Sie sind auf Seite 1von 11

KONSTRUKSI REALITAS SOSIAL BUDAYA DALAM IKLAN KOMERSIAL

TELEVISI
MUHAMMAD HASYIM
hasyimfrance@yahoo.com
Program Studi Sastra Prancis FIB Universitas Hasanuddin Makassar

ABSTRACT

This research aims to analyze the socio-cultural construction of reality on commercial


products that are advertised on television. Social and cultural construction of the
products seen as a sign, as well as sign language as verbal, so businesses advertising
media construct social and cultural meanings inherent in a sign that structured
products in the minds of consumers. Using a qualitative approach, data collected
through the recording commercials advertising television. The study uses a review
semiotics Barthes as a method for analyzing the layers of meaning as a sign of reality
(reality of denotation, connotation and myth). The results showed that the advertisers
have done a variety of ways persuasive to lead the consumer to use the product
promoted, so that the function of advertising is done by the manufacturer does not
emphasize on functionality or usability of the product but the social-cultural function is
constructed, how to be a sign of the structure, and natural as well as the language used
in the communication. Advertising messages has become a socio-cultural meanings of
consumption for consumers who then applied these meanings to the social and cultural
life as a natural thing.

Keywords: advertising, semiotic, socio-cultural reality, sign of connotation, ideology

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konstruksi realitas sosial budaya atas produk
komersial yang diiklankan melalui media televisi. Kontruksi sosial budaya atas produk
dipandang sebagi tanda, seperti halnya bahasa sebagai tanda verbal, sehingga usaha
media iklan mengkonstruksi makna sosial budaya yang melekat pada diri produk
menjadi tanda yang berstruktur dalam pikiran konsumen. Menggunakan pendekatan
kualitatif, data yang dikumpulkan melalui hasil rekaman iklan-iklan komersial televisi.
Penelitian menggunaan tinjauan semiotika Barthes sebagai metode untuk menganalisis
lapisan-lapisan pemaknaan sebagai realitas tanda (realitas denotasi, konotasi dan mitos).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengiklan telah melakukan berbagai cara persuasif
untuk menggiring konsumen untuk menggunakan produk yang dipromosikan, sehingga
fungsi iklan yang dilakukan oleh produsen tidak menekankan pada fungsi atau
kegunaan produk tetapi fungsi sosial budaya yang dikonstruksi, bagaimana menjadi
tanda yang berstruktur, dan alamiah seperti halnya bahasa yang digunakan dalam
berkomunikasi. Pesan-pesan iklan telah menjadi konsumsi makna sosial budaya bagi
konsumen yang kemudian diaplikasikan makna-makna tersebut ke dalam kehidupan
sosial budaya sebagai suatu hal wajar.

Kata kunci : iklan, semiotika, realitas sosio kultural, tanda konotasi, dan ideologi

PENDAHULUAN televisi di Indonesia dewasa ini


Perkembangan periklanan menunjukkan bahwa produsen sebagai

Journal Communication Volume 5, Nomor 2 Oktober 2014 51


pengiklan melakukan berbagai cara atau mengonsumsi maknanya melalui iklan,
strategi persuasif untuk meyakinkan 1968: 252). Konsumsi makna yang
konsumen dengan menghilangkan dimaksud tidak lain adalah realitas
keraguan-keraguan yang tidak beralasan produk (nilai simbolik) yang diciptakan
tentang produk yang dipromosikan pengiklan. Melalui iklan kita
melalui iklan. Maka, dalam melakukan mengkonsumsi selera, emosi dan
strateginya, pengiklan tidak hanya harapan sebagai sistem gagasan yang
sekadar menjual manfaat sebuah tanpa disadari dianggap sebagai realitas.
produk, tetapi lebih dari itu, iklan Akhirnya, dalam teks-teks iklan
menjual sebuah sistem ide dengan digambarkan bagaimana hubungan
menyisipkan nilai simbolik secara manusia dengan produk, di mana
otonom sebagai suatu upaya pemaknaan tentang dirinya ada pada
mengkonstruksi realitas atas produk produk yang dikonsumsi.
yang dipromosikan. Realitas iklan yang Kita pun dapat menyaksikan
dibangun oleh produsen sebagai cara tayangan-tayangan iklan komersial di
untuk mempengaruhi suatu sikap dan televisi yang tidak lagi menekankan
cara pandang terhadap suatu realitas. fungsi atau kegunaan produk, tetapi
Apa yang kita rasakan sebagai lebih kepada fungsi sosial. Iklan produk
pertukaran nilai simbolik, seperti kesehatan khusus perempuan lebih
Coca-Cola, di mana produk tersebut menekankan pada bagaimana menjaga
telah menjadi salah satu minuman hubungan keharmonisan dalam sebuah
utama yang disajikan pada berbagai keluarga, dan bagaimana seorang
kegiatan seremoni seperti seminar, perempuan sebagi pengguna produk
pernikahan dan bahkan hari raya merawat diri sebagai salah satu solusi
keagamaan. Begitu pun mie instan meningkatkan hubungan keharomisan
misalnya Indomie, telah menjadi salah dalam rumah tangga. Produk minuman
satu makanan selalu disediakan pada suplemen merepresentasikan sosok laki-
setiap keluarga yang dapat dikonsumsi laki sebagai pengkonsumsi produk
setiap saat dan setiap waktu. Iklan telah minuman suplemen, yang maskulin dan
menciptakan sistem gagasan yang tanpa pemberani. Begitu pun produk susu
disadari telah menjadi realitas sosial untuk anak-anak pengiklan menjual
budaya di mana makna-makna produk konsep kecerdasan, dan produk
yang diproduksi telah menjadi budaya kendaraan menawarkan konsep gaya
dominan, sesuatu yang dianggap hidup metropolitan.
alamiah dan wajar dalam kehidupan Kenyataan menunjukkan
manusia. bagaimana masyarakat mentransfer
Baudrillard menekankan melalui makna-makna iklan produk dalam
iklan kapitalis menciptakan komoditas kehidupan sehari-hari. Misalnya, slogan
yang dibutuhkan orang, tidak lagi iklan motor Honda, One Heart
menekankan pada use value (manfaat menjadi motto pada komunitas motor
produk), melainkan symbolic value. produk Honda. Tagline bikin lo beda
Artinya, orang tidak lagi mengkonsumsi pada produk Suzuki Satria
objek berdasarkan karena kegunaan atau merepresentasikan penggunanya
nilai tukarnya, melainkan karena nilai sebagai pengendara motor merek
simbolis yang sifatnya abstrak dan tersebut yang tampil berbeda dengan
terkonstruksi, si nous consommons le yang lain. Contoh-contoh iklan yang
produit dans le produit, nous telah disebutkan menunjukkan
consommons son sens dans la publicit bagaimana kekuatan iklan dalam
(ketika kita mengkonsumsi produk mengkonstruksi realitas yang tertanam
sebagai produk, maka kita telah dalam pikiran konsumen.

Journal Communication Volume 5, Nomor 2 Oktober 2014 52


Berkaitan dengan uraian di atas, yang diberikan pada realitas).
yang menarik untuk diteliti adalah Roland Barthes, pengikut
bagaimana realitas iklan ditampilkan semiotika de Saussure, memandang
dalam media televisi? Bagaimanakah realitas sebagai tanda yang dibangun
sistem signifikasi (relasi dan hierarkhi melalui dua level pemaknaan, yaitu
sistem tanda) diciptakan dalam denotasi dan konotasi. Dalam teorinya
mengkonstruksi realitas sosial budaya (Barthes, 1977: 89-90), denotasi,
terhadap produk yang diiklankan? Dan sebagai sistem signifikasi tahap
bagaimana gambaran mitos masa kini pertama (sistem primer), yaitu
dikonstruksi dalam iklan media pemaknaan secara umum diterima
televisi? dalam konvensi dasar sebuah
Pertanyaan-pertanyaan masyarakat. Barthes menggunakan
penelitian tersebut akan dijawab istilah Expression (E) untuk penanda
dengan pendekatan semiotika Roland dan contenu (C) untuk petanda dan
Barthes, teori tanda yang menekankan relation (R) yang menghubungkan
pada lapisan-lapisan pemaknaan atas antara E dan C sehingga melahirkan
suatu objek (realitas produk). makna pada sistem primer. R berfungsi
sebagai pembentuk dan pembeda
KERANGKA PEMIKIRAN makna. Selanjutnya, konotasi sebagai
Suatu hal yang dimiliki manusia sistem signifikasi tahap kedua (sistem
yang membedakannya dengan makhluk sekunder), adalah pemaknaan tertentu
lain adalah kemampuan manusia dalam (makna tambahan) dari sistem primer.
menciptakan tanda-tanda yang Konotasi menghasilkan makna baru
menghubungkan mereka dengan yang diberikan oleh pemakai tanda yang
realitas. Dalam memaknai realitas, dapat dilatarbelakangi oleh ideologi,
manusia memanfaatkan dua unsur, yang sosial budaya dari suatu masyarakat,
Ferdinand de Saussure menyebutnya atau berdasarkan atas konvensi yang
signfiant (penanda) dan signefi ada dalam masyarakat. Konotasi
(petanda). Sebuah contoh yang digunakan pemakai tanda untuk
diberikan Saussure dalam bukunya, menjelaskan realitas sosial budaya.
Cours de Linguistique Gnrale (1967: Dalam perkembangan sistem
97), berupa bunyi /arbrr/ yang terdiri tanda Barthes, makna konotasi yang
atas enam huruf arbror adalah penanda didasari oleh pandangan budaya atau
dalam sebuah konsep yang ideologi oleh masyarakat dapat menjadi
berhubungan pada sebuah objek yang mitos, yaitu suatu cara berpikir dari
pada kenyataannya merupakan sebuah suatu kebudayaan atau ideologi
pohon yang memiliki batang dan daun. terhadap suatu realitas. Bagi Barthes,
Penanda tersebut (citra bunyi atau kata) mitos adalah the ideological implications
itu sendiri bukanlah sebuah tanda, of what seems natural, myth means a
kecuali seseorang mengetahuinya delusion to be exposed (Culler, 2001:2).
sebagai hal demikian dan berhubungan Mitos merupakan cara
dengan konsep yang ditandainya. mengkonseptualisasikan atau
Saussure menggunakan istilah signifiant menaturalisasikan realitas tertentu
(penanda) untuk segi bentuk tanda, dan dalam masyarakat pengguna tanda
signifi (petanda) untuk segi maknanya. (Fiske, 2004: 121). Dengan mengacu
Dengan demikian, semua yang hadir pada teori Barthes, maka realitas
dalam realitas dilihat sebagai tanda sebagai tanda dapat dibagi atas realitas
yang dipahami atau dimaknai melalui denotasi, realitas konotasi dan realitas
proses signifikasi antara penanda mitos.
(realitas) dan petanda (makna tertentu Dalam pada itu, dengan merujuk

Journal Communication Volume 5, Nomor 2 Oktober 2014 53


pada Charles Sander Peirce, realitas yang diperoleh melalui hubungannya
sebagai tanda dipandang sebagai dengan realitas sosial budaya, sehingga
sesuatu yang mewakili sesuatu, cara pandang manusia atau frame
something which stands to somebody terhadap suatu realitas tidak lepas dari
for something in some respect or stock of knowledge yang dimiliki.
capacity. Sesuatu itu dapat berupa hal Dengan demikian, konstruksi realitas
yang konkret yang dapat ditangkap dapat menjadi stock of knowledge dalam
dengan pancaindra, yang kemudian diri manusia (masyarakat) yang
melalui proses penafsiran (interpretan), terbentuk melalui hasil relasi penanda
mewakili sesuatu yang lain (makna dan petanda (signifikasi).
tertentu), yang ada dalam kognisi Berkaitan dengan hal tersebut,
manusia. Sesuatu yang pertama disebut salah satu bentuk teknologi yang saat
representamen dan sesuatu yang ada ini mewarnai kehidupan manusia di
dalam kognisi manusia disebut objek. masa sekarang adalah media massa.
Peirce menyebut tanda sebagai Bentuk-bentuk media seperti surat
representamen dan konsep, benda, kabar, majalah, televisi, iklan dan
gagasan, dan seterusnya yang diacuhnya internet merupakan produk budaya yang
sebagai objek. Makna (impresi, kognisi, berfungsi mengkomunikasikan pesan
perasaan, dan seterusnya) yang dengan meggunakan tanda. Menurut
diperoleh dari sebuah tanda dinamakan McLuhan, The medium is the message
interpretan (Danesi, 2010:37). Jadi, (1964: 11), yang terbentuk melalui
dalam pemaknaan sesuatu tanda melalui proses relasi antara penanda dan
proses semiosis, terjadi dari hal yang petanda. Penanda adalah pesan (citra
konkret (realitas yang ada di sekitar akustik) yang ditampilkan dalam bentuk
pengguna tanda) ke dalam kognisi teks (baik teks verbal maupun
manusia. Dengan demikian secara garis nonvernal) dan petanda adalah makna
besar, realitas dalam kehidupan dari pesan tersebut.
manusia dilihat sebagai tanda atau Dengan demikian, apa yang
representamen yang mewakili sesuatu dipresentasikan oleh media adalah
yang lain (makna tertentu) yang ada realitas sosial budaya yang dikonstruksi
dalam kognisi manusia. Realitas sebagai dan dikomunikasikan melalui pesan.
tanda dibentuk dan dikonstruksi manusia Lebih lanjut, John Fiske menekankan
melalui proses semiosis. bahwa media bukan hanya menyajikan
Dengan demikian, berdasarkan representasi realitas tertentu tetapi juga
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa media mempengaruhi dan
realitas merupakan sistem signifikasi memproduksi realitas yang mereka
yang diciptakan atau dikonstruksi oleh mediakan (2004: 1).
pengguna tanda (individu dan Iklan televisi sebagai media
masyarakat) yang kemudian ditafsirkan mengkonstruksi realitas tertentu atas
sebagai sesuatu yang memiliki makna. produk yang dikomunikasikan. Tujuan
Realitas yang dikonstruksi, merupakan utama iklan televisi tidak hanya
sesuatu yang konkrit, ditangkap oleh memperkenalkan atau
panca indra manusia, dan kemudian mempromosikan produk yang
melalui proses signifikasi, (relasi antara ditawarkan kepada masyarakat tetapi
penanda dan petanda) melahirkan tanda bagaimana produk itu dipercaya
yang menstruktur dalam kognisi (belief, Kotler, 1991: 41). Konstruksi
manusia. Alfred Schutz menjelaskan, realitas tertentu atas produk merupakan
realitas merupakan stock of knowledge suatu upaya bagi pembuat pengiklan
(1993: 80), yakni sekumpulan untuk membangun kepercayaan kepada
pengetahuan dalam kognisi manusia khalayak. Makna realitas merupakan

Journal Communication Volume 5, Nomor 2 Oktober 2014 54


simbol identitas diri (kepribadian) comparable lcriture, laphabet des
suatu produk yang dikomunikasikan sourds muets, aux rites simboliques, aux
melaui iklan (Kellner, 2010: 135). forms de politesse, aux signaux
Salah satu sistem tanda yang militaires, etc. etc. Elle est seulement le
digunakan manusia dalam plus imfortant de ces systems (1967: 33).
menghubungannya dengan realitas Langue (bahasa) merupakan
adalah bahasa. Claire Kramsch dalam sistem tanda yang mengungkapkan
Language and Culture (1998: 3), gagasan, dan oleh karenanya, dapat
mengatakan bahwa bahasa dalam dibandingkan dengan tulisan, dengan
hubungannya dengan budaya, dapat abjad tuna rungu, dengan ritus simbolik,
mengekpresikan, menciptakan dan degan bentuk-bentuk sopan santun,
melambangkan realitas budaya. dengan tanda-tanda militer,. Namun,
Pertama, menjelaskan bagaimana kata- hanya langue-lah (bahasa) merupakan
kata dapat menyampaikan fakta, yang terpenting di antara sistem-sistem
gagasan atau peristiwa-peristiwa. Kata- tersebut.
kata bersifat komunikatif, karena Sistem tanda bahasa digunakan
merujuk pada pengetahuan tentang secara maksimal dalam iklan televisi.
dunia, tentang kehidupan yang dibagi Media iklan televisi memanfaatkan
bersama orang lain. Kata-kata juga sistem tanda itu untuk menjelaskan
merefleksikan tingkah laku, cara makna realitas produk yang
pandang terhadap dunia, dan dikomunikasikan, sehingga apa yang
kepercayaan; Kedua menunjukkan, ada dalam berbagai makna iklan
bagaimana bahasa dapat menciptakan merupakan realitas bahasa itu sendiri
realitas. Masyarakat tidak hanya dapat sebagai sistem tanda utama.
mengekspresikan pengalaman dengan Selain bahasa sebagai sistem
bahasa, namun dapat sekaligus tanda, iklan televisi menggunakan
menciptakan pengalaman melalui bahasa visual (gambar). Bahasa verbal
bahasa; Ketiga mengacu pada bahasa berhubungan dengan situasi saat
sebagai sistem tanda, yang dianggap berkomunikasi dan situasi ini
sudah mengandung nilai dalam dirinya. ditentukan oleh konteks pengirim
Penutur bahasa akan mengidentifikasi (komunikator) dan penerima
dirinya dan orang lain melalui bahasa (komunikan). Sedangkan, dalam
yang digunakan. bahasa visual, bagaimana penerima
Peter L. Berger dan Thomas (khalayak) menafsirkan teks dan
Luckmann (1966: 26), mengatakan gambar yang dikomunikasikan oleh
bahwa media seperti iklan televisi pada pengirim. Iklan televisi menggunakan
hakikatnya adalah hasil konstruksi kedua tanda ini (bahasa verbal dan
realitas dengan bahasa sebagai visual) untuk mengkonstruksikan
perangkat dasarnya. Bahasa adalah makna realitas iklan. Maka, ketika di
unsur utama, dan instrumen pokok televisi hadir iklan komersial, seperti
untuk menciptakan realitas. Mie Sedap dengan menyampaikan
Demikian pun, Saussure pesan verbal setiap saat dan setiap
menekankan bahwa hakikat bahasa waktu yang memaknakan mie instant
adalah sistem tanda yang dibentuk oleh sebagai makanan utama dalam
dua unsur yang tak terpisahkan, yaitu keluarga, pada dasarnya bukan hanya
signifier dan signified), dan bahasa kata itu sebagai penanda yang menjadi
merupakan system paling penting dalam kekuatan konstruksi atas realitas,
kehidupan manusia: namun kata-kata itu telah diperkuat
La Langue un systme de signes bahasa visual, yaitu gambaran secara
exprimant des ides, et par l, visual perilaku pemain dalam iklan

Journal Communication Volume 5, Nomor 2 Oktober 2014 55


tersebut. Kekuatan bahasa sebagai komersial televisi yang akan dibahas
sistem tanda dalam memaknai realitas pada penelitian adalah iklan produk Teh
iklan menjadi hal yang menarik dalam Sari Wangi, Mie Sedaap, dan Ponds
kajian linguistik dan semiotika. Age Miracle.
Pertama, iklan televisi Metode penelitian ini juga
menggunakan bahasa sebagai sarana menggunakan pendekatan semiotika
penyampai pesan kepada konsumen Barthes, untuk mengkaji bagaimana
(pemirsa). Artinya, penggunaan bahasa proses produksi tanda (pesan nilai sosial
yang berupa teks dalam iklan TV budaya) yang menghasilkan lapisan
memiliki makna-makna tertentu untuk pemaknaan (denotasi, konotasi dan
menyampaikan komunikasi yang lebih mitos) sebagai realitas tanda produk.
efektif kepada pemirsa dan dengan
makna-makna tersebut pemirsa dapat HASIL PENELITIAN
memahami pesan dalam iklan televisi. Realitas Iklan sebagai Sistem Tanda
Kedua, semiotika (dalam penelitian Dengan mengacu semiotika
media iklan) adalah kajian yang dapat Barthes, realitas iklan televisi memiliki
digunakan untuk mengkaji tanda, yang lapisan-lapisan pemaknaan di mana
menfokuskan pada makna pesan dan hubungan satu lapisan dengan lapisan
cara pesan disampaikan melalui tanda- lain terbentuk melalui proses signikasi.
tanda baik tanda linguistik maupun Lapisan-lapisan pemaknaan tersebut
tanda visual mengkomunikasikan dapat dideksripsikan menjadi tiga
makna. Menurut Marcel Danesi, tugas realitas tanda, yaitu realitas denotasi,
pokok semiotika adalah yang menyajikan nilai fungsional
mengidentifikasi, mendokumentasikan (kegunaan atau manfaat) suatu produk,
dan mengkalsisfikasi jenis-jenis tanda realitas konotasi, yang merupakan nilai
dan cara penggunaannya dalam aktivitas nonfungsional dan realitas mitos, adalah
yang bersifat representatif. Karena nilai ideologis atau kepercayaan pada
jenis-jenis tanda berbeda di tiap budaya produk yang diiklankan.
tanda menciptakan pelbagai pencontoh
mental yang akan membentuk PEMBAHASAN
pandangan yang akan dimiliki orang Realitas Denotasi
terhadap realitas (2010: 33). Lapisan pertama, disebut realitas
denotasi, merupakan segala sesuatu
METODE PENELITIAN yang bisa dicerap dari latar (setting),
Metode penelitian yang kostum yang digunakan model iklan,
digunakan adalah deskriptif kualitatif tata letak, karakter, teks tulisan atau
(bahasa verbal dan nonverbal gambar slogan, logo, musik, relasi yang terjadi
video dalam iklan komersial televisi), antara pelaku (bintang iklan). Realitas
yang bertujuan membuat deskripsi denotasi berurusan dengan perkara
secara sistematis, faktual, dan akurat komunikasi (informasional). Informasi
tentang fakta-fakta dan sifat populasi yang disampaikan dalam realitas
atau objek yang dikaji dan denotasi adalah nama merek, fitur-fitur
mengambarkan hasil penelitian dalam yang melekat pada merek dan nilai
bentuk narasi yang disertai gambar manfaat atau kegunaan produk tersebut.
video (iklan TV), dan dilandasi dengan Dalam iklan televisi, denotasi mengacu
teori-teori yang menunjang hasil kepada makna aktual (realitas ril) pada
penelitian. Dengan demikian, data yang suatu produk. Penanda pada lapisan
dikumpulkan dalam penelitian ini pertama merupakan merek produk, dan
adalah slogan, tagline dan narasi teks petanda menjelaskan makna, dan nilai
iklan televisi. Ada pun data iklan manfaat atau kegunaan merek produk.

Journal Communication Volume 5, Nomor 2 Oktober 2014 56


Dalam upaya menciptakan iklan tersebut dijelaskan teh Sari
kepibadian untuk sebuah produk, media Wangi telah menjadi media
iklan membuat sistem signifikasi. Yang komunikasi dalam menyelesaikan
pertama dan hal utama sistem berbagai masalah dalam keluarga. Pada
signifikasi ini dibuat dengan iklan teh Sari Wangi versi ulang tahun,
memberikannya dan diceritakan bagaimana seorang istri
mengkomunikasikan merek produk berusaha untuk mengingatkan kepada
tersebut. Ketika sebuah produk diberi sang suami, hari ulang tahun sang istri
nama merek dan dikomunikasikan hanya dengan mengajak suami untuk
melalui iklan, maka seperti seorang ngeteh. Iklan itu mengkonstruksi
pribadi, produk itu dapat dikenal dalam minuman teh Sari Wangi, sebagai
kaitannya dengan nama merek dan media komunikasi mari bicara dapat
manfaat atau kegunaan produk tersebut. menyelesaikan masalah dalam
Dalam realitas denotasi, sistem keluarga.
penandaan yang utama dan konkrit Contoh lain bagaimana media
dikomunikasikan adalah merek dan iklan menciptakan realitas sosial
kegunaan produk. Semua media iklan, budaya adalah iklan televisi mie
termasuk iklan televisi, merek dan Sedaap, edisi setiap saat, setiap
kegunaan produk merupakan sistem waktu. Pada awalnya, ide iklan
signifikasi yang utama yang tersebut diangkat dari kisah suatu
dikomunikasikan kepada khalayak. keluarga yang selalu menyajikan mie
Sedaap sebagai makanan setiap hari.
Realitas Konotasi Diawali dengan seorang ibu
Lapisan kedua, disebut realitas menyediakan mie Sedaap sebagai
konotasi, merupakan sistem signifikasi makanan sarapan pagi untuk
yang merujuk pada makna tambahan keluarganya (suami dan anak). Selain
atau simbolik yang melekat pada itu, sang ibu menyediakan mie untuk
produk (merek) yang diiklankan. makanan siang yang dibawa anaknya
Realitas konotasi tidak lagi mengacu ke sekolah. Pada siang hari, sang ibu
kepada nilai manfaat atau pun menyediakan lagi mie Sedaap
nonfungsional, tetapi nilai simbolik atau untuk makan siang bagi sang suami
label tanda pada merek produk. Realitas dan pekerja di sawah. Iklan tersebut
konotasi merupakan system pendaan mengkonstruksi realitas mie Sedaap
yang memaknai sesuatu yang lain di sebagai makanan lezat dan bergizi, dan
luar dirinya (makna denotasi), misalnya kelezatannya sehingga mie Sedaap
penciptaan realitas sosial budaya pada menjadi makanan utama bagi suatu
produk yang diiklankan. keluarga. Mie Sedaap bukan lagi mie
Misalnya, iklan Teh Sari Wangi sembarangan, tetapi mie Sedaap
tidak lagi dimaknai sebagai minuman sudah menjadi makanan utama
teh, tetapi dikonotasikan sebagai sebagai pengganti beras. Penekanan
minuman keluarga. Contoh iklan teh iklan tersebut dapat dilihat pada pesan
Sari Wangi versi Ulang Tahun. Iklan linguistik, setiap saat, setiap waktu,
teh tersebut menyampaikan pesan yang mengkonotasikan bahwa mie
Mari Bicara yang dimunculkan pada sedaap adalah makanan yang dapat
setiap akhir iklan. Keduanya tidak lagi dikonsumsi setiap hari kapan dan di
mempresentasikan nilai fungsional Sari mana saja. Dalam realitas iklan, mie
Wangi sebagai produk minuman teh. instan merupakan makanan utama yang
Akan tetapi, iklan tersebut lebih dikonsumsi setiap saat dan setiap
menekankan pada nilai nonfungsional, waktu.
yaitu hubungan emosional. Dalam Iklan televisi makanan Mie

Journal Communication Volume 5, Nomor 2 Oktober 2014 57


Sedaap dan minuman teh Sari Wangi tetapi lebih mengutamakan nilai
mengkonstruksi makna realitas ideologis yang dibentuk dan menjadi
tertentu. Realitas Mie Sedap label pada merek produk. Misalnya,
berkonotasi makanan utama setiap hari produk kosmetik seperti Ponds anti
dan realitas the Sari Wangi sebagi aging dikaitkan dengan keharmonisan
minuman solusi masalah dalam dalam rumah tangga (dengan tujuan
keluarga. Realitas sosial budaya dalam untuk menyenangkan pasangan).
iklan merupakan sistem tanda di mana Iklan Ponds Age Miracle :
tanda (realitas iklan) dibangun relasi
antara penanda dan petanda sehingga Signified (Hidupkan Kembali
menghasilkan makna tertentu. Cintamu)
Sign :
Realitas Mitos (Ideologi) Signifier (nama merek produk
Lapisan ketiga disebut realitas Ponds Age Miracle),
mitos (ideologis). Menurut Barthes,
le mythe est une parole (mitos Begitu pun iklan rokok Surya
adalah suatu tipe tuturan, Barthes, 12 dikaitkan dengan mitos kejantanan.
1957: 181). Mitos merupakan sistem Dalam iklan tersebut disebutkan
komunikasi yang mengandung suatu Surya 12 (signifier), Taklukkan
pesan yang dibentuk melalui proses Tantanganmu (Signified).
signifikasi konotatif dan denotatif. Berdasarkan penelitian penulis
Sistem konotatif bersifat ideologis. terhadap iklan tekevisi, nilai-nilai
System ini sebagai unsur petanda mitos diciptakan dalam iklan produk
mengandung nilai-nilai ideologis. Dan adalah: kecantikan, kejantanan,
sisten denotatif (keliteralan, keharmonisan, kemewahan, kelas
kandungan literal imaji, objek dan teks sosial, persahabatan, dan seksualitas.
atau kalimat tampak jelas) merupakan Dengan demikian, dalam lapisan
bentuk-bentuk mitos (penanda) yang ketiga, media iklan televisi
berfungsi menaturalisasikan atau menciptakan sistem signifikasi
melumrahkan suatu realitas (Barthes, penanda tanpa petanda. Penanda
1977: 182). merupakan merek produk yang
Media iklan televisi dikomunikasikan dan petanda nilai
menciptakan sistem signifikasi atas ideologis yang tidak memiliki
realitas produk dengan cara hubungan langsung dengan produk
menjungkirbalikkan suatu fakta yang diiklankan. Misalnya iklan rokok
(wacana budaya), yaitu kultur dalam Surya 12. Pada akhir cerita iklan
pesan iklan dijungkirbalikkan menjadi tersebut, ditampilkan nama produk
hal yang natural atau wajar. Dengan (Surya 12), sebagai penanda,
kata lain, sebagai dampak dari kemudian dimunculkan slogan sebagai
penjungkirbalikkan mitos, fondasi- petanda yang berbunyi Taklukkan
fondasi dasar ujaran menjadi sesuatu Tantanganmu. Iklan rokok Gudang
yang dianggap sesuai dengan pikiran Garam membangun mitos kejantanan
sehat, pertimbangan yang benar, dan (keberanian dan percaya diri).
opini umum. Sistem penandaan dalam
Karena adanya naturalisasi realitas mitos tidak lagi menstruktur,
dalam pesan iklan, produk yang sebagaimana teori sistem tanda yang
dikomunikasikan tidak ada lagi dikemukakan oleh Saussure.
hubungannya dengan nilai kegunaan Hubungan penanda dan petandanya
suatu produk. iklan televisi tidak tidak bersifat tetap, melainkan dalam
menekankan pada nilai fungsional kenyataannya (seperti dalam iklan

Journal Communication Volume 5, Nomor 2 Oktober 2014 58


televisi), penanda dapat memiliki
hubungan yang lain atau sesuatu yang
baru dalam petanda. Oleh karena itu,
makna suatu tanda diperoleh tidak
berdasarkan perbedaan antartanda Gambar 1. Piramida system signifikasi dalam
yang hubungan antara penanda-
Iklan
petandanya bersifat statis, melainkan
dapat berubah-ubah sesuai dengan Dan relasi dan hirarki sistem
kehendak pemakai tanda (pembuat
signifikasi menciptakan makna realitas
iklan). Hubungan baru ini disebut
simulacrum. Dalam bab kesimpulan baru dalam media iklan televisi.
buku Barthes, ditekankan bahwa:
The aim of semiological
research is to reconstitute the
functioning ot the systems of
significations other than language in
accordance with the process typical of
any structuralist activity, which is to
build a simulacrum of the objects
under observation. (Barthes, 1968:
95)
Penekanan pada realitas mitos
adalah bagaimana menciptakan objek-
objek baru (makna baru) yang melekat Gambar 2: Signifikasi realitas media iklan
pada merek sehingga dapat menjadi
identitas diri atau kepribadian suatu televisi
merek, yang tujuan utamanya adalah KESIMPULAN
menciptakan kepercayaan (belief) Berdasarkan penjelasan di atas
kepada khalayak. Makna baru itulah dapat disimpulkan bahwa media iklan,
yang menjadi realitas real pada sebagai pengguna tanda menciptakan
merek produk yang dikomunikasikan sistem signifikasi (tanda verbal dan
melalui media iklan televisi. nonverbal) dalam mengkonstruksi
Dengan demikian, dalam makna realitas baru iklan televisi.
sistem signifikasi, relasi antartanda Sistem signifikasi Iklan yang
(penanda dan petanda) menghasilkan diciptakan, kemudian, ditafsirkan oleh
hierarki atau level pemaknaan pemirsa sebagai pemakai tanda, sebagai
(denotasi, konotasi dan mitos) seperti realitas yang memiliki makna tertentu.
gambar di bawah ini: dan relasi dan Pembuat iklan menggunakan nilai-nilai
hirarki sistem signifikasi menciptakan sosial budaya dalam menandai merek
makna realitas baru dalam media iklan produk yang dikomunikasikan,
televisi. sehingga realitas iklan televisi yang
dibangun menjadi suatu sistem
signifikasi yang menstruktur dalam
kognisi manusia.
Nilai sosial budaya di
masyarakat merupakan pandangan
Sosial-budaya (mitos) yang digunakan oleh pengiklan
yang ditransferkan maknanya ke produk
komersial yang diprmosikan lewat
iklan. Sehingga pandangan-pandangan

Journal Communication Volume 5, Nomor 2 Oktober 2014 59


atau mitos yang dikontruksi dalam konsumen sebagai pengguna produk
iklan seolah-olah dianggap wajar atau mereproduksi makna atas pesan nilai
alamiah yang sama halnya pada nilai- sosial budaya pada iklan produk
nilai sosial budaya yang di masyarakat. komersial yang dikontruksi oleh
Dengan demikian, pesan-pesan iklan pengiklan. Melalui penelitian lanjutan
komersial yang disampaikan pada tersebut, secara hipotesis, dapat
dasarnya diambil dari sistem real (nilai- ditemukan makna-makna konotasi
nilai sosial budaya), yang ada di sebagai hasil reporduksi tanda oleh
masyarakat, yang kemudian melalui masyarakat konsumen.
proses encoding, makna sosial budaya
tersebut melekat pada produk komersial DAFTAR PUSTAKA
yang dipromosikan. Pada dasarnya, - Barthes, Roland. 1968. Elements
tidak ada hubungan logis produk teh of Semiology. New York: Hill
Sari Wangi dijadikan sebagai media and Wang
komunikasi dalam menyelesaikan - Barthes, Roland. 1982. Empire
masalah dalam rumah tangga, produk of Signs. New York: Hill and
Mie Sedaap yang dikonsepsikan sebagai Wang
makanan pokok pengganti beras, - Barthes, Roland. 1977. Image
Produk kecantikan Ponds yang Music Text. (Essays selected and
dikaitkan dengan hubungan translated by Stepehen Heath).
kaharmonisan pasangan (keluarga). London: Fontana Press
Namun secara semiotik, mitos bekerja - Barthes, Roland. 1957.
dengan menaturalisasikan atau Mythologies. Paris: Edition du
melogikakan suatu pandangan (nilai- Seuil
nilai sosial budaya) yang melekat pada - Brandt, Line. 2010. Metaphore
produk menjadi alamiah dalam pikiran and Communicative Mind.
masyarakat konsumen. Pertama-tama Journal of Cognitive Semiotics.
iklan menciptakan kekhawatiran, rasa Volume 5, Number 1-2 (p. 43-
takut, dan kecemasan, kemudian, iklan 78).
memberikan solusi dengan menciptakan - Buchler, Justus. 1966.
suatu mitos (pandangan umum) yang Philosophical Writings of
diambil dari nilai-nilai sosial budaya di Peirce. New York: Dover
masyarakat, sebagai cara untuk keluar Publications.
dari kekhawatiran, rasa taku dan - Culler, Jonathan. 2001. Barthes,
kecemasan melalui penggunaan produk. A Very Short Introduction.
Bila mengacu pada konsep New York: Oxford.
semiotika Saussure, tujuan yang ingin - Danesi, Marcel. 2010.
dicapai oleh pembuat iklan adalah Pengantar Memahami
bagaimana tanda (makna pesan) yang Semiotika Media. Jakarta:
disampaikan dengan mentransfer nilai- Jalasutra.
nilai sosial budaya pada produk yang - Danesi, Marcel. 2004.
dipromosikan menjadi realitas alamiah Messages, Signs, and Meanings:
di masyarakat, yang sama halnya A Basic Textbook in Semiotics
bagaimana masyarakat penutur bahasa and Communication Theory.
menciptakan suatu tanda verbal yang Canada: Canadian Scholars
dikemudian diterima secara Press Inc.
konvensional sebagai sistem tanda - Eco, Umberto. 1979. A
dalam masyarakat penuturnya. Theory of Semiotics
Dalam penelitian lanjutan, kita (Advances in Semiotics).
dapat berfokus pada bagaimana Bloomington: Indiana

Journal Communication Volume 5, Nomor 2 Oktober 2014 60


University Press. Knowledge. New York.
- Fiske, John. 2004. Cultural - Saussure, Ferdinand de. 1967.
and Coomunication Studies. Cours de Linguistique Gnrale.
Sebuah Penganter Paling Paris: Payot
Komprehensif. Yogyakarta: - Sebeok, Thomas A. 1994. An
Jalasutra. Introduction to Semiotics.
- Hasyim, Muhammad. 2014. Canada: Toronto Univerity
Konstruksi Mitos dan Ideologi Press.
dalam Teks Iklan Komersial - Schutz, Alfred & Luckmann,
Televisi: Suatu Tinjauan Thomas. 1993. The structure of
Semilogi. Disertasi, the life world. New York:
Universitas Hasanuddin, Northwestern University press
Makassar. - Simamora, Bilson. 2002. Aura
- Hoed, Benny. 2011. Semiotik Merek. Jakarta: Gramedia.
dan Dinamika Kehidupan Sosial - Sunardi, ST. 2004. Semiotika
Budaya. Depok: Komunitas Negativa. Yogyakarta:
Bambu Bukubaik.
- Jefkins, Frank. 1997. - Walton, Paul & Davis, Howard.
Periklanan. Jakarta: Erlangga. 2010. Bahasa, Citra, Media.
- Lely Arrianie, Gushevinalti & Yogyakarta: Jalasutra.
Yuliati. Komoditas Fetisisme - Van Zoest, Aart. 1996.
dalam Iklan Politik Semiotika. Jakarta: Yayasan
Pemilukada Kota Bengkulu. Sumber Agung.
Jurnal Communication, Vol.
5 Nomor 1 April 2014.
ISSN2086-5708 (hal. 54
64).
- Kasali, Rhenald. 1995.
Management Periklanan
Konsep dan Aplikasinya di
Indonesia. Jakarta: Grafiti.
- Kellner, Douglas. 2010. Budaya
Media. Yogyakarta: Jalasutra.
- Gramsch, Claire. 2009.
Language and Culture. New
York: Oxford University Press.
- Martin, Bronwen & Ringham,
Felizitas. 2000. Dictionary of
Semiotics. New York: Cassell.
- McLuhan, Marshall.
1964. Understanding Media.
The Extension of Man. London:
Routledge & Kegan Paul.
- Noth, W. 1990. Handbook of
Semiotics. Bloomington:
Indiana University Press.
- Peter L., Berger and Thomas
Luckmann. 1996. The Social
Construction of Reality A
Treatise in the Sociology of

Journal Communication Volume 5, Nomor 2 Oktober 2014 61

Das könnte Ihnen auch gefallen