi keseluruhan ekonomi sektor
dukung oleh jaringan sirkulasi- formal yang terbukti tidak efisien. Hal
transportasi perkotaan. ini dapat menunjukan bahwa sektor
informal telah banyak mensubsidi
3. Sektor Informal di Perkotaan sektor formal, disamping sektor
Dieter-Evers dikutip Rachbini informal merupakan sektor yang
dan Hamid (1994) menganalogikan efisien karena mampu menyediakan
sektor informal sebagai sebuah bentuk kehidupan murah.
ekonomi bayangan dalam negara. Konsepsi ekonomi sektor
Ekonomi bayangan digambarkan informal baru muncul dan terus
sebagai kegiatan ekonomi yang tidak dikembangkan sejak tahun 1969 pada
mengikuti aturan-aturan yang saat International Labor Organization
dikeluarkan oleh pemerintah. Kegiatan (ILO) mengembangkan program World
ekonomi bayangan merupakan bentuk Employmen Programme (WEP).
kegiatan ekonomi yang bergerak Progaram bertujuan untuk mencari
dalam unit-unit kecil sehingga bisa strategi pembangunan ekonomi yang
dipandang efisien dalam memberikan tepat, yang mampu mengatasi masalah
pelayanan. Dilihat dari sisi sifat ketenagakerjaan didunia ketiga (negara
produksinya, kegiatan ini bersifat berkembang), sebagai akibat adanya
subsistem yang bernilai ekonomis suatu kenyataan bahwa meskipun
dalam pemenuhan kebutuhan sehari- membangun ekonomi telah dipacu
hari khususnya bagi masyarakat yang namun tingkat pengangguran dinegara
ada dilingkungan sektor informal. Pada berkembang tetap tinggi. Melalui
dasarnya suatu kegiatan sektor informal program tersebut telah dilakukan
harus memiliki suatu lokasi yang tepat penelitian tentang ketenagakerjaan di
agar dapat memperoleh keuntungan Colombia, Sri Langka dan Dalam kondisi
(profit) yang lebih banyak dari tempat yang demikian Interntional Labor
lain dan untuk mencapai keuntungan Organization (ILO) menemukan adanya
yang maksimal, suatu kegiatan harus kegiatan ekonomi yang selama ini
seefisien mungkin. lolos dari pencacahan, pengaturan dan
Konsepsi sektor informal perlindungan pemerintah, tetapi yang
mendapat sambutan yang sangat luas mempunyai makna ekonomi dengan
secara internasional dari para pakar karakteristik kompetitif, padat karya,
ekonomi pembangunan, sehingga memakai input dan teknologi lokal,
mendorong dikembangknnya penelitian serta beroperasi atas dasar pemilikan
pada beberapa negara berkembang sendiri oleh masyarakat lokal.
Kegiatan-kegiatan seperti inilah yang 8. Pendidikan yang diperlukan untuk
kemudian dinobatkan sebagai sektor menjalankan usaha tidak
informal. memerlukan pendidikan formal
Sektor informal itu sendiri, karena pendidikan yang diperoleh
pertama kali diperkenalkan Keith Hart dari pengalaman sambil bekerja.
seorang peneliti dari Universitas 9. Pada umumnya unit usaha
Manchester di Inggris (Harmono, termasuk golongan one-man
1983) yang kemudian muncul dalam enterprise dan kalau mengerjakan
penerbitan ILO (1972) sebagaimana buruh berasal dari keluarga.
disebutkan diatas. Lebih lanjut ILO 10. Sumber dana modal usaha yang
memberikan definisi tentang sektor umumnya berasal dari tabungan
informal sebagai sektor yang mudah sendiri atau lembaga keuangan yang
dimasuki oleh pengusaha pendatang tidak resmi.
baru, menggunakan sumber-sumber 11. Hasil produksi atau jasa terutama
ekonomi dalam negeri, dimiliki oleh dikonsumsi oleh golongan
keluarga berskala kecil, menggunakan masyarakat desa-kota
teknologi padat karya dan teknologi berpenghasilan rendah dan kadang-
yang disesuaikan dengan keterampilan kadang juga yang berpenghasilan
yang dibutuhkan, tidak diatur oleh menengah.
pemerintah dan bergerak dalam pasar Mencermati perkembangan PKL
penuh persaingan. di wilayah perkotaan seperti yang
Pengertian sektor informal tertulis dalam Jurnal Analisis Sosial,
mempunyai ruang lingkup yang sangat AKATIGA. Hampir semua kota-kota di
luas, artinya bahwa kegiatan yang Indonesia saat ini menghadapi
paling besar dijalankan oleh penduduk tantangan besar untuk mampu
berpendapatan rendah. Di Indonesia, membuat kebijakan yang pro-rakyat
sudah ada kesepakatan tentang 11 ciri miskin. Salah satu isu perkotaan yang
pokok sektor informal sebagai berikut : perlu dikelola untuk mengatasi
1. Kegiatan usaha tidak terorganisasi kemiskinan di perkotaan adalah isu
dengan baik karena timbulnya unit Pedagang Kaki Lima (PKL). Banyak kota-
usaha tidak mempergunakan kota yang gagal atau belum mampu
fasilitas atau kelembagaan yang menemukan solusi untuk menghasilkan
tersedia di sektor formal. kebijakan pengelolaan PKL yang bersifat
2. Pada umumnya unit usaha tidak manusiawi dan sekaligus efektif.
mempunyai ijin usaha. Pendekatan yang berbeda diperlukan
3. Pola kegiatan usaha tidak teratur untuk menghasilkan kebijakan serupa
baik dalam arti lokasi maupun jam itu, yaitu kebijakan yang bersifat
kerja. terintegratif dan partisipatif.
4. Pada umumnya kebijaksanaan Pengalaman menunjukkan bahwa
pemerintah untuk membantu program pengelolaan PKL yang sukses
golongan ekonomi tidak sampai ke menuntut adanya elemen-elemen
pedagang kaki lima. kebijakan yang meliputi: kejelasan visi
5. Unit usaha mudah keluar masuk dan konsep; adanya basis data dan
dari satu sub-sektor ke lain sub- informasi yang akurat; adanya institusi
sektor. yang berfungsi sebagai leading agency;
6. Teknologi yang digunakan bersifat adanya regulasi yang memberikan
primitif. kepastian hukum; dan adanya asosiasi
7. Modal dan perputaran usaha relatif komunitas PKL yang kuat. Pengalaman
kecil, sehingga skala operasi juga pengelolaan PKL di Kota Solo, misalnya,
relatif kecil. memberikan pelajaran bahwa tata
pemerintahan yang partisipatif akan
memberikan kesempatan yang lebih mengalokasikan ruang berusaha
besar kepada kelompok-kelompok bagi PKL
marjinal seperti kelompok PKL untuk 3. Strategi pemanfaatan ruang kota
ikut menikmati dan mendapatkan akses oleh PKL sebagai media usaha
dalam pemanfaatan ruang kota. informal di Kota Bandar Lampung
Teknik pengumpulan data
D. Metode Penelitian dilakukan melalui proses wawancara,
Pendekatan penelitian yang observasi dan dokumentasi. Sedangkan
dilakukan adalah pendekatan penelitian analisis data dilakukan dengan cara
sosial dengan metode penelitian reduksi data, penyajian data dan
deskriptif kualitatif, Penelitian ini verifikasi serta penyimpulan.
digunakan untuk : 1. mengumpulkan
informasi secara aktual dan terperinci, E. Pedagang Kali Lima Di Kota
2. mengidentifikasikan masalah, 3. Bandarlampung
membuat perbandingan atau evaluasi, 4. Penduduk Kota Bandar Lampung
menentukan apa yang dilakukan orang terdiri dari berbagai suku bangsa,
lain dalam menghadapi masalah yang berdasarkan data terakhir tahun 2010,
sama danbelajar dari pengalaman jumlah penduduk di Kota Bandar
mereka untuk menetapkan rencana dan Lampung berjumlah 879.651 jiwa yang
keputusan pada waktu yang akan terdiri dari 444.373 jiwa penduduk laki-
datang. laki dan 435.278 jiwa penduduk
Studi ini dilaksanakan dengan perempuan yang tersebar di 13
cara mengambil aktor informan, dalam kecamatan, kecamatan yang paling
penelitian ini aktor diartikan sebagai padat penduduknya berada di
informan atau pemberi informasi, dari kecamatan Teluk Betung Selatan atau
suatu populasi dengan menggunakan sebesar 10.37 persen dari total jumlah
observasi (pemantauan), wawancara penduduk di kota Bandar Lampung.
sebagai alat pengumpulan data dan Dalam kurun waktu 10 tahun laju
dokumentasi data sekunder pertumbuhan penduduk rata-rata
(Singarimbun dan Effendi, 1989 : 33) sebesar 1,59%.
sehingga akan didapat gambaran Sementara dilihat dari pola
(deskripsi) yang lebih jelas tentang penggunaan ruang kota, maka Kota
karakteristik dan perilaku PKL di Pasar Bandar Lampung, dibagi dalam fungsi
Bambu Kuning dan ruas jalan sekitarnya wilayah kota (BWK), yang terdiri dari
dalam memanfaatkan ketersediaan tabel 4 berikut :
ruang kota yang ada disana serta Tabel 1.
strategi pemanfaatan ruang kota untuk Fungsi Wilayah Kota Bandar Lampung
berjualan paska penertiban PKL oleh Wilayah
Gedung
Fungsi Utama
Pendidikan
Fungsi Pendukung
Pusat Kebudayaan,
aparatur Pemerintah Kota Bandar Meneng Tinggi, terminal rumah sewa/kost,
Lampung di Pasar Bambu Kuning dan BWK A regional, dan
pengembangan
pusat pelayanan
local, dan pertanian
ruas jalan sekitarnya. kawasan skala kecil
Dalam penelitian ini yang pemukiman
Sukarame Perumahan skala Pusat industri kecil,
menjadi variable fokus penelitian BWK B besar dan pengembangan
adalah: perdagangan hutan kota,
skala kota cadangan
1. Kebijakan Pemerintah Kota Bandar pengembangan kota
Lampung berkaitan dengan dan pusat
pelayanan
pengelolaan dan pembinaan usaha Panjang Pusat pelabuhan Sentra industri
PKL BWK C samudra, kecil, daerah
perdagangan, konservasi, dan
2. Desain kebijakan tata ruang wilayah terminal barang hutan lindung
Kota Bandar lampung yang dan industri
pengolahan
Sukabumi Perdagangan / Perumahan industri
Tanjung jasa dan kawasan kecil dan cagar Provinsi Lampung yang terdokumentasi
Karang Timur industri budaya
BWK D pada zaman perang kemerdekaan,
Tanjung Perdagangan Sarana penunjang dokumentasi ini di rekam oleh orang
Karang umum dan jasa perdagangan/fungsi
Pusat / Pusat umum parkir/taman, Belanda yang masih tinggal di lampung
Kota BWK E perumahan ganda menjelang proklamasi kemerdekaan
dan pusat budaya
Tanjung Perdagangan/jasa Perumahan Indonesia pada tahun 1945, kondisi
Karang barat dan kawasan Provinsi Lampung masih dibawah
BWK F konservasi
Langkapura / Pengembangan Perumahan kavling kendali Pemerintahan Belanda termasuk
kemiling - holtikultura, besar dengan KDB dalam pembinaan masyarakat dan
BWK G kawasan kecil, industry kecil
konservasi, dan sekolah polisi pedagang di pasar tradisional di
pariwisata/hutan negara Lampung.
wisata dan
pengembangan Gambar 1.
permukiman aktivitas PKL pada masa Perang
(kasiba/lasiba)
Teluk betung - Pusat Jasa umum, Kemerdekaan tahun 1940
BWK H pemerintahan, perumahan,
perdagangan industri kecil dan
grosir, dan konservasi
pariwisata pantai
(sumber dokumen RTRW Bandar
Lampung, 2011 2030)

Tidak ada referensi baku dan


tertulis hasil penelitian yang
mengungkap sejarah keberadaan PKL di
Kota Bandar Lampung, dari sisi usia Keterangan Gambar ; het centrum van
Provinsi Lampung telah berusia tiga de Javaanse landbouwkolonies in de
abad lebih, sementara Kota Bandar Lampoengsche Districten 1940-03
Lampung sendiri secara telah berusia (sumber: Tropen Museum Amsterdam,
330 tahun. Sejarah tertulis yang 2011)
mengungkap keberadaan PKL adalah Gambar 2.
sejak zaman penjajahan Belanda, Istilah Aktivitas PKL pada masa Perang
kaki lima pertama kali dikenal pada Kemerdekaan tahun 1940
masa pemerintahan Gubernur Jenderal
Raffles tahun 1811 ketika beliau
menjadi Gubernur Lampung di masa
Penjajahan, yaitu ketika mengeluarkan
peraturan lalu lintas, dinyatakan
bahwa jalur berukuran five feet (lima
kaki = 150 cm = 1,5m) di sepanjang
kanan - kiri jalan ditetapkan
peruntukannya sebagai jalur pejalan
kaki.
Kemudian tumbuh orang-orang
yang yang menjajakan barangnya
dengan gelaran dan gerobak dorong di Keterangan Gambar : het centrum van
sepanjang kanan kiri jalan tersebut, de Javaanse landbouwkolonies in de
yang kemudian pedagang tersebut Lampoengsche Districten 3-1940
dinamakan sebagai pedagang kaki lima (sumber : Tropen Museum Amsterdam,
(Victor B.T; 1982). 2011)
Berikut adalah gambar 2 dan
gambar 3 yang menceritakan tentang Gambar 2 dan gambar 3 adalah
aktivitas PKL di pasar tradisional di foto yang menceritakan aktivitas pasar
tradisional dan aktivitas para
pedagangnya termasuk para PKL, adalah usaha mandiri sekelompok
terlihat bahwa para PKL dalam masyarakat untuk bertahan hidup dan
menjalankan usaha perdagangannya menjadi tanggung jawab pemerintah
pada umumnya tidak menggunakan membantu dan memfasilitasi lokasi
media berupa kios atau bangunan usaha para PKL agar mereka dapat terus
lainnya, namun hanya berupa hamparan bertahan hidup.
atau meja kayu tempat menaruh barang Belum adanya solusi kebijakan
dagangannya. Kondisi penempatan para dari Pemerintah Kota Bandar lampung
PKL juga tidak tertata rapi dan hanya di yang dirasakan lebih memberi keadilan
sembarang tempat. bagi pelaku sektor informal atau PKL
Hal ini seolah menegaskan mendorong para pelaku sektor informal
entitas PKL yang memang sebagai ini menjadi lebih kreatif mensiasati
pedagang informal, tidak mempunyai ruang (baca: tempat berdagang) di
badan hukum dan badan usaha yang lokasi lokasi yang selama ini di larang,
jelas sehingga sering kali PKL di anggap salah satu lokasi usaha PKL yang
pedagang ilegal, entitas PKL sebagai ditertibkan oleh Pemerintah Kota
pedagang informal, tidak di atur oleh Bandar lampung pada tahun 2011
peraturan sehingga dikategori sebagai adalah di sekitar pasar bambu kuning
pedagang ilegal inilah yang bertahan dan pasar pasar tradisonal lain di kota
sampai hari ini, ketika entitas PKL Bandar Lampung. Pemerintah Kota
berubah menjadi pedagang formal Bandar Lampung dengan berpegang
dengan fasilitas kios atau toko serta pada Peraturan Daerah Nomor 08 Tahun
berbadan hukum maka tidak bisa lagi di 2000 tentang Kebersihan, Keindahan,
sebut PKL tapi pedagang toko atau dan Ketertiban melakukan upaya
dalam peraturan masuk dalam kategori penertiban (penggusuran) PKL.
UMKM sesuai dengan Undang-undang Kgiatan usaha PKL di pasar
Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha pasar di Bandar lampung, dapat di
Mikro, Kecil, dan Menengah, hal ini bedakan berdasarkan waktu berdagang,
seharusnya disadari oleh Pemerintah jenis dagangan dan bentuk sarana
Kota sehingga pola pendekatan dan perdagangan PKL. Dilihat dari waktu
pembinaan kepada para PKL bukan berdagang, Jenis PKL bisa di bedakan
mendorong perubahan jati diri PKL menjadi PKL Siang dan PKL Malam, PKL
namun membantu dan memfasilitasi siang adalah PKL yang berjualan pada
para PKL agar para PKL bisa siang hari, umumnya PKL siang hari
menyessuaikan diri dengan adalah PKL yang menjual barang
perkembangan lingkungan perkotaan. dagangan dan jasa usaha non makanan,
Bromley (1978) menyebutkan bahwa sementara PKL Malam hari adalah PKL
PKL adalah suatu pekerjaan yang yang berjualan makanan siap saji atau
paling nyata dan paling penting di sering dikenal dengan istilah PKL
kebanyakan kota di negara-negara makanan Lesehan.
berkembang pada umumnya Dilihat dari jenis barang yang di
Usaha perdagangan PKL adalah jual, maka PKL di sekitar pasar bambu
usaha yang tidak melanggar hukum kuning dan pasar-pasar tradisional
namun PKL di anggap illegal karena lainnya, berdasarkan hasil survey dan
tidak mempunyai izin, badan hukum, pengamatan pada bulan April 2012
dan badan usaha, usaha yang di lakukan terdiri dari: Makanan Siap Saji, Pakaian
oleh PKL adalah usaha memperjuangkan orang dewasa, Pakaian anak-anak,
hidup dan memenuhi kebutuhan hidup perlengkapan pakaian muslim, Buah-
karena tidak semua warga negara bisa di buahan, Mainan anak-anak, sayur dan
fasilitasi oleh Pemerintah untuk bumbu dapur, aksesoris pakaian, produk
berusaha dan mencari nafkah. PKL sandal dan sepatu, rokok dan sejenisnya,
minuman siap saji, produk tas dan Pasar 143 67
Koga
dompet, perlengkapan sekolah, Pasar 430 151
perlengkapan rumah, aksesoris Panjang
Pasar 313 150
handphone dan pulsa, DVD dan VCD Pasir
bajakan, jasa usaha tukang cukur, jasa Gintung
Pasar 211 40
usaha reklame, jasa usaha service jam, SMEP
jasa usaha sepuh emas. Pasar 185 25
Tamin
Sementara jika di lihat dari Pasar Tani 298 54
bentuk sarana perdagangan PKL, Pasar 306 198
Tugu
berdasarkan hasil survey dan Pasar Way 242 43
pengamatan yang dilakukan pada bulan Halim
April 2012, maka PKL dapat di Pasar Way
Kandis
67 23

kelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu: Pasar 0 35


1. Bentuk sarana usaha gelaran atau Pasar Skala
Lingkungan
Tempel
Rajabasa
dasaran atau hamparan Raya
2. Bentuk sarana usaha kios kecil non Pasar 25 40
Tempel
permanen Rajabasa
3. Bentuk sarana usaha gerobak Pasar 2 81
Tempel
beroda Polda
4. Bentuk sarana usaha pikulan atau Pasar 0 81
Buah
keranjang JUMLAH 3737 2298
5. Bentuk sarana usaha warung tenda Sumber: data pedagang tahun 2009
non permanen Dinas Pengelolaan Pasar dan Data di
Jumlah PKL di pasar pasar Olah hasil survey, pengamatan,
tradisional di Bandar Lampung wawancara PKL tanggal 09 April 2012
berdasarkan data yang diperoleh hasil
dari survey, pengamatan, dan Data di atas adalah data resmi
wawancara pada PKL pada bulan April Dinas Pengelolaan Pasar tahun 2009 dan
2012 dan data yang diperoleh dari Dinas di tambah data hasil pengamatan dan
Pengelolaan Pasar Kota Bandar survey tanggal 09 April 2012, jika
lampung, dari tiga jenis pasar yang pendataan dilakukan ulang dengan
terdiri dari 19 pasar dengan melibatkan instansi resmi Pemerintah
mengelompokkan jenis PKL Kota Bandar Lampung maka data jumlah
berdasarkan waktu, jenis dagangan, dan pedagang resmi dan PKL tentu bisa lebih
bentuk sarana usaha, maka terdapat besar atau lebih kecil dari tabel di atas.
3737 pedagang resmi dan 2298 PKL, hal Melihat jumlah kumulatif
ini tersaji dalam tabel 6 sebagai berikut : pedagang berdasarkan tabel 6 di atas,
Tabel 2. maka menjadi persoalan tersendiri bagi
Data pedagang di pasar pasar di Bandar Pemerintah Kota untuk berfikir dan
lampung bekerja keras mencari jalan keluar
Jenis Pasar Nama Jumlah Jumlah
Pasar Pedagang PKL dalam melakukan penataan terhadap
Pasar Skala Regional Pasar 270 400 para PKL yang jumlahnya hampir
Bambu
Kuning seperempat jumlah pedagang resmi,
Pasar 32 187 karena keberadaan PKL di perkotaan
Ambon
Pasar Baru 210 89 telah menjadi masalah public yang harus
Pasar 164 312 segera di atasi melalui pembinaan dan
Bawah
Pasar 251 53
penataan tanpa harus merusak atau
Cimeng menghilangkan keberadaan dan
Pasar 331 102
Gudang
substansi dari PKL sendiri. Pemerintah
Pasar Skala Kota Lelang Kota Bandar Lampung harus
Pasar
Kangkung
257 167 mempunyai instrument kebijakan dan
institusi yang lebih partisipatif untuk ada sekitar 257 pedagang toko dan 150
menyelesaikan persoalan PKL ini agar PKL mendiami kawasan ini. Setelah
keberadaan PKL tetap terjamin dalam direnovasi, seluruh pedagang toko dan
mencari usaha penghidupannya dan PKL tetap bertahan berjualan.
keberadaan pedagang resmi tidak Gambar 11.
terganggu dengan munculnya PKL di Pasar Bambu Kuning Sekarang
pasar-pasar di Bandar Lampung.
Pasar Bambu Kuning merupakan
salah satu pasar tertua di Bandar
Lampung, setelah Pasar Bawah dan
Pasar Cimeng di kawasan Kecamatan
Teluk Betung Selatan. Pasar Bambu
Kuning adalah pasar tradisional asli
orang pribumi Lampung yang sejak awal
di isi oleh pedagang dari lapak kaki lima.
Berdasarkan dokumentasi yang didapat
dari museum geheugenvan nederland, Keterangan Gambar:
didapat gambar dengan keterangan Jalan Imam Bonjol (dokumentasi
pasar bambu di tanjung karang, pasar ini pribadi, 2012)
dipenuhi dengan tumbuhan bambu, di
duga pasar ini adalah cikal bakal pasar Pada tahun 1986, Pasar Bambu
bambu kuning, berikut gambar tersebut. Kuning kembali direnovasi. Sejak itu
Gambar 10. pula keberadaan PKL mulai terancam.
Cikal bakal pasar Bambu Kuning Bandar bahkan tercatat sekitar 97 pedagang
Lampung toko pun harus berjuang menuntut hak
mereka bisa berusaha lagi. Setelah
melalui perjuangan tersisa sekitar 46
pedagang toko yang mendapatkan
kembali hak mereka dengan menempati
kios pengganti yang berdiri di atas lahan
parkir, sementara keberadaan PKL tidak
di akui. Salah serorang pelaku sejarah
keberadaan pasar tradisional yang
Passar en bamboelaan te Tandjong- bernama Bapak Zulkarnaen, S.E,
karang 1894, sumber Museum menuturkan pada era tahun 1990, PKL
Volkenkunde Amsterdam 2012. mulai bermusuhan dengan Polisi
Pasar yang pernah menjadi Pamong Praja (Pol. PP) di bawah
kebanggaan masyarakat Lampung ini, kepemimpinan Wali Kota Nurdin
mulai ramai pada tahun 1963. Muhayat. Namun pada tahun 1998,
Masyarakat Jawa dan Sumatera berbaur pasca rezim Orde Baru berganti orde
mencari penghidupan dengan berjualan. reformasi, dampak dari krisis ekonomi
Bedanya, masyarakat Jawa lebih pada dan PHK massal, maka PKL menjadi
usaha perdagangan hasil bumi dan sayur salah satu pilihan usaha yang dilakukan
mayur, masyarakat Sumatera berjualan oleh masyarakat, akibat lemahnya
sandang. Kalaupun ada keturunan pengawasan yang dilakukan oleh
Tionghoa dan India yang mendiami Pemerintah Kota Bandar Lampung pada
Bambu Kuning pada saat itu, mereka masa itu maka Pasar Bambu Kuning
lebih banyak berjualan emas dan hasil terutama di sekitar Jalan Batusangkar
bumi, seperti tembakau dan cengkih. dan Jalan Bukittinggi dan halaman
Sejak tahun 1974, Pasar Bambu Kuning Parkir Bambu Kuning kembali di penuhi
untuk pertama kali direnovasi. saat itu oleh PKL.
Ruang utama perkotaan
F. Perspektif Pemerintah Bandar didominasi oleh tempat bermukim yang
Lampung Terhadap Eksistensi Pkl terbagi menjadi pemukiman
Bandar Lampung sebagai sebuah masyarakat kelas bawah, menengah,
perwujudan kota besar di kawasan tempat bekerja yang terdiri dari jenis
Sumatra bagian selatan berkembang dan klasifikasi (produksi, industri/
menjadi kawasan strategis berdasarkan manufaktur), perdagangan (grosir, ritel),
tujuan, kebijakan, dan strategi penataan perkantoran, pendidikan, sarana umum,
ruang wilayah kota yang di bangun ruang terbuka dan di dukung oleh
berdasarkan konsep aturan tata ruang jaringan sirkulasi-transportasi
dan kesepakatan warga kota, dengan perkotaan. Salah satu isu perkotaan
mempertimbangkan aspek eksternalitas, yang juga terjadi di Kota Bandar
akuntabilitas, efisiensi penanganan lampung saat ini adalah program dan
kawasan dan kesepakatan para kebijakan adalah isu pengelolaan
pemangku kepentingan dan kebijakan Pedagang Kaki Lima (PKL). Banyak kota-
yang di tetapkan terhadap tingkat kota yang gagal atau belum mampu
kestrategisan nilai ekonomi, sosial, menemukan solusi untuk menghasilkan
budaya, dan kawasan lingkungan yang kebijakan pengelolaan PKL yang bersifat
ditetapkan. Pengembangan tata ruang manusiawi dan sekaligus efektif.
kota yang di jamin oleh UU Tata Ruang Pendekatan yang berbeda diperlukan
tersebut berjalan selama 20 tahun untuk menghasilkan kebijakan serupa
dengan ketentuan keharusan itu, yaitu kebijakan yang bersifat
tersedianya 30% ruang terbuka hijau terintegratif dan partisipatif.
(RTH) dengan komposisi 20% RTH Pengalaman menunjukkan bahwa
Publik dan 10% RTH Privat program pengelolaan PKL yang sukses
(swasta/masyarakat), selain itu UU ini menuntut adanya elemen-elemen
juga menjamin harus adanya kebijakan yang meliputi: kejelasan visi
ketersediaan penyediaan ruang terbuka dan konsep; adanya basis data dan
non hijau, ruang evakuasi bencana, informasi yang akurat; adanya institusi
ruang sektor informal, pedestrian, yang berfungsi sebagai leading agency;
kebijakan penyediaan dan pemanfaatan adanya regulasi yang memberikan
kawasan strategis kota serta ketentuan kepastian hukum; dan adanya asosiasi
pengendalian pemanfaatan ruang komunitas PKL yang kuat.
melalui peraturan umum zonasi dan Pemerintah Kota Bandar
pola insentif dan disinsentif maupun lampung memandang eksistensi PKL
sanksi. sebagai sekelompok orang yang
Masalah Perkotaan sering kali di berusaha dengan illegal, memenuhi
jumpai bersumber dari dua hal penting ruang pasar, melanggar aturan,
yaitu interaksi warga kota sebagai ketertiban dan kenyaman. Keberadaan
penghuni kota dan keterbatasan ruang PKL di Kota Bandar lampung di anggap
kota sebagai tempat interaksi warga memberi kontribusi masalah karena
kota, pertumbuhan penduduk yang menggangu kepentingan umum, namun
meningkat drastic tidak di barengi DPRD sebagai bagian dari Pemerintahan
dengan pertambahan ruang kota daerah Kota Bandar Lampung juga
sehingga kondisi perkotaan akan mendorong peran Pemerintah Kota
semakin padat dan sumpek. Bandar Lampung agar melakukan
Pertambahan penduduk kota muncul perbaikan fasilitas, penyediaan lokasi
dari jumlah kelahiran yang tidak usaha PKL dengan berpedoman pada
terkontrol dan migrasi penduduk yang pengaturan ruang wilayah kota Bandar
semakin meningkat dengan berbagai Lampung sesuai dengan Peraturan
alasan. Daerah tentang rencana tata ruang dan
wilayah (RTRW) Kota Bandar lampung h) Sebagai profesi
secara lebih partisipatif dengan Beragam faktor tersebutlah yang
mempertimbangkan kepentingan- kemudian membuat tumbuh
kepentingan umum, sosial, budaya, berkembangnya PKL di Bandar lampung,
pendidikan, ekonomi, kebersihan, makin tumbuh pesatnya PKL kemudian
keindahan, kenyamanan, keamanan, dan memunculkan beragam masalah,
ketertiban. ketidaan ruang usaha khusus bagi PKL
Menyimpulkan pendapat di atas kemudian membuat PKL menjadikan
disadari bahwa keberadaan PKL di ruang terbuka dan fasilitas umum
Bandar Lampung tidak akan pernah bisa seperti jalan raya, halte, tempat parkir,
di hilangkan namun tetap harus di tata lapangan, dan ruang publik lainnya
dan dibina agar tidak menggangu sebagai tempat usaha. Kondisi ini
kepentingan-kepentingan umum, sosial, membuat Pemerintah Daerah tidak bisa
budaya, pendidikan, ekonomi, berbuat banyak menangani
kebersihan, keindahan, kenyamanan, berkembangnya PKL, karena secara
keamanan, dan ketertiban dengan konstitusi tanggung jawab Pemerintah
memberikan kewajiban kepada adalah mensejahterakan masyarakatnya
Pemerintah Kota Bandar lampung agar salah satunya menyediakan lapangan
lebih intensif membangun fasilitas bagi kerja yang cukup namun pada
PKL dan menyelesaikan masalah PKL kenyataannya Pemerintah belum
dengan lebih arif melalui dialog dengan mampu memberikan penghidupan yang
melibatkan organisasi PKL dan stake layak bagi warga nya sehingga dengan
holder lainnya. sikap menadirian warga masyarakat
berusaha memenuhi kebutuhan
G. Kebijakan Penataan Pkl Di Kota hidupnya dengan salah satunya menjadi
Bandar Lampung PKL.
Permasalahan PKL di kota kota Keberadaan PKL di ruang publik
besar di Indonesia termasuk di kota yang menganggu kenyamanan,
Bandar lampung adalah persoalan lama ketertiban, dan aturan lalu lintas tidak
dan telah menjadi persoalan publik, bisa hanya diselesaikan dengan cara
banyak orang dengan kepentingan penggusuran dan pemindah paksaan
berbeda yang terlibat di dalamnya, tanpa member solusi, tidak bisa hanya
munculnya keberadaan PKL disebabkan sekedar melalui musyawarah tanpa
oleh beberapa faktor, dalam Laporan konsep, keberadaan PKL tidak akan bisa
Penelitian tentang analisis kebijakan di hapus atau di hilangkan dari kota
penanganan PKL di Kota Bandar besar karna ini sudah menjadi fenomena
lampung oleh Eko Budi Sulistio(2010) kota besar bahkan di dunia, maka perlu
disebutkan beberapa faktor yang pendekatan kebijakan yang
menyebabkan masyarakat memilih atau komprehensif dan partisipatif dalam
menjadi PKL, yaitu : melakukan penataan dan pengendalian
a) Faktor bertahan hidup pertumbuhan PKL di Bandar Lampung.
b) Faktor ketiadaan atau keterbatasan Beberapa instrument kebijakan
modal bekerja di sektor formal yang dapat di gunakan oleh Pemerintah
c) Faktor pemenuhan kebutuhan Kota Bandar lampung dalam upaya
pendidikan penataan dan pengendalian
d) Kurangnya lapangan pekerjaan pertumbuhan PKL di Bandar lampung,
e) Tidak membutuhkan birokrasi yang sebagai berikut :
rumit
f) Pekerjaan sementara 1) Peraturan Daerah No. 10 Tahun
g) Faktor Keturunan (usaha turun 2011
temurun)
Sebagaimana dikemukakan Undang Penataan Ruang yang baru
dalam UU Penataan Ruang (UU No. 26 dengan yang lama,diantaranya
tahun 2007), bahwa penataan ruang perubahan jangka waktu berlakunya
adalah suatu sistem proses perencanaan dokumen rencana menjadi 20 tahun,
tata ruang, pemanfaatan ruang, dan ketentuan tentang keharusan
pengendalian pemanfaatan ruang. Dari tersediannya 30% Ruang Terbuka Hijau
pengertian tersebut, nampak jelas (RTH) dengan komposisi 20% RTH
bahwa aktivitas penataan ruang diawali Publik dan 10% RTH Private ( swasta /
dengan perencanaan tata ruang. Dalam masyarakat ), penyediaan Ruang
UU tersebut, juga dijelaskan bahwa Terbuka Non Hijau, Ruang evakuasi
perencanaan tata ruang adalah suatu bencana, Ruang sektor informal,
proses untuk menentukan struktur Pedestrian, kebijakan penyediaan dan
ruang dan pola ruang yang meliputi pemanfaatan kawasan strategis kota
penyusunan dan penetapan rencana tata serta ketentuan pengendalian
ruang. Dalam sebuah proses pemanfaatan ruang melalui peraturan
perencanaan, akan sangat terkait sekali umum zonasi dan pola insentif dan
dengan proses penentuan pilihan- disinsentif maupun sanksi, Selain itu
pilihan yang merupakan fokus materi penyusunan lebih
pengejawentahan dari proses politik memperhatikan aspek pemanfaatan dan
yang terjadi dalam proses perumusan pengendalian ruang.
kebijakan publik. Sehingga setiap Proses perencanaan pembangu-
aktivitas yang ada di dalamnya nan yang berlaku di negara kita, dikenal
merupakan sebuah usaha yang ada 2 (dua) jenis perencanaan, yaitu
dilakukan memiliki titik fokus untuk perencanaan sektoral yang mengacu
mencapai sebuah kondisi keruangan pada UU No. 25/2004; dan perencanaan
dalam konteks problem solving, future spasial yang mengacu pada pada UU N0.
oriented dan resource allocation. 26/2007. Kedua sistem perencanaan
Undang undang Nomor 27 tersebut diharapkan bisa saling
Tahun 2007 tentang Penataaan Ruang melengkapi demi terwujudnya tujuan
maka kedudukan Rencana Tata Ruang pembangunan itu sendiri, meskipun
Wilayah (RTRW) Kota Bandar Lampung yang terjadi tidak selalu demikian.
yg dituangkan kedalam strategi Dalam konteks perencanaan ruang, pada
pengembangan wilayah kabupaten/Kota dasarnya akan menghasilkan pola
yang sesuai dengan fungsi dan alokasi ruang untuk berbagai sektor dan
peranannya didalam rencana aktor di wilayah yang direncanakan.
pengembangan wilayah provinsi secara Sehingga tercipta tata ruang yang
keseluruhan.Strategi pengembangan harmonis. Tidak disangkal, bahwa
wilayah ini selanjutnya dituangkan masing-masing sektor dan aktor akan
kedalam recana strukturdan rencana selalu memperebutkan lokasi-lokasi
pola ruang operasional.Oleh karena itu, utama di pusat kota (prime location).
RTRW Kabupaten/Kota bersifat Hal tersebut, tidak saja karena
komplementer dan terintegrasi dengan tingginya nilai land rent, akan tetapi juga
RTRW Provinsi maupun RTRW sehingga kemudahan aksesibilitas yang berimpli-
di dalam penyusunannya akan ada kasi pada terkonsentrasi aktivitas
umpan balik dalam bentuk data, penduduk dalam satu lokasi. Ibarat ada
informasi dan kebijakan pembangunan gula ada semut, maka di lokasi tersebut
wilayah baik dari jenjang perencanaan juga hadir sosok PKL (sektor informal),
wilayah dari tingkatan yang lebih tinggi disini berlaku hukum penawaran-
maupun dari jenjang yang lebih rendah. permintaan.
Selain itu, terdapat beberapa hal Oleh karenanya mengantisipasi
yang membedakan antara Undang hal tersebut, dalam UU Penataan Ruang
(UU No. 26/2007), juga mensyaratkan, Lampung, PKL bukanlah lagi usaha liar
bahwa khusus untuk wilayah kota, yang perlu ditertibkan tanpa ada solusi
rencana tata ruang juga harus memuat: yang diberikan kepada PKL.
rencana penyediaan ruang terbuka Keberadaan Perda Pengelolaan
hijau; PKL ini juga merupakan hasil kerja
ruang terbuka nonhijau; kolaborasi yang baik antara perwakilan
rencana penyediaan dan organisasi PKL, aktivis NGO, akademisi,
pemanfaatan jaringan pejalan kaki, dan anggota dewan, Perda ini
angkutan umum; merupakan hak inisiatif DPRD yang
kegiatan sektor informal, dan ruang akhirnya diparipurnakan pada tahun
evakuasi bencana. 2012 dan resmi berlaku sebagai
Hal tersebut, merupakan peraturan daerah. Eksistensi Peraturan
tantangan bagi pemerintah dan para daerah ini tidak akan bertentangan
perencana untuk menghasilkan produk dengan peraturan daerah lainnya,
yang memenuhi spesifikasi yang seperti perda No. 8 tahun 2000 tentang
ditetapkan dalam UUPR. Hal tersebut Pembinaan umum, Ketertiban,
memperoleh momentum yang tepat, Keamanan, Kebersihan, kesehatan, dan
mengingat UUPR mensyaratkan waktu Keapikan dalam Wilayah kota Bandar
sekitar 3 tahun bagi Pemerintah lampung. Peraturan Daerah tentang
Kota/Kabupaten untuk pengelolaan PKL justru akan
menyusun/merevisi RTRW-nya untuk memberikan kemudahan bagi
disesuaikan dengan ketentuan dalam UU Pemerintah Daerah Bandar Lampung
tersebut. Apabila spesifikasi tersebut untuk memantau dan mengendalikan
dapat dipenuhi, kita dapat bersikap pertumbuhan PKL di Bandar lampung.
optimistik bahwa produk rencana tata Dalam pelaksanaan Peraturan Daerah
ruang dapat berfungsi secara optimal tentang pengelolaan PKL ini, maka perlu
sebagai acuan pembangunan daerah. ada lembaga Pemerintah yang jelas
Pengalaman selama ini yang untuk bertanggung jawab dalam hal
menunjukkan produk rencana tata pembinaan dan pengelolaan PKL.
ruang tidak berfungsi optimal Jika di nilai dari eksistensi
mengindikasikan bahwa produk keberadaan usaha PKL, maka perda ini
tersebut belum sepenuhnya memenuhi punya dampak positif bagi para PKL di
spesifikasi produk yang ditetapkan Bandar lampung dalam menjalan
dalam UUPR. Hal ini juga merupakan usahanya, karena dengan adanya Perda
tantangan bagi perencana dan ini maka Pemerintah Kota Bandar
pemerintah. Lampung tidak bisa lagi melakukan
penggusuran bagi PKL tanpa
2) Peraturan Daerah No. 2 Tahun memberikan solusi tempat usaha bagi
Peraturan daerah No 2 Tahun PKL seperti yang sudah terjadi
2012 tentang pengelolaan PKL adalah sebelumnya. Perda ini memberikan
bentuk kebijakan baru yang dikeluarkan kewajiban bagi Pemerintah Kota Bandar
oleh Pemerintahan daerah Kota Bandar Lampung untuk mengakui secara hukum
Lampung dalam rangka menyelesaikan keberadaan PKL dan berkewajiban
persoalan PKL. Secara substansi menyediakan fasilitas ruang tempat
keberadaan peraturan daerah no tahun usaha bagi para PKL, sementara para
20 tentang pengelolaan Pedagang Kaki PKL juga mulai harus membina diri,
Lima (PKL) di Kota Bandar lampung membentuk kelompok atau organisasi
sangatlah penting, karena keberadaan atau paguyuban PKL karena organsiasi
perda ini secara hukum, Pemerintah PKL inilah yang akan memberikan
Kota Bandar Lampung telah mengakui semacam surat atau kartu anggota PKL
eksistensi keberadaan PKL di Bandar sehingga PKL tersebut adalah PKL resmi
yang berhak berusaha di tempat yang Keamanan, Kebersihan, Kesehatan, dan
sudah di tentukan oleh Pemerintah Kota Keafikan dalam Wilayah Kota Bandar
Bandar lampung melalui registrasi atau Lampung cenderung hanya dilakukan
persetujuan dari instansi Pemerintah pada para PKL dan pedagang informal
Kota Bandar Lampung. lainnya, padahal secara substansi
Keberadaan instansi Pemerintah harusnya perda ini juga bisa diterapkan
Kota dalam hal ini Dinas Pasar dan Dinas pada kelompok unjuk rasa yang dengan
Koperindag Pemerintah Kota Bandar sengaja memacetkan lalu lintas, atau
lampung bertanggungjawab untuk kelompok masyarakat lain yang dengan
melakukan pendataan dan pembinaan sengaja membuang sampah di saluran
terhadap usaha PKL yang sudah drainase, pemasangan umbul-umbul,
teregistrasi, Instansi Pemerintah ini bendera, banner dan alat peraga lain
sewaktu-waktu bisa melakukan tanpa ada izin, dan lainnya, namun pada
pendataan dan razia bagi PKL liar yang kenyataannya Perda No. 8 Tahun 2000
tidak teregistrasi di suatu daerah, lebih cenderung di gunakan untuk
sehingga Pemerintah Kota secara hukum menangani PKL.
juga berhak menertibkan usaha PKL liar Dengan sifat kekhususan (lex
dan mampu mengendalikan specialis de rogat lex generalis) yang
pertumbuhan PKL di Bandar lampung dimiliki oleh Perda No. 2 Tahun 2012
sehingga jumlah PKL bisa di ketahui tentang Pengelolaan PKL, diharapkan di
secara pasti berapa jumlahnya dan masa yang akan datang penanganan
memudahkan Pemerintah Kota Bandar persoalan dan penyelesaian PKL tidak
lampung untuk melakukan penataan lagi menggunakan Perda No. 8 Tahun
ruang kota secara baik dan terencana. 2000 Tentang Pembinaan Umum,
Ketertiban, Keamanan, Kebersihan,
3) Peraturan Daerah No. 8 Tahun Kesehatan, dan Keafikan dalam Wilayah
2000 Kota Bandar Lampung, kecuali jika para
Peraturan Daerah No. 8 Tahun PKL ternyata melanggar amanat dalam
2000 Tentang Pembinaan Umum, perda No 2 Tahun 2012 maka di
Ketertiban, Keamanan, Kebersihan, mungkinkan penerapan penyelesaian
Kesehatan, dan Keapikan dalam Wilayah masalah dan pemberian sanksi
Kota Bandar Lampung. Masalah umum menggunakan perda No. 8 Tahun 2000.
lainnya yang sangat mungkin terjadi
adalah terjadinya pergeseran budaya, H. Pemanfaatan Tata Ruang Untuk
ekonomi, pola pikir, dan hubungan Kegiatan Usaha Pkl Oleh
sosial. dengan mencermati kondisi Pemerintah Kota Bandar Lampung
tersebut maka di perlukan sebuah upaya
Analisis yang dilakukan terhadap
intensif membangun persaudaraan
Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2011
hakiki yang mampu meminimalisir
tentang RTRW Kota Bandar Lampung,
konflik dan lebih mengikat hubungan
dikatakan bahwa tujuan penataan ruang
kekerabatan warga kota khususnya di
wilayah Kota Bandar Lampung
kota Bandar lampung, salah satu solusi
dirumuskan berdasarkan visi dan misi
penanganan persoalan ketertiban dan
pembangunan jangka panjang Kota
kenyamanan di Bandar Lampung adalah
Bandar lampung yang mendukung
melalui penerapan Perda No. 8 Tahun
terwujudnya ruang kota yang nyaman,
2000 Tentang Pembinaan Umum,
aman, produktif, dan berkelanjutan
Ketertiban, Keamanan, Kebersihan,
berlandaskan wawasan nusantara dan
Kesehatan, dan Keafikan dalam Wilayah
ketahanan nasional. Kota Bandar
Kota Bandar Lampung. Selama ini
Lampung adalah bagian dari Pusat
penerapan Perda No 8 Tahun 2000
Kegiatan Nasional (PKN) dengan salah
Tentang Pembinaan Umum, Ketertiban,
satu fungsinya yaitu pusat perdagangan
dan jasa regional, sehingga dirumuskan ruang dengan memperhatikan unsur
penataan ruang Kota Bandar lampung sosial, ekonomi, dan lingkungan
sebagai kota dengan kawasan e) Pengembangan kawasan perbatasan
pendidikan, perdagangan dan jasa yang 3. Kebijakan dan strategi
aman, nyaman, dan berkelanjutan pengembangan pemanfaatan
dengan memperhatikan keserasian ruang
fungsi pelayanan nasional, regional, dan Kebijakan dan strategi
lokal. pengembangan pemanfaatan ruang Kota
Kebijakan dan strategi penataan Bandar Lampung diarahkan untuk
ruang Kota Bandar Lampung merupakan peningkatan kualitas kesejahteraan
perwujudan dan upaya mencapai tujuan penghuni kota dengan memperhatikan
penataan ruang kota dengan penjabaran keseimbangan penggunaan struktur dan
kebijakan dan strategi yang terbagi pola ruang melalui kebijakan :
dalam: a) Pengembangan program perwujudan
1. Kebijakan dan strategi tata ruang yang mendorong
pengembangan struktur ruang kemitraan dan kerjasama antara
Kebijakan dan strategi swasta dan masyarakat kota
pengembangan struktur ruang Kota b) Pengendalian pemanfaatan ruang
Bandar Lampung merupakan yang tegas dan konsisten
pengembangan wilayah dengan hierarki Dengan makin terbatasnya ruang
pelayanan kota serta sistem prasarana kota dan dikaitkan dengan kapasitas
utama kota, kebijakan tersebut meliputi: sektor formal terhadap penyerapan
a) Pembentukan dan pengembangan angkatan kerja yang tidak tertampung di
kawasan pusat kegiatan utama kota sektor formal, maka diperlukan langkah-
b) Pengembangan pusat kegiatan langkah penataan yang lebih serius
perdagangan dan jasa guna dalam menangani peranan PKL (sektor
meningkatkan daya saing Kota informal) dan meningkatkan
Bandar Lampung kontribusinya bagi perekonomian
c) Peningkatan aksesibilitas pusat wilayah kota. Terlebih lagi eksistensi
perdagangan dan jasa skala regional mereka sangat nyata dalam mewarnai
d) Peningkatan penyediaan prasarana denyut kehidupan masyarakat kota.
dan sarana kota secara terpadu dan Beberapa alternatif yang dapat
berwawasan lingkungan dilakukan dalam rangka penataan dan
e) Peningkatan fungsi pelayanan pemberdayaan pelaku sektor informal
nasional dan regional (PKL) dalam pemanfaatan ruang kota,
2. Kebijakan dan strategi diantaranya:
pengembangan pola ruang Dalam proses perumusan
Kebijakan dan strategi kebijakan perencanaan tata ruang
pengembangan pola ruang Kota Bandar perlu melibatkan sebanyak mungkin
Lampung merupakan penjabaran tujuan petaruh yang terkait dengan
penataan ruang kota dengan arah pemanfaatan ruang, khususnya pada
kebijakan dan strategi sebagai berikut : lokasi-lokasi yang direncanakan.
a) Peningkatan pengelolaan kawasan Pengadaan ruang bagi PKL dapat
lindung ditempuh melalui sinergi dengan
b) Perencanaan dan pemanfaatan ruang melibatkan berbagai pihak,
wilayah berbasis mitigasi bencana pemerintah maupun swasta.
c) Pengembangan kawasan budidaya Penatan terhadap PKL dilakukan
d) Penataan kawasan perdagangan dan melalui pendekatan clustering
jasa serta kegiatan sector informal berdasarkan alokasi BWK yang
sesuai dengan kaidah perencanaan direncanakan dengan mengacu pada
sistem transportasi
wilayah.Clustering PKL dibagi dalam perencanaannya kurang melibatkan
sub-cluster sesuai dengan PKL, sehingga dianggap tidak sejalan
karakteristiknya dan potensi dengan kebutuhan PKL. Pemerintah
keunggulan komparatif dan Kota Bandarlampung semestinya lebih
kompetitif sektor maupun wilayah serius untuk mendengarkan aspirasi
dalam BWK. para PKL yang tergabung dalam
Pemberdayaan PKL melalui paguyuban-paguyuban PKL sehingga
berbagai insentif dan disinsentif program-program penataan yang
serta reward and punishment diluncurkan tidak sia-sia.
terhadap pelaku di sektor informal. Perlu dicatat pula bahwa pada
Kontribusi nyata dari pihak lain dasarnya PKL bukannya tidak bersedia
(PT; LSM; BUMN; dll) dalam ditata dan dibina. Kalau ada kesan
pemberdayaan PKL dalam bentuk ketidakmauan, itu lebih karena
manajemen pedagang; kualitas kebijakan yang dipakai oleh Pemerintah
produk; promosi; jaminan kredit dan Kota Bandar Lampung hendaknya tidak
sejenisnya. lagi menganut paham bahwa PKL tidak
Hal-hal tersebut diatas, dapat mau ditata dan diatur. Justru pemerintah
dilakukan apabila masing-masing pihak mesti mengintensifkan komunikasi
memiliki mindset yang relatif sama dengan PKL melalui organisasi-
terhadap persoalan yang dihadapi. organisasi pedagang yang telah ada agar
Dalam konteks ini pendekatan dapat dihasilkan bentuk penataan dan
governance nampaknya menjadi pembinaan yang sejalan dengan
alternatif yang perlu dipertimbangkan. kepentingan masing-masing pihak. Hal
Sebab, Proses pengambilan keputusan ini tentunnya dapat disiasati dengan
publik secara demokratis melalui penciptaan forum stakeholder
pendekatan governance merupakan pembangunan perkotaan untuk
suatu proses yang sangat kondusif meningkatkan partisipasi dan akses
terhadap konsep perencanaan tata dalam hal proses pengambilan
ruang sebagai sebuah proses keputusan. Aspek lain sepeti masalah
pembelajaran sosial, dimana peran regulasi, diluruskan pula bahwa pelaku
masyarakat sebagai stakeholder menjadi sektor informal bukannya tidak mau
sangat diperhatikan dibandingkan diatur sehingga ilegal,melainkan yang
dengan proses pengambilan keputusan dibutuhkan oleh para PKL adalah upaya
yang dilakukan pada pola rasional pengurangan hambatan-hambatan
semata. registrasi dan biaya transaksi lainnya
Selama ini dalam hal pembuatan serta upaya meningkatkan manfaat dari
peraturan dan rencana penataan, regulasi. Oleh karena itu, tidak heran
banyak pihak menilai bahwa pemerintah ketika regulasi tidak memberikan
kurang mengikutsertakan mereka. banyak manfaat maka pelaku sektor
Sebagai contoh Perda No.8/2000 informa tidak merespon secara
tentang Keindahan, Ketertiban, sungguh-sungguh.
Kenyamanan, Keamanan, dan Keapikan Sekali lagi, pemerintah
Kota Bandar Lampung, di mata PKL hendaknya tidak lagi menganut paham
peraturan ini ujung-ujungnya dipandang bahwa PKL tidak mau ditata dan diatur.
hanyalah sebagai upaya pemerintah Pemerintah harus mengambil inisatif
merelokasi PKL. Wajar kemudian ketika untuk mengintensifkan komunikasi
kebijakan relokasi yang direncanakan dengan PKL agar dapat dihasilkan
oleh Pemkot Bandarlampung bentuk penataan dan pembinaan yang
mendapatkan kecaman dari para PKL. sejalan dengan kepentingan masing-
Hal ini terjadi karena kebijakan relokasi masing pihak. Pilihan-pilihan kebijakan
itu sendiri dalam proses seharusnya diupayakan untuk tidak
mengurangi peluang perolehan penyediaan moda transportasi menuju
penghasilan para PKL. Dengan kata lain, kawasan pasar tradisional. Kawasan
Pemerintah Koat diharuskan lebih peka pasar tradisional di arahkan
terhadap karakteristik dan aspirasi PKL menyediakan ruang khusus untuk
tertuang dalam Peraturan daerah No. 10 berjualan bagi PKL di sekitar pasar agar
Tahun 2011 Tentang RTRW Kota Bandar lebih tertib dan tidak menganggu
Lampung dijelaskan bahwa arah kenyamanan konsumen dalam
pemanfaatan ruang kota sebagai berbelanja.
kawasan perdagangan dan jasa dalam b) Kawasan Pusat Perbelanjaan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Strategi yang dijalankan adalah
Kota Bandar Lampung tahun 2011 tidak lagi memberikan izin baru untuk
2030, pusat kawasan komersil dan jasa pembangunan pusat perbelanjaan besar
diarahkan berada di kawasan seperti supermarket atau mall, terutama
Kecamatan Tanjung Karang Pusat dikawasan pusat kota, namun lebih di
dengan fokus kebijakan penataan dan arahkan pada penataan, peremajaan,
pemantapan kawasan yang ada serta dan pemantapan sarana yang sudah ada
tidak di izinkan lagi pembangunan pusat dengan mempertimbangkan keberadaan
komersil baru, dan pengembangan arus lalulintas, sarana ruang parkir,
seluruh area kecamatan di Teluk Betung, ruang terbuka hijau, dan penyediaan
namun untuk mendukung visi kawasan bagi pedagang informal / PKL
perdagangan dan jasa maka seluruh area dengan memperhatikan jarak antar
kecamatan di Kota Bandar lampung di pusat perbelanjaan besar tersebut
arahkan sebagai area pemanfaatan sehingga tidak terjadi penumpukan arus
kawasan perdagangan dan jasa dengan lalulintas dan kendaraan.
memperhatikan daya dukung serta c) Kawasan Pertokoan Modern
lingkup pelayanannya. Kebijakan pengembangan
Kawasan perdagangan dan jasa di pemanfaatan ruang untuk pertokoan
arahkan menjadi pemanfataan ruang modern atau minimarket diarahkan agar
yang terpadu dengan memperhatikan tidak mematikan usaha pasar tradisional
kepentingan umum semua pelaku sektor dan sektor informal / PKL, dengan
perdagangan dan jasa termasuk mempertimbangkan jarak pertokoan
pedagang informal (PKL) dan pedagang modern dengan kawasan pasar
sejenis lainnya serta memperhatikan tradisional dan PKL, memperketat jam
keberadaan ruang publik dan operasional toko modern, batasan luas
keselamatan lingkungan hidup. toko modern, area parkir dan
Kebijakan dan strategi pengembangan memperhitungkan kondisi sosial
ruang kota sebagai kawasan ekonomi masyarakat, keberadaan pasar
perdagangan dan jasa di arahkan pada tradisional dan kawasan usaha PKL.
penataan dan arahan pengembangan
pusat kawasan perdagangan dan jasa I. Kesimpulan
dengan fokus: Berdasarkan pembahasan hasil
a) Kawasan Pasar Tradisional penelitian lapangan dan kajian literature
Strategi yang dijalankan adalah yang telah di lakukan, maka pada bagian
penataan kawasan pasar tradisional di ini dapat di simpulkan beberapa hal
Kota Bandar lampung dengan upaya sebagai berikut :
peningkatan pelayanan, penataan sistem 1. Keberadaan PKL cenderung dilatar
sanitasi dan pengelolaan sampah, ruang belakangi persoalan minimnya
parkir, dan ruang terbuka hijau, selain lapangan pekerjaan yang di sediakan
itu juga melakukan pengembangan oleh pemerintah, upaya bertahan
kawasan akses jalan melalui hidup, minimnya modal usaha
peningkatan aksesibiltas jalan dan disektor formal, aturan dan birokrasi
yang rumit, pekerjaan sementara dan bagi siapapun warga kota yang telah
faktor keturunan serta profesi, melanggar ketertiban, keamanan,
menjadikan usaha PKL sebagai salah kebersihan, kesehatan dan keapikan
satu alternative yang dapat di lakukan dalam wilayah kota Bandar lampung.
oleh masyarakat, tentu dengan Penataan dan pembinaan PKL di
tumbuh berkembangnya PKL juga Bandar Lampung lebih tepat jika
membawa dampak ikutan berupa menggunakan pendekatan kebijakan
permasalahan sosial perkotaan yang melalui Peraturan Daerah No. 2
harus diselesaikan oleh pemerintah Tahun 2012 tentang pengelolaan PKL
sehingga tidak menimbulkan konflik di Bandar lampung, Peraturan ini
antar warga kota, penyelesaian muncul akibat kuatnya desakan PKL
permasalahan yang menyertai dan public agar DPRD Kota Bandar
berkembangnya PKL harus secara jeli Lampung membuat sebuah aturan
di cari akar masalahnya, tidak cukup khusus (lex specialis) yang mengatur
dengan hanya menggusur atau keberadaan PKL di Kota Bandar
memindahkan (merelokasi) tanpa Lampung, perda No. 2 tahun 2012 ini
memberi kesempatan para PKL untuk di anggap lebih cocok dan pas dalam
menyampaikan pendapat dan mengatur keberadaan PKL sehingga
apsirasinya, tidak cukup juga hanya selain menguntungkan keberadaan
dengan memberi modal usaha atau PKL yang di akui secara hukum, juga
fasilitas tempat usaha karena justru menguntungkan Pemerintah Kota
akan merubah makna substansi PKL Bandar lampung yang berhak dan
dari jenis usaha informal menjadi wajib secara hukum melakukan
formal sesuai dengan sejarah PKL pembinaan dalam bentuk relokasi
tersebut, Pemerintah Kota Bandar bagi PKL yang di anggap melanggar
Lampung harus sabar, tekun, jeli, perda ini, selain itu keberadaan
partisipatif, dan tegas menyelesaikan alokasi ruang usaha bagi PKL juga di
akar masalah munculnya PKL atur secara jelas dalam penentuan
sehingga pertumbuhan PKL dapat di bagian wilayah kota (BWK) yang di
kendalikan, di tata, dan dilakukan atur dalam Peraturan Daerah No. 10
pembinaan bersama dengan para PKL Tahun 2011 Tentang RTRW Kota
itu sendiri. Bandar Lampung
2. Terkait dengan kebijakan penataan 3. Pemerintah Kota Bandar Lampung
PKL di Kota Bandar Lampung, pada belum maksimal dalam mengelola
awalnya Pemerintah Kota Bandar dan memaksimalkan penggunaan
Lampung cenderung menggunakan ruang-ruang kota dalam
Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2000 menyediakan fasilitas tempat usaha
Tentang Pembinaan Umum, para PKL di Bandar Lampung,
Ketertiban, Keamanan, Kebersihan, keberadaan PKL justru lebih banyak
Kesehatan, dan Keapikan dalam mengisi ruang-ruang publik seperti
Wilayah Kota Bandar Lampung lahan parkir, bahu jalan, trotoar, dan
sehingga bentuk pembinaan yang lorong-lorong pasar, bahkan saat ini
muncul adalah relokasi secara paksa kelompok PKL lebih banyak masuk ke
sehingga menimbulkan bentrokan perkampungan membentuk pasar
antara PKL dengan Satuan Polisi pasar tempel dan pasar kaget,
Pamong Praja, sementara PKL merasa sementara mandat dalam Peraturan
bahwa usahanya adalah usaha halal Daerah No. 10 Tahun 2011 Tentang
yang tidak di larang oleh peraturan RTRW Kota Bandar Lampung jelas di
dan hukum, Peraturan daerah No 8 atur adanya alokasi ruang kota untuk
Tahun 2000 adalah jenis peraturan kepentingan usaha PKL di kota
daerah yang idealnya berlaku umum Bandar lampung.
. menjadikan PKL sebagai aset
J. Rekomendasi penunjang pembangunan di Kota
1. Penanganan masalah PKL di Kota Bandar Lampung sesuai dengan visi
Bandar lampung oleh Pemerintah dan misi pembangunan Kota Bandar
Kota Bandar Lampung sebaiknya Lampung
menggunakan pendekatan 5. Jika harus dilakukan kebijakan
musyawarah melalui kebijakan relokasi PKL, maka perlu dilakukan
Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2012 sosialisasi dan penerapan konsep
tentang pengelolaan PKL di Bandar manajerial yang efektif bagi PKL,
lampung dan tidak lagi secara perlu dibuat kebijakan pendukung
sembarangan menggunakan yaitu sosialisasi baik kepada PKL
Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2000 yang berjualan, kepada stakeholders
Tentang Pembinaan Umum, yang memiliki kepentingan, dan
Ketertiban, Keamanan, Kebersihan, khususnya kepada masyarakat
Kesehatan, dan Keapikan dalam sebagai konsumen. Pengembangan
Wilayah Kota Bandar sehingga tidak konsep manajerial yang
menimbulkan konfrontasi tiada henti menguntungkan semua pihak,
antara PKL dengan Satuan Polisi misalnya dengan pembatasan jumlah
Pamong Praja Pemerintah Kota PKL maupun konsep tata letak yang
Bandar lampung. efektif dan menarik dari segi estetika
2. Penataan PKL di Kota Bandar diikuti dengan terjaminnya
Lampung bertumpu pada kebersihan dan kehigienisan sehingga
perencanaan tata ruang wilayah kota banyak konsumen yang tertarik.
sesuai dengan mandat dalam Selain itu perlu disosialisasikannya
Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2011 peraturan Pemerintah Daerah
Tentang RTRW Kota Bandar menyangkut PKL dan kerugian-
Lampung, sehingga tidak terjadi kerugian serta permasalahan yang
konflik antar warga kota dalam hal terjadi apabila mereka tetap bertahan
memanfaatkan ruang kota untuk untuk berjualan di tempat tersebut,
aktivitasnya. disertai sanksi-sanksi bagi
3. Penyelesaian masalah perkotaan yang pelanggaran yang dilakukan. Cara-
muncul selaras dengan cara tersebut dapat dilakukan dengan
berkembangnya PKL harus melalui bermusyawarah dan melibatkan
penyelesaian akar masalahnya, pihak-pihak yang terkait.
Pemerintah Kota Bandar harus lebih 6. Pemerintah Kota Bandar Lampung
sabar dan partisipatif dan stake holder lainnya perlu
mengedepankan musyawarah, mendorong PKL segera membentuk
menggunakan pendekatan kebijakan badan usaha bersama PKL yang legal
yang lebih tepat sesuai dengan isu dan mandiri agar PKL akan semakin
dan tema masalah yang ada. memiliki prospek yang bagus apabila
4. Dengan berlakunya Peraturan Daerah telah dilegalkan melalui badan usaha
No. 2 Tahun 2012 tentang bersama yang berbadan hukum
pengelolaan PKL di Bandar lampung seperti koperasi bersama PKL,
maka sah secara hukum keberadaan koperasi tersebut menjadi salah satu
PKL di Bandar lampung telah di akui cara untuk memandirikan PKL dan
aktivitas dan eksistensinya maka memudahkan Pemerintah Daerah
sudah seharusnya Pemerintah Kota banfdar Lampung dalam
Bandar lampung harus mampu mengorganisir dan mengatur
memposisikan sebagai pendukung keberadaan PKL. Melalui koperasi,
bagi PKL, menyediakan fasilitas dan PKL Bandar Lampung juga dituntut
tempat bagi usaha PKL dan untuk berpartisipasi aktif dalam
memajukan kegiatan perekonomian Fakultas Ekonomi Universitas
di Bandar Lampung sesuai dengan Indonesia
Visi dan Misi pembangunan di Bandar Djojohadikusumo, Sumitro. 1991.
lampung Perkembangan Pemikiran Ekonomi
7. Langkah lain yang dapat di ambil oleh Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan
pemerintah Kota Bandar Lampung dan Ekonomi Pembangunan.
untuk membenahi PKL adalah jika Jakarta : LP3ES
harus diambil kebijakan relokasi Eko Budi Sulistio, 2010. Analisis
maka perlu langkah penyiapan lahan Kebijakan Penanganan Pedagang
perdagangan strategis dan mudah di Kaki Lima di Kota Bandar
akses konsumen, serta sosialisasi dan Lampung. Laporan Penelitian.
pembinaan dengan membentuk tim Jurusan Ilmu Administrasi Negara,
operasional lapangan dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
menunjuk instansi pemerintah yang Politik Universitas Lampung
khusus menangani masalah PKL Koninklijk Instituut Voor taal-, Land- EN
disertai pembagian tugas yang jelas Volkenkunde Leiden Netherland
dengan pola koordinasi lintas instansi Lampung Post. 2012. Bambu Kuning
terkait dan penyiapan produk hukum Bertahan di Tengah Gempuran Mal.
yang sesuai untuk menertibkan PKL. Lampung Post 11 Maret 2012
Tujuan pemerintah adalah penataan Manning, Chris, dan Tadjuddin noer
dan pemberdayaan PKL melalui Effendi. 1996. Urbanisasi,
penyediaan lokasi baru yang Pengangguran, dan Sektor Informal
representative, strategis, kapasitas di Kota. Jakarta : Yayasan Obor
memadai. Indonesia
8. Perlu ada peningkatan kesadaran bagi Marzuki. 2000. Metodelogi Riset.
PKL, jika jumlah PKL terlalu banyak Yogyakarta : BPFE UII
maka perlu ada aturan agar jumlah Mc. Gee, TG dan Y.M. Yeung. 1977.
pertumbuhan PKL dapat Hawkers In Southeast asian Cities
dikendalikan, para PKL juga berupaya Planning For The Bazaar Economy.
agar fasilitas usahanya tidak Ottawa : International
mengganggu aktivitas usaha orang Development Research Centre
lain dan tidak mengganggu Nasir M. 1998. Metodelogi Penelitian.
kelancaran arus lalu lintas dan jalan, Jakarta : Ghalia Indonesia
ada kesadaran dan penerimaan dari Nasution, S. 2000. Metode Research
PKL jika pemerintah Kota Bandar (Penelitian Ilmiah). Jakarta : PT.
Lampung berupaya mentertibkan Bumi Aksara.
lingkungan usaha PKL sehingga Nawawi, Hadari. 2001. Metode
aktivitas usaha PKL tidak lagi Penelitian Bidang Sosial.
menganggu ketertiban umun, perlu Yogyakarta : Gadjah Mada
kesadaran bagi PKL untuk kebersihan University Press.
dan keindahan kota Bandar Lampung Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung
DAFTAR PUSTAKA No. 10 tahun 2011 Tentang
Ambarwaty, Srie Hany. 2003. Study Rencana Tata Ruang dan Wilayah
Aktivitas Pedagang Kaki Lima (RTRW) tahun 2010 2025
Dalam Pemanfaatan Ruang di Kota Peraturan Daerah Kota Bandar lampung
Salatiga. Tesis tidak diterbitkan. Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Teknik Pembangunan Kota Pengelolaan PKL di Bandar
Universitas Diponegoro Semarang. Lampung
Djojodipuro, Marsudi. 1992. Teori Peraturan Daerah Kota Bandar lampung
Lokasi. Jakarta : Lembaga Penerbit Nomor 8 tahun 2000 tentang
Pembinaan Umum
Ketertiban,Keamanan, Kebersihan, Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi.
Kesehatan, dan Kerapihan di 1995. Metode Penelitian Suvai.
wilayah Kota Bandar Lampung Jakarta : Pustaka LP3ES
Peraturan Daerah Kota Bandar lampung Siregar, Agus Pranata. 2009. Usulan
Tentang Dokumen Rencana Solusi Penataan Pedagang Kaki
Pembangunan Jangka Panjang Lima. Bandar lampung : Maarif
(RPJPD) Tahun 2005 2025 Institute
Peraturan Daerah Kota Bandar lampung Sri Rahayu, Maria. 2004. Strategi
Tentang Dokumen Rencana Pedagang Kaki Lima Terhadap
Pembangunan Jangka Menengah Perda No. 3 Tahun 2000, Study
Daerah (RPJMD) 2010 - 2015 Kasus di Lapangan Puputan
Pinandhita, Ifan. 2001. Kajian Faktor Margarana. Skripsi tidak
faktor Yang Mempengaruhi Kondisi diterbitkan. Jurusan Sejarah IKIP,
Ruang Terbuka Umum Berkaitan Fakultas Pendidikan IPS, IKIP PGRI
Dengan Aktivitas Pedagang Kaki Denpasar.
Lima Berdasarkan Persepsi Tim Kompas. 2001. Gagalnya Pedagang
Pengunjung dan Pedagang Kaki Kaki Lima Mengelola Ruang Publik.
Lima. Skripsi tidak diterbitkan. Kompas, 5 Juni 2011.
Jurusan Perencanaan wilayah dan Tropen Museum Amsterdam Netherland
Kota, Fakultas Teknik, Universitas Undang Undang Dasar Republik
Diponegoro, Semarang Indonesia 1945
PPKL Tanjung Karang. 2006. Konsep Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009
Penataan Pedagang Kaki Lima Tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Kawasan Tanjung Karang Jalan
Pratihari, Catrini. 1996. Karakteristik Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008
dan Kebutuhan Ruang Aktivitas Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
dan Jasa Sektor Informal Di Menengah
Kawasan Perkantoran. Tugas akhir Utoyo, Bambang, 2009. Sebuah
tidak diterbitkan. Jurusan Gagasan Dalam Penataan
Perencanaan Wilayah dan Kota, Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota
Fakultas Teknik, Institute Bandar Lampung. Fisip Unila
Teknologi Bandung. Maarif Institute Lampung
Purwoko, Herudjati. 2000. Duka Lara Yaser Armen. 2009. Permasalahan PKL.
Pedagang Kecil di Tengah Kota. Bandar Lampung : Maarif Institute
Suara Merdeka Oktober 2003 Lampung
Rachbini, Didik J dan Abdul Hamid.
1994. Ekonomi Informal
Perkotaan Gejala Involusi
Gelombang Kedua. Jakarta : LP3ES
Radar Lampung, 2012. Pasar Bambu
Kuning Riwayatmu Kini. Radar
Lampung. 12 Maret 2012
Samin, Sumarta. 2011. Efektipitas
Pembinaan PKL, Studi pada PKL di
Pasar Tugu Tanjung Karang Timur,
Kota Bandar Lampung. Skripsi
tidak di terbitkan. Jurusan
Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas
Muhammadiyah Lampung

Das könnte Ihnen auch gefallen