Sie sind auf Seite 1von 3

Kata aqidah berasal dari salah satu kata dalam bahasa Arab yaitu aqad, yang artinya ikatan.

Berdasarkan
ahli bahasa, pengertian aqidah adalah sesuatu yang dengannya diikatnya hati dan perasaan manusia
atau yang dijadikan agama oleh manusia dan dijadikan pegangan (Hamka, dalam Studi Islam).

Menurut Syekh Abu al-Fadl ibn Syekh Abdus Syakur al-Senori dalam kitab karyanya Al- Kawakib al-
Lammaah fi Tahqiqi al-Musamma bi Ahli al-Sunnah wa al-Jamaah menyebutkan definisi Ahlussunnah
wal jamaah sebagi kelompok atau golongan yang senantiasa komitmen mengikuti sunnah Nabi saw dan
thoriqoh para sahabatnya dalam hal akidah, amaliyah fisik (fiqh) dan akhlaq batin (tasawwuf). Syekh
Abdul Qodir al-Jilani mendefinisikan Ahlussunnah wal jamaah sebagai berikut: Yang dimaksud dengan
as-Sunnah adalah apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW (meliputi ucapan, prilaku, serta
ketetapan beliau). Sedangkan yang dimaksud dengan pengertian jamaah adalah segala sesuatu yang
yang telah disepakati oleh para sahabat Nabi SAW pada masa Khulafa ar-Rasyidin yang empat yang
telah diberi hidayah Allah.

Secara historis, para imam Aswaja dibidang akidah telah ada sejak zaman para sahabat Nabi SAW
sebelum munculnya paham Mutazilah. Imam Aswaja pada saat itu diantaranya adalah Ali bin Abi Thalib
RA, karena jasanya menentang pendapat Khawarij tentang al-Wadu wa al-Waid dan pendapat
Qodariyah tentang kehendak Allah dan daya manusia. Dimasa tabiin ada beberapa imam, mereka
bahkan menulis beberapa kitab untuk mejelaskan tentang paham Aswaja, seperti Umar bin Abd al-Aziz
dengan karyanya Risalah Balighah fi Raddi ala al-Qodariyah. Para mujtahid fiqh juga turut
menyumbang beberapa karya teologi untuk menentang paham-paham diluar Aswaja, seperti Abu
Hanifah dengan kitabnya Al-Fiqhu al-Akbar, Imam Syafii dengan kitabnya Fi Tashihi al-Nubuwwah wa
al-Raddi ala al-Barohimah.

Generasi Imam dalam teologi Aswaja sesudah itu kemudian diwakili oleh Abu Hasan al-Asyari (260 H
324 H), lantaran keberhasilannya menjatuhkan paham Mutazilah. Dengan demikian dapat dipahami
bahwa akidah Aswaja secara substantif telah ada sejak masa para sahabat Nabi SAW. Artinya paham
Aswaja tidak mutlak seperti yang dirumuskan oleh Imam al-Asyari, tetapi beliau adalah salah satu
diantara imam yang telah berhasil menyusun dan merumuskan ulang doktrin paham akidah Aswaja
secara sistematis sehingga menjadi pedoman akidah Aswaja.

Dalam perkembangan sejarah selanjutnya, istilah Aswaja secara resmi menjadi bagian dari disiplin ilmu
keislaman. Dalam hal akidah pengertiannya adalah Asyariyah atau Maturidiyah. Imam Ibnu Hajar al-
Haytami berkata: Jika Ahlussunnah wal jamaah disebutkan, maka yang dimaksud adalah pengikut
rumusan yang di gagas oleh Imam Abu al-Hasan al-Asyari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi. Dalam
fiqh adalah madzhab empat, Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali. Dalam tasawuf adalah Imam al-Ghozali,
Abu Yazid al-Bisthomi, Imam al-Junaydi dan ulama-ulama lain yang sepaham. Semuanya menjadi
diskursus Islam paham Ahlussunnah wal jamaah
:


: :


)
(

Artinya : Rosululloh saw bersabda : demi Tuhan yang menguasai jiwa Muhammad, sungguh umatku
nanti akan pecah menjadi 73 golongan, satu golongan masuk surga dan yang 72 golongan akan masuk
neraka, seorang sahabat bertanya siapakah mereka yang masuk surga itu, ya Rosulalloh ? Rosul
menjawab Mereka itu adalah Ahlus Sunnah wal Jamaah ( H. R. Imam Thobroni ).

Dari Abi Hurayrah RA. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Terpecah umat Yahudi menjadi 71
golongan. Dan terpecah umat Nasrani menjadi 72 golongan. Dan akan terpecah umatku menjadi 73
golongan. Semuanya masuk neraka kecuali satu. Berkata para sahabat: Siapakah mereka wahai
Rasulullah? Rasulullah SAW menjawab: Mereka adalah yang mengikuti aku dan para sahabatku.. HR.
Abu Dawud, Turmudzi, dan Ibnu Majah.

Jadi inti paham Ahlussunnah wal jamaah (Aswaja) seperti yang tertera dalam teks Hadits adalah paham
keagamaan yang sesuai dengan sunnah Nabi SAW dan petunjuk para sahabatnya.

Pembicaraan tentang aqidah masa berikutnya meluas pada persoalan Tuhan dan manusia. Ditengah
pertentangan itu, lahir dua kelompok moderat yang berusaha mengkompromikan keduanya. Kelompok
ini kemudian dinamakan Ahlus sunnah wa al jamaah(aswaja). Dua kelompok itu adalah Asyariah yang
didirikan oleh Imam Abul Hasan al-AsyAriH(lahir di Basrah, 260 H/873 M. wafat di Baghdad 324 H/935
M) dan Maturidiyah yang didirikan oleh Imam Abu Mansur al- Maturidi (lahir di Maturid Samarkand,
wafat 333H).

A. Konsep Aqidah Asyariyah

Aqidah Asyriyah merupakan jalan tengah(tawasuth) diantara kelompok kelompok keagaman yang
berkambang pada masa itu. Yaitu kelompok Jabariyah dan Qadariyah yang dikembangkan oleh
Mutazilah. Kelompok Jabariyah berpendapat bahwa seluruh perbuatan manusia, diciptakan oleh Allah
dan manusia tidak memiliki peranan apa pun.sedangkan kolompok Qadariyah memandang bahwa
perbuatan manusia diciptakan oleh manusia itu sendiri terlepas dari Allah. Dengan begitu, bagi Jabariah
kekuasaan Allah adalah mutlak dan bagi Qadariyah kekuasaan Allah adalah terbatas.

Sikap tawasuthditunjukan oleh Asyariyah dengan konsepal kasb(upaya). Menurut Asyari, perbuatan
manusia diciptakan oleh Allah, namun manusia memiliki peranan dalam perbuatannya. Kash juga
memiliki makna keaktifan dan bahwa manusia bertanggu jawab atas perbuatannya.

Dengan konsep kash tersebut, aqidah Asyariyah menjadikan manusia selalu berusaha secara kreatif
dalam kehidupannya, akan tetapi tidak melupakan bahwa Tuhan lah yang menentukan semuanya.

Sikap tasammuh (toleransi) ditunjukan oleh Asyariyah dengan antara lain ditunjukan dalam konsep
kekuasaan mutlak Tuhan. Bagi Mutazilah, Tuhan wajib berlaku adil dalan memperlakukan makhluk Nya.
Tuhan wajib memasukan orang baik kedalam surga dan memasukan orang jahat kedalam neraka. Hal ini
ditolak oleh Asy.ariyah. alasanya kewajiban telah terjadi pembatasan terhadap kekuasaan Tuhan,
padahal tuhan memiliki kekuasaan mutlak, tidak ada yang bisa membatasi kehendak dan kekuasan
Tuhan. Meskipun dalam al-Quran Allah berjanji akan memasukan orang yang baik dalam surga dan
orang yang jahat kedalam neraka, namun tidak berarti kekuasaan Allah terbatasi. Segala keputusan
tetap ada pada kekuasaan Allah.

Jika dalam pahan Mutazilah posisi akal di atas wahyu, Asyariyah berpendapat wahyu di atas akal.
Meskipun wahyu di atas akal, namun akal tetap diperlukan dalam memahami wahyu.

B. Konsep Aqidah Maturidiyah

Pada prinsipnya, aqidah Maturidiyah memiliki keselarasan dengan aqidah Asyariyah. Yang sedikit
membedakan keduanya, bahwa Asyariyah fiqhnya menggunakan mzhab Imam SyafiI dan Imam Maliki,
sedangkan Maturidiyah menggunakan mazhab Imam Hanafi.

Sikap tawasyuth yang ditunjukan oleh Maturidiyah adalah upaya perdamaian antara al naqli dan
alaqli(nas dan akal). Menggunakan aql sama pentingnya dengan menggunakan naqli. Sebab akal yang
dimiliki oleh manusia juga berasal dari Allah, karena itu dalam al Quran Allah memperintahkan umat
islam untuk menggunakan akal dalam memahami tanda-tanda (al-ayat) kekuasaan Allah yang terdapat
di alam raya ini.

Dengan begitu manusia yang dikehendaki adalah manusia yang selalu kreatif, tetapi kreatifitasi itu tidak
menjadikan makhuk sombong karena merasa mampu menciptakan dan mewujudkan. Tetapi manusia
yang kreatif dan pandai bersyukur. Karena kemampuannya melakukan sesuatu tetap dalam ciptaan
Allah.

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku. QS Adz-Dzaariyat : 56.

Das könnte Ihnen auch gefallen