Sie sind auf Seite 1von 12

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pangan merupakan hal yang di perlukan oleh manusia sebagai makhluk
hidup. Dalam mengkonsumsi makanan harus memperhatikan gizinya agar
kebutuhan tubuh mendapatkan asupan gizi yang seimbang. Salah satu yang dapat
memenuhi gizi seimbang adalah lemak. Lemak dibutuhkan oleh tubuh, namun
jika terlalu banyak maka dapat menyebabkan obesitas. Maka dari itu dalam
mengkonsumsi lemak harus diperhatikan kadar lemak pada makanan atau pada
suatu bahan pangan.
Lemak atau minyak (lipid) adalah senyawa yang tidak larut dalam air,
tetapi larut dalam pelarut organik atau pelarut non polar seperti ether, benzena,
dan khloroform (Setiasih & Sukarti, 2008, hal. 1). Berdasarkan sumbernya,
lemak dibedakan menjadi dua, yaitu lemak nabati (misalnya kelapa, margarin,
kacang tanah, kemiri, buah avokad, minyak goreng nabati), serta lemak hewani
(misalnya daging, minyak ikan, susu, keju, mentega dan gajih atau lemak hewan)
(Widmer, 2006, hal. 11).
Penentuan kadar lemak yang terkandung dalam suatu bahan pangan perlu
dilakukan untuk mengetahui kandungan lemak pada bahan pangan agar dapat
memperbaiki sifat untuk beberapa keperluan tertentu dengan pengolahan. Kadar
lemak dalam suatu bahan pangan dapat diketahui dengan cara mengekstraksi
lemak. Metode ekstraksi lemak terdiri dari ekstaksi lemak kering dan ekstraksi
lemak basah. Ekstraksi lemak kering dapat dilakukan dengan menggunakan
metode soxhlet. Pada prinsipnya metode soxhlet ini menggunakan sampel lemak
kering yang diekstraksi secara terus-menerus dalam pelarut dengan jumlah yang
konstan (Darmasih 1997). Penentuan kadar lemak dengan metode ekstraksi
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya persiapan sampel, waktu ekstraksi,
kuantitas pelarut, suhu pelarut, dan tipe pelarut (Darmasih 1997).

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dilakukannya praktikum Analisa kadar karbohidrat ini yaitu
untuk mengetahui cara analisis lemak dan minyak pada bahan pangan dan hasil
pertanian dengan metode ekstraksi Soxchlet.

BAB II. BAHAN DAN PROSEDUR ANALISA

2.1 Bahan
2.1.1 Bahan yang Digunakan
A. Kedelai
Kedelai atau Glycine max (L) Merr termasuk familia Leguminoceae, sub
famili Papilionaceae, genus Glycine max, berasal dari jenis kedelai liar yang
disebut Glycine unriensis ( Samsudin, 1985 dalam Sutomo 2008). Menurut
Ketaren (1986 dalam Anonim 2006), secara fisik setiap kedelai berbeda dalam hal
warna, ukuran dan komposisi kimianya. Perbedaan secara fisik dan kimia tersebut
dipengaruhi oleh varietas dan kondisi dimana kedelai tersebut dibudidayakan. Biji
kedelai tersusun atas tiga komponen utama, yaitu kulit biji, daging (kotiledon),
dan hipokotil dengan perbandingan 8:90:2. Sedangkan komposisi kimia kedelai
adalah 40,5% protein, 20,5% lemak, 22,2% karbohidrat, 4,3% serat kasar, 4,5%
abu, dan 6,6% air (Snyder and Kwon, 1987 dalam Anonim 2006).
Kedelai merupakan sumber gizi yang sangat penting. Menurut Astuti
(2003) komposisi gizi kedelai bervariasi tergantung varietas yang dikembangkan
dan juga warna kulit maupun kotiledonnya. Kandungan protein dalam kedelai
kuning bervariasi antara 31-48% sedangkan kandungan lemaknya bervariasi
antara 11-21%. Antosianin kulit kedelai mampu menghambat oksidasi LDL
kolesterol yang merupakan awal terbentuknya plak dalam pembuluh darah yang
akan memicu berkembangnya penyakit tekanan darah tinggi dan berkembangnya
penyakit jantung koroner.
Komposisi kimiawi kedelai kering per 100 g biji dapat dilihat pada table
di bawah ini:
Komposisi Jumlah(*) Jumlah (**)
Kalori (kkl) 331 -
Protein (g) 34,9 46,2
Lemak (g) 18,1 19,1
Karbohidrat (g) 34,8 28,2
Kalsium (mg) 227 254
Fosfor (mg) 585 781
Besi (mg) 8,0 -
Vitamin A (SI) 110 -
Vitamin B1 (mg) 1,1 -
Air (g) 7,5 -
Sumber: *Direktorat Gizi Depkes RI (1972) dalam Koswara (1998), **Sutomo
(2008)
Tepung kedelai sering dikenal sebagai soyflour dan grit. Bahan tersebut
biasanya mengandung 40-50% protein. Tepung kedelai terbuat dari kedelai yang
diolah dan digiling atau ditumbuk menjadi bentuk tepung. Penggunaan panas
dalam pengolahan diperlukan untuk peningkatan nilai gizi, daya tahan simpan dan
meningkatkan rasa. Kedelai utuh mengandung 35 40% protein, paling tinggi
dari segala jenis kacang kacangan. Ditinjau dari segi mutu, protein kedelai
adalah yang paling baik mutu gizinya yaitu hampir setara dengan protein daging.
Diantara jenis kacang-kacangan, kedelai merupakan sumber protein paling baik
karena mempunyai susunan asam amino esensial paling lengkap. Disamping itu
kedelai juga dapat digunakan sebagai sumber lemak, vitamin, mineral dan serat
(Sundarsih dan Kurniaty, 2009).Komposisi kimia tepung kedelai dapat dilihat
pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Komposisi kimia tepung kedelai dalam 100 gram
Komposisi Jumlah
Air % 4,87
Protein % 34,39
N terlarut % 4,60
N Amino % 0,05
Lemak % 25,53
Gula Reduksi % 0,12
Abu % 3,72
Nilai Cerna Protein 75,49

Kandungan lemak kedelai sebesar 18-20 % sebagian besar terdiri atas asam
lemak (88,10%). Selain itu, terdapat senyawa fosfolipida (9,8%) dan glikolipida
(1,6%) yang merupakan komponen utama membran sel. Kedelai merupakan
sumber asam lemak essensial linoleat dan oleat (Smith and Circle, 1978 dalam
Koswara 1998). Protein kedelai mengandung 18 asam amino, yaitu 9 jenis asam
amino esensial dan 9 jenis asam amino nonesensial. Asam amino esensial meliputi
sistin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenil alanin, treonin, triptofan dan valin.
Asam amino nonesensial meliputi alanin, glisin, arginin, histidin, prolin, tirosin,
asam aspartat dan asam glutamat. Selain itu, protein kedelai sangat peka terhadap
perlakuan fisik dan kemis, 33 misalnya pemanasan dan perubahan pH dapat
menyebabkan perubahan sifat fisik protein seperti kelarutan, viskositas dan berat
molekul. Perubahan-perubahan pada protein ini memberikan peranan sangat
penting pada pengolahan pangan (Cahyadi, 2006). Dengan kandungan gizi yang
tinggi, terutama protein, menyebabkan kedelai diminati oleh masyarakat. Protein
kedelai mengandung asam amino yang paling lengkap dibandingkan dengan jenis
kacang-kacangan lainnya (Wolf and Cowan, 1971 dalam Sutomo 2008).
B. Tahu
Tahu adalah makanan yang dibuat pakan salah satu olahan dari kedelai
yang dihancurkan menjadi bubur (Kastyanto, 1999). Menurut Suprapti (2005),
tahu dibuat dari kacang kedelai dan dilakukan proses penggumpalan. Kualitas
tahu sangat bervariasi karena perbedaan bahan penggumpalan dan perbedaan
proses pembuatan. Tahu diproduksi dengan memanfaatkan sifat protein, yaitu
akan menggumpal bila bereaksi dengan asam. Penggumpalan protein oleh asam
cuka akan berlangsung secara cepat dan serentak ke seluruh bagian cair sari
kedelai. Standar kualitas tahu menurut Suprapti (2005):
a. Air
Meskipun merupakan komponen terbesar dalam produk tahu, yaitu meliputi
(80%-85%), namun air tidak ditetapkan sebagai karakteristik dalam
penentuan kualitas.
b. Protein
Komponen utama yang menetukan kualitas produk tahu adalah kandungan
proteinnya. Dalam standar mutu tahu, ditetapkan kadar minimal protein
dalam tahu adalah sebesar 9% dari berat tahu.
c. Abu
Abu dalam tahu metupakan unsur mineral yang terkandung dalam kedelai.
Bila kadar abut ahu terlalu tinggi, berarti telah tercemar oleh kotoran,
misalnya tanah, pasir yangmungkin disebabkan oleh penggunaan batu tahu
yang kurang benar. Garam termasuk dalam kelompok abu, namun
keberadaan garam dalam produk tahu merupakan hal disengaja dengan
tujuan untuk menngkatkan kualitas, daya tahan, dan cita rasa. Selain garam
kadar abu yang diperbolehkan ada dalam tahu adalah 1% dari berat tahu.
Departemen perindustrian telah mengeluarkan standar mutu tahu
yaitu SNI nomer 01-3142-1998. Standar ini meliputi beberapa parameter yang
memepengaruhi mutu tahu, hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:
No. Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan:
a. Bau Normal
b. Rasa Normal
c. Warna Normal
d. Penampakan Normal

2 Abu %b/b Maksimal 1,0


3 Protein (N x 6,25) %b/b Minimal 9,0
4 Lemak %b/b Minimal 0,5
5 Serat kasar %b/b Maksimal 0,1
6 Bahan tambahan pangan %b/b Sesuai SNI 01-0222-M dan
peraturan kes. No. 722/Mnet.
Kes/per/IX/1988
7 Cemaran arsen Mg/kg Maksimal 1,0
8 Cemaran mikroba
a. E. coli APM/g Maksimal 6
b. Salmonella /25 g Negative/25 gram
Sumber: Departemen Perindustrian (1988)
2.1.2 Bahan Kimia yang Digunakan
A. N-heksana
Heksana adalah senyawa organik (hidrokarbon) yang terbuat dari unsur
karbon dan hidrogen. Heksana adalah isomer bercabang (n-heksana). Senyawa
yang ada dalam bentuk yang memiliki susunan yang berbeda dari atom tapi berat
molekul yang sama dikenal sebagai isomer. Heksana adalah penyusun yang
signifikan dari bensin. Heksana secara luas digunakan sebagai pelarut non-polar
yang murah, relatif aman, sebagian besar tidak aktif, dan mudah menguap Fungsi
dari N-heksana adalah untuk mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan lemak.

2.2 Prosedur Analisa

Labu Lemak
Kertas Saring

Pengovenan 20 menit

Eksikator

Penimbangan
Penimbangan a

Penambahan Sampel 5g
Pengovenan 24 jam

Eksikator 15 menit

Penimbangan b

Sampel b Saring

Peletakkan dalam tabung ekstraksi Soxhlet

Penuangan pelarut ke dalam labu lemak

Refluk 4-6 jam

Distilasi pelarut

Pemanasan ekstrak lemak hingga pekat

Pengovenan (1) 600C 4 jam

Eksikator 15 menit

Penimbangan 1 (gram)

Pengovenan (2)

Eksikator 15 menit

Penimbangan 2 (gram)
Pertama, dilakukan persiapan alat dan bahan yang diperlukan selama
praktikum. Setelah semua sudah siap, Pertama-tama dilakukan pengovenan labu
lemak dan kertas saring selama 20 menit dengan tujuan menghilangkan kadar air
pada kertas saring dan labu lemak. Selanjutnya, kedua alat tersebut di eksikator
selama 15 menit, bertujuan untuk menstabilkan RH dan kelembapan karena jika
dalam kondisi panas dilakukan penimbangan, otomatis akan mempengaruhi berat
benda yang akan ditimbang. Kemudian ditimbang dan diberi label berat A.
Selanjutnya bahan yang akan di ekstrak lemaknya dimasukkan dalam labu lemak
melalui kertas saring dan kemudian di oven selama 24 jam untuk menghilangkan
kadar air pada bahan yang baru dimasukkan. Setelah 24 jam, bahan dikeluarkan
dari oven untuk selanjutnya di eksikator kembali selama 15 menit, yang bertujuan
untuk menstabilkan RH dan kelembapan. Setelah itu bahan tersebut ditimbang
dengan diberi label b, untuk mengetahui jumlah berat bahan, kertas saring, dan
labu lemak setelah mengalami pengovenan. Kemudian bahan yang telah
ditimbang tersebut dimasukkan dalam tabung reaksi soxhlet, dan di refluks selama
4 sampai 6 jam. Refluks berfungai untuk mengekstraksi lemak dalam sampel.
Kemudian sampel di destilasi menggunakan pelarut N-heksana dan dipanaskan
hingga larutan pekat. Fungsi dari N-heksana adalah untuk mengekstraksi lemak
atau untuk melarutkan lemak. setelah sampel menjadi pekat, dilakukan
pengovenan dengan suhu 60C selama 4 jam, untuk menurunkan uap air yang
masih ada pada sampel. Kemudian didinginkan kembali dalam eksikator selama
15 menit, dan sampel ditimbang (dalam satuan gram). Setelah itu sampel tersebut
kembali di oven dan dieksikator dengan keadaan yang sama seperti sebelumnya,
dan dilakukan penimbangan (dalam satuan gram). Untuk dihitung kadar lemak
berdasarkan rumus yang sudah ditentukan, sehingga didapatkan hasil.
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Analisis
Kertas Bahan Labu Labu + Lemak
Rata-rata Berat
Kertas + Awal Alas (gr)
Sampel Ulangan (gr) Lemak
(gr) Bahan (gr) (gr)
1 2 W1 (gr)
(gr) W W2
1 0,6072 2,642 2,0348 36,6439 36,7463 36,7516 36,6951 0,0512
0,1566
2 0,5945 2,6725 2,078 37,6384 37,7953 37,7948 37,79505
Tahu 5
3 0,8441 2,8779 2,0338 36,4933 36,6214 36,6215 36,6214 0,1281
4 0,8652 2,8612 1,996 36,6182 36,7444 36,7449 36,7446 0,1264
0,3073
1 0,5517 2,6275 2,0758 33,8057 34,1172 34,1089 34,11305
5
0,3844
Tepung 2 0,5498 2,5572 2,0074 36,5277 36,9126 36,9117 36,91215
5
Kedelai
0,3769
3 0,8193 2,8973 2,078 33,7847 34,1616 34,1617 34,16165
5
4 0,8244 2,895 2,0706 37,6517 38,0456 38,0463 38,0459 0,3942
3.1.1 Data pengamatan
3.1.2 Data perhitungan
1. Tahu

Ulangan Berat Lemak (gram) Kadar Lemak (% atau g/100 g)


Bb bk
1 0,1050 5,1627 36,8762
2 0,1567 7,5385 53,8464
3 0,1281 6,3010 45,0072
4 0,1264 6,3352 45,2512
5 0,1050 5,1627 36,8762
6 0,1567 7,5385 53,8464
Rata 6,3343 45,2453
SD 0,9702 6,9301
RSD 15,3167 15,3167
2. Tepung Kedelai

Ulangan Berat Lemak (gram) Kadar Lemak (% atau g/100 g)


bb bk
1 0,3074 14,8063 15,2376
2 0,3844 19,1516 19,7094
3 0,3770 18,1400 18,6684
4 0,3943 19,0404 19,5949
5 0,3074 14,8063 15,2376
6 0,3844 19,1516 19,7094
Rata 17,7846 18,3026
SD 2,0365 2,0958
RSD 11,4510 11,4510

3.2 Pembahasan

Pada praktikum analisa lemak/minyak didapatkan hasil dengan data seperti


di atas. Rata-rata basis basah dan basih kering tahu berturut turut adalah 6,3343%
dan 45,2453%. Kedua data tersebut menunjukkan penyimpangan yang sangat
jauh. Karena menurut Suprapti (2008) kadar lemak dari tahu minimal 50%,
sedangkan pada hasil hanya mampu mencapai 45% dan 6%. Penyimpangan
tersebut bisa saja terjadi karena mutu tepung kedelai yang kurang baik. Hasil dari
SD juga menunjukkan keakurasian yang jauh dari akurat untuk SD basis kering,
karena data SD yang diperoleh lebih dari 1, yakni 6,9301. Sedangkan untuk basis
basah 0,931 sudah akurat, karena sudah mendekati 1. Penyimpangan tersebut
mungkin terjadi karena kontaminan zat asing yang tidak sengaja tercampur pada
saat perlakuan.
Sedangkan pada hasil data rata-rata basis basah dan basis kering tepung
kedelai berturut-turut adalah 17,7846% dan 18,3026%. Hal tersebut menunjukkan
penyimpangan, karena menurut BSN-SNI tepung kedelai adalah 25%.
Penyimpangan tersebut bisa saja terjadi karena mutu tepung kedelai yang kurang
baik. Hasil dari SD juga menunjukkan keakuratan yang jauh karena data SD yang
diperoleh lebih dari 1, yakni 2,038 dan 2,983.

BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Metode yang digunakan untuk analisa lemak yaitu metode
ekstraksi Soxhlet.
2. Pada tahu, diketahui bahwa rata-rata kadar lemak basis basah dan
basis kering berturut-turut 6,3343% dan 45,2453%. Pada tepung kedelai,
diketahui bahwa rata-rata kadar lemak basis basah dan basis kering
berturut-turut 17,7846% dan 18,3026%. Standar deviasi pada tahu dan
tepung kedelai basis basah dan basis kering berturut-turut 0,9702% dan
6,9301%; 2,0365% dan 2,0958%. Sedangkan RSD pada tahu dan tepung
kedelai basis basah dan basis kering berturut-turut 15,3167% dan
11,4510%.
3. Semakin rendah nilai RSD pada analisa maka tingkat ketelitiannya
semakin tinggi

4.2 Saran
a. Diharapkan asisten dapat lebih menjelaskan dengan jelas agar
praktikan lebih bisa memahami,
b. Diharapkan praktikan segera mencuci dan mengembalikan alat
laboratorium di tempat semula, setelah selesai menggunakannya agar
menghindari alat pecah dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

BeMiller, JN. 1998. Carbohydrate analysis. Di dalam: S. Nielsen (eds). 2010.


Food Analysis. New York: Springer Science

Darmasih. 1997. Prinsip Soxhlet. peternakan.litbang.deptan.go.id/user/ptek97-


24.pdf.

Departemen Kesehatan. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa.


Jakarta: Depkes.

Dewi, UN. 1996. Isolasi Asam Lemak Omega-3 Dari Minyak Hasil Limbah
Penepungan dan Pengalengan Ikan Lemuru (Sardinella Longiceps).
Skripsi. Bogor: FTP IPB

Murtidjo, B. A. 2003. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Yogyakarta : Kanisius.

Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi.1996. Analisa bahan Makanan dan


Pertanian. Yogyakarta: Liberty dan PAU Pangan dan Gizi UGM

Susanto, T. dan B. Saneto, 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Bina


Ilmu, Surabaya

Tim Bina Karya Tani. 2009. Pedoman Bertanam Kelapa Sawit. Bandung: Yrama
Widya.

Weber, Mand L.F De Beaufort. 1965. The Fishes of Indo-Australian Archipelago.


E.J Brill Ltd. Leiden

Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Das könnte Ihnen auch gefallen