Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Sujoko Efferin
Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Surabaya
s_efferin@staff.ubaya.ac.id
Abstract
This study examines the dynamics of the implementation of IFRS in Indonesia and challenges
faced by its stakeholders by using interpretive-qualitative research paradigm. In-depth interviews,
observations, and documentary analysis were used during data collection processes. The results
were then cross-examined through triangulation. More specifically, this study attempts to identify
problems arised during the implementation and the responses of the stakeholders. The authors
hope that the findings can enrich the literatures about the interconnectedness among accounting,
culture, language, and stakeholders interests in the context of developing countries, especially
Indonesia. Our results indicate that there is an interdependence among the stakeholders (regulator,
auditor, user, preparer, and higher education institutions) in which there is no party that can
individually ensure the successfulness of the IFRS implementation. Synergistic, long-term oriented
collective efforts among those parties are required since they all have internal constraints that can
inhibit the implementation. In addition, culture (including language) exacerbates the problems
and, hence, require long-term, strategic responses in macro level. Finally, this study suggests seven
propositions conditioning the effectiveness of IFRS implementation in a national context.
Abstrak
Studi ini mengkaji dinamika implementasi IFRS di Indonesia beserta tantangan-tantangan yang
dihadapi oleh para pihak yang berkepentingan (stakeholders) dengan menggunakan paradigma
penelitian interpretif-kualitatif. Wawancara mendalam, observasi, dan analisis dokumen digunakan
selama proses pengumpulan data untuk kemudian hasilnya ditinjau silang melalui proses
triangulasi. Secara lebih khusus, studi ini berusaha mengidentifikasi problematika yang muncul
dalam implementasi tersebut dan bagaimana respons para stakeholders selama ini. Penulis berharap
temuan yang diperoleh dapat memperkaya literatur tentang keterkaitan antara akuntansi, budaya,
bahasa, dan kepentingan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya dalam konteks negara berkembang,
1
Kedua penulis memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada dua (2) reviewer dan chief editor JAKI serta
peserta SNA 17 di Mataram atas masukan yang telah diberikan untuk tulisan ini pada versi draft sebelumnya.
Sujoko Efferin dan Felizia Arni Rudiawarni, Memahami Perilaku Stakeholders Indonesia ... 139
khususnya Indonesia. Temuan yang ada mengindikasikan hubungan saling tergantung di antara
para stakeholders (regulator, auditor, pengguna, preparer, dan perguruan tinggi) di mana tidak
ada satu pihak pun yang secara sendirian mampu menjamin keberhasilan implementasi tersebut.
Upaya kolektif yang sinergis dan berorientasi jangka panjang diperlukan karena masing-masing
pihak memiliki kendala internal yang dapat menghambat implementasi IFRS tersebut. Selain itu,
faktor budaya (termasuk bahasa) juga memperumit masalah. Hal ini membutuhkan solusi jangka
panjang yang bersifat strategis dalam tataran makro. Studi ini mengajukan tujuh proposisi yang
mengondisikan efektivitas implementasi IFRS dalam sebuah konteks nasional.
dikarenakan nilai-nilai dan spiritualitas yang (ekonomi dan non-ekonomi) yang dapat
dimiliki. mendukung/menghambat implementasi stan-
Studi kami mencoba menindaklanjuti dar akuntansi internasional.
studi dari Albu et al. (2014). Albu et al. (2014)
menyatakan bahwa implementasi IFRS tidak
TELAAH LITERATUR
terlepas dari kepentingan pencarian legitimasi
dari stakeholders setempat dalam lingkungan
Tantangan dalam Implementasi IFRS
institusionalnya sehingga berimplikasi pada
IFRS adalah principle-based standard
cara mereka dalam merespons tuntutan
yang kompleks serta membutuhkan banyak
implementasi tersebut. Deviarti et al. (2014)
judgment dan pedoman interpretasinya (Uyar
menyatakan bahwa keterbatasan pemahaman
dan Gngrm 2013). Professional judgment
dari akuntan Indonesia sebagai kendala utama
adalah proses yang digunakan untuk mencapai
untuk implementasi IFRS. Namun, temuan
kesimpulan yang masuk akal berdasarkan
dari Deviarti et al. (2014) masih memerlukan
fakta-fakta yang relevan dan keadaan yang ada
pendalaman untuk menggali kompleksitas
pada saat pengambilan kesimpulan tersebut
permasalahan yang ada. Karenanya, studi ini
dilakukan (Moore 2009). Berbagai riset
mencoba mengadopsi model yang diajukan
menunjukkan bahwa professional judgment
oleh Albu et al. (2014) sebagai pisau analisis
itu sendiri problematis karena terkendala oleh
untuk mendapatkan pemahaman yang lebih
faktor-faktor institusional di sebuah negara
luas dan mendalam tentang masalah apa
(antara lain: budaya, regulasi profesi akuntan,
saja beserta respons para stakeholders di
sistem hukum dan penegakannya, sistem
Indonesia dalam lingkungan institusionalnya
keuangan, dan sistem pajak) (Wehrfritz dan
yang mengondisikan dinamika implementasi
Haller 2014; Mala dan Chand 2014; Perera et al.
IFRS di Indonesia. Pertanyaan penelitian yang
2012; Nobes 2013; Eichler 2012; Jermakowicz
diajukan adalah apa sajakah problematika
et al. 2014). Hal ini membuka kemungkinan
yang muncul dalam implementasi IFRS di
tidak hanya ada satu professional judgment
Indonesia dan bagaimanakah respons para
yang dapat diterima dalam kasus yang sama.
stakeholders selama ini? Diharapkan studi
Selain itu, berbagai studi tersebut menemukan
ini dapat menambah pemahaman tentang
bahwa professional judgment bukan sekadar
keterkaitan antara implementasi IFRS, bahasa,
mencari pertimbangan yang paling objektif,
budaya, dan kepentingan stakeholders di
namun juga mempertimbangkan berbagai hal
Indonesia. Lebih spesifik, studi ini hendak
lainnya. Ini meliputi biaya tambahan yang
mengidentifikasi sejauh mana kepentingan
timbul karena pengumpulan data tambahan dan
berbagai stakeholders IFRS di Indonesia
persiapan pelaporannya, kesesuaiannya dengan
mewarnai pola implementasi IFRS, aliansi/
sistem keuangan dan hukum yang berlaku,
negosiasi yang terjadi di antara para
implikasinya terhadap pajak yang ditanggung,
stakeholders, strategi yang diterapkan oleh
mekanisme enforcement dan kebiasaan/tradisi
regulator untuk mengatasi keterbatasan yang
yang sudah terbentuk. Untuk meningkatkan
dimilikinya sekaligus memastikan tahapan
akurasi dan konsistensi dari judgment tersebut,
pelaksanaan IFRS mendapatkan legitimasi
dibutuhkan alat bantu berupa panduan
secara nasional maupun internasional,
tambahan untuk interpretasinya maupun
dan kontribusi budaya dan perkembangan
mekanisme enforcement yang kuat (Mala dan
bahasa dalam mengondisikan keberhasilan
Chand 2014; Eichler 2012).
implementasi IFRS. Pemahaman tersebut
Akuntansi juga terkait dengan simbol,
akan menambah literatur tentang dinamika
ungkapan, dan makna dalam bahasa yang
implementasi IFRS dalam konteks Indonesia/
digunakan. Namun, jarang sebuah kata dari
negara berkembang, khususnya menunjukkan
bahasa tertentu memiliki padanan yang persis
interdependensi di antara berbagai faktor
sama dalam bahasa yang berbeda karena
Sujoko Efferin dan Felizia Arni Rudiawarni, Memahami Perilaku Stakeholders Indonesia ... 141
proses memahami merupakan proses kognitif Lebih jauh, Hall (1990) menjelaskan
yang dipengaruhi oleh budaya, bahasa, bahwa bahasa yang berkembang dalam sebuah
organisasional, dan kontraktual (Belkaoui masyarakat memungkinkan penyimpanan
1978, 1989). Evans (2004) menekankan dan penyebaran pengetahuan. Namun, ada
bahwa sulit memisahkan berbagai faktor banyak hal implisit yang disebut sebagai silent
tersebut karena saling terkait erat. Menurut language yang terdiri dari berbagai konsep,
Abd-Elsalam dan Weetman (2003), bahasa praktik, dan solusi yang berevolusi secara
turut menentukan keberhasilan penerapan terus-menerus dan berakar dari pengalaman
International Accounting Standards (IAS). bersama sehari-hari dari anggota sebuah
Kendala bahasa terkait terjemahan IAS komunitas.
dalam bahasa Arab menyebabkan berbagai Konteks adalah informasi yang mengelilingi
da n me mbe r ika n ma kna ba gi se b u a h
penyimpangan dalam pengungkapan kondisi
kejadian (Hall dan Hall 1990). Budaya dapat
keuangan perusahaan. Bahkan bahasa yang
dibedakan menjadi budaya high context dan
sama dengan budaya yang berbeda juga
low context. Dalam budaya high context,
menyebabkan perbedaan interpretasi terhadap
pengirim pesan tidak mengungkapkan selu-
konsep akuntansi tertentu (Bagranoff et al. ruh maksudnya dalam isi pesan formal/
1994; Riahi-Belkaoui dan Picur 1991). tertulis yang disampaikan. Penerima pesan
Dengan demikian, dapat disimpulkan harus melihat cara pesan disampaikan,
bahwa tantangan yang muncul dalam bahasa tubuh, dan mimik muka si pengirim
implementasi IFRS meliputi berbagai pesan, dan kesepakatan tidak tertulis lainnya
aspek institusional di mana setiap negara yang membentuk makna utuh dari pesan
akan memiliki keunikannya sendiri yang tersebut. Sebaliknya, masyarakat low context
berkontribusi pada permasalahan yang ada. berkomunikasi secara terbuka, eksplisit, dan
Berbagai penelitian di atas menunjukkan langsung melalui pesan tersebut sehingga
bahwa identifikasi berbagai tantangan tersebut makna dapat dipahami secara utuh.
tidak dapat dilakukan secara apriori, namun Masyarakat yang kolektif dengan ikatan
perlu dieksplorasi terlebih dahulu untuk pertemanan, keluarga, dan kolega yang kuat
menemukan dan menjelaskan berbagai dan bersifat pribadi adalah masyarakat yang
tantangan yang paling relevan dengan kondisi high context (Hall dan Hall 1990). Masyarakat
nasionalnya. tersebut memiliki jejaring informasi yang
ekstensif sehingga tidak membutuhkan
Budaya dan Bahasa: High Context vs Low informasi yang banyak tentang latar belakang
Context dari sebuah pesan untuk memahaminya.
Mengikuti perspektif Smircich (1983) Banyak negara Asia Tenggara, termasuk
dapat dikatakan bahwa dari perspektif inte- Indonesia, dikelompokkan sebagai masyarakat
yang kolektif (Hofstede 1980; Merchant dan
raksi simbolis, bahasa merupakan bagian
Van der Stede 2003) sehingga masuk kategori
penting dalam sebuah budaya. Ini karena
high context. Anggota masyarakat high context
bahasa merupakan alat untuk menciptakan dan
cenderung tidak suka jika rekannya dari
memelihara keberadaan sebuah organisasi (atau
masyarakat low context berupaya memberikan
kelompok). Namun, bahasa sendiri bersifat informasi selengkap-lengkapnya tentang
dinamis yang tergantung pada reinterpretasi sesuatu hal. Sebaliknya, anggota masyarakat
dan renegosiasi dari penggunanya. Jadi, bahasa low context seringkali menganggap pesan yang
adalah media transformasi sebuah budaya disampaikan rekannya dari masyarakat high
sekaligus produk dari budaya itu sendiri. Dari context kurang informatif dan tidak lengkap
bahasa yang digunakan, dapat tergambarkan maknanya.
sedikit banyak karakteristik budaya sebuah Kedua jenis konteks tersebut merupakan
kelompok. kategorisasi yang cenderung simplistic
142 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2014, Vol. 11, No. 2, hal 138 - 164
karena setiap aspek interaksi antar anggota Albu et al. (2014) menyatakan bahwa
masyarakat memiliki keunikannya sendiri IFRS harus dikembangkan dalam konteks lokal
yang perlu dimaknai secara lebih mendalam. dengan mengadopsi makna spesifik dalam
Simbol-simbol dalam sebuah interaksi dapat konteks tersebut, yang bisa dilihat di Gambar
memiliki makna yang berbeda sesuai waktu, 1. Pemaknaan lokal tersebut merupakan proses
tempat, dan situasinya. Siapa yang memaknai yang bersifat politis terkait kekuasaan dan
juga dapat menghasilkan kesimpulan yang legitimasi. Artinya, konteks lokal terdiri dari
berbeda tentang konteks keterbukaan tersebut. berbagai stakeholders yang memiliki sumber
Karenanya, penelitian ini mencoba mendalami daya, kekuasaan, dan kepentingannya masing-
interaksi para stakeholders IFRS agar masing. Mereka berupaya mendapatkan
menemukan pemahaman yang mendalam dan legitimasi dalam kapasitas kekuasaannya
tidak terjebak pada label high context atau low masing-masing sehingga memengaruhi bagai-
context secara apriori. mana IFRS diterjemahkan dan diimple-
mentasikan menjadi praktik lokal-spesifik.
Perilaku Stakeholders: Kepentingan dalam Oliver (1991) menyatakan ada lima
dan Respons terhadap Adopsi IFRS tipe respons organisasional terhadap proses
DiMaggio dan Powell (1983) meng- institusional, yaitu (mulai dari penerimaan
ajukan teori sosiologi yang dikenal sebagai yang bersifat pasif sampai melakukan resistensi
institutional theory yang telah banyak diadopsi secara aktif): patuh, kompromi, penghindaran,
di bidang akuntansi (Lounsbury 2008). perlawanan, dan manipulasi. Patuh adalah
Aktor, tindakan sosial, dan bentuk organisasi respons organisasional yang menerima dan
bertransformasi mengikuti perkembangan melaksanakan aturan main secara penuh/
lingkungan institusionalnya. Institusi adalah apa adanya. Kompromi adalah bentuk
tatanan sosial yang memiliki elemen-elemen penerimaan yang lebih rendah disertai dengan
kognitif, normatif, regulatif, dan membentuk negosiasi dengan konstituen eksternal untuk
aturan mainnya sendiri. Institusi dapat memodifikasi aturan main dan mengakomodasi
membentuk perkembangan organisasi melalui kepentingan organisasinya. Penghindaran
aktor-aktor organisasional (melalui sosialisasi, adalah bentuk resistensi organisasional yang
pembentukan identitas, dan sanksi). melibatkan taktik-taktik mencari celah untuk
keluar dari aturan main institusional yang
Gambar 1
Konstruksi Makna Lokal dari Standar Akuntansi Internasional (Albu et al. 2014)
Sujoko Efferin dan Felizia Arni Rudiawarni, Memahami Perilaku Stakeholders Indonesia ... 143
hendak diterapkan konstituen eksternal. sebagai informasi awal (bukan dasar mutlak
Perlawanan adalah respons organisasional membuat pertanyaan penelitian), dan hasil
yang menentang tekanan institusional melalui penelitian yang sesuai dengan pengalaman
kegiatan aktif dan terbuka dalam melawan pelaku. Metodologi yang digunakan juga terus
konstituen eksternalnya. Resistensi yang berkembang, meliputi salah satunya grounded
paling aktif adalah manipulasi, di mana theory method (Strauss dan Corbin 1998) yang
organisasi melakukan kooptasi konstituen terkait erat dengan etnografi.
institusionalnya, membentuk berbagai nilai Grounded theory method mengandalkan
dan kriteria dan/atau mengendalikan tekanan saling peran antara data dengan teori yang
institusional tersebut. sudah ada (Strauss dan Corbin 1998). Data
Albu et al. (2014) menggunakan kerangka dianalisis untuk menemukan konsep-konsep
ini untuk menjelaskan bagaimana respons dari kunci dan dimaknai dengan membandingkan
berbagai aktor dalam menyikapi adopsi IFRS kesesuaian dan pertentangan antara emic view
di Romania. Menurut mereka, implementasi (persepsi pelaku/partisipan) dan etic view
IFRS adalah proses yang kompleks dan (persepsi umum/teori) (Efferin dan Hopper
memerlukan analisis kekuasaan, kepentingan, 2007; Efferin dan Hartono 2015). Perbandingan
dan tekanan institusional pada tingkatan tersebut bertujuan untuk meminimalisasi bias
organisasi dan lokal/institusional. Dengan peneliti (melalui triangulasi) dan menemukan
melakukan kajian pada konteks institusional benang merah untuk menghasilkan penjelasan
dan organisasional, mekanisme proses adopsi, yang dapat diterima secara lebih luas (internal
dan tipe-tipe respons oleh berbagai organisasi, dan external validity). Pemahaman yang
dapat dijelaskan dalam sebuah konteks lokal. dapat diterima secara luas diperlukan untuk
membantu audiens memahami hasil penelitian
tersebut serta menjelaskan/merekonsiliasi
METODE PENELITIAN tindakan individual dengan struktur sosial/
kolektif para partisipan dalam praktik
Neuman (2011) membagi lima akuntansi (Hopper dan Powell 1985; Scapens
jenis paradigma penelitian: positivisme, dan Macintosh 1990).
interpretivisme, critical, feminisme, dan Strauss dan Corbin (1998) membagi
postmodernisme. Penelitian ini menggunakan langkah-langkahnya menjadi open coding
paradigma interpretif (grounded theory). (pengelompokan data awal sesuai kategori
Penelitian interpretif merupakan analisis tertentu), axial coding (hubungan antar kategori
sistematis terhadap tindakan dalam sebuah awal), dan selective coding (penyederhanaan
kelompok melalui pengamatan yang mendetail penjelasan dengan menggabungkan, memecah,
untuk memahami bagaimana para pelaku menghilangkan kategori-kategori awal
menciptakan dan memelihara dunia sosialnya. tersebut). Proses tersebut berlangsung secara
Menurut Neuman (2011), interpretivisme telah iteratif sampai penjelasan yang diperoleh
berkembang menjadi berbagai pendekatan sudah mencakup isu-isu utama sesuai tujuan
antara lain: hermeneutika, etnografi, penelitian. Hasilnya adalah penjelasan yang
fenomenologi, konstruksionisme, dan lain- dapat berupa model, proposisi, atau bahkan
lain. Variabilitas ini meliputi dari yang hipotesis yang dibangun dari data tersebut
cenderung objektif (dalam batas tertentu untuk dipahami pembaca (Strauss dan Corbin
tetap mementingkan validitas eksternal) 1998).
sampai dengan subjektif (sepenuhnya Studi ini dilakukan mulai September
mengikuti alam berpikir pelaku). Namun, 2012 sampai dengan Mei 2014. Metode
yang menjadi ciri utama adalah adanya pengumpulan data yang dipakai adalah
keterlibatan langsung dan mendalam dari wawancara, observasi, dan analisis dokumen
peneliti dalam bentuk kontak langsung dengan (Strauss dan Corbin 1998; Mason 1996;
pelaku/partisipan, kajian teori/literatur hanya Neuman 2011; Efferin et al. 2008). Ringkasan
144 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2014, Vol. 11, No. 2, hal 138 - 164
Tabel 1
Metode Wawancara
Jumlah Jumlah
Status/Posisi Partisipan Kriteria Tema Wawancara
Partisipan Jam
Regulator (Anggota DSAK, Pengurus 2 4 Terlibat Histori; tujuan/harapan; kendala;
IAI dan Tim Implementasi/Sosialisasi minimal 2 respons pasar; hubungan dengan
IFRS/PSAK) sekaligus Auditor/ tahun stakeholders lainnya.
Partner KAP
Regulator sekaligus Akademisi 3 6 Sebagai Histori; tujuan/harapan; kendala;
regulator respons pasar; hubungan dengan
minimal 2 stakeholders, pengalaman
tahun dan mengajar; kendala dalam
sebagai perkuliahan; kondisi fasilitas;
akademisi interaksi dengan mahasiswa;
minimal 10 harapan.
tahun
Auditor/Partner KAP 2 3 Pengalaman Histori; tantangan; respons klien;
minimal 10 hubungan dengan regulator.
tahun
Akuntan Perusahaan (Preparer) 7 13 Pengalaman Latar belakang perusahan;
minimal 5 pengalaman kuliah; kendala
tahun implementasi; interaksi dengan
auditor dan rekan kerja.
Akademisi 4 8 Pengalaman Latar belakang; pengalaman
minimal 10 mengajar; kendala dalam
tahun perkuliahan; kondisi fasilitas;
interaksi dengan mahasiswa;
harapan.
Pengguna Laporan Keuangan (1 8 4 Pengalaman Pengalaman selama bekerja;
orang direktur dana pensiun sebagai minimal 5 cara pengambilan keputusan;
investor institusional, 2 orang investor tahun pandangan tentang pentingnya
individual, 3 orang analis keuangan, IFRS.
1 orang pimpinan bank untuk aplikasi
kredit, dan 1 orang broker sekuritas)
Total 26 38
dari wawancara, observasi, dan analisis sehingga data yang diperoleh kaya dan
dokumen ditampilkan dalam Tabel 1 sampai 3. mendalam. Jawaban partisipan langsung
Wawancara dilakukan untuk men- dikembangkan saat wawancara berlangsung.
dapatkan data tentang persepsi, pemikiran, Observasi dilakukan untuk mendapatkan
opini, dan pengalaman dari pihak-pihak data tentang proses pembelajaran akuntansi
yang terlibat dan berkepentingan terhadap terkait PSAK/IFRS. Ini meliputi diskusi,
implementasi IFRS. Wawancara dilakukan isu-isu yang menjadi sorotan, kontroversi,
terhadap anggota Dewan Standar Akuntansi dan konsensus yang terjadi selama proses
Keuangan (DSAK), pengurus Ikatan berlangsung dengan metode non-participant
Akuntan Indonesia (IAI), tim implementasi/ observation.
sosialisasi IFRS, auditor/partner KAP, Analisis dokumen dilakukan untuk
akuntan perusahaan (preparer), akademisi, mendapatkan data spesifik khususnya aturan
dan pengguna laporan keuangan. Wawancara main tertulis yang meliputi Pernyataan
menggunakan metode semi terstruktur dan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang
direkam agar fleksibel, namun tetap tematik sudah mengadopsi IFRS dan exposure draft-
Sujoko Efferin dan Felizia Arni Rudiawarni, Memahami Perilaku Stakeholders Indonesia ... 145
Tabel 2
Metode Observasi
Jenis Aktivitas Jumlah Jam Fokus Observasi
Silabus; cara penyampaian materi;
Kuliah dengan materi PSAK yang tuntutan tugas; karakteristik mahasiswa;
6
sudah mengadopsi IFRS presentasi mahasiswa; suasana diskusi;
tanggapan mahasiswa.
Tabel 3
Analisis Dokumen
Jenis Dokumen Jumlah Jam
PSAK 10
Exposure Draft PSAK dan masukan dari stakeholders 5
Berbagai produk hukum dari IAI terkait implementasi IFRS 5
Total 20
nya, masukan yang diberikan kepada Dewan IAI, dan tim sosialisasi dan implementasi)
Standar, dan laporan keuangan auditan dan non- dengan konstituen eksternal IFRS (termasuk
auditan dari perusahaan yang diwawancarai. International Accounting Standards Board
Dokumen-dokumen tersebut menunjukkan (IASB)), pemerintah, auditor, preparer, dan
bagaimana implementasi dari PSAK baru yang perguruan tinggi; (2) auditor dengan konstituen
sudah berbasis IFRS. eksternal regulator dan preparer; (3) preparer
Data yang terkumpul kemudian dilakukan dengan konstituen eksternal regulator
triangulasi antar metode dan intra metode untuk dan auditor; (4) perguruan tinggi dengan
meminimalisasi bias peneliti (Neuman 2011; konstituen eksternal IFRS, regulator, auditor,
Efferin 2010; Efferin et al. 2008). Kontradiksi dan preparer; (5) pengguna laporan keuangan
data yang muncul digunakan untuk mencari dengan konstituen eksternal IFRS, regulator,
penjelasan lebih jauh sampai ditemukan dan klien. Berangkat dari jenis-jenis respons
benang merah yang menjelaskan alasan menurut Oliver (1991), stakeholders IFRS di
perbedaan data yang ada, misalnya konteks Indonesia memiliki respons yang berbeda-
yang berbeda, penajaman makna, dan bias dari beda: patuh, kompromi, penghindaran,
peneliti maupun sumber data. Selanjutnya, perlawanan, dan manipulasi.
dapat direkonstruksi fenomena yang terjadi Sesuai dengan metodologi grounded
untuk menjawab pertanyaan penelitian. theory, penjelasan dari perspektif berbagai
pihak (partisipan) di bawah ini diperoleh setelah
mengidentifikasi berbagai tema yang paling
HASIL PENELITIAN DAN sering muncul dan ditekankan berulang-ulang
PEMBAHASAN
oleh mereka selama studi lapangan dilakukan.
Berbagai tema tersebut teridentifikasi setelah
Indonesia melakukan proses adopsi
peneliti melakukan open coding, axial coding,
IFRS secara bertahap (gradual), yaitu tahap
dan selective coding (lihat bagian metode
adopsi (2008-2011), persiapan (2011), dan
penelitian). Untuk meminimalisasi bias
implementasi (2012) (Hoesada 2008). Studi ini
peneliti, tema-tema tersebut telah dikonfirmasi
menggunakan model yang dikembangkan oleh
melalui serangkaian triangulasi yang meninjau
Albu et al. (2014). Operasionalisasi dari model
silang data dari berbagai sumber yang berbeda-
tersebut dilakukan dengan mengidentifikasi
beda. Kemudian pemaknaan data dikonfirmasi
lima stakeholders utama yang dianalisis
ulang ke partisipan terkait untuk memastikan
secara berjenjang sesuai posisinya masing-
bahwa tidak ada misinterpretasi dari peneliti
masing: (1) regulator (meliputi DSAK,
maupun tema-tema penting yang tertinggal.
146 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2014, Vol. 11, No. 2, hal 138 - 164
contoh, PSAK 4. (Bapak H, partner di Indonesia, saat ini dianggap positif oleh
KAP dan regulator) preparer dan perusahaan. Sebagai contoh
adalah pernyataan berikut ini dari seorang
Jadi, mekanisme penerjemahan IFRS akuntan di salah satu emiten terbesar di Bursa
dalam bentuk PSAK memiliki tujuan yang Efek Indonesia (BEI):
lebih luas dari sekadar menerjemahkan dari
bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Auditor punya etika di situ. Untungnya
Penerjemahan itu sendiri memungkinkan di situ kalau saya melihat. Bagaimana
proses implementasi yang lebih bertahap agar etika itu dijunjung tinggi di profesi kita
dapat menambah waktu (strategi buying time) itu yang menurut saya adalah itu yang
yang dibutuhkan oleh akuntan Indonesia untuk membatasi kita secara moril lah ya
menyiapkan dirinya. kalau kita mau ke arah mana. (Bapak
Dapat disimpulkan bahwa problematika A, preparer)
yang dihadapi regulator terkondisi oleh
Namun demikian, auditor sendiri
ketiadaan SDM di tingkat pengambilan
dianggap kurang efektif jika tidak didukung
kebijakan/keputusan strategis yang bekerja
oleh berbagai pihak lain yang berkepentingan
secara full-time, independensi yang dimiliki
terhadap kualitas pelaporan keuangan di
(karena sosialisasi mengandalkan dukungan
Indonesia. Sebagaimana terungkap:
stakeholders lainnya), dan ketertinggalan
akuntan Indonesia menghadapi MEA 2015. Di Pada saat kita diminta laporan
satu sisi, regulator berkepentingan memastikan auditor independen maka dia mengacu
terimplementasikannya IFRS dengan baik, pada PSAK, tetapi pada saat laporan
namun di sisi lain regulator juga harus auditor independen itu tidak untuk
melindungi auditor dan akuntan Indonesia saat BAPEPAM-LK atau tidak untuk listed
MEA diberlakukan. dan sebagainya, misalnya untuk
Pihak regulator berada dalam posisi yang kebutuhan bank, kredit, menurut saya
dilematis sehingga merespons konstituen tidak sepenuhnya dia akan mengacu
eksternalnya dengan cara kompromi. Regulator pada PSAK. PSAK secara format ya
menerima IFRS sebagai sesuatu yang tak tetapi isinya kita tidak tahu. Menurut
terhindarkan, tetapi berupaya menegosiasikan saya tidak ada forcing law enforcement
dengan stakeholders lainnya apa yang bisa yang sangat kuat. (Bapak A, preparer)
dihindari untuk sementara waktu dan apa yang
bisa dikerjakan bersama agar kepentingan Dalam perspektif auditor, independensi
regulator dapat terakomodasi tanpa adalah sesuatu yang problematis di lapangan.
berbenturan dengan agenda IFRS. Legitimasi Seringkali, klien bertanya kepada auditornya
regulator terletak pada keberhasilannya dan dalam banyak kasus justru staf auditor
melindungi akuntan dan auditor Indonesia dari bersedia membantu. Sebagaimana dinyatakan
serbuan negara lain. Karenanya, adopsi IFRS di bawah ini:
menjadi PSAK adalah alat untuk bernegosiasi
dengan IASB dalam bentuk buying time Tapi di lapangan banyak sekali staf
sambil mempersiapkan kompetensi auditor kantor akuntan, dengan sepengetahuan
dan akuntan Indonesia. Temuan studi ini juga bosnya atau nggak, membantu klien,
mengungkapkan bahwa regulator memandang mereka itu kebanyakan cuma Neraca,
pemerintah belum memberikan dukungan yang Laba Rugi, ya dibantuin. Juga Catatan
cukup apalagi ideal untuk aktivitas regulator. atas Laporan Keuangannya, Arus Kas,
Perubahan Ekuitas, dibantuin sama
Auditor: Harapan dan Tantangan staf auditor. Padahal kalau kita bicara
Independensi auditor, dengan berbagai independensi itu kan bahaya. (Ibu B,
macam pembenahan dalam regulasi akuntansi partner KAP)
Sujoko Efferin dan Felizia Arni Rudiawarni, Memahami Perilaku Stakeholders Indonesia ... 149
Kalau klien itu biasanya rata-rata pribadi dan staf tersebut cenderung kooperatif
akan diskusi dengan auditor. Kira-kira meskipun problematis terkait independensi
ini konsepnya seperti apa. IAPI kan tersebut. Dampak negatif yang mungkin timbul
resources-nya terbatas. Mereka kan adalah jika menemui masalah perusahaan justru
gak bisa menjawab setiap pertanyaan mengalihkan tanggung jawab manajemen atas
yang muncul. Ya tentunya kalau cuma laporan keuangan ke auditor. Jadi, tantangan
baca standar aja agak sulit ya. Mungkin lain yang dihadapi auditor adalah bagaimana
dia akan lebih baik kalau ditunjang memastikan staf lapangannya bisa satu suara
dengan diskusi, atau referensi lain dengan partner dalam menjaga independensi
gitu. (Bapak D, partner KAP) ini.
Jadi yang biasanya terjadi itu, auditor
Hal ini sejalan dengan temuan dalam
itu ikut dilibatkan oleh klien, jadi
riset KPMG 2010 (Albu et al. 2014) yang
klien itu kalau udah kena kasus, yang
menyatakan bahwa auditor adalah sumber
ngajarin saya itu auditor, bener gak
utama untuk berkonsultasi terkait standar
bener itu yang diucapkan. Karena dia
yang baru ataupun yang bersifat kompleks nggak mau ditangkap polisi sendirian.
bagi entitas yang menerapkan IFRS. Namun, Itu sudah terjadi di beberapa teman
dalam hal ini, auditor dibatasi dengan kode seperti itu. Jadi dia bilang, itu adalah
etik profesi yaitu prinsip objektivitas. Dari si auditor. (Ibu B, partner KAP)
analisis dokumen Standar Profesional Akuntan
Publik (SPAP) ditemukan bahwa prinsip Tantangan lain lagi adalah jika bertemu
objektivitas mengharuskan praktisi untuk dengan klien yang justru memaksakan
tidak membiarkan subjektivitas, benturan kehendaknya. Professional judgment sebagai
kepentingan, atau pengaruh yang tidak landasan mengimplementasikan IFRS belum
layak dari pihak-pihak lain memengaruhi dapat dimaknai secara utuh oleh preparer.
pertimbangan profesional atau pertimbangan Sebagaimana diungkap berikut ini:
bisnisnya (IAPI 2011). Lebih lanjut, SPAP
mensyaratkan bahwa setiap praktisi (dalam Mereka masih belum terbiasa, debat
hal ini auditor) harus menghindari setiap konsiderat. Ya jadi considerable debate
itu kurang. Iya, itu karena conceptual
hubungan yang bersifat subjektif atau yang
foundation-nya kurang, dia lebih
dapat mengakibatkan pengaruh yang tidak
ke debat kusir, debat mau menang
layak terhadap pertimbangan profesionalnya
sendiri. Jadi, dia masih terperangkap
(IAPI 2011). Jadi, prinsip ini menegaskan
dalam budaya bahwa its a matter of
bahwa jika ketergantungan klien tersebut
choice gitu, padahal dalam standar
sudah memengaruhi independensi, maka yang baru, banyak sekali a matter of
auditor harus memberikan penjelasan dan judgment, not a matter of choice, nah
edukasi kepada klien bahwa hal tersebut tidak itu yang merupakan suatu lompatan
diperbolehkan. pemikiran yang membuat kegoncangan
Namun, dalam kenyataannya, posisi yang menimbulkan banyak sekali
auditor seringkali dilematis karena di perselisihan. (Bapak H, partner KAP
satu pihak mengemban fungsi pemberian dan regulator)
professional judgment yang independen dan
Lebih jauh, ada perbedaan perilaku
di lain pihak berhadapan dengan klien yang
antara perusahaan besar dan perusahaan
membutuhkan layanan optimal. Menghadapi
menengah/kecil di Indonesia dalam mencari
segala kemungkinan di kemudian hari, partner
solusi implementasi IFRS.
KAP telah berupaya menjaga independensinya
agar tidak disalahgunakan oleh manajemen Kalau company-nya besar otomatis
perusahaan. Meskipun demikian, seringkali dia punya level manager atau director,
klien bertanya kepada staf auditor secara understanding-lah. Tapi kalau itu
150 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2014, Vol. 11, No. 2, hal 138 - 164
medium atau small, dia akan depend operasinya. Di antara para stakeholders yang
pada auditor atau consultant. Sekarang ada, sejauh ini, auditor adalah pihak yang
kan grupku ini banyak perusahaan. paling memenuhi harapan regulator untuk
Jadi semua di-training termasuk menjamin kebehasilan implementasi IFRS.
direkturnya. Kita pakai konsultan. Namun, legitimasi auditor juga terletak pada
Karena kan director kita juga harus sejauh mana dia dapat diterima oleh klien
understanding membaca financial selaku pengguna jasanya. Auditor tetap
statement. (Ibu C, preparer) mengutamakan fungsinya sebagai garda
terdepan untuk implementasi IFRS, namun
Di perusahaan saya sekarang ada pada saat bersamaan mencoba mengembangkan
refreshment juga setiap tahunnya. taktik-taktik khusus untuk menjaga hubungan
Kan setiap tahun saya mendapatkan baik dengan klien.
United States Generally Accepted
Accounting Principles (U.S. GAAP), Perspektif Preparer: Loyalitas, Budaya, dan
comparison between U.S. GAAP Bahasa
and IFRS, PSAK seperti apa Akuntan perusahaan selaku preparer
konvergensinya, orang kami paham memegang peranan yang signifikan terkait
untuk hal itu. Tetapi kalau saya melihat kualitas laporan keuangan. Namun, seringkali
masa lalu yang pada saat saya masih preparer menghadapi berbagai kendala dalam
memegang laporan-laporan keuangan menjalankan tugas profesionalnya sehingga
independen, kebanyakan menuruti mau memengaruhi kualitas laporan keuangan yang
auditor kayak apa dan bahkan disuruh dibuatnya. Tiga kendala utama tersebut adalah
baca PSAK tidak akan pernah dibaca, pragmatisme dan loyalitas terhadap pimpinan
lebih baik kita menerangkan itu yang perusahaan, budaya, dan bahasa.
akan digunakan dan itu akan jadi Loyalitas terhadap atasan/pimpinan
acuan. Jadi itu yang terjadi saat ini. perusahaan seringkali menjadi dasar preparer
(Bapak A, preparer) dalam membuat laporan keuangan. Artinya,
IFRS dikompromikan dengan tujuan pihak
Jadi, problematika yang dihadapi auditor manajemen dalam membuat laporan tersebut.
untuk menjaga independensinya cenderung Sebagaimana diungkapkan:
lebih besar jika berhadapan dengan klien Pimpinanku, cuma ingin tahu labaku,
perusahaan menengah/kecil dibandingkan penjualanku berapa, penjualan yang
perusahaan besar. Perusahaan besar relatif lagi idle, maksudnya yang belum
lebih siap mengimplementasikan IFRS karena terjual itu berapa, dan untuk membuat
memiliki sumber daya yang cukup baik dari tagihan Asal bos senang kan. Jadi
segi manusianya maupun uang untuk melatih rule lebih penting dari prinsip dan
dan mempersiapkan akuntannya dengan istilah. (Bapak J, preparer)
kompetensi yang dibutuhkan. Di pihak
lain, perusahaan menengah/kecil cenderung Kita kesulitan ada banyak hal yang
pragmatis. Dalam hal ini, memang auditor berbeda dengan PSAK. Secara global,
membutuhkan metode dan pendekatan yang manajemen masih belum menyetujui
berbeda dalam menghadapi kedua tipe klien untuk menerapkan karena yang
tersebut. pertama: penilaian harus dinilai secara
Dapat disimpulkan bahwa respons pasar. Yang kedua, untuk penerapan
umum dari auditor adalah cenderung dari PSAK ke IFRS-nya ini yang kita
bersikap kompromistis terhadap konstituen agak ragu-ragu menerapkan. Kita
eksternalnya. Ada hubungan saling membutuh- berusaha menjelaskan, cuma kadang
kan antara auditor dengan regulator. Auditor owner pemikirannya ya pokoknya aku
membutuhkan legitimasi dari regulator untuk laba, labanya berapa. Maklum ya,
Sujoko Efferin dan Felizia Arni Rudiawarni, Memahami Perilaku Stakeholders Indonesia ... 151
orang lama, jadi sudah berumur. Jadi Ada rasa enggan untuk mempelajari hal baru
saya sudah mengarahkan itu, Pak. apabila manfaatnya dirasa tidak sebanding
(Ibu E, preparer) dengan upaya yang harus dilakukan. Kebiasaan
menggunakan standar akuntansi lama yang
Jika tujuan pembuatan laporan keuangan bersifat rule-based memberikan zona nyaman
hanya untuk kebutuhan internal, maka pihak tersendiri yang tidak ingin ditinggalkan oleh
manajemen hanya memerhatikan informasi para pengambil keputusan. Sebagai akibatnya,
yang dianggap penting bagi perusahaannya. preparer seringkali hanya melanjutkan tradisi
Beberapa informasi yang sering dianggap akuntansi yang sudah ada di perusahaan
prioritas adalah omset, profit, piutang, dan tempatnya bekerja. Sesuai kutipan berikut:
persediaan. Dalam hal ini, pihak manajemen
tidak terlalu memedulikan sejauh mana Kalau kita anak muda seng cenderung
kesesuaian perlakuan akuntansinya dengan mudah bisa untuk diubah, masih isa
PSAK. Bahkan, jika PSAK dianggap paham bahwa perubahan itu ndak
merepotkan untuk diterapkan, maka pihak masalah. Yang masalah itu kan orang-
pimpinan memilih untuk tetap menggunakan orang seng sudah tua itu kan biasanya
kebiasaan yang lama. Hal ini dikonfirmasi di wah sinau maneh rek, utek iki wes tuek
bawah ini: disuruh belajar lagi, kadang kayak
Ya, karena ternyata dia melakukan gitu, kan. (Bapak J, preparer)
hal seperti itu terus harus diomongkan Jadi praktik akuntansi cuma
sama atasan, dan menurut mereka, berdasarkan yang lama. Ngikuti
mereka lebih suka yang disederhanakan langsung aja. Jadi ngikuti format yang
karena bukan perusahaan yang besar, lama kayak gimana. Terus nanti waktu
menurut mereka itu terlalu idealis, pas pelaporan bulanan kan kelihatan.
karena terlalu mengacu ke text book. Ternyata, oh ini nggak usah diginiin,
Padahal kalau menurut mereka di ini digabungin aja. Ya sudah ngikuti
lapangan itu nggak perlu sampe akhirnya. (Ibu I, preparer)
segitunya, sih. Cukup yang simpel dan
mudah dipahami saja, sih. (Ibu I, Kekuatan pendorong implementasi IFRS
preparer) bagi preparer adalah auditor. Sebagaimana
diungkapkan:
Dalam situasi ini, preparer mencari Yang terpenting kalau selama
jalan aman agar tidak dianggap non- laporan itu masih relevan sama yang
kooperatif oleh atasan/pimpinan perusahaan. dibutuhkan dan juga masih bisa
Sebagaimana terungkap: menjelaskan banyak hal, ya kenapa
Ya karena itu kan apa yang atasan harus ngikuti IFRS gitu, lho. Toh juga
minta. Saya sendiri kalau kerja kan kita nggak diaudit, kita nggak ada
mengikuti apa yang mereka minta. Kan keharusan untuk mengikuti peraturan
otomatis saya juga harus mengikuti, yang paling up to date gitu. (Ibu I,
kan? Dan saya buat satu pengertian preparer)
yang berbeda, terus diterimanya juga
berbeda, ditolak. Itu kan jadi agak Jadi, budaya pragmatis di kalangan
susah. (Ibu I, preparer) preparer (bahkan manajemen) membutuhkan
pemaksaan dari eksternal. Apabila
Hal penting lainnya yang terungkap user laporan keuangan tersebut menuntut
adalah kecenderungan budaya pragmatis, implementasi IFRS, maka pihak preparer dan
dalam hal ini mana cara paling mudah di manajemen akan menggunakannya sebagai
mana preparer dan manajemen sudah terbiasa. rujukan. Dengan demikian, kualitas laporan
152 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2014, Vol. 11, No. 2, hal 138 - 164
keuangan bukan dilihat dari substansinya, Dalam praktik, hal-hal yang tidak
namun legitimasinya di mata pengguna. substansial justru dianggap lebih cocok
Preparer juga mengungkapkan sebuah menggunakan tulisan. Sedangkan hal
masalah di lapangan: kebiasaan budaya lisan yang memerlukan diskusi dan pemahaman
dan high context yang dimiliki masyarakat. mendalam membutuhkan interaksi langsung.
Sebagaimana dinyatakan oleh Hall dan Hall Sebagaimana diungkapkan:
(1990), dalam budaya high context, pengirim
pesan tidak terbiasa mengungkapkan seluruh Kalau misalkan sifatnya teknikal, itu
maksudnya dalam bentuk formal/tertulis yang biasnya sedikit, Pak. Tapi pada saat
disampaikan. Komunikasi tertulis hanyalah konseptual, di situlah paling banyak
sepotong bentuk komunikasi yang masih harus biasnya. Tapi kalau teknis, gimana
dilengkapi dengan berbagai interaksi langsung menghitung HPP ya gampang pasti
seperti tatap muka, pembicaraan lisan, cara seperti itu. Tapi IFRS lebih konseptual
pesan disampaikan, bahasa tubuh dan mimik daripada teknis. Inilah mengapa orang
muka si pengirim pesan, dan kesepakatan tidak lebih baik dijelaskan daripada baca
tertulis lainnya yang memaknai inti pesan sendiri. Di Indonesia, banyak yang
tersebut. Sebagaimana terungkap: nggak mempercayai tulisan dan perlu
Yes, kita ini terbiasa lisan. Menurut konfirmasi untuk menegaskan bahwa
saya, makin lama makin susah apa yang kita pikirkan dan apa yang
orang menuliskan apa yang dia kita baca itu sama, kalau yang kita
mau. Sekarang mana ada lomba baca itu benar gak, sih. (Bapak A,
mengarang. Dulu, zaman saya SD saya preparer)
masih bisa juara lomba mengarang,
banyak lomba. Sekarang mana? Jadi Kalau itu kompleks, membutuhkan
memang akhirnya budaya menulis penjelasan lisan. Kita bisa bilang
sangat kurang saat ini. Tetapi kadang- kompleks dan grey area atau itu
kadang efisiensi dari hasil kita menulis mengandung suatu standard policy, itu
dengan kita ngomong, akan lebih selain tertulis, nah tertulisnya itu harus
gampang untuk ngomong. Karena point by point ya, itu disampaikan
kita berhadapan dengan orang lain, lagi. Supaya e, they think the same
kemudian kita tahu reaksi wajahnya understanding ya. Karena kan kalau
Ketika kita menulis, itu tidak ketemu. kita hanya tertulis dan itu mungkin
Aku lebih baik dijelaskan daripada nggak saklek ya, nggak 1+1 =2, itu
baca sendiri. Dan menurut saya bisa disalahartikan. Satu tambah satu
sampai saat ini masih itu yang terjadi, itu kan bisa jadi tiga, jadi empat, jadi
ya. (Bapak A, preparer) nggak sama. (Ibu C, preparer)
Ada hal-hal tertentu yang terkadang Masalahnya tidak hanya terletak pada
dituliskan itu tidak mengerti, jadi harus preparer (akuntan) saja. Akuntan harus
dua-duane. Jadi mari tulis, ni sakjane berkomunikasi dengan banyak pihak dalam
yak apa maksude. Kadang ada yang internal maupun eksternal organisasi. Jika
kurang mengerti, sehingga kita bisa kebiasaan budaya high context ini dimiliki
jelaskan. Tapi kan juga di satu sisi ada bersama dalam sebuah masyarakat yang lebih
hal yang tidak tertulis sehingga kita luas, maka tidak ada pilihan lain bagi siapapun
harus tanya kembali atau kita harus anggota masyarakat tersebut selain mengikuti
mengklasifikasikan sendiri atau wes aturan main yang ada. Jadi, budaya ini
nalar itu masuke di mana. Itu sering direproduksi oleh banyak pihak dan menjadi
terjadi. (Bapak J, preparer) acuan tindakan kolektif bahkan sekaligus
norma yang berlaku. Sebagaimana terungkap:
Sujoko Efferin dan Felizia Arni Rudiawarni, Memahami Perilaku Stakeholders Indonesia ... 153
Untuk komunikasi, kita lebih banyak Kebiasaan akan membentuk budaya. Jika
ngomong. Soalnya kalau tertulis itu budaya menulis ditempatkan di bawah budaya
kadang nggak nangkep gitu, lho. Kita lisan, maka akan menyebabkan kesulitan bagi
bukan bermaksud sesuatu tapi orang masyarakat untuk mengembangkan bahasa
kadang miskomunikasi kalau tertulis. yang komprehensif dan tajam maknanya serta
Jadi mending ngomong langsung tulisan yang mampu untuk menyampaikan
Perlu kenal dulu dengan lawan bicara. maksud dengan efektif. Pada gilirannya,
Supaya tahu sikapnya gimana, orang budaya membaca (khususnya hal-hal yang
itu gampang tersinggung apa nggak, kritis/sarat makna mendalam) menjadi kurang
orang ini terus terang atau senenge berkembang.
cuma ngomong bagus di depan tapi
jelek di belakang. (Ibu I, preparer) Kalau panjang-panjang ya kita
baca berulang-ulang ya. Baru kita ini
Memberikan penugasan atau understand ya. Karena Indonesianya
komunikasi lebih enak langsung tuh kadang translation-nya itu
ngomong karena langsung nyantol. membingungkan. Jadi kita lebih enak
Kalau tulisan itu kan bingung maksude baca Inggrisnya. Pokoknya kalau saya
apa. Perasaan atau makna yang baca nggak mengerti, saya akan cari
sesungguhnya memang ndak semua Inggrisnya Kalau bingung Inggris
bisa disampaikan dengan kata-kata. liat Indonesia, Indonesia bingung liat
Soale misale dia bilang nggak bad Inggris (tertawa). Kita kan fleksibel
mood kan kita nggak tahu dia bener- (tertawa). (Ibu C, preparer)
bener nggak bad mood. Mesti lihat
tingkah lakune mungkin Juga lek PSAK itu bahasanya agak bahasa
dari kata-kata tok sih ya ndak isa lah, planet gitu jadi agak pusing gitu ndak
mesti lihat bahasa tubuhnya, jadi kita mengerti maksude. Satu kalimat ini
pakai feeling. (Ibu N, preparer) ae wes ndak mengerti gitu. Seharuse
bahasa Indonesia lebih enak soale
Selain itu, ditemukan juga bahwa kan kita sehari-hari pake bahasa
di lapangan, mereka yang berpendidikan Indonesia. Meskipun bahasa Indonesia
relatif tidak tinggi justru membutuhkan tapi kok aneh-aneh lain dari yang kita
komunikasi lisan dengan bahasa sehari-hari kenal. (Ibu N, preparer)
yang sesederhana mungkin agar pesan yang
disampaikan dapat dipahami dengan baik. Jelaslah, para preparer merasa penggunaan
Sebagaimana terungkap: bahasa Indonesia dalam PSAK sering dianggap
sebagai bagian dari masalah daripada solusi
Jadi kayak ngomong ke crew yang di untuk memahami IFRS. Ini dikonfirmasi
lapangan itu cara ngomongnya pasti juga oleh regulator dan akademisi. Proses
beda sudahan. Harus benar dengan penerjemahan dari bahasa Inggris ke bahasa
bahasa yang lebih gampang diterima Indonesia diakui tidak mudah dan ada banyak
mereka, menurut mereka lebih enak. tantangan bagi DSAK yang memerlukan
Bikin pengumuman j)uga sama. Kita dukungan dari pemerintah. Sebagaimana
nggak bisa pakai kata-kata yang terungkap:
kelihatan keren gitu. Ya mau nggak
mau ya harus pakai yang kelihatan Dari proses penerjemahannya sih
biasa gitu. Rasae lebih lebih dipakai sebenarnya memang agak painful.
bahasa sehari-hari sih. (Ibu I, Tidak mudah memang, karena sekali
preparer) lagi, struktur bahasa Inggris itu
berbeda dengan struktur kalimat
154 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2014, Vol. 11, No. 2, hal 138 - 164
kalau bisa mengajar dengan baik, Terlihat bahwa alasan utama adalah
maka lulusannya akan baik. Nah di sini kemudahan pemahaman IFRS agar dapat
berarti yang mengajar di PPAk adalah diakses oleh kalangan lebih luas, tidak hanya
dosen-dosen berkualitas, dilihat dari oleh mereka yang memiliki kemampuan
sertifikasi-sertifikasi yang mereka tinggi dalam bahasa Inggris. Pemikiran yang
punya, kan. Di pelaporan korporat ditonjolkan adalah bahwa dengan penguasaan
misalnya, PSAK banyak banget di situ, bahasa Indonesia pada tingkatan tinggi, lebih
maka yang mengajar adalah dosen- mudah bagi Indonesia untuk menguasai
dosen bersertifikat PSAK itu. (Ibu K, bidang ilmu yang lainnya dalam bahasa sendiri
regulator dan akademisi) sehingga membuka akses seluas-luasnya bagi
semua orang Indonesia untuk menguasai
Tantangan kedua adalah terkait bahasa perkembangan ilmu di era globalisasi. Selain
dalam literatur pengajaran. Pertanyaan itu, juga ada pendapat bahwa bahasa adalah
sentralnya adalah: apakah IFRS harus identitas bangsa yang harus dijaga.
sepenuhnya diajarkan dengan menggunakan
PSAK berbahasa Indonesia atau menggunakan Kedaulatan itu tidak hanya kedaulatan
literatur aslinya berbahasa Inggris. Di wilayah tapi juga kedaulatan bahasa.
kalangan akademisi ada pro dan kontra tentang Jadi, itu penting tapi bukan untuk
penggunaan bahasa Inggris versus bahasa pengembangan ilmu melalui tulisan.
Indonesia. Di bawah ini adalah pernyataan Yang kedua adalah, bahasa Inggris
yang pro bahasa Indonesia. bukan bahasa ibu kita. Kita harus
menguasai bahasa kita pada level
Saya berusaha untuk menjelaskan yang tinggi, sehingga kita menguasai
dalam bahasa Indonesia. Jadi, sasaran dua-duanya pada level yang tinggi.
saya adalah bagaimana bangsa kita (Bapak S, akademisi)
ini dapat tahu sesuatu hanya dengan
membaca, tanpa harus menunggu Dalam kesempatan lain, Bapak S menekankan
kefasihan berbahasa Inggris pada pada pentingnya peranan perguruan tinggi
level yang tinggi. Untuk penyebaran untuk turut membangun identitas bangsa yang
ilmu, supaya orang kita itu tidak tidak rendah diri:
harus menguasai dulu bahasa Inggris Perguruan tinggi jangan memberi
untuk menjelajahi ilmu pengetahuan contoh yang jelek, menurut saya,
yang luasnya bukan main. (Bapak S, justru memberi contoh yang baik.
akademisi) Bahasa Inggris sampai begini karena
asumsinya globalisasi itu adalah
Saya setuju jika IFRS diterjemahkan
inggrisisasi, dan itu sudah tertanam
full dalam bahasa Indonesia baik
cukup lama. Akhirnya timbul yang
sebagai standar maupun dalam
namanya rendah diri. Inferiority
text book pengajaran. Hal ini akan
complex yang sengaja ditanamkan
memudahkan semua pihak yang secara tidak sengaja oleh kita ini yang
ingin mempelajari IFRS karena ada di perguruan tinggi. (Bapak S,
sudah diterjemahkan dalam bahasa akademisi)
Indonesia. Terkait dengan adanya
liberalisasi perdagangan MEA 2015, Namun, ada juga pendapat kontra
perusahaan-perusahaan yang ingin terhadap bahasa Indonesia. Sebagaimana
go public di Indonesia bisa mengacu diungkap di bawah ini:
pada PSAK karena PSAK sendiri pada
dasarnya juga merupakan adopsi dari Saya tidak setuju jika IFRS
IFRS. (Ibu Y, akademisi) diterjemahkan ke dalam bahasa
156 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2014, Vol. 11, No. 2, hal 138 - 164
Nah itu, intinya yang dikhawatirkan tidak berpikir mengapa harus seperti
adalah jangan sampai publik justru ini. Yang penting aku mengejar standar
jadi bingung. (Bapak M, regulator untuk lulus dulu. (Bapak A, preparer)
dan akademisi)
Mahasiswa itu takut salah. Nah, itu
Di satu sisi, PSAK yang berbahasa harus dibangun nggak bisa nggak,
Indonesia diharapkan dapat menjadi pegangan karena ke depannya kembali ke
yang memudahkan mahasiswa dalam tugasnya IAI menghadapi itu akuntan
memahami IFRS. Namun, PSAK terkadang profesional dari luar itu, dengan
justru lebih sulit dipahami dibandingkan MEA 2015 itu ya harus kita lakukan.
versi IFRS. Di sisi lain, penggunaan IFRS Mahasiswa harus dibuat profesional
berbahasa Inggris dianggap lebih positif karena dari awal. Kalau nggak kan habis kan
membiasakan mahasiswa dengan terminologi itu apa namanya menunggu titah dari
yang berlaku secara internasional. Namun, siapa dulu, tidak bisa beropini, itu kita
tidak semua mahasiswa memiliki kemampuan akan kalah bersaing. (Ibu K, regulator
berbahasa Inggris tingkat tinggi. Terjebak di dan akademisi)
antara dua kondisi tersebut, pilihan yang lebih
populer adalah menggunakan kedua-duanya Dalam praktik, biasanya nggak ada
dalam waktu bersamaan sehingga bisa saling kepikiran untuk mempertanyakan
melengkapi dan mengatasi persoalan yang mengapa harus begini atau mengapa
dihadapi oleh mahasiswa. Namun, tentunya ini hal itu berbeda. (Ibu I, preparer)
juga membawa dampak negatif terhadap bahasa Beberapa akademisi menganggap studi
Indonesia itu sendiri karena tidak dibiasakan kasus harus diperbanyak sedini mungkin
untuk digunakan dan dikembangkan dalam disertai pemaknaan lebih dalam tentang esensi
mengadopsi berbagai perkembangan ilmu di dari prinsip akuntansi agar mahasiswa terbiasa
tingkat global. mengedepankan professional judgment.
Tantangan berikutnya dalam pembelajaran
akuntansi adalah bagaimana membentuk cara Jadi, mereka kalau diberi suatu kasus
pikir mahasiswa akuntansi ke arah principle akan menganggap karena peraturannya
based dan sanggup memberikan professional begini, maka harus begini. Tapi ketika
judgment sendiri dalam memaknai sebuah kita berikan kasus yang menuntut
prinsip akuntansi. Sebelum penerapan IFRS, mereka menggunakan judgment-nya
pembelajaran akuntansi keuangan cenderung lama-lama terbiasa, walaupun terus
terfokus pada kerangka berpikir rule based. terang untuk mahasiswa tingkat awal
Budaya pragmatisme memengaruhi agak berat, ya. Pengantar akuntansi
sangat besar menurut saya. Kedua untuk menggunakan judgment-nya
adalah pendidikan kita juga, jujur, agak sulit. Tapi begitu mereka sudah
anak-anak sekarang yang saya ajar di semester 3-4 gitu, dengan biasa
pun misalnya ngomong PSAK mereka dibawa saat pengantar ya akan jalan.
sudah haduh seperti cacing kepanasan. (Ibu K, regulator dan akademisi)
To be honest ya di level dosen juga Pendapat tersebut didukung oleh preparer:
kadang-kadang kita malas kalau
gak dituntut kita gak akan baca, tapi Mungkin di pendidikan tidak
karena melihat bahwa ini kita butuh ditekankan dan tidak diberikan poin
dan bahwa kita melihat ada gunanya kuat di situ (kemampuan bernalar
kita sebagai auditor membaca kritis). Kemudian kekuatan teori
maka saya akan baca. Tapi memang akuntansi yang diajarkan harus
pragmatis menurut saya. Mahasiswa ditambah. Karena kan teori akuntansi
158 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2014, Vol. 11, No. 2, hal 138 - 164
just mereka remember, nggak men- Dari hasil observasi proses kuliah
understanding gitu susahnya. Jadi aku juga ditemukan bahwa keterbatasan waktu
hafal soalnya begini, maka jawabannya menjadi kendala utama. Untuk mengajarkan
begini. Waktu saya kuliah anak-anak konsep dan perlakuan akuntansi saja sudah
begitu sudah, nggak mencoba untuk hampir tidak ada waktu tersisa, belum lagi
memikirkan oh logikanya begini, lho. jika ditambah dengan pembahasan kasus.
(Bapak A, preparer) Jadi, rancangan kurikulum yang holistik
memegang peranan vital. Pembentukan
Peneliti juga melakukan observasi saat professional judgment tidak dapat dilakukan
proses kuliah terkait PSAK/IFRS. Dalam hanya dengan mengandalkan satu atau dua
pengamatan tersebut, ditemukan bahwa materi mata kuliah saja. Perlu ada beberapa mata
kuliah sudah disusun sesuai silabus dengan kuliah yang terintegrasi dengan penekanan
menitikberatkan pada aplikasi praktis untuk pada studi kasus tentang perlakuan akuntansi
membentuk professional judgment. Berbagai agar memberikan cukup waktu bagi dosen
ilustrasi yang digunakan sudah dirancang untuk pembentukan kemampuan mahasiswa
untuk merangsang daya pikir kritis dan kreatif dalam membuat professional judgment yang
mahasiswa. Namun, ditemukan dua jenis tinggi. Namun, tidak banyak perguruan tinggi
respons dari mahasiswa yang berbeda. Bagi yang secara khusus merancang kurikulum
mahasiswa dengan kemauan belajar yang pembelajaran akuntansi yang memprioritaskan
tinggi, mereka akan mempelajari dahulu pembentukan kompetensi mahasiswa dalam
materi kuliah. Itupun tidak banyak yang membuat professional judgment.
mencari referensi tambahan. Namun, bagi Selain itu, disparitas mutu input
mahasiswa yang kurang memiliki semangat (mahasiswa) relatif tinggi antar satu perguruan
tinggi, mereka cenderung pasif dan hanya tinggi dengan yang lainnya. Ini menjadi
mengandalkan penjelasan dosen di kelas. masalah karena tantangan dalam proses
Professional judgment baru bisa pembelajaran yang dihadapi sebuah program
terbentuk dengan kuat jika ada keberanian studi akuntansi akan makin besar jika mutu
dari mahasiswa untuk berdebat tentang makna input semakin rendah. Fasilitas belajar di
sebuah prinsip akuntansi. Ini juga dikonfirmasi masing-masing perguruan tinggi juga memiliki
oleh seorang akuntan saat menjelaskan standar yang berbeda-beda. Konsekuensi
pengalaman kuliahnya tentang IFRS/PSAK: yang muncul adalah sangat beragamnya
Kalau diterangkan PSAK tidak kompetensi lulusan akuntansi dari perguruan
mengerti. Dosene itu mengerti kita tinggi yang ada di Indonesia. Ini menyulitkan
kesusahane apa jadi dee njelasno juga standardisasi kompetensi minimal akuntan
dengan bahasa sehari-hari. Kalau dan pada gilirannya menjadi beban tambahan
ndak mengerti ya kadang tanya ke bagi regulator yang menyulitkan keberhasilan
teman. Kadang kalau beberapa dosen implementasi IFRS.
kan memang sudah deket jadi ya Disparitas mutu lulusan tersebut juga
langsung tanyak ae sama dosene. (Ibu berdampak negatif bagi pengguna lulusan
N, preparer) (auditor dan preparer) karena memberikan
beban tersendiri dalam menyiapkan
Mahasiswa cenderung menganggap karyawannya agar sesuai dengan keinginan
dosen adalah sumber kebenaran, menempati dan kebutuhan mereka. Akibatnya, KAP
posisi yang nyaris sakral sebagai pembuat dan perusahaan cenderung memprioritaskan
aturan yang harus dihormati sehingga segala perguruan tinggi tertentu yang dianggap
bentuk penentangan terhadap pendapat dapat diandalkan dalam rekrutmen lulusan
dosen dianggap melanggar norma sosial. akuntansinya.
Sujoko Efferin dan Felizia Arni Rudiawarni, Memahami Perilaku Stakeholders Indonesia ... 159
jarang dianggap lebih relevan (bagi pengguna bahwa budaya berkembang melalui komponen
lainnya). Manfaat langsung yang teridentifikasi bahasa di dalamnya dan pada gilirannya
dari implementasi IFRS adalah daya budaya mereproduksi bahasa itu sendiri.
komparasinya secara internasional, namun Bahasa Indonesia memiliki keterbatasan
apapun standarnya asal comparable maka signifikan untuk menyerap konsep-konsep
itu selalu dianggap baik. Jelaslah bahwa bagi baru. Dalam tataran kolektif masyarakat,
pengguna, respons patuh terhadap perubahan bahasa Indonesia kurang digunakan secara
prinsip dan standar pelaporan keuangan tidak disiplin sehingga kurang mampu beradaptasi
serta merta mengindikasikan bahwa perubahan terhadap perkembangan zaman. Kondisi ini
tersebut memang membawa perbaikan terhadap berimplikasi pada keterbatasan kapasitas
kualitas laporan keuangan itu sendiri. Bahkan, bahasa Indonesia untuk menyampaikan
belum tentu mereka secara sungguh-sungguh makna tingkat tinggi dari bahasa Inggris dan
berupaya untuk memahami substansi filosofis menjadi disinsentif tersendiri bagi akuntan dan
di balik perubahan tersebut. Namun, yang kalangan perguruan tinggi untuk mempelajari
terpenting adalah apakah perubahan tersebut dan mengimplementasikan IFRS/PSAK secara
mengganggu kepentingannya atau tidak. Jika efektif.
tidak mengganggu, maka laporan keuangan Interaksi di kalangan akuntan dan
tetap digunakan sebagai salah satu sumber perguruan tinggi menjadi semakin jauh dari
informasi terpenting. Namun, jika dianggap bahasa tertulis sehingga memperkuat budaya
mengganggu, maka meskipun mereka tidak high context yang telah ada. Jadi, ada proses
melakukan penentangan terhadap regulator, kultural yang kontraproduktif bagi kemampuan
mereka akan lebih mengandalkan informasi menghasilkan professional judgment: budaya
lain yang dianggap lebih sesuai dengan high context keterbatasan kemampuan
kepentingan mereka. berbahasa ketidakmampuan memahami
Jadi, lingkungan institusional mengon- IFRS/PSAK lebih suka bertanya apa yang
disikan munculnya problematika dan respons harus dilakukan professional judgment
yang unik dari berbagai stakeholders IFRS di menjadi lemah.
Indonesia. Kepentingan masing-masing pihak Dari temuan-temuan tersebut, studi
adalah alasan yang paling fundamental di ini mengajukan tujuh proposisi yang bisa
balik setiap jenis respons yang diberikan oleh dikembangkan menjadi model pada studi-
para stakeholders. Stakeholders Indonesia studi berikutnya. Proposisi pertama:
umumnya terbuka menerima perubahan Budaya high context dalam sebuah
apapun yang diminta betapapun besar kesulitan masyarakat mengondisikan tantangan dalam
yang muncul. Ini dikarenakan mereka lebih mengimplementasikan IFRS. Proposisi ke-
fokus ke kepentingan masing-masing daripada dua: Perkembangan bahasa sebuah masyarakat
mengutamakan idealisme berlabel kualitas dalam mengadopsi konsep tingkat tinggi
laporan keuangan. Bagi mereka, kualitas memfasilitasi penerjemahan, pemahaman, dan
laporan keuangan melalui implementasi implementasi IFRS oleh masyarakat tersebut.
IFRS mungkin masih merupakan hal yang Proposisi ke-tiga: Kesiapan dari perguruan
kontroversial, namun yang lebih penting tinggi dalam pembelajaran akuntansi berbasis
adalah bagaimana memanfaatkan laporan IFRS mengondisikan kecepatan transisi
tersebut sebagai alat legitimasi. yang diperlukan untuk implementasi IFRS.
Tinjauan budaya dan bahasa juga Proposisi ke-empat: Dukungan pemerintah
merupakan keunikan tersendiri dari studi terhadap regulator mengondisikan kecepatan
ini. Sebagaimana dinyatakan oleh Smircich dan efektivitas proses implementasi IFRS
(1983), budaya dan bahasa tidaklah terpisahkan yang terjadi. Proposisi ke-lima: Sumber
karena bahasa adalah budaya itu sendiri. daya yang dimiliki regulator mengondisikan
Selaras dengan itu, temuan kami menunjukkan independensi regulator dalam menjalankan
162 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Desember 2014, Vol. 11, No. 2, hal 138 - 164