Sie sind auf Seite 1von 7

I.

ALKOHOL
a. REAKSI SUBTITUSI ALKOHOL
Dalam laurtan asam, alkohol dapat mengalami reaksi subtitusi

Tidak seperti alkil halida, alkohol tak mengalami subtitusi dalam larutan netral
atau basa. Mengapa tidak ? karean suatu gugus pergi haruslah basa yg cukup
lemah. Dalam bab 5 kita sudah saksikan bahwa Cl- , Br- , dan I- merupakan gugus
pergi yang baiik dan mudah digantikan daridalam alkil halida. Ion ion ini adalah
basa yang sangat lemah. Namun OH yang akan mejadi gugus pergi dari suatu
alkohol dalam larutan netral atau bas adalah suatu basa kuat karenanya
merupakan suatu gugus pergi yang sangat buruk.

Dalam larutan asam, alkohol diprotonkan. Reaksi ini berupa kesetimbangan


asam basa dengan alkoholnya yang bertindak seabagai basa. Tipenya sama
seperti reaksi antara air dan sebuah proton. Produk dari reaksi dengan air adalah
molekul air yang terprotonkan atau ion hidronium. Sebuah molekul alkohol
berproton disebut sebagai ion oksonium
Meskipun OH merupakan gugupergi yang jelek, namun +OH2 suatu gugus
pergi yang baik, karean gugus ini akan dilepas sebagai air, suatu basa yang
sangat lemah. Suatu nukleofil lemah sperti ion halida dapat menggantikan
molekul air utnuk menghasilkan suatu alkil halid, seperti dalam pers. Reaksi
dibawah.

i. Reaktivitas
Hidrogen Halida

Semakin kuat asam semakin naik kenukleofilikan anion, dan semakin


naik reaktivitas terhadap ROH

Dimana HF adalah asam yang paling lemah.

ii. Reaktivitas Alkohol Terhadap Hidrogen Halida


Metil, primer, sekunder, tersier, benzilik, alilik kereakstivitasanny
semakin bertambah.

Semua alkohol mudah bereaksi dengan HBr dan HI menghasilkan alkil


bromida dan alkil iodida. Alkohol teriser, alkohol benzilik dan alkohol
alilik juga mudah bereaks dengan alkohol. Tetapi, alkohol primer dan
sekunder kurang reaktif dan memerlukan bantuan ZnCl2 tak berair atau
katalis yang serupa, agar bereaksi dengan HCl yang tak terlalu reaktif
ini agar ta terlalu lama.
Peranan ZnCl2 adalah serupa seprti peranan H+. ZnCl2 tak berair adalah
suatu asam lewis yang sangat kuat dengan orbital orbital kosong yang
dapat menerima pasangan pasangan elektron dair oksigen. Pembentukan
suatu kompleks antara ZnCl2 oksigen alkohol melemahkan ikatan C-O
dan dengan demikian meningkatkan kemampuan gugus oksigen ini
untuk pergi.

iii. SN1 atau SN2 ?


Telah teramati bahwa alkohol sekunder dan tersier mengalami penataan
ulang jika dilah dengan HX. Kebanyaka alkohol primer tidak. Maka
disimpulkan bahwa alkohol sekunder dan tersier bereaksi dengan
hidrogen halida dengan jalan SN1(lewat karbokation), sedangkan
alkohol primer bereaksi leawt jalan SN2(serangan secara serempak).

II. ETER
a. REAKSI SUBTITUSI ETER
Eter sangat tidak reaktif dan bertabiat seperti alkena dariapda seperti senyawa
organik yang mengandung gugus fungsional. Eter bereaksi auto-oksidasi (sub-
bab 6.6B) dan pembakaran (yang berlangsung dengan mudah), tapi tak
dioksidasi dengan regensian laboratorium; juga tak bisa direduksi, eliminasi
maupun reaksi dengan basa. Bila dipanaskan dengan asam kuat dapat
melangsungkan reaksi subtitusi.
Pemaksapisahan (cleavage) eter dengan HI dan HBr eter dengan HI dan HBr
berlangsung dengan jalan yang hampir sama dengan raeksi antara suatu alkohol
dengan HX; protonasi oksigen disusul dengan reaksi SN1 atau SN2 . (protonasi
ini perlu karena RO- bukan gugus pergi yang baik, sedangkan ROH seperti H2O
mudah ditukargantikan)

Suatu alkil fenil eter, contohnya anisola, menghasilkan alkil iodida dan fenol
(bukan iodobenzena) karena ikatan dari karbon sp2 lebih kuat daripadan ikatan
dari karbon sp3 (subbab 2.4F).

b. REAKSI SUBTITUSI EPOKSIDA


Epokisda disintesi dengan mereaksikan alkena dan asam peroksibenzoat (C6H-
CO3H).
Sebelum membahas reaksi epoksida, diperhatikan dulu beberapa aspek dari
struktur epoksida. Suatu cincin epoksida seperti cincin siklopropana tak dapat
memiliki sudut ikatan sp3 sebesar 109o ; sudut antar intinya hanya 60o sesuai
dengan persyaratan cincin 3 anggota. Orbital yang membentuk ikatan cincin
tidak dapt mencapai tumpang tindih maksimal; oleh karena itu cincin epoksida
menderita terikan(strained). Polaritan ikatan ikatan C-O bersama sam terikan
cincin ini mengakibatkan reaktivitas epoksida yang tinggi, dibandingkan
reakstivitas eter lainnya.

Pembuakaan cincin tiga-anggota terterik menghasilkan produk yang lebih stabil


dan berenergi rendah. Reaksi khas epoksida ialah reaksi pembukaan cincin,
yang dapat berlangsung baik dalam suasana asam ataupun basa. Reaksi ini
dirujuk sebagai reaksi pemaksapisahan (cleavage) berkatalis asam atau
berkatalis basa.

Reaksi dalam basa

Reaksi dalam asam

i. PEMAKSAPISAHAN BERKATALIS BASA


Epoksida mengalami serangan SN2 oleh nukleofil seperti ion hidroksida
dan alkoksida. Berikut tahap tahap reaksi antara etilena denfan ion
hidroksida (NaOH atau KOH dalam air) dan dengan ion metoksida
(NaOCH3 dalam metanol):
Dalam pemaksapisahan berkatalis basa, nukleofil menyerang karbon
yang kurang terhalangi, tepat seperti yang dinantikan dari suatu
serangan SN2 (primer >sekunder>tersier)

ii. PEMAKSAPISAHAN BERKATALIS BASA


Dalam larutan asam, oksigen epoksida diprottonkan. Suatu epoksida
yang terprotonkan dapat diserang oleh nukleofil speerti air, alkohol, dan
ion halida.

Reaksi umum:

Berbeda dengan pemaksapisahan berkatalis basa, serangan dalam


suasana asam justru berlangsung pada karbon yang leabih terhalangi .

Mekanisme

Haruslah disimpulkan bahwa epoksida terprotonkan mempunyai cukup


karakter karbokation. Jika hal ini benar maka makin banyak gugus alkol
yang dimiliki maka akan makin besar muatan positif parsial pada karbon
itu (stabilitas karbokation: tersier>sekunder>primer). Serangan
nukleofilik yang terjadi setelah protonasi akan mmilih karbon yang lebih
positif, meskipun karbon ini lebih terhalangi.

Das könnte Ihnen auch gefallen