Sie sind auf Seite 1von 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit hipertensi merupakan penyebab signifikan morbiditas dan


mortalitas maternal dan janin / neonatus. Laporan tiga tahunan mengenai kematian
ibu di Inggris pada tahun 1997-1999 (Lewis & Drife 2001) mengidentifikasi bahwa
gangguan hipertensi pada kehamilan merupakan penyebab kematian tersering
kedua kematian maternal dengan 5,2 kematian per satu juta ibu yang menderita pre-
eklamsia dan 2,4 per satu juta ibu yang menderita eklamsia.

Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur


kehamilan 20-37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir.1 Badan Kesehatan
Dunia (WHO) menyatakan bahwa bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia
kehamilan 37 minggu atau kurang

Angka kejadian persalinan preterm pada umumnya sekitar 6-10%. Hanya


1,5% persalinan terjadi pada umur kehamilan kurang dari 32 minggu dan 0,5% pada
kehamilan kurang dari 28 minggu. Pada kehamilan umur 32 minggu dengan berat
bayi >1500 gram keberhasilan hidup sekitar 85%, sedangkan pada umur kehamilan
sama dengan berat janin <1500 gram angka keberhasilan sekitar 80%. Pada umur
kehamilan <32 minggu dengan berat lahir <1500 gram angka keberhasilan hanya
sekitar 59%. Hal ini menunjukan bahwa keberhasilan persalinan preterm tidak
hanya tergantung umur kehamilan, tetapi juga berat bayi lahir.1

Panggul sempit dikatakan sebagai salah satu indikasi persalinan seksio


sesarea yang kejadianya terus meningkat dalam tiga dekade terakhir. Pelvimetri
dapat dilakukan secara manual dengan pemeriksaan dalam ataupun dengan
pemeriksaan radiologis. Pelvimetri dengan pemeriksaan dalam mempunyai arti
penting untuk menilai secara agak kasar pintu atas panggul serta panggul tengah,
dan untuk memberi gambaran yang jelas mengenai pintu bawah panggul. Dengan
pelvimetri radiologis diperoleh gambaran yang jelas tentang bentuk panggul dan

1
ukuran- ukuran dalam ketiga bidang panggul. Akan tetapi pemeriksaan ini dalam
masa kehamilan beresiko, khususnya bagi janin walaupun hal ini masih kontroversi.
Sementara itu pelvimetri luar dapat juga dilakukan, namun cara ini mulai
ditinggalkan karena tidak banyak artinya, kecuali untuk pengukuran pintu bawah
panggul dan dalam beberapa hal yang khusus misalnya panggul miring.2,3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 EKLAMPSIA
2.1.1 DEFINISI

Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan


atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, sebelumnya
menunjukkan gejala-gejala preeklampsia. Eklampsia dibedakan menjadi
eklampsia gravidarum (antepartum), eklampsia partuirentum (intrapartum), dan
eklampsia puerperale (postpartum), berdasarkan saat timbulnya serangan.
Eklampsia banyak terjadi pada trimester terakhir dan semakin meningkat saat
mendekati kelahiran. Pada kasus yang jarang, eklampsia terjadi pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu.

2.1.2 EPIDEMIOLOGI

Karena dalam batas tertentu dapat dicegah melalui asuhan antenatal yang
adekuat, insiden eklampsia telah menurun selama beberapa tahun terakhir. Di
negara maju, insiden eklampsia mungkin sekitar 1 dalam 2.000 kelahiran. Pada
National Vital Statistics Report, Ventura dkk, (2000) memperkirakan insiden di
Amerika Serikat pada tahun1998 sebesar sekitar 1 dalam3.250. menurut Royal
College of Obstetricians and Gynaecologiats (2006), di UK insiden ini sekitar
dalam 2.000 kelahiran. Sedangkan , Akkawi, dkk (2009) melaporkan insiden
sebesar 1 dalam 2.500 di Dublin, Andersgaard, dkk, (2006) melaporkan insiden
1 dalam 2.000 di Skandinavia, serta Zwart dkk, (2008) melaporkan angka 1
dalam 1.600 di Belanda.

2.1.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

Penyebab secara pasti terjadinya eklampsia belum diketahui (idiopatik).


Ada beberapa faktor resiko yang berperan terhadap terjadinya eklampsia yaitu :
kehamilan kembar, mola hidatidosa, gross edema, diabetes melitus, penyakit
ginjal, hipertensi kronis, polihidramnion.1

3
2.1.4 DIAGNOSIS DAN GAMBARAN KLINIS

Seluruh kejang eklampsia didahului dengan preeklampsia. Preeklampsia


dibagi menjadi preeklampsia dengan pemberat dan tanpa pemberat. Penyakit
digolongkan berat bila ada satu atau lebih tanda dibawah ini.

1) Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110
mmHg atau lebih
2) Proteinuria 5 gr atau lebih dalam 24 jam
3) Oliguria, diuresis 400 ml atau kurang dalam 24 jam
4) Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium
5) Edema paru atau sianosis.

Kejang-kejang dimulai dengan kejang tonik. Tanda-tanda kejang tonik


ialah dengan dimulainya gerakan kejang berupa twiching dari otot-otot muka
khususnya sekitar mulut, yang beberapa detik kemungkinan disusul kontraksi
otot-otot tubuh yang menegang, sehingga seluruh tubuh menjadi kaku. Pada
keadaan ini wajah penderita mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua
lengan fleksi, tangan menggenggam, kedua tungkai dalam posisi inversi. Semua
otot tubuh pada saat ini dalam keadaan kontraksi tonik. Keadaan ini berlangsung
15-30 detik.

Kejang tonik segera disusul dengan kejang klonik. Kejang klinik dimulai
dengan terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat
disertai pula dengan terbuka dan tertutupnya kelopak mata. Kemudian disusul
dengan kontraksi intermitten pada otot-otot muka otot-otot seluruh tubuh.
Seringkali pula lidah tergigit akibat kontraksi otot rahang terbuka dan tertutup
dengan kuat. Dari mulut keluar liur berbusa yang kadang-kadang disertai
bercak-bercak darah. Kejang klonik berlangsung kurang lebih 1 menit,
kemudian berangsusr-angsur kontraksi melemah, dan akhirnya berhenti serta
penderita jatuh ke dalam koma.

Pada waktu timbul kejang, tekanan darah dengan cepat meningkat.


Demikian juga suhu badan meningkat yang mungkin oleh gangguan serebral.

4
Penderita mengalami inkontinensia disertai dengan oliguria atau anuria dan
kadang-kadang terjadi asrpirasi bahan muntah.

2.1.5 PERAWATAN

Perawatan dasar eklampsia yang utam ialah terapi suportif untuk


subilisasi fungsi vital, yang harus selalu diingat Airway, Breathing, Circulation
(ABC), mengatasi dan mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia
mencegah trauma pada pasien pada waktu kejang, mengendalikan tekanan
darah, khususnya pada waktu krisis hipertensi. Perawatan medikamentosa dan
perawatan suportif eklampsia merupakan perawatan yang sangat penting. Tujuan
utama pengobatan medikamentosa eklampsia ialah mencegah dan menghentikan
kejang, mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya hipertensi krisis, mencapai
stabilisasi ibu seoptimal mungkin sehingga dapat melahirkan janin pada saat dan
dengan cara yang tepat.

2.1.6 PENGOBATAN

Tujuan utama pengobatan medikamentosa eklampsia ialah mencegah dan


menghentikan kejang, mencegah dan mengatasi penyulit. Seperti yang diulas
oleh Chesley (1978), telah lama diketahui dalam dunia obstetri di Amerika
bahwa magnesium sulfat sangatlah efektif untuk mencegah kejang pada
perempuan dengan preeklampsia dan untuk menghentikan kejang pada
perempuan yang mengalami eklampsia. Pada saat, itu sebagian besar regimen
untuk eklampsia yang digunakan di Amerika Serikat mengikuti filosofi yang
masih digunakan hingga saat ini, dan prinsip-prinsipnya adalah sebagai berikut :

1. Pengendalian fungsi vital ibu


2. Mengontrol atau menjegah kejang. Pengendalian kejang menggunakan
magnesium sulfat dalam dosis awal yang diberikan secara intravena. Dosis
awal ini lanjutkan dengan infus magnesium sulfat berkesinambungan.
3. Koreksi hipoksia atau asidemia
4. Kontrol tekanan darah. Pemberian obat antihipertensi intermiten untuk
menurunkan tekanan darah saat diangap terlalu tinggi sehingga bebahaya.

5
5. Segera proses kelahiran.

Obat anti kejang

Obat anti kejang yang menjadi pilihan pertama ialah magnesium sulfat. Bila
dengan jenis obat ini kejang masih sukar diatasi, dapat dipakai obat jenis lain,
misalnya tiopental. Diazepam dapat dipakai sebagai alternatif pilihan , namun
mengingat dosis yang diperlukan sangat tinggi , pemberian diazepam hanya
dilakukan oleh mereka yang berpengalaman.

Magnesium sulfat (MgSO4)

Pemberian magnesium sulfat pada dasarnya sama dengan pemberian magnesium


sulfat pada preeklampsia berat. Pemberian MgSO4 selama 1x24 jam dimulai
dengan loading dose 4 gr MgSO4 20% / IV yang diteruskan dengan 6 gr MgSO4
40% dalam infus 500 cc Dextrose 5% (1 gr/jam atau 28 tts/i. Bila kejang
berulang diberikan 20%, 2 gr/IV diberikan sekurang-kurangnya 20 menit setelah
kejang berakhir. Bila masih kejang dapat diberikan phenobarbital 3-5 mh/kgBB
IV pelan-pelan.

2.1.7 DIAGNOSA BANDING

Kejang pada eklampsia harus dipikirkan kemungkinan kejang akibat


penyakit lain. Oleh karena itu, diagnosis banding eklampsia menjadi sangat
penting misalnya, Epilepsi iatrogenik, ensefalitis, meningitis, tumor otak, dan
ruptutnya aneurisma otak saat kehamilan lanjut dan masa nifas dapat
menyerupai eklampsia. Eklampsia selalu didahuli oleh preeklampsia, perawatan
pranatal untuk kehamilan dengan predisposisi preeklampsia perlu ketat
dilakukan agar dapat dikenal sedini mungkin gejala-gejala prodorma eklampsia.

2.1.8 PROGNOSIS

Kejang pada eklampsia harus dipikirkan kemungkinan kejang akibat


penyakit lain. Oleh karena itu, diagnosis banding eklampsia menjadi sangat

6
penting misalnya, Epilepsi iatrogenik, ensefalitis, meningitis, tumor otak, dan
ruptutnya aneurisma otak saat kehamilan lanjut dan masa nifas dapat
menyerupai eklampsia. Eklampsia selalu didahuli oleh preeklampsia, perawatan
pranatal untuk kehamilan dengan predisposisi preeklampsia perlu ketat
dilakukan agar dapat dikenal sedini mungkin gejala-gejala prodorma eklampsia.

2.2 PRETERM LABOUR


2.2.1 DEFINISI

Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur


kehamilan 20-37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir.1 Badan
Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa bayi prematur adalah bayi yang
lahir pada usia kehamilan 37 minggu atau kurang.1

2.2.2 MASALAH PERSALINAN PRETERM

Angka kejadian persalinan preterm pada umumnya sekitar 6-10%. Hanya


1,5% persalinan terjadi pada umur kehamilan kurang dari 32 minggu dan 0,5%
pada kehamilan kurang dari 28 minggu. Pada kehamilan umur 32 minggu
dengan berat bayi >1500 gram keberhasilan hidup sekitar 85%, sedangkan pada
umur kehamilan sama dengan berat janin <1500 gram angka keberhasilan
sekitar 80%. Pada umur kehamilan <32 minggu dengan berat lahir <1500 gram
angka keberhasilan hanya sekitar 59%. Hal ini menunjukan bahwa keberhasilan
persalinan preterm tidak hanya tergantung umur kehamilan, tetapi juga berat
bayi lahir.1

2.2.3 ETIOLOGI
Banyak kasus persalinan prematur sebagai akibat proses patogenik yang
merupakan mediator biokimia yang mempunyai dampak terjadinya kontraksi
rahim dan perubahan cerviks, yaitu:1

1. Aktivitas aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu maupun


janin, akibat stress pada ibu atau janin

7
2. Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi asenden dari
traktus genitourinaria atau infeksi sistemik
3. Perdarahan desidua
4. Peregangan uterus patologik
5. Kelainan pada uterus atau serviks

Kondisi selama kehamilan yang berisiko terjadinya persalinan preterm adalah:1

1. Janin dan plasenta


- Perdarahan trimester awal
- Perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta, vasa previa)
- Ketuban pecah dini
- Pertumbuhan janin terhambat
- Cacat bawaan janin
- Kehamilan ganda/gemelli
- Polihidramnion
2. Ibu
- Penyakit berat pada ibu
- Diabetes mellitus
- Preeklamsia/hipertensi
- Infeksi saluran kemih/ genital/ intrauterin
- Penyakit infeksi dengan demam
- Stress psikologik
- Kelainan bentuk uterus/serviks
- Riwayat persalinan preterm/ abortus berulang
- Inkompetensi serviks (panjang serviks kurang dari 1 cm)
- Pemakaian obat narkotik
- Perokok berat
- Kelainan imunologi/ kelainan resus

2.2.4 DIAGNOSIS

8
Kriteria diagnosis ancaman persalinan preterm, yaitu:1

1. Kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali
dalam waktu 10 menit
2. Adanya nyeri pada punggung bawah (low back pain)
3. Perdarahan bercak
4. Perasaan menekan daerah serviks
5. Pemeriksaan serviks menunjukan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm,
dan penitipan 50=80%
6. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika
7. Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya persalinan
preterm

9
8. Terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu

Beberapa indikator dapat dipakai untuk meramalkan terjadinya


persalinan preterm, sebagai berikut:1

1. Indikator klinik: yang dapat dijumpai seperti timbulnya kontraksi dan


pemendekan serviks (secara manual maupun ultrasonografi). Terjadinya
ketuban pecah dini juga meramalkan akan terjadinya persalinan preterm.
2. Indikator laboratorik: beberapa indikator laboratorik yang bermakna antara
lain jumlah leukosit dalam air ketuban (20/ml atau lebih), pemeriksaan CRP
(>0,7 mg/ml), dan pemeriksaan leukosit dalam serum ibu (>13.000/ml)

2.2.5 PENATALAKSANAAN
1. Tokolisis:1
Pemberian tokolisis masih perlu dipertimbangkan bila dijumpai kontraksi
uterus yang reguler dengan perubahan serviks. Beberapa macam obat yang
dapat digunakan sebagai tokolisis adalah:
a. Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam,
dilanjutkan tiap 8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi
jika timbul kontraksi berulang.
b. Obat beta-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan
salbutamol, dapat digunakan tetapi nifedipin mempunyai efek samping
lebih kecil
2. Kortikosteroid:1
Dimaksud untuk pematangan sulfaktan paru janin, menurunkan insiden
RDS, mencegah perdarahan intraventrikular, yang akhirnya menurunkan
kematian neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia kehamilan
kurang dari 35 minggu. Obat yang diberikan adalah: deksametason (2x12 mg
i.m dengan jarak pemberian 24 jam) atau betametason (4x 6 mg i.m dengan
jarak pemberian 12 jam)
3. Antibiotika:1

10
Antibiotik hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung risiko
terjadinya infeksi seperti pada kasus KPD. Obat diberikan per oral, yang
dianjurkan adalah: eritromisin 3x500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lain
adalah ampisilin 3x500 mg selama 3 hari, atau dapat menggunakan
antibiotika lain seperti klindamisin.

Persiapan persalinan preterm perlu pertimbangan berdasarkan:


a. Usia gestasi
- Usia gestasi 34 minggu atau lebih: dapat melahirkan ditingkat
dasar/primer, mengingat prognosis relatif baik.
- Usia gestasi kurang dari 34 minggu: harus dirujuk kerumah sakit dengan
fasilitas perawatan neonatus yang memadai
b. Keadaan selaput ketuban
Bila didapat KPD/PPROM dengan usia kehamilan kurang dari 28
minggu, maka ibu dan keluarga dipersilakan untuk memilih cara
pengelolaan setelah diberi konseling dengan baik
4. Cara persalinan:1
Bila janin presentasi kepala maka diperbolehkan partus pervaginam. Seksio
sesarea tidak memberi prognosis yang lebih baik bagi bayi, bahkan
merugikan ibu. Seksio sesarea hanya dilakukan atas indikasi obstetrik. Pada
kehamilan letak sungsang 30-34 minggu, seksio sesarea dapat
dipertimbangkan. Setelah kehamilan lebih dari 34 minggu, persalinan
dibiarkan terjadi karena morbiditas dianggap sama dengan kehamilan aterm.

2.3 PANGGUL SEMPIT


2.3.1 ANATOMI
Pelvis (panggul) tersusun atas empat tulang: sakrum, koksigeus, dan dua
tulang inominata yang terbentuk oleh fusi ilium, iskium, dan pubis.1,2 Tulang-
tulang inominata bersendi dengan sakrum pada sinkondrosis sakroiliaka dan
bersendi dengan tulang inominata sebelahnya di simfisis pubis.2

11
Os sakrum dibentuk oleh os ileum (tulang usus), os pubis (tulang
kemaluan), dan os iskii (tulang duduk). Di dalam os ileum terdapat lekuk besar
yang disebut fossa iliaka, di depan krista iliaka terdapat tonjolan spina iliaka
anterior superior dan di belakang spina iliaka posterior superior. Os iskii terdiri
atas korpus ossis iskii, di belakang asetabulum korpus ossis iskii mempunyai
taju yang tajam disebut spina iskiadika yang terdapat insisura iskiadika mayor
dan dibawahnya spina iskiadika minor. Os pubis terdiri dari pubis kanan dan kiri
yang terdapat tulang rawan disebut simpisis pubis.1,2
Secara fungsional panggul terdiri atas 2 bagian yang disebut pelis mayor
dn pelvis minor. Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang terletak di atas linea
terminalis, disebut juga false pelvic. Bagian yang terletak di bawah linea
terminalis disebut pelvis minor atau true pelvic.1,2

Gambar 2.1. Potongan sagital panggul, menunjukkan pelvis mayor dan minor1

Panggul memiliki empat bidang imajiner:2

a. Bidang pintu atas panggul (pelvic inlet, apertura pelvis superior).


b. Bidang panggul tengah (midpelvic, dimensi panggul terkecil).
c. Bidang pintu bawah panggul (pelvic outlet, apertura pelvis inferior).
d. Bidang dengan dimensi panggul terbesar (tidak memiliki arti klinis).

12
Pintu Atas Panggul1,2

Bentuk pintu atas panggul wanita, dibandingkan dengan pria, cenderung


lebih bulat daripada lonjong. Terdapat empat diameter pintu atas panggul yang
biasa digunakan: diameter anteroposterior, diameter transversal, dan dua
diameter oblik.

Gambar 2.2. Bidang pintu atas panggul 1

13
Gambar 2.3. Pintu atas panggul dengan diameter anteroposterior, diameter
transversa, dan diameter oblik.1

Diameter anteroposterior yang penting dalam obstetrik adalah jarak


terpendek antara promontorium sakrum dan simfisis pubis, disebut sebagai
konjugata obtetris. Normalnya, konjugata obstertis berukuran 10 cm atau lebih,
tetapi diameter ini dapat sangat pendek pada panggul abnormal. Konjugata
obsteris dibedakan dengan diameter anteroposterior lain yang dikenal sebagai
konjugata vera. Konjugata vera tidak menggambarkan jarak terpendek antara
promontorium sakrum dan simfisis pubis. Konjugata obstetris tidak dapat diukur
secara langsung dengan pemeriksaan jari. Untuk tujuan klinis, konjugata
obstetris diperkirakan secara tidak langsung dengan mengukur jarak tepi bawah
simfisis ke promontorium sakrum, yaitu konjugata diagonalis, dan hasilnya
dikurangi 1,5-2 cm.

14
Gambar 2.4. Gambaran tiga diameter anteroposterior pintu atas panggul1,2

Bidang Panggul Tengah1,2

Panggul tengah diukur setinggi spina iskiadika atau bidang dimensi


panggul terkecil. Memiliki makna khusus setelah engagement kepala janin pada
partus macet. Diameter interspinosus, berukuran 10 cm atau sedikit lebih besar,
biasanya merupakan diameter pelvis terkecil. Diameter anteroposterior setinggi
spina iskiadika normal
berukuran paling kecil 11,
5cm.

15
Gambar 2.5. Panggul wanita dewasa yang memperlihatkan diameter
anteroposterior dan transversal pintu atas panggul serta diameter transversal
(interspinosus) panggul tengah.1,2

Pintu Bawah Panggul 1,2

Pintu bawah panggul terdiri dari dua daerah yang menyerupai segitiga.
Area-area ini memiliki dasar yang sama yaitu garis yang ditarik antara dua
tuberositas iskium. Apeks dari segitiga posteriornya berada di ujung sakrum dan
batas lateralnya adalah ligamentum sakroiskiadika dan tuberositas iskium.
Segitiga anterior dibentuk oleh area di bawah arkus pubis. Tiga diameter pintu
bawah panggul yang biasa digunakan yaitu: anteroposterior, transversal, dan
sagital posterior.

Gambar 2.6. Pintu bawah panggul1,2

Dalam obstetri dikenal empat jenis panggul dengan ciri-ciri pentingnya,


yaitu:1,2

a. Panggul ginekoid dengan pintu atas panggul yang bundar, atau dengan
diameter transversa yang lebih panjang sedikit daripada diameter

16
anteroposterior dan dengan panggul tengah serta pintu bawah panggul yang
cukup luas. Jenis ini ditemukan pada 45% wanita.
b. Panggul anthropoid dengan diameter anteroposterior yang lebih panjang
daripada diameter transvesa, dan dengan arkus pubis menyempit sedikit.
Jenis ini ditemukan pada 35% wanita.
c. Panggul android dengan pintu atas panggul yang berbentuk sebagai segitiga
berhubungan denganpenyempitan kedepan, dengan spina iskiadika menonjol
kedalam dan dengan arkus pubis menyempit. Jenis ini ditemukan pada 15%
wanita.
d. Panggul platipelloid dengan diameter anteroposterior yang jelas lebih
pendek daripada diameter transvesa pada pintu atas panggul dan dengan
arkus pubis yang luas. Jenis ini ditemukanpada 5% wanita.

Gambar 2.7. Empat tipe panggul dengan klasifikasi Caldwell-Moloy.1,2

17
2.3.2 DEFINISI
Panggul dikatakan sempit (Pelvic Contracture) apabila ukurannya 1-2
cm kurang dari ukuran yang normal. Kesempitan panggul bisa pada inlet (pintu
atas panggul), midpelvis (ruang tengah panggul), outlet (pintu bawah panggul),
atau kombinasi dari inlet, midpelvis, atau outlet. Ukuran pelvis normal (untuk
janin rata-rata) termasuk conjugata diagonalis 12,5 cm, conjugata obstetrik
(anteroposterior dari inlet) 10 cm, dan tranversal dari midpelvis 9,5 cm.3

2.3.3 PEMBAGIAN PANGGUL SEMPIT


1. Kesempitan pintu atas panggul (pelvic inlet)

Kesempitan pintu atas panggul (inlet contracture) jika dijumpai diameter


anteroposterior <10 cm atau diameter transversal <12 cm (atau keduanya). Hal
ini diketahui secara klinis dengan kepala janin yang floating dengan presentasi
verteks pada janin yang cukup bulan, dan tidak dapat dilakukannya perasat
Muller-Hillis (secara manual mendorong kepala ke dalam pelvis dengan tekanan
lembut pada fundus), bagian terbawah tidak dapat membuka seviks pada waktu
persalinan, dijumpainya presentasi abnormal (contohnya bokong, letak lintang),
prolapsus funikuli, partus lama, distosia uterin, moulage kepala bayi,
pembentukan caput suksadaneum. Seksio sesarea dilakukan bila memang
dijumpai kesempitan nyata pintu atas panggul.3

a. Pembagian tingkat panggul sempit :3


Tingkat I : CV = 9-10 cm = borderline
Tingkat II : CV = 8-9 cm = relatif
Tingkat III : CV = 6-8 cm = ekstrim
Tingkat IV : CV = 6 cm = absolut (mutlak)
CV = Conjugata Vera
b. Pembagian menurut tindakan :3
CV = 11 cmpartus biasa
CV = 8-10 cmpartus percobaan

18
CV = 6-8 cm..SC primer

Inlet dianggap sempit bila CV kurang dari 10 cm atau diameter


transversalis kurang dari 12 cm. Karena biasanya yang diukur adalah conjugata
diagonalis (CD), maka inlet dianggap sempit bila CD kurang dari 11,5 cm.3

2. Kesempitan Midpelvis

Hal ini dicurigai bila dijumpai adanya kala II memanjang, persisten


occiput posterior, distosis uterin, moulage yang hebat dari kepala bayi.
Kesempitan Midpelvis yang terlantar dapat menyebabkan ruptur uteri, fistula
karena nekrosis akibat tekanan yang lama. Seksio sesarea adalah pilihan utama,
karena persalinan dengan bantuan alat dapat menyebabkan perlukaan pada bayi
atau ibu.3

Terjadi bila:

a. Diameter intraspinarum 9,5 cm, atau


b. Kalau diameter transversa ditambahkan dengan diameter sagittalis posterior
kurang dari 13,5 cm.

Kesempitan midpelvis hanya dapat dipastikan dengan rontgen


pelvimetri. Dengan pelvimetri klinik, hanya dapat dipikirkan kemungkinan
kesempitan midpelvis, kalau:3

a. spina menonjol, partus akan tertahan, disebut midpelvic arrest


b. dinding samping panggul konvergen
c. arcus pubis sempit

Kesempitan midpelvis dapat memberikan kesulitan sewaktu partus


sesudah kepala melewati pintu atas panggul. Adanya kesempitan ini sebetulnya
merupakan kontraindikasi untuk melakukan forseps karena daun forseps akan
menambah sempitnya ruangan panggul.3

19
3. Kesempitan Outlet

Hal ini sangat jarang dijumpai, ditemukan apabila diameter intertuberous


tidak > 8 cm atau bila jumlah diameter transversa dan diameter sagittalis
posterior kurang dari 15 cm. Kesempitan outlet, meskipun bisa tidak
menghalangi lahirnya janin,namun dapat menyebabkan perineum ruptur yang
hebat, karena arkus pubis sempit sehingga kepala janin terpaksa melalui daerah
posterior panggul.3

2.3.4 DIAGNOSIS

Kita selalu memikirkan kemungkinan panggul sempit, bila ada seorang


primigravida pada akhir kehamilan apabila kepala anak belum memasuki pintu
atas panggul dan dijumpainya malpresentasi janin. Ibu dengan tinggi badan yang
kurang dari 145 cm, patut kita curigai adanya kesempitan panggul. Pada palpasi,
apabila kepala janin didorong dan tidak masuk ke pintu atas panggul, atau masih
goyang di atas simfisis pubis (tanda Osborn).3

Pelvimetri Klinis

1. Pemeriksaan panggul luar


Cara ini dapat ditentukan secara garis besar jenis, bentuk, dan ukuran-ukuran
panggul apabila dilakukan dengan pemeriksaan dalam. Alat-alat yang
dipakai antara lain : jangkar-jangkar panggul Martin, Oseander, Collin,
Boudeloque dan sebagainya. Yang diukur adalah:1
a. Distansia spinarum ( 24-26 cm), jarak anatar kedua spina iliaka anterior
superior sinistra dan dekstra.
b. Distansia kristarum ( 28-30 cm), jarak yang terpanjang antara dua
tempat yang simetris pada krisna iliaka sinistra dan dekstra.
c. Distansia oblikua eksterna (ukuran miring luar), jarak antara spina iliaka
posterior sinistra dan spina iliaka anterior superior dekstra dan dari spina
iliaka posterior dekstra dan spina iliaka anterior superior sinistra.
d. Distansia intertrokanterika, jarak antara kedua trokanter mayor.

20
e. Konjugata eksterna (Boudeloque) 18 cm, jarak antara bagian atas
simfisis ke profesus spinosus lumbal 5.
f. Distansia tubernum ( 10,5 cm), jarak antara tuber iskii kanan dan kiri.

Gambar 2.8. distansia spinarum (kiri) dan distansia kristarum (kanan)1

Gambar 2.9. distansia oblikus eksterna (kiri) dan distansia intertrokhanterika


(kanan)1

21
Gambar 2.10. Konjugata eksterna (Boudeloque) dan distansia tuberum1

2. Pemeriksaan dalam (VT) : apakah promontorium teraba, lalu diukur CD dan


CV, linea innominata teraba seluruhnya atau tidak, spina ischiadica dan lain
- lain.3

22
Gambar 2.10. Cara mengukur konjugata diagonalais pada pemeriksaan dalam.1

Gambar 2.11. Cara mengukur konjugata diagonalis dengan mengukur


panjangnya jari tengah1

2.3.5 MEKANISME PERSALINAN PADA PANGGUL SEMPIT

Bila panggul sempit dalam ukuran muka dan belakang dan CV kurang
dari 9 cm, diameter ini tidak dapat dilalui oleh diameter biparietalis dari janin
yang cukup bulan. Kemudian kalau kepala turun biasanya terjadi defleksi.

23
Karena panggul sempit maka persalinan berlangsung lama, karena adanya
obstruksi. Pada Kala I, kepala tidak dapat memasuki pintu atas panggul, maka
pembukaan berlangsung lama dan besar kemungkinan ketuban pecah sebelum
waktunya. Setelah ketuban pecah, maka kepala tidak dapat menekan serviks
kecuali kalau his kuat sekali sehingga terjadi moulage yang hebat pada kepala.3

2.3.6 KOMPLIKASI

Komplikasi dapat terjadi pada ibu dan janin. Pada Ibu, komplikasi yang
dapat terjadi antara lain:3

1. Persalinan akan berlangsung lama.


2. Sering dijumpai ketuban pecah dini.
3. Karena kepala tidak mau turun dan ketuban sudah pecah, sering terjadi tali
pusat menumbung.
4. Moulage kepala berlangsung lama.
5. Sering terjadi inersia uteri.
6. Ruptur uteri.
7. Simfisiolisis.
8. Infeksi intrapartal.
9. Karena partus lama, terjadi penekanan pada jalan lahir sehingga terjadilah
jaringan nekrotik dan menjadi fistula.

Komplikasi yang terjadi pada Janin:3

1. Kematian Janin Intrapartal.


2. Prolapsus funikuli.
3. Perdarahan intrakranial.
4. Kaput suksadaneum dan sefalohematoma yang besar.
5. Robekan pada tentorium serebri karena moulage yang hebat dan lama.
6. Fraktur pada tulang kepala oleh karena tekanan yang hebat dari his.

24
BAB III

LAPORAN KASUS

I. ANAMNESIS PRIBADI
Nama : Rulita
Usia : 23 tahun
Suku : Batak
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : Tamat SLTA
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Rela No. 48, KotaMedan
Tanggal masuk : 08 November 2017
Jam masuk : 15:00 WIB
No. RM : 01.04.26.75

II. ANAMNESA PENYAKIT


Keluhan Utama : Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang : Hal ini dialami os 30 menit sebelum masuk
rumah sakit. Os mengalami kejang di rumah os
sebanyak 3 kali dalam sehari dengan lama kejang
1 menit dalam sekali kejang. Kejang disertai
nyeri kepala dan nyeri pada ulu hati. Os juga
mengeluhkan mules-mules mau melahirkan sejak
pukul 11.00 WIB tanggal 08/11/2017. Mules-
mules tidak disertai keluar darah dari kemaluan
dan tidak disertai keluar air-air dari kemaluan.

Riwayat Penyakit Terdahulu : Tidak dijumpai


Riwayat Penggunaan Obat : Tidak dijumpai
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak dijumpai

25
Riwayat Pekerjaan : IRT
Riwayat Sosio-Ekonomi : Ekonomi menengah ke bawah
Riwayat Psikososial : Tidak dijumpai gangguan psikososial
Riwayat Haid
Menarche : 12 tahun
Lama : 4-5 hari
Siklus : 30 hari
Volume : 3-4 pembalut/hari
Nyeri : tidak dijumpai
HPHT : 05-03-2017
TTP : 12-12-2017

Riwayat Perkawinan : Menikah 1 x, pada usia 22 tahun


Riwayat Kontrasepsi : Tidak ada riwayat pemakaian kontrasepsi
Riwayat Kehamilan : 1. Hamil saat ini
Riwayat Kehamilan Sekarang
Hamil muda : Mual dan muntah dijumpai
Hamil tua : Mual dan muntah tidak dijumpai
ANC : Tidak ada

III. PEMERIKSAAN FISIK


Tanda Vital
Sensorium : Delirium
Tekanan darah : 170/120 mmHg
Nadi : 90 x/i
Napas : 24 x/i
Suhu : 36,4 C
KU/KP/KG : Buruk/Buruk/Sedang
Tinggi Badan : 150 cm
Berat Badan : 60 kg

26
IMT : 26,6 (Obes I)

IV. PEMERIKSAAN UMUM


Kepala
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
T/H/M : Dalam batas normal
Leher : Tidak dijumpai pembesaran kelenjar Tiroid
Tidak dijumpai pembesaran KGB
Dada
Inspeksi : Membesar asimetris
Palpasi : Soepel
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler
Genitalia dan anus : Dalam batas normal

V. PEMERIKSAAN OBSTETRI
Pemeriksaan Luar
Abdomen : Membesar asimetris
TFU : 4 jari bawah prosessus xypoideus
Teregang : Kiri
Terbawah : Kepala
Gerak : (+)
DJJ : 152 x/i
HIS : 2 x 20/10 menit

Pemeriksaan Dalam
- VT
Cx axial
Konsistensi lunak

27
Pembukaan 4 cm
Efficement 100%
Kepala Hodge II
Ketuban (+)
UUK arah jam 3
- Adekuasi panggul
Promontorium teraba, konjugata diagonal 9 cm, kojugata vera 7,5 cm
Linea innominata teraba seluruhnya
Arcus pubis tumpul
Spina isciadica menonjol
Os sacrum cekung
Os coccygeus mobile
Kesan : Panggul sempit
- ST
Lendir dan darah : Tidak dijumpai
Air ketuban : Tidak dijumpai

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium
Hb : 12,1 (g/dl)
WBC : 19,40 (103/uL)
Ht : 35,6 (%)
Trombosit : 336 (106/Ul
Eritrosit : 4,71 (103/uL
APTT : 42,8 deti
Alkaline Phospatase : 140,00 U/
Total Bilirubbin : 0,60 mg/dl
Direct Bilirubbin : 0,23 mg/d
SGOT : 25,00 u/
SGPT : 20,00 u/

28
KGD adrandom : 168,00 g/dL
Ureum : 13,00 mg/d
Creatinin : 0,56 mg/dl
Urinalisa
Warna : kuning
Kekeruhan : keruh
Protein : positif (+++)

USG-TAS
JT, PK, AH
FM (+), FHR (+)
BPD : 85,6 mm
FL : 64,9 m
AC : 304,1 m
EFW : 2410 g
Air ketuban cukup
Placenta posterior grade II
Kesan : IUP (34-35 minggu) + AH

VII. DIAGNOSA KERJA


Eklampsia + Preterm Labour + PG + KDR (34 minggu 5 hari) + PK + AH +
Panggul Sempit

VIII. RENCANA TATALAKSANA


Terapi :
- O2 2-6 L/i
- IVFD RL 20 gtt/i
- MgSO4 20% 20 cc bolus lambat 15-20 menit
- MgSO4 40% 30 cc dalam IVFD RL 500 cc 14 gtt/menit
- Inj. Ceftriaxone 2 gr IV

29
- Nifedipin tab 20 mg
Tindakan
- Terminasi kehamilan dengan Sectio Caesarea

IX. LAPORAN OPERASI


Tanggal : 08 November 2017
Jam : 21.00 WIB

Jam Tindakan
21.00 Ibu dibaringkan di meja operasi dengan infus dan kateter terpasang
baik
21.03 Pasien didudukkan diatas meja operasi
21.08 Dilakukan spinal anastesi
21.10 Pasien dibaringkan kembali diatas meja operasi
21.12 Dinding abdomen ditutup dengan doek steril kecuali pada lapangan
operasi

21.14 Instrumen melakukan time out


21.16 Dilakukan insisi secara pfannenstiel mulai dari kutis dan subkutis.
21.18 Dilakukan sayatan kecil pada fascia dan dengan bantuan pinset
anatomis fascia digunting ke kanan dan ke kiri.
M. Rectus Abdominis dikuakkan secara tumpul ke lateral
21.20 Peritoneum dijepit dengan klem, diangkat lalu digunting keatas dan
kebawah
21.21 Tampak uterus gravidarum sesuai usia kehamilan
21.21 Dinding uterus di insisi secara low servikal sampai menembus
subendometrium kemudian endometrium ditembus secara tumpul dan
diperlebar sesuai arah sayatan
21.23 Tampak kepala: Dilakukan meluksir kepala untuk melahirkan bayi.

30
Lahir bayi perempuan dengan BBL : 3050 gr, PBL : 50 cm, APGAR
Score 7/8, Anus (+)
21.31 Tali pusat di klem di kedua tempat lalu digunting diantaranya.
Suntikan oksitosin 10 IU diberikan bolus I.V. Plasenta dilahirkan
dengan peregangan tali pusat terkendali. Kesan: Lengkap
21.33 Keempat sudut bekas insisi uterus diklem
21.34 Luka uterus dijahit secara continuous suture pada seromuskular
dengan vicryl No. 1.0
21.36 Dilakukan sterilisasi pomeroy sesuai prosedur
21.40 Peritoneum dijahit secara continous suture dengan plain catgut, Otot
dijahit simple dengan plain. Fascia dijahit secara continuous dengan.
1.0, Dilakukan penjahitan subkutis dengan cara chromic catgut No. 2.0
suture. Lalu dilakukan penjahitan kutis dengan vicryl No.3.0 secara
subkutikular
21.42 Lapangan operasi dibersihkan dengan kassa kesan bersih. Luka operasi
ditutup dengan supratul, kassa dan hypapix.
21.57 Operasi selesai
21.00 Keadaan ibu post operasi stabil

31
X. FOLLOW UP

Tanggal / 08 November 2017 (H-1)


Hari Rawatan
Subjective Nyeri luka operasi
Objective Status Present
Sensorium : Compos menstis
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Nadi : 90 x/i
Napas : 20 x/i
Suhu : 36,7 C
Status Obsetrikus
Abdomen : Soepel, peristaltik (-)
TFU : 1 jari bawah pusat, kontraksi kuat
P/V : Tidak dijumpai
L/O : Luka tertutup verband kesan kering
BAK : Via kateter, OUP 500 cc
BAB : (-) flatus (-)
Balance cairan : Input/Output (
Assesment Post SC + NH1
Planning - IVFD RL 500 cc + MgsSO4 40% 30 cc 14 gtt/menit
- IVFD RL + Oxytocin 10 IU 20 gtt/menit
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. Gentamycin 80 mg/8 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
- Inj. Transamin 500 mg/8 jam
- Nifedipin tab 3 x 10 mg/24 jam

32
Tanggal / 09 November 2017 (H-2)
Hari Rawatan
Subjective Nyeri luka operasi
Objective Status Present
Sensorium : Compos menstis
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 80 x/i
Napas : 20 x/i
Suhu : 36,5 C
Status Obsetrikus
Abdomen : Soepel, peristaltik (+)
TFU : 1 jari bawah pusat, kontraksi kuat
P/V : (-) lochea (+) rubra
L/O : Luka tertutup verband kesan kering
BAK : Via kateter, UOP 500 cc
BAB : (-) flatus (-)
Assesment Post SC + NH2
Planning - IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. Gentamycin 80 mg/8 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam

33
Tanggal / 10 November 2017 (H-3)
Hari Rawatan
Subjective Nyeri luka operasi
Objective Status Present
Sensorium : Compos menstis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/i
Napas : 20 x/i
Suhu : 36,5 C
Status Obsetrikus
Abdomen : Soepel, peristaltik (+)
TFU : 1 jari bawah pusat, kontraksi kuat
P/V : (-) lochea (+) rubra
L/O : Luka tertutup verband kesan kering
BAK : Via kateter, UOP 50cc/jam
BAB : (-) flatus (+)
Assesment Post SC + NH3
Planning - Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. Gentamycin 80 mg/8 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam

R/ AFF kateter, AFF infuse, terapi oral, mobilisasi bertahap

Tanggal / 11 November 2017 (H-4)


Hari Rawatan
Subjective Nyeri bekas operasi (berkurang)
Objective Status Present

34
Sensorium : Compos menstis
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 87 x/i
Napas : 18 x/i
Suhu : 36,5 C
Status Obsetrikus
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) normal
TFU : 1 jari bawah pusat, kontraksi kuat
P/V : (-) lochea (+) rubra
L/O : Luka tertutup verband kesan kering
BAK : Spontan
BAB : (+) flatus (+)
Assesment Post SC + NH4
Planning - Cefadroxyl tab 2 x500 mg
- Metronidazole tab3 x 500 mg
- Asam Mefenamat tab 3 x 500 mg
- Vitamin B Complex tab 2 x 1

Rencana : Pasien pulang berobat jalan

XI. RESUME

Telah datang seorang perempuan, Ny. R, 23 tahun, G1P0A0, ke IGD RSUPM


pada tanggal 04 November 2017 Pukul 15.00 WIB dengan keluhan utama kejang.
Hal ini dialami os 30 menit sebelum masuk rumah sakit. Os mengalami kejang
di rumah os sebanyak 3 kali dalam sehari dengan lama kejang 1 menit dalam
sekali kejang. Kejang disertai nyeri kepala dan nyeri pada ulu hati. Os juga
mengeluhkan mules-mules mau melahirkan sejak pukul 11.00 WIB tanggal
08/11/2017. Mules-mules tidak disertai keluar darah dari kemaluan. RPT : (-),
RPO : (-), RPK (-), HPHT 05/03/107, TTP: 12/12/2017 ANC: Tidak ada. Status
presens: sensorium: compos mentis, TD: 170/120 mmHg, Nadi: 90 x/i, Napas: 24

35
x/i, Suhu: 36,4 C. Status Obstetrikus: Abdomen: Membesar asimetris, TFU: 4
jari bawah prosessus xypoideus, Teregang: Kiri, Terbawah: Kepala, Gerak: (+),
DJJ: 152 x/i, HIS: 2 x 20/10 menit. Pemeriksaan Dalam (VT), Cx axial,
Pembukaan 4 cm, Efficement 100%, Kepala Hodge II. Adekuasi panggul:
Promontorium teraba, konjugata diagonal 9 cm, kojugata vera 7,5 cm, Linea
innominata teraba seluruhnya, Arcus pubis tumpul, Spina isciadica menonjol, Os
sacrum cekung, Os coccygeus mobile. Kesan : Panggul sempit. ST: Lendir dan
darah: Tidak dijumpai, Air ketuban : Tidak dijumpai. Urinalisa: Warna: kuning,
Kekeruhan : keruh, Protein: positif (+++). USG-TAS: Kesan : IUP (34-35
minggu) + AH. Pasien didiagnosis dengan Eklampsia + Preterm Labour + PG +
KDR (34 minggu 5 hari) + PK + AH + Panggul Sempit. Pasien diberikan terapi
medikamentosa dengan MgSO4 20% 20 cc bolus lambat 15-20 menit, MgSO4
40% 30 cc dalam IVFD RL 500 cc 14 gtt/menit, Nifedipin tab 20 mg, Inj.
Ceftriaxone 2 gr IV. Pasien direncakan untuk tindakan Sectio Caesarea pada
tanggal 04 November 2017 pukul 21.00 WIB. Lahir bayi perempuan dengan BBL
: 3050 gr, PBL : 50 cm, APGAR Score 7/8, Anus (+). Keadaan ibu post operasi
stabil. Pasien pulang berobat jalan pada tanggal 11 November 2017.

36
BAB IV

ANALISA KASUS

TEORI TEMUAN
Definisi Eklampsia Keluhan
Eklamsia merupakan kasus akut pada Pasien berusia 23 tahun G1P0A0 datang ke
penderita preeklamsia, yang disertai RSUPM dengan keluhan kejang, dengan
dengan kejang atau koma. frekuensi 3x/hari SMRS
Definisi Preterm Labour
Persalinan preterm adalah persalinan yang - HPHT : 05-03-2017
berlangsung pada umur kehamilan 20-37 - Usia Kehamilan: 34 minggu 5 hari
minggu dihitung dari hari pertama haid
terakhir.
Faktor Risiko Eklampsia : Riwayat Kehamilan
a. Belum diketahui G1P0A0
b. Primi gravid atau nulli (Primigravida)
c. Usia yang ekstrim yaitu <20 tahun atau
>35 tahun
d. Riwayat Pre Eklamsia
e. DM, penyakit ginjal dan hipertensi
f. Obesitas
g. Hiperplasentosis : gemelli,
eritroblastosis foetalis, molla hidatidosa
h. Anti pospholitik syndrome
i. Hidromnion
Faktor Risiko Preterm Labour Pemeriksaan Fisik
a. Janin dan plasenta
- Perdarahan trimester awal Tekanan darah 170/120 mmHg
- Perdarahan antepartum (plasenta
previa, solusio plasenta, vasa previa)

37
- Ketuban pecah dini
- Pertumbuhan janin terhambat
- Cacat bawaan janin
- Kehamilan ganda/gemelli
- Polihidramnion
b. Ibu
- Penyakit berat pada ibu
- Diabetes mellitus
- Preeklamsia/hipertensi
- Infeksi saluran kemih/ genital/
intrauterin
- Penyakit infeksi dengan demam
- Stress psikologik
- Kelainan bentuk uterus/serviks
- Riwayat persalinan preterm/ abortus
berulang
- Inkompetensi serviks (panjang
serviks kurang dari 1 cm)
- Pemakaian obat narkotik
- Perokok berat
- Kelainan imunologi/ kelainan resus
Gejala Eklampsia: Gejala
a. Kejang yang biasanya didahului oleh - Kejang-kejang dengan frekuensi
adanya gejala dan tanda PE pemberat 3x/hari
b. Gejala PE pemberat antara lain - Nyeri kepala (+)
dijumpai salah satu tanda atau lebih : - Nyeri ulu hati (+)
Tekanan darah >160/110
Proteinuria >5 gr / 24 jam atau Vital Sign
kualitatif +3 / +4 - Tekanan darah 170/120 mmHg
Oligouria <500 ml/24 jam

38
Kenaikan kadar creatinin plasma Urinalisa
Gangguan visus dan cerebral : - Proteinuria (+++)
penurunan kesadaran, nyeri kepala,
skotoma dan pandangan kabur
Nyeri epigastrium/kuadran kanan
atas
Edema paru dan sianosis
Hemolisis mikroangipoati
Trombositopeni berat
Gangguan fungsi hepar

Pembagian panggul sempit Adekuasi panggul


a. Tingkat I : CV = 9-10 cm = borderline - Promontorium teraba, konjugata
b. Tingkat II : CV = 8-9 cm = relatif diagonal 9 cm, kojugata vera 7,5 cm
c. Tingkat III : CV = 6-8 cm = ekstrim - Linea innominata teraba seluruhnya
d. Tingkat IV : CV = 6 cm = absolut - Arcus pubis tumpul
(mutlak) - Spina isciadica menonjol
- Os sacrum cekung
- Os coccygeus mobile
Penatalaksaan Eklampsia: Terapi
a. MgSO4 : - Bolus MgSO4 40% 10 cc (4 gr)
Pemberian MgSO4 selama 1x24 - IVFD + RL 500 cc + MgSO4 40% (30
jam dimulai dengan loading dose 4 cc ) 14 gtt/i
gr MgSO4 20% / IV, yang - Nifedipin 3 x10 mg
diteruskan dengn 6 gr MgSO4 40%
dalam infuse 500 cc Dextrose 5% Penanganan Obstetri
(1 gr/jam atau 28 gtt/i - Sectio Caesarea
Bila kejang berulang diberikan
20%, 2 gr, IV diberikan sekurang-
kurangnya 20 menit setelah kejang

39
terakhir. Bila masih kejng dapat
diberikan Phenobarbital 3-5 mg/kg
BB IV pelan-pelan
b. Penanganan obstetric :
Terminasi kehamilan tanpa
memandang umur kehamilan dan
keadaan janin
Bila anak hidup SC dapat
dipertimbangan
Penanganan Obstetri pada Panggul Penanganan Obstetri
sempit - Sectio Caesarea
a. CV = 11 cmpartus biasa
b. CV = 8-10 cmpartus
percobaan
c. CV = 6-8 cm..SC primer

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Angsar D. Hipertensi dalam kehamilan. In: Saifuddin AB, Rachimhadhi T,


Wiknjosastro GH (eds). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT
Bina Pustaka Sarwonorawirohardjo. 2008; 550-554.
2. Rachimhadhi T. Anatomi jalan Lahir. In: Saifuddin AB, Rachimhadhi T,
Wiknjosastro GH (eds). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT
Bina Pustaka Sarwonorawirohardjo. 2008; 188 203.
3. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Maternal Anatomy. In: Dashe JS, et.al. (eds). Williams Obstetrics 23rd Ed. New
York: McGraw-Hill.2010; 28 34.
4. Sofian A. Panggul Sempit. In: Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri Jilid 1, Edisi
3. Jakarta: Perbit Buku Kedokteran EGC. 2012.

41
42

Das könnte Ihnen auch gefallen