Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
SAP
1. Karak teristik dan lingkungan sektor publik
2. Akuntansi manajemen sektor publik
3. Sistem pengendalian manajemen sektor publik
4. Penganggaran sektor publik
5. Teknik akuntansi keuangan
6. Laporan keuangan sektor publik
7. Sistem akuntansi pemerintah pusat
8. Otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah
9. Akuntansi keuangan daerah sebagai bagian dari manajemen keuangan daerah
10. Akuntansi keuangan daerah
11. Akuntansi dalam rekening-rekening APBD dan laporan keuangan daerah
12. Akuntansi untuk BUMD
13. Akuntansi keuangan nirlaba (Yayasan)
Literatur :
Abdul Halim : Akuntansi sektor publik : Akuntansi keuangan daerah
Mardiasmo : Akuntansi sektor publik
Indra Bastian : Sistem Akuntansi sektor publik
I. KARAKTERISTIK DAN LINGKUNGAN SEKTOR PUBLIK
C. Akuntabilitas Publik
Fenomena yang dapat diamati dalam perkembangan sektor publik adalah semakin
meningkatnya tuntutan pelaksanaan akuntabilitas publik oleh organisasi sektor publik
seperti: pemerintah pusat dan daerah, unit-unit kerja pemerintah, departemen dan lembaga
negara) Tuntutan akuntabilitas ini terkait dengan perlunya transparansi dan pemberian
informasi kepada publik dalam rangka memenuhi hak-hak publik.
Pengertian Akuntabilitas publik adalah kewajiaban pemegang amanah (agent)
untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan
segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawab kepada pihak pemberi amanah
(principal) yang memiliki hak dan kewajiban untuk meminta pertanggungjawaban
tersebut.
Akuntabilitas terdiri dari 2 macam yaitu : akuntabilitas vertikal dan akuntabilitas
horizontal. Akuntabilitas vertikal adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana
kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban unit-unit kerja dinas
kepada pemerintah daerah, pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada pemerintah
pusat, pemerintah pusat kepada MPR. Sedangkan akuntabilitas horizontal adalah
pertanggungjawaban kepada masyarakat luas.
Akuntabilitas publik yang harus dilakukan oleh organisasi sektor publik terdiri atas
beberapa dimensi :
1. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum
Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan,
sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap
hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik.
2. Akuntabilitas proses
Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakan dalam
melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan informasi informasi
akuntansi, sistem informasi manajemen dan prosedur administrasi. Akuntabilitas
proses termanifestasi melalui pemberian pelayanan publik yang cepat, responsif dan
biaya murah. Pengawasan dan pemeriksaan terhadap akuntabilitas proses dapat
dilakukan dengan ada tidaknya mark up dan pungutan yang lain diluar yang ditetapkan
dan pemborosan yang menyebabkan pemborosan sehingga menjadikan mahalnya
biaya pelayanan publik dan kelambanan pelayanan. Serta pengawasan dan
pemeriksaan terhadap proyek-proyek tender untuk melaksanakan proyek-proyek
publik.
3. Akuntabilitas program
Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan
dapat dicapai atau tidak dan apakah telah mempertimbangkan alternatif program
yanng memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal.
4. Akuntabilitas kebijakan
Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah, baik pusat
maupun daerah atas kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah terhadap
DPR/DPRD dan masyarakat luas.
Akuntansi sektor publik tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh kecenderungan
menguatnya tuntutan akuntabilitas sektor publik tersebut. Akuntansi sektor publik dituntut
dapat menjadi alat perencanaan dan pengendalian organisasi sektor publik secara efektif
dan efisien serta memfasilitasi tercapainya akuntabilitas publik.
D. Privatisasi
Di Indonesia masih banyak BUMN dan BUMD yang dijalankan tidak secara efisien.
Inefisiensi yang dialami tersebut disebabkan adanya intervensi politik, sentralisasi dan
manajemen yang buruk.
Di era globalisasi BUMN dan BUMD menghadapi beberapa tekanan dan tuntutan
antara lain :
Regulation & Political Pressure
Social Pressure
Rent Seeking Behaviaour
Economic & Efficiency
Privatisasi merupakan salah satu upaya mereformasi perusahaan publik untuk
meningkatkan efisiensi dan efektifitas perusahaan-perusahaan publik. Privatisasi berarti
pelibatan modal swasta dalam struktur modal perusahaan publik sehingga kinerja finansial
dapat dipengaruhi secara langsung oleh investor melalui mekanisme pasar uang.
E. Otonomi daerah
Perkembangan akuntansi sektor publik khususnya di Indonesia semakin pesat
seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentaralisasi
fiskal. Desentarlisasi tidak hanya berarti pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat ke
daerah tetapi pelimpahan beberapa wewenang pemerintah ke pihak swasta dalam bentuk
privatisasi
AKUNTANSI MANAJEMEN SEKTOR PUBLIK
Revisi/modifikasi
Tujuan dan Sasaran
Dasar
2. Perencanaan Operasional
Revisi Perencanaan
Operasional
Aksi
C. Peran Akuntansi Manajemen Sektor Publik
4. Pengendalian dan Pengukuran
Peran utama akuntansi manajemen dalam organisasi sektor publik adalah
memberikan informasi akuntansi yang relevan dan handal kepada manajer untuk
melaksanakan fungsi perencanaan dan pengendalian organisasi. Inti akuntansi manajemen
adalah perencanaan dan pengendalian. Peran akuntansi manajemen dalam organisasi
sektor publik meliputi :
1. Perencanaan strategik
2. Pemberian informasi biaya
3. Penilaian investasi
4. Penganggaran
5. Penentuan biaya pelayanan (cost of service) dan penentuan tarif pelayanan (charging
for service)
6. Penilaian kinerja
Perencanaan Strategik
Akuntansi majamen dibutuhkan sejak tahap perencanaan strategik. Pada tahap
perencanaan strategik, manajemen organisasi membuat alternatif-alternatif program yang
dapat mendukung strategi organisasi. Program-program tsb diseleksi dan dipilih sesuai
dengan skala prioritas sumber daya yang dimiliki. Peran akuntansi manajmen adalah
memberikan informasi untuk mementukan berapa biaya program dan berapa biaya suatu
aktivitas, sehingga berdasarkan informasi akuntansi tsb manajer dapat menentukan
anggaran yang dibutuhkan dikaitkan dengan sumber daya yang dimiliki.
Untuk memberikan jaminan dialokasikannya sumber daya secara ekonomis, efisien
dan efektif maka diperlukan informasi akuntansi manajemen yang handal dan akurat,
relevan untuk menghitung berapa besarnya biaya program, aktivitas atau proyek. Sistem
informasi akunatsni manajemen yang baik dapat mengurangi peluang terjadinya
pembororsan,kebocoran dana dan mendeteksi program-pprogram yang tidak layak secara
ekonomi. Akunatsni manajemen pada sektor publik dihadapkan pada tiga permasalahan
yaitu : efisiensi biaya, kualitas produk dan pelayanan ( cash, quality and service).
Untuk dapat menghasilkan kualitas pelayanan publik yang tinggi dengan biaya
yang murah pemerintah harus mengadopsi sistem informasi akantansi manajemen yang
modern, yaitu dengan menerapkan teknis akunatnsi manajemen yang diterapkan di sektor
suasta. Terdapat perbedaan antara sektor suasta dan sektor publik dalam hal penentuan
biaya produk atau pelayanan, hal ini disebabkan bahwa sebagain besar biaya pelayanan
pada sektor suasta cenderung merupakan engineered cost yang memiliki hubungan secara
langsung dengan output yang dihasilkan, sementara biaya pada sektor publik sebagaian
besar merupakan discretionary cost yang ditetapkan di awal periode anggaran dan sering
tidak memiliki hubungan langsunmg dengan aktivitas yang dilakukan dengan output yang
dihasilkan. Kebanyakan output yang dihasilkan sektor publik merupakan intangible output
yang sulit diukur, maka peran manajer publik sangat penting dalam pengendalian biaya
Pemberian Informasi Biaya
Biaya (cost) dalam konteks organisasi sektor publik dapat dikategorikan menjadi
tiga kelompok :
Biaya input, adalah sumber daya yang dikorbankan untuk memberikan pelayanan.
Biaya input bisa berupabiaya tenaga kerja dan biaya bahan baku
Biaya output, adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengantarkan produk hingga
samapai ke tangan pelanggan. Pada organisasi sektor publik output dapat diukur
dengan berbagai cara tergantung pada pelayanan yang dihasilkan. Contoh pada
perusahaan transportasi massa, biaya mungkin diukur berdasarkan biaya per
penumpang
Biaya proses, biaya ini dapat dipisahkan berdasarkan fungsi organisasi, biaya dapat
diukur dengan mempertimbangkan fungsi organisasi, misalnya biaya departemen
produksi, dep personalia, biaya dinas-dinas dsb.
Proses penentuan biaya meliputi lima aktivitas, yaitu cost finding, cost recording,
cost analizing, strategic cost reduction dan cost reporting.
Cost finding,
Pada tahap ini pemerintah mengakumulasi data mengenai biaya yang dibutuhkan untuk
menghasilkan produk/ jasa layanan
Cost recording,
Pada tahap ini yang dilakukan adalah kegiatan pencatatan data ke dalam sistem akuntansi
organisasi
Cost analizing,
Pada tahap ini dilakukan analisis biaya yaitu mengindentifikasi jenis dan perikalku biaya,
perubahan biaya dan volume kegiatan. Manajamen organisasi harus dapat menentukan
pemicu biaya (cost driver) agar dapat doilakukan strategi efisiensi biaya.
Penilaian Investasi
Akuntansi manajemen dibutuhkan pada saat organisasi sektor publik handak
melakukan investasi, yaitu untuk menilai kelayakan investasi secara ekonomi dan
finansial. Akuntansi manajemen diperlukan dalam penilaian investasi karena untuk dapat
menilai investasi diperlukan identifikasi baiya, resiko dan manfaat atau keuntungan dari
suatu investasi. Dalam penilaian suatu investasi, faktor yang harus fdiperhatikan oleh
akuntansi manajemen adalah tingkat diskonto, tingkat inflasi, tingkat resiko dan
ketidakpastian serta sumber pendanaan untuk investasi yang akan dilakukan.
Penilaian invesatasi pada organisasi sektor publik dilakukan dengan menggunakan
analisis biaya manfaat (cost benefit analysis). Dalam praktek ini sulit dilakukan karena
biaya yang diukur tidak hanya dari sisi finansial tetapi juga dari sisi biaya sosial dan
manfaat sosial yang akan diperoleh dari investasi yang diajukan. Menentukan biaya dan
manfaat sosial dalam satuan moneter sanbgat silut dilakukan. Kemudian untuk
memudahkan digunakan analisis efektifitas biaya (cost effectiveness analysis), yaitu
menekankan seberapa besar dampak yang dicapai dari suatu proyek atau investasi dengan
biaya tertentu
Penganggaran
Akuntansi menajemen berperan untuk memfasilitasi terciptanya anggaran publik
yang efektif. Terkait dengan 3 fungsi anggaran, yaitu sebagai alat alokasi sumber daya
publik, alat distribusi dan stabilisasi maka akuntansi manajemen merupakan alat yang vital
untuk proses mengalokasikan an mendistribusikan sumber adana publik secara ekonomis,
efisien dan efektif adil dan merata. Untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan sumber daya
manusia yang handal, jika tidak akuntansi manajemen tidak akan banyak bermanfaat
karena hanya akan berfungsi sebagai alat perencanaan dan pengendalian.
Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja merupakan bagian dari sistem pengendalian, ini untuk
mengetahui tingkat efisiensi dan efektifitas organisasi dalam mencapai tujuan yang
ditetapkan. Disini peran akuntansi manajemen adalah dalam pembuatan indikator kinerja
kunci dan satuan ukur untuk masing-masing aktifitas.
II. SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN SEKTOR PUBLIK
Penyesuaian kompetensi
dengan peluang dan ancaman
Strategi
Innitiate and
agree process
Internal
Environmental Ekternal
Environmental
Analysis
Analysis
Strategics
Sumber : Bryson JM (1995)
PEST ANALYSIS
Political
Economic
Vision for the Sociological
future Technical
Actions
Outcomes
Review
strategi,program,pri Anggaran yang Program yang
oritas dan anggaran dibutuhkan lolos seleksi
Anggaran Operasional
Anggaran digunakan untuk merencanakan kebutuhan sehari-hari dalam
menjalankan pemerintahan. Pengeluaran pemerintah yang dapat dikatagorikan dalam
anggaran operasional adalah belanja rutin yaitu belanja yang manfaatnya hanya untuk satu
tahun anggaran saja dan tidak dapat menambah aset atau kekayaan bagi pemerintah.
Disebut rutin karena pengeluaran tersebut berulang-ulang ada setiap tahun.
Secara umum pengeluaran yang masuk kategori anggaran operasional antara lain
belanja administrasi umum dan belanja operasional dan pemeliharaan.
Anggaran Modal
Anggran modal menunjukkan rencana jangka penjang dan pembelanjaan atas
aktiva tetap seperti gedung, peralatan, kendaraann, perabot dsbnya. Pengeluaran modal
yang besar biasanya dilakukan dengan mengunakan pinjaman. Belanja modal adalah
pengeluaran yang masa manfaatnmya lebih dari satu tahun anggran dan akan menambah
aset atau kekayaan pemerintah dan selanjutnya akan menambah anggaran rutin untuk biaya
operasional dan pemeliharaannya.
Pada dasarnya pemerintah tidak memiliki uang yang dimiliki sendiri, sebab
selutrhnya adalah milik publik. Dalam sebuah msyarakat yang demokratis rakyat memberi
mandat kepada pemerintah melalui pemilihan umum. Politisi mentranslasikan mandat
melalui tersebut melalui kebijakan dan program yang memberi mamfaat lebih kepada
pemilih yang direfleksikan dalam anggaran. Pemerintah tidak mungkin memebuhi semua
permintaan stake holdernya secara simultan, tetapi pemerintah akan memilih program
yang menjadi prioritas. Disinilah fingsi anggaran yang akan digunakan sebagai alat politis
dalam memutuskan prioritas dan kebutuhan keuangan pada sektor tersebut.
Tahap ratifikasi
Tahap ini melibatkan proses plotik yang cukup rumit dan cukup berat. Pimpinan eksekutif
dituntut untuk memiliki manejerial skill dan political skill, salesmanship dan coalition
holdimg yang memadai. Integritas dan kesiapan mental yang tinggi dari eksekutif sangat
penting dalam tahap ini, karena eksekutif harus mempunyai kemampuan untuk
memberikan argumen yang rasional atas segala pertanyaan dan bantahan yang
disampaikan oleh legislatif.
A. Dasar Hukum
1. Keputusan Presiden RI No. 42 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan APBN
Menteri/Pimpinan Lembaga wajib menyelenggarakan pertanggungjawaban
penggunaan dana yang dikuasainya berupa laporan realisasi anggaran dan neraca
departemen/lembaga bersangkutan kepada Presiden melalui Menteri Keuangan.
Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota/kepala satuan kerja yang
menggunakan dana bagian anggaran yang dikuasai Menteri Keuangan wajib
menyampaikan pertanggungjawaban penggunaan dana kepada Menteri Keuangan
c.q. Kepala BAKUN.
2. Keputusan Menteri Keuangan No. 337/KMK.012/2003 Tanggal 18 Juli 2003 tentang
Sistem Akuntansi dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
3. Keputusan Kepala Badan Akuntansi Keuangan Negara No. KEP-16/AK/2004
tanggal 24 Juni 2004 tentang Pelaksanaan Penyusunan Laporan Keuangan
Kementerian Negara /Lembaga Tahun Anggaran 2004
E. Laporan Departemen/Lembaga
1. Laporan Realisasi Anggaran
* Laporan Realisasi Anggaran bertujuan untuk melaporkan Pelaksanaan anggaran
selama periode tertentu
* Laporan ini memperlihatkan perbandingan realisasi belanja dengan allotment yang
dirinci menurut tujuan dan klasifikasi belanja atau perbandingan realisasi
pendapatan denganestimasi pendapatan
2. Neraca
* Neraca bertujuan untuk melaporkan posisi keuangan pada suatu tanggal tertentu
* Neraca menginformasikan saldo perkiraan aset, hutang dan ekuitas dana pada akhir
periode pelaporan
Pengantar
Diperkirakan penerapan kewenangan otonomi daerah baru akan terlaksana pada tahun
2002 atau bahkan tahun berikutnya. Perubahan ini sekaligus ditandai dengan pergantian
pemerintahan pada pemilu mendatang. Sudah menajdi persoalan publik, perihal akan
berlakunya pelaksanaan otonomi yang luas.
Berbagai tulisan mengenai tinjauan terhadap otonomi daerah pernah dimuat pada edisi
17 dan 18 pada Buletin Pengawasan ini. Namun yang patut disayangkan, tinjauan tentang
otonomi daerah tersebut masih mengacu pada UU yang lama, yakni UU No. 5 tahun 1974 dan
PP No. 45 tahun 1992. Padahal UU tersebut kurang menyiratkan asas demokrasi dan jauh dari
rumusan mengenai kewenangan penyelenggaraan urusan pemerintahan secara luas. Belum
bersinggungan terhadap proses perubahan urusan daerah masing-masing secara penuh dan
bertanggung jawab serta adanya proses reformasi yang tengah berlangsung dalam rangka
penyerahan urusan pemerintahan dan pembangunan ke daerah masing-masing.
Oleh karena itu melalui tulisan ini, saya mencoba mengetengahkan UU yang baru (No.
22/99 dan No. 25/99) tentang Otonomi Daerah dan Perimbangan keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah sebagai tinjauan umum tentang otonomi daerah yang dikehendaki oleh
masyarakat dan pemerintah daerah, juga mencoba mencari solusi dan visi kewenangan otonomi
daerah sebagai upaya membangun paradigma baru otonomi yang luas.
Sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomr 22/1999, otonomi daerah akan
diimplementasikan ke daerah. Bahkan dengan adanya perubahan tahun anggaran yang akan
dimulai 1 Januari 2001 mendatang, sangat mungkin implementasi tersebut juga dipercepat,
karena idealnya tahun anggaran 2001 harus sudah ditopang oleh kewenangan-kewenangan
serta struktur organisasi/kelembagaan baru yang harus disesuaikan dengan paradigma baru
otonomi.
Pada pasal 11 UU no. 22/1999 yang mengatur tentang (1) Kewenangan daerah
kabupaten/kotamadya mencakup semua kewenangan yang dikecualikan pasal 7 ayat (2).
Substansi kewenangan daerah khususnya kabupaten/ kotamadya yang selama ini diketahui,
keculai kewenangan dalam bidang politik luar negeri, Pertahanan dan keamanan, peradilan,
moneter, fiskal serta agama sebagai diatur pada Peraturan Pemerintah (PP) yang menjabarkan
pasal 7 ayat (2) dan pasal 9 yang saat ini sedang dimantapkan di pusat (disosialisasikan ke
daerah).
Pada pasal 11 ayat (2) bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh daerah
kabupaten/kotamadya meliputi pekerjaan umum (sekarang kimbangwil), kesehatan,
pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman
modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja.
Sedangkan Undang-Undang Nomor 25/1999 tentang perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah sampai saat ini belum jelas seperti apa penjabarannya ke dalam
PP. Yang jelas, saat ini pemerintah daerah sangat berharap agar pendelegasian kewenangan
dalam bidang keuangan yang juga sedang dirumuskan di Pusat, harus memberi kesempatan
pada daerah untuk secara aktif dan kreatif serta bertanggung jawab mengembangkan potensi
daerahnya. Memang, pada saat ini untuk sementara masih berlaku UU no. 18 tahun 1997
tentang Pajak dan Restribusi Daerah yang justru sangat membatasi kewenangan daerah.
Pendelegasian Kewenangan
Uraian mengenai pengertian dan visi dari pendelegasian kewenangan dalam otonomi
daerah sebagai perwujudan dalam upaya membangun paradigma baru otonomi dapat dijelaskan
sebagai berikut :
Pertama
Pendelegasian kewenangan pengelolaan keuangan. Pendelegasian kewenangan ini
menyangkut khususnya pada pembagian keuangan pusat-daerah berdasarkan UU no. 25/1999
menurut pandangan daerah. Bagi kabupaten/kotamadya yang memiliki sumber minyak bumi,
gas, kehutanan, pertambangan umum maupun perikanan yang berdasarkan formula baru akan
menerima lebih banyak dari pusat, serta harus segera menyiapkan program belanja yang benar-
benar berorientasi pada peningkatan kesejahteraan rakyat daerah sesuai tuntutan otonomi. Di
lain pihak, pemerintah pusat/propinsi harus mampu menyediakan dana alokasi khusus untuk
menghindari ketimpangan penerimaan antar kabupaten/kotamadya di satu propinsi antara lain
karena tidak meratanya ketersediaan sumber-sumber alam atau potensi lainnya. Sebaliknya,
bagi daerah yang tidak memiliki sumber alam sebagaimana dimaksud UU No. 25/1999, maka
untuk menjaga tingkat kesejahteraan yang sudah dicapai sampai saat ini, sebaiknya menerima
alokasi bantuan/subsidi yang minimal sama dengan sebelum diberlakukannya sistem alokasi
baru nanti. Di sisi lain, kewenangan mengatur yang berkaitan dengan kebijakan atas
perencanaan dan pelaksanaan program/proyek/kegiatan yang bersumber dana dari bantuan
pusat/propinsi harus didelegasikan sepenuhnya kepada kabupaten/kotamadya. Artinya tidak
perlu ada lagi mekanisme semacam rapat teknis yang hanya menambah tenaga hierarki dan
pendanaan.
Kedua
Pendelegasian kewenangan politik. Mekanisme Pendelegasian kewenangan politik
yang berlaku efektif pada saat dan setelah pelaksanaan Pemilu 1999 yang lalu, telah mencapai
suatu perkembangan yang sangat signifikan dibanding bidang-bidang lainnya. Pelimpahan
kekuasaan politik kepada daerah, di samping telah memberdayakan peran DPRDnya, juga
secara pasti sedang mengarah pada terwujudnya sistem check and balance dalam sistem
kekuasaan di daerah. Bahkan dalam hal-hal tertentu, implementasi kewenangan politik sudah
berkembang jauh melampaui batas-batas etika dan bahkan terkadang berbenturan dengan
fungsi birokrasi. Kondisi ini terjadi dimungkinkan karena :
1. Terputusnya hierarki kewenangan pusat dan propinsi atas sistem politik di kab/kota. Dengan
demikian perlu diimbangi dengan tumbuhnya peran kontrol masyarakat (internal control)
kepada DPRDnya, agar dalam menjalankan fungsi kontrolnya yang ketat kepada eksekutif
dan perlu diimbangi pula adanya kontrol masyarakat atas perilaku politiknya. Dengan
kedudukan yang sejajar bahwa DPRD merupakan mitra bagi pemerintah daerah, maka
fungsi kontrol dapat dilaksanakan secara efektif.
Pemilu tahun 1999 yang menghasilkan DPRD yang representatif telah mewakili politik
rakyat daerah, sehingga memiliki kewenangan politik yang sangat otonom. Dalam konteks
otonomi daerah, kekuasaan politik yang dimiliki DPRD tersebut didukung oleh kedudukan
dan fungsi legislatif yang terpisah dari eksekutif. DPRD sebagai badan legislatif daerah
berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari pemerintah daerah (pasal 16 ayat 2 UU no.
22/99). Kewenangan dalam politik yang demikian independen di daerah, nampaknya tidak
memungkinkan lagi terbukanya peluang intervensi kepentingan pusat atau propinsi dalam
proses maupun keputusan politik di daerah, termasuk dalam proses
2. pemilihan kepala daerah (Gubernur/ Walikota/Bupati). Dengan demikian, dengan melalui
pendelegasian kewenangan politik ini sebagai upaya membangun paradigma baru
otonomi, diharapkan masalah calon titipan atau pendamping dari pusat yang selama ini
selalu menyertai dalam pemilihan Kepala daerah hanya tinggal cerita.
3. Adanya kewajiban bagi Gubernur, Walikota dan Bupati untuk menyampaikan
pertanggungjawaban pada setiap akhir tahun anggaran akan memperkuat posisi politik
DPRD dalam melaksanakan fungsi kontrolnya. Sehingga, pihak eksekutif akan bekerja
keras untuk tidak melakukan kesalahan sekecil apapun dalam melaksanakan tugasnya.
4. Dalam rangka menuju bangsa yang demokratis seperti yang tersirat dalam UU no. 22/99
ini, kadangkala sering muncul berbagai kasus yang terkesan keluar dari nilai-nilai demokrasi
yang universal seperti isu politik uang atau sejenisnya di daerah. Mudah-mudahan itu hanya
merupakan dampak dari keterkejutan sesaat atas terjadinya perubahan yang drastis dan
global dalam sistem politik. Pada saatnya akuntabilitas publik dari para aktor politik maupun
para birokrat akan menjadi syarat utama yang dituntut masyarakat.
Ketiga
Pendelegasian kewenangan urusan daerah. Dalam konteks UU No. 22/99 pada
prinsipnya bukan merupakan sesuatu yang didelegasikan dari atas seperti pada pemerintahan
orde lalu, melainkan lebih sebagai tuntutan dari bawah sesuai dengan kebutuhan masyarakat
daerah. Yang menjadi pertanyaan, apakah benar akan demikian kenyataannya pada saat nanti?
Hal ini perlu dibuktikan dan sangat tergantung pada substansi peraturan pemerintah yang
mengatur kewenangan pemerintah dan propinsi yang rencananya akan dikeluarkan pada bulan
(Juli 2000).
Seperti yang telah kita ketahui, berdasarkan rancangan PP yang sedang disosialisasikan
ke daerah, yang pada dasarnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari pasal 7 dan 9 UU
No.22/99 di dalamnya mengatur 26 bidang kewenangan pusat dan propinsi yang mencakup
426 urusan yang masih menjadi kewenangan pusat dari 203 urusan yang menjadi kewenangan
propinsi. Oleh karena itu, diharapkan urusan-urusan yang dalam PP dirancang masih menjadi
kewenangan pusat atau propinsi tersebut diharapkan tidak menyimpang (meskipun) melalui
berbagai cara apapun) dari maksud otonomi luas dari UU no. 22/99 ini. Sedangkan di luar
kewenangan pusat sebagaimana ditetapkan dalam pasal 7 ayat 1 maupun kewenangan propinsi
sebagaimana ditetapkan dalam pasal 9 ayat 1 adalah merupakan kewenangan kab/kota sebagai
daerah otonom untuk mengatur (legislasi) dan kewenangan untuk mengurusi (eksekusi).
Sebagai upaya mengaktualisasikan mengatur (fungsi legislatif), khususnya dalam menyusun,
menetapkan dan mensahkan peraturan daerah sejak diberlakukan UU no. 22/99, kewenangan
mulai ada pada daerah. Banyak kebijakan bisa diputuskan dengan cepat dan memungkinkan
pelayanan berjalan dengan lebih baik, jika dimilikinya kewenangan mengatur oleh daerah
khususnya kabupaten/kotamadya. Sedangkan upaya untuk mengaktualisasikan kewenangan
mengurus, tentu akan terkait langsung dengan urusan yang benar-benar dibutuhkan oleh daerah
dan tidak termasuk ke dalam urusan propinsi atau pusat berdasarkan PP. Sehingga diharapkan
dengan paradigma baru bahwa urusan daerah merupakan sesuatu yang harus lahir dari bawah,
maka daerah akan menata ulang kelembagaan maupun SDMnya segera setelah PP tersebut
ditetapkan. Seperti Badan/Dinas/Bagian yang ada saat ini akan disesuaikan dengan urusan yang
wajib dilaksanakan berdasarkan UU No. 22/99 (pasal 11) maupun urusan yang harus dilakukan
sesuai dengan tuntutan nyata daerah. Dengan demikian, akan lebih bijaksana apabila makna
otonomi luas dapat diartikan sebagai kebebasan yang bertanggung jawab untuk memilih dan
menentukan urusan sesuai kebutuhan daerah dan dalam batas-batas kemampuan anggaran yang
tersedia untuk membiayainya. Selanjutnya, otonomi yang luas tidak diartikan bebas semaunya
dan dengan begitu maka daerah akan selalu mempertimbangkan bukan hanya soal banyak atau
sedikitnya urusan yang ditangani, tetapi lebih kepada manfaat (benefit) yang diperoleh bagi
masyarakat daerah tersebut. Diharapkan dari sini akan lahir dan terbangun akuntabilitas publik
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
A. PENDAHULUAN
Dokumen Akumtansi merupakan sumber utama untuk pencatatan ke dalam jurnal dan
buku pembantu. Karena akuntansi hanya mencatat objek yang timbul akibat transaksi yang sah
maka tidak ada transaksi tanpa bukti transaksi. Adanya bukti transasksi inilah yang memicu
pencatatan akuntansi. Setiap transaksi merupakan sumber utama untuk pencatatan ke dalam
jurnal dan buku pembantu. Setiap transaksi harus disertai dengan dokumen atau bukti transaksi
yang sah.
Dokumen transaksi terdiri atas:
1. Bukti Penerimaan Kas
Bukti Penerimaan Kas merupakan semua dokumen yang menjadi bukti adanya
penerimaan kas oleh daerah dan menjadi sumber bagi pencatatan ke dalam jurnal
penerimnaan kas. Bukti penerimaan kas dapat berupa:
a. Surat Tanda Setoran
b. Tanda Bukti Penerimaan
c. Rekap Penerimaan Hariian
d. Dst sesuai dengan kebijakan yang ada di daerah
2. Bukti Pengeluaran Kas
Bukti Pengeluaran Kas merupakan semua dokumen yang menjadi bukti adanya
pengeluaran kas oleh daerah dan menjadi sumber bagi pencatatan ke dalam jurnal
pengeluaran kas. Bukti pengeluaran kas dapat berupa:
a. Surat Permintaan Pembayaran (SPP)
b. Surat Perintah Membayar (SPM)
c. Surat Pertanggungjawaban (SPJ)
d. Tanda Bukti Pengeluaran
e. Dst sesuai dengan kebijakan yang ada di daerah
3. Bukti Memorial
Bukti Memorial merupakan bukti pencatatan pada Jurnal Umum
B. CATATAN AKUNTANSI
Catatan akuntansi merupakan bagian dari siklus akuntansi keuangan daerah. Catatan
akuntansi tersebut digunakan untuk mencatat segala macam transaksi yang terjadi di
lingkungan Pemerintah Daerah. Pencatatan dilakukan dengan sistem double entry berdasarkan
basis Kas Modifikasian. Sistem double entry menggantikan sistem single entry.
Sistem singe entry ditinggalkan karena
1. Single entry tidak dapat memberikan informasi yang komprehensif
2. Tidak dapat mencerminkan kinerja yang sesungguhnya
3. Single entry telah ditinggalkan oleh banyak negar-negara maju.
Sistem double entry merupakan sistem pembukuan berpasangan, dimana dalam setiap
pencatatan transaksi maka kita akan mencatat dua hal yang terpengaruh dengan adanya
transaksi tersebut. Pencatatan ini dikenal dengan sistem debit-kredit.
Sistem double entry digunakan sebab memiliki keuntungan
1. Sistem double entry dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih mudah diaudit dan
penelusuran antara bukti transaksi, catatan, dan keberadaan kekayaan, utang, dan ekuitas
organisasi
2. Pengukuran kinerja dapat dilakukan secara lebih komprehensif.
Sedangkan basis kas modifikasian berarti pencatatan hanya dilakukan hanya terhadap
transaksi yang melibatkan kas, sedangkan transaksi yang tidak ada penerimaan atau
pengeluaran kas dicatat diakhir periode dalam jurnal penyesuaian. Dengan basis kas
modifikasian, pencatatan anggaran menggunakan basis kas, sedangkan untuk menghasilkan
laporan neraca di akhir periode akuntansi digunakan basis akrual.
C. ATURAN DEBIT-KREDIT
Dalam sistem pembukuan berpasangan dikenal aturan debit-kredit. Aturan tersebut
adalah sebagai berikut:
Jenis Rekening Bertambah Berkurang
Aktiva D K
Utang K D
Modal K D
Pendapatan K D
Biaya D K
Klasifikasi rekening diatas adalah untuk rekening umum yang terdapat dalam neraca.
Sedangkan untuk aturan debit-kredit dalam struktur APBD yang baru adalah sebagai berikut:
Struktur APBD Bertambah Berkurang
Pendapatan K D
Belanja D K
Pembiayaan K D
Penerimaan Derah K D
Pengeluaran Daerah D K
Berikut ini adalah langkah-langkah yang harus dilakukan utnuk melakukan pencatatan:
a. Analisis transaksi
b. Pencatatan dalam Jurnal
c. Peringkasan (posting ke Buku Besar)
d. Perincian ke dalam buku pembantu
e. Laporan Keuangan
Data yang terdapat dalam buku besar dan buku pembantu menjadi sumber untuk membuat
laporan keuangan.
Dengan adanya pencatatan dengan sistem double entry tersebut, maka sangat tidak
efisien untuk mencatat transaksi yang berulang kali. Sehingga dibuat jurnal khusus yang
digunakan untuk mencatat transaksi yang terjadi berulang-ulang dengan tujuan mengurangi
pekerjaan dalam membuat jurnal dan akan memudahkan pembukuan ke rekening-rekening.
Jurnal Standar
Transaksi atau kejadian yang mengakibatkan penerimaan kas umumnya berupa:
1. Penerimaan Kas dari pendapatan asli daerah
2. Penerimaan Kas dari penerimaan dana perimbangan
3. Penerimaan Kas dari lain-lain pendapatan yang sah
4. Penerimaan Kas dari pinjaman
5. Penerimaan Kas dari tagihan piutang
Untuk mencatat dan menggolongkan transaksi kejadian tersebut, jurnal standar
penerimaan kas adalah:
Debit : Kas
Kredit : Pendapatan Asli Daerah (ditulis nama obyek)
Pendapatan Dana Perimbangan (ditulis nama obyek)
Lain-lain Pendapatan yang Sah (ditulis nama obyek)
Pembiayaan Penerimaan Pinjaman (ditulis nama obyek)
Pembiayaan Penerimaan Piutang (ditulis nama obyek)
b. Jurnal Pengeluaran Kas
Jurnal Pengeluaran Kas memberikan makna bahwa kas dikredit dan rekening yang
terdapat dalam jurnal pengeluaran kas pada tanggal terjadinya transaksi. Buku Jurnal
Pengeluaran Kas merupakan buku yang digunakan untuk mencatat dan menggolongkan
transaksi atau kejadian yang mengakibatkan terjadinya pengeluaran kas, misalnya
adalah pengeluaran kas untuk belanja.
Seperti halnya Jurnal Penerimaan Kas, transaksi pengeluaran kas juga terjadi
berulangkali. Data yang dicatat dan digolongkan dalam buku jurnal ini minimal adalah:
1) Tanggal Transaksi atau Kejadian Keuangan
2) Jumlah Kas yang Diterima
3) Obyek Pengeluaran Kas
Jurnal Standar
Transaksi atau kejadian yang mengakibatkan pengeluaran kas antara lain:
1. Pengeluaran Kas untuk belanja adminstrasi umum
2. Pengeluaran Kas untuk belanja operasi
3. Pengeluaran Kas untuk belanja modal aparatur
4. Pengeluaran Kas untuk belanja modal publik
5. Pengeluaran Kas untuk belanja transfer
6. Pengeluaran Kas untuk belanja tidak tersangka
7. Pengeluaran Kas untuk pembayaran hutang pokok
8. Pengeluaran Kas untuk penyertaan modal
Untuk mencatat dan menggolongkan transaksi atau kejadian tersebut, Jurnal Standar
Pengeluaran Kas adalah:
Debit : Belanja Administrasi Umum ( ditulis nama obyek)
Belanja Operasi dan Pemeliharaan ( ditulis nama obyek)
Belanja Modal aparatur ( ditulis nama obyek)
Belanja modal Publik ( ditulis nama obyek)
Belanja Transfer ( ditulis nama obyek)
Belanja Tdak Tersangka ( ditulis nama obyek)
Pembiayaan Pembayaran Hutang ( ditulis nama obyek)
Pembiayaan Penyertaan Modal ( ditulis nama obyek)
Kredit : Kas
c. Jurnal Umum
Kedua jurnal diatas merupakan jurnal yang digunakan hanya untuk transaksi
yang melibatkan Kas Daearah. Untuk transaksi yang tidak melibatkan Kas Daerah,
dicatat dalam satu buku jurnal yang lain yaitu Buku Jurnal Umum.
Buku Jurnal Umum merupakan buku yang digunakan untuk mencatat dan
menggolongkan transaksi atau kejadian yang tidak mengakibatkan terjadinya
penerimaan dan pengeluaran kas. Misalnya adalah donasi berupa aktiva tetap, dan
pembelian barang secara kredit.
Data yang dicatat dan digolongkan dalam buku jurnal ini minimal adalah:
Tanggal Transaksi atau Kejadian Keuangan
Kode Rekening
Uraian
Jumlah Debit
Jumlah Kredit
Disamping itu, buku jurnal umum dapat dirancang utnuk menampung data lain sesuai
dengan kebutuhan.
Sedangkan untuk penggolangan dan perincian transaki digunakan 2 buku, yaitu:
A. Buku Besar
Transaksi yang telah dicatat dalam buku jurnal kemudian akan diringkas dalam
buku besar. Proses peringkasan atau pemindahan akun/ rekening ke buku besar disebut
dengan posting.
Buku besar pada dasarnya terdiri dari sekumpulan rekening yang digunakan
untuk menmpung nama rekening yang telah dicatat dan digolongkan dalam Buku
Jurnal. Jenis dan macam buku besar menyesuaikan dengan kelompok rekening dalam
struktur APBD yang baru, yaitu:
1. Buku Besar Pendapatan
Buku Besar Pendapatan memuat rekening-rekening pendapatan. Selanjutnya
dirinci lagi sesuai dengan komponen yang menyusun rekening pendapatan yaitu:
a. Pendapatan Asli Daerah
Termasuk dalam buku besar kelompok Pendapatan Asli daerah adalah:
1) buku besar Pajak Hotel
2) buku besar Pajak Restoran
3) buku besar Retribusi Pelayanan Kesahatan
4) buku besar Pelayanan Parkir
b. Dana Perimbangan
1) buku besar bagi Hasil Pajak
2) buku besar Bagi Hasil Bukan Pajak
c. Lain-lain Pendapatan yang Sah
a. buku besar Bantuan Dana Kontinjensi
b. buku besar Dana Darurat
2. Buku Besar Belanja
Buku besar ini mencakup rekening-rekening belanja daerah, yaitu:
a. Buku Besar Belanja Administrasi Umum, contoh Gaji dan Tunjangan
b. Buku Besar Belanja Operasi dan Pemeliharaan, contoh Honorarium/ Upah
c. Buku Besar Belanja Modal/Pembangunan, contohnya Belanja Modal Gedung,
Belanja Modal Kendaraan
d. Buku Besar Belanja Bagi Hasil dan Bantuan
e. Buku Besar Belanja Tidak Tersangka
3. Buku Besar Pembiayaan
Buku besar pembiayaan memuat ringkasan rekening-rekening pembiayaan
yang dilakukan oleh daerah, baik pembiayaan dari penerimaan maupun pengeluaran
daerah.
Jenisnya antara lain: Buku Besar Pembiayaan-Penerimaan Piutang dan Buku
Besar Pembiayaan-Pembayaran Utang Pokok yang Jatuh Tempo
4. Buku Besar Aktiva
Termasuk jenis buku besar aktiva adalah:
a. Buku Besar Aktiva Lancar, terdiri dari BB Kas, BB Piutang Pajak, BB Piutang
Retribusi
b. Buku Besar Investasi Jangka Panjang, terdiri atas BB Invesatasi dalam Saham
c. Buku Besar Aktiva Tetap, terdiri atas: BB Tanah, BB Jalan dan Jembatan
d. Buku Besar Dana Cadangan
e. Buku Besar Aktiva Lain-lain
5. Buku Besar Utang
Jenis dan Klasifikasi buku besar utang sesuai dengan jenis utang dan kondisi
daerah masing-masing.
Contohnya adalah Buku Besar Utang Lancar (BB Utang Belanja, BB Utang Pajak)
dan Buku Besar Utang Jangka Panjang (BB Utang Dalam Negeri)