Sie sind auf Seite 1von 35

ABSTRAK

Menurut Erikson masa dewasa awal adalah masa yang tepat untuk memilih
pasangan hidup, dan penampilan merupakan daya tarik terpenting dalam mencari
calon pasangan hidup tersebut. Jika pada masa ini seorang individu terutama wanita
mengalami obesitas, yaitu suatu keadaan yang diartikan sebagai suatu kondisi dimana
terjadi kelebihan jumlah lemak tubuh, maka hal ini dapat menimbulkan suatu masalah
yang berhubungan dengan penampilan yang dapat mengurangi daya tarik fisik
seseorang. Kondisi tersebut seolah - olah menutup kemungkinan bagi wanita yang
mengalami obesitas untuk mendapatkan perhatian dan dipilih pria menjadi
pasanga1n, sehingga hal ini dapat memungkinkan timbulnya kecemasan bagi yang
mengalaminya. Kecemasan sendiri diartikan sebagai suatu emosi yang tidak
menyenangkan, yang ditandai dengan istilah-istilah seperti "kekhawatimn,"
"keprihatinan," clan "rasa takut," yang kadang - kadang kita alami dalam tingkat yang
berbeda - beda. Dengan latar belakang tersebut maka dilakukanlah sebuah penelitian
yang bertujuan untuk mengetahui gambaran ker.emasan wanita dewasa awal yang
mengalami obesitas dalam memilih pasangan hidupnya dan mengetahui macam -
macam bentuk kecemasan yang seseorang yang mengalami obesitas dalam memilih
pasangan hidupnya.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik wawancara
dan observasi. Penelitian ini dilakukan pada 3 orang subyek dengan karakteristik
yaitu wanita dewasa awal yang berumur 21 - 30 tahun, mengalami obesitas dan
belum menikah. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa ada dua orang1 subyek
yang mengalami kecemasan yang dilihat berdasarkan komponen - komponen
kecemasan secara kognitif, motorik, somatik dan afektif. Selain itu dalam penelitian
ini juga didapatkan bahwa satu subyek yang tidak mengalami kecemasan dikarenakan
subyek tersebut telah memiliki pacar yang akan dijadikannya sebagai calon pasangan
hidupnya nanti. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik pada penelitian berikutnya,
perlu kiranya peneliti memperhatikan juga variabel lainnya seperti : usia, maupun
jumlah subyek. Peneliti juga sebaiknya lebih selektif dalam mencari subjek
mengingat tema yang diangkat merupakan tema yang semsitif bagi sebagian orang.

Kata kunci : Kecemasan, Obesitas, Pasangan Hidup

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa dewasa awal merupakan salah satu tahapan yang ada dalam rentang

kehidupan manusia. Masa ini dimulai ketika seorang individu mencapai usia 21-40

tahun (Nihayah dkk, 2006), yang oleh Erikson (dalam Santroki,1995) disebut dengan

tahap keintiman dan keterkucilan (intimacy vets US isolation). Erikson

menggambarkan keintiman sebagai penemuan diri sendiri pada diri orang lain namun

kehilangan diri sendiri. Saat anak muda membentuk persahabatan yang sehat dan

relasi akrab yang intirn dengan orang lain maka keintirnan akan dicapai dan jika tidak

akan terjadi isoiasi, atau yang disebut Erikson (dalaln Hurlock, 1980) dengan "klrisis

isolasi" yaitu masa kesepian karena terisolasi dari kelompok sosial. Banyak sekali

masalah-masalah yang dihadapi oleh dewasa awal ini seperti di antaranya obesitas,

diet, narkoba dan merokok (Dariyo, 2003). Salah satu maSi:llah yang berhubungan

dengan penampilan fisik dan dirasakan sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan

adalah masalah obesitas, yang menurut Kaplan et al, (1993) diartikan sebagai

"obesity is a condition of having excessive amount.s of body fat",yaitu suatu koodisi

dimana terjadi kelebihan jumlah lemak tubuh. Obesitas ini banyak dialami oleh

hampir seluruh masyarakat baik laki-laki maupun perempuan. Akan tetapi, obesitas

biasanya lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria (Atkinson,

1999).

2
Kenyataan yang menunjang bahwa perempuan lebih mudah mengalami

obesitas disebabkan karena fase hidup wanita yang berbeda dari pria. Kekurnngan

gizi saat dalam kandungan, haid dini, berat badan yang berlebihan ketika hamil, dan

aktivitas fisik yang berkurang akibat menopause, yang menyebabkan perempuan

lebih rentan terhadap obesitas (Perempuan rentan obesitas, 2002). Selain lebih rentan

terhadap obesitas, wanita pun lebih banyak mengalami kecemasan daripada laki-laki.

Laki-laki kurang mempersoalkan kegemukan (obesitas) daripada wanita. Hal ini

dikarenakan wanita selalu ingin tampil cantik dan menarik perhatian di depan semua

laki-laki. :Selain itu, wanita mempunyai perasaan lebih sensitif terhadap isu-isu yang

berkembang di masyarakat. Seperti pandangan masyarakat yang cenderung menghina

dan memperolok orang-orang yang memiliki tubuh gemuk mengalami obesitas

karena dianggap tidak ideal dan cenderung pemalas sehingga individu yang

mengalaminya merasa tidak sesuai dengan citra kesempurnaan yang ada di

masyarakat tersebut. Karena dalam suatu masyarakat di mana tubuh kurus disamakan

dengan kecantikan, orang gemuk cenderung akan merasa malu dengan

penampilannya dan juga dengan kurangnya pengendalian atas dirinya (Atkinson,

2004). Dengan kata lain, bentuk tubuh menjadi ukuran di masyarakat untuk

mengatakan cantik atau tidaknya seseorang. Hal ini dapat dilihat dari berbagai media

yang menggunalcan wanita sebagai sasaran untuk mengiklankan produk-produk

tertentu seperti produk kecantikan, penurunan berat badan dan sebagainya. Selain itu,

media massa melalui sarananya juga mempengaruhi lelaki dan perempuan dalam

3
menampilkan kecantikan dan ketampanannya, sekaligus mempengaruhi penilaian

masyarakat melalui bentuk tubuhnya.

Pentingnya penampilan fisik membuat seorang individu terutama wanita

lebih termotivasi untuk memperhatikan penampilan ftSilmya dibandingkan dengan

laki-laki (Dariyo, 2003). Karena itulah setiap tahun orang-orang menghamburkan

jutaan dollar untuk diet ketat, obat-obatan, dan perawatan lainnya guna menurunkan

berat badan (Atkinson, 2004). :Selain itu mereka juga rela melakukan olah raga yang

melelahkan dan melakukan tindakan medis seperti sedot lemak agar dapat meraih

ukuran kecaintikan tersebut. Orang-orang yang mengalami obesitas tidak hanya

mendatangkan kerugian dalam hal kesehatan saja, melainkan obesitas juga

memberikan konsekuensi yang kurang menyenangkan dalam aspek sosial, fisik dan

psikologis. Dalam aspek sosial wanita obesitas cenderung diabaikan dan mengalami

diskriminasi, baik dalam pekerjaan maupun hubungan interpersonal. Tetapi ada juga

sebagian individu yang mengalami obesitas dapat membuktikan bahwa ia dapat

memiliki pekerjaan dan pasangan hidup yang sesuai. Hal ini telah dibuktikan oleh

beberapa artis ibukota seperti Pretty Asmara dan Dewi Hughes. Mereka dapat tampil

dengan perc:aya diri seh~ma mereka bisa mendapatkan pekerjaan dan pasangan

hidup yang sesuai. Dalam aspek fisik, orang obeis mempunyai kesulitan dalam

melakukan aktivitas fisik, sehingga mengurangi kesempatan untuk mengikuti

berbagai kegiatan sosial, juga pengeluaran biaya sehari-hari untuk pakaian dan

makanan lebih banyak. Sedangkan secara psikologis dapat mendatangkan gangguan

4
psikologis seperti rasa rendah diri, depresi, putllls asa, bahkan sampai

overkompensasi atau mencari kelemahan orang lain atau agresif terhadap lingkungan

untuk menutupi kekurangan diri sencliri dan secara medis orang yang obesitas lebih

mudah terkena penyakit (S. Rasan, 1996).

Pada dasamya tidak ada seorang pun yang menginginkan mempunyai berat

badan yang berlebihan, hal ini salah satunya disebabkan karena gaya hidup yang

berubah, yang mengakibatkan masyarakat juga mernbah pola konsumsinya terhadap

makanan dan berakibat buruk terhadap tubuh. Apalagi gaya hidup pada masa dewasa

awal ini sangat mempengaruhi perubahan fisik, jarang berolah raga dan tidak

mengikuti pola makan yang sehat dapat memberikan dampak yang kurang baik pada

fisik orang dewasa (Nihayah dkk. 2006). Selain masalah-masalah yang dihadapi oleh

dewasa awal, seorang individu dewasa awal juga harus mernenuhi tugas-tugas

perkernbangannya seperti menyelesaikan pendidikan, rnernasuki dunia kerja,

rnenikah dan rnenjadi orang tua. Dalam mernenuhi tugas-tugas perkembangannya

pasti terdapat banyak rnasalah, terutarna pada rnasa dewasa awal yang rnerupakan

masa-rnasa tersulit dalam hidup, karena ia rnulai rnenyesuaikan diri, merniliki pola-

pola kehidupan yang barn, dan harapan-harapan sosial baru (Hurlock, 1980). Ketika

seorang individu telah menyelesaikan pendidikannya sampai taraf SMU, universitas

atau telah memasuki jenjang karir dalam pekerjaannya, maka tugas perkernbangan

selanjutnya adalah menikah. Dalam hal ini, seorang individu dituntut harus memilih

5
pasangan hidup yang sesuai dengan kriterianya. Masa dewasa awal ini rnerupakan

rnasa yang tepat dalam memilih pasangan hidup.

Dalarn masyarakat yang maju, usia tidak rnenjadi standar tingkah laku

terutama pada masa sesudah remaja. Namun fenomena sosial/Clock belum

seluruhnya hilang, masyarakat rnasih menaruh pengharapan tertentu mengenai

tingkah laku yang sesuai untuk usia-usia tertentu (Monks, 2002). Jadi jika pada usia

dewasa awal ini seorang individu belum juga mendapatkan pasangan hidup yang

sesuai, maka sebagian masyarakat menganggap bahwa individu tersebut telah gagal

dalam rnendapatkan pasangan hidup. Pemilihan pasangan hidup ini dimulai melalui

proses hubungan yang intim dan akrab terhadap lawan jenis yang telah dibinanya

pada masa remaja atau sebelumnya. Menurut Erikson (dalam Papalia et al.,2002)

dewasa muda membutuhkan dan menginginkan keintiman, mereka perlu untuk

membentuk komitmen pribadi yang dalam dengan orang lain. Kemampuan untuk

mencapai hubungan yang intim, yang memerlukan pengofbanan dan kompromi,

tergantung pada identitas diri yang dibentuk pada masa remaja. Saat mereka mulai

merasa aman dengan identitas mereka, mereka akan mampu membentuk hubungan

intim, baik dengan diri mereka sendiri maupun dengan orang lain. Pada saat ini,

dewasa muda juga mernbutuhkan waktu sendiri untuk memikirkan kembali

kehidupan mereka sendiri. Apabila mereka tidak mampu atau takut untuk membentuk

hubungan yang intim karena ketakutan akan kehilangan identitas. maka mereka dapat

menjadi terisolasi dan menahan diri.

6
Dengan kata lain isolasi terjadi apabila seorang individu di masa awal tidak

dapat menjalankan tugas-tugas perkembangannya secara optimal, sehingga terjadi

hambatan psikososial dalam kehidupannya. Apabila hubungan intim telah terjadi

maka proses pemilihan pasangan yang sesuai dengan kriteria dapat dimulai.

Pemilihan ini dimulai dengan perkenalan, kencan, berpacaran, sampai diambil

keputusan untuk menikah. Hubungan pacaran yang dilakukan ketika remaja pun

dapat berlanjut hingga dewasa, tahap ini penting karena untuk memilih pasangan

hidup perlu mendalami karakter dari pasangannya, sehingga seorang individu dapat

menilai dan memilih siapa orang yang tepat yang akan dijadikan calon pasangan

hidupnya. Semua orang berlomba-lomba untuk memilih pasangan hidup yang sesuai

dengan kriterianya. Namun. obesitas dapat menjadi suatu kendala dalam proses

pencarian tersebut yaitu ketika seorang individu dewasa awal ingin memenuhi tugas-

tugas perkembangannya memilih pasangan hidup, karena penampilan fisik

merupakan salah satu hal yang dijadikan patokan untuk menilai seseorang, melalui

penampilan fisik sesoorang rmmiliki pengaruh yang kuat bagi hubungan

interpersonalnya. Akan tetapi ketika figur ideal dan aktual tidak sesuai maka yang

terjadi adalah timbulnya rasa tidak percaya diri alam setiap penampilan, merasa

kesulitan dalam mencaii pakaian yang pas dan cocok, sehingga pada akhimya

mereka memiliki pandangan yang negatif terhadap dirinya karena memiliki bentuk

tubuh yang kurang menarik sehingga memungkinkan timbulnya suatu kecemasan.

7
Kecemasan sebenamya adalah hal yang normal walaupun terkadang

membingungkan, karena kita sendiri tidak mengetahui mengapa kita mengalami hal

tersebut sehingga membuat kita merasa putus asa dalam menghadapinya. Hal-hal

seperti ini jika dibiarkan terus menerus akan menjadi sesuatu yang berbahaya,

menimbulkan konflik pada kualitas hidup selanjutnya dan dapat mengurangi

kenikmatan hidup. Aiikinson (2004) mengungkapkan bahwa kecemasan adalah emosi

yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan istilah-istilah seperti

"kekhawatiran," "keprihatinan," dan "rasa takut," yang kadang-kadang kita alami

dalam tingkat yang berbeda--beda. Kecemasan yang terjadi bisa dalam bentuk yang

bermacam-macam, Kecemasan menurut Kartono ( 1997) dibagi menjadi, (1)

Kecemasan super ego atau kecemasan eksistensial yaitu kecemasan khusus mengenai

"diri sendiri", tubuh dan kondisi psikis sendiri; (2) Kecemasan Neurotis, yaitu

kecemasan yang erat berkaitan dengan mekanisme-mekanisme pelarian diri dan

pembelaan diri yang negatif, banyak disebabkan oleh perasaan- perasaan bersalah

dan berdosa, serta konflik-konflik kolonal yang serius, kronis, berkesinambungan,

frustasi-frustasi, dan ketegangan-ketegangan batin. Untuk mengatasi kecemasan

neurotis ini biasanya orang seringkali menggunakan obat penenang dan (3)

Kecemasan psikotis, yaitu kecemasan karena merasa terancam hidupnya, dan kacau

balau, ditambah kebingungan yang hebat disebabkan oleh depersonalisasi dan

disorganisasi psikis. Berdasarkan hasil studi yang dipimpin oleh Simon (2007) dari

Group Health Cooperative, di Seattle, sebuah lembaga perencana kesehatan nonprofit

yang berada di Pacific Northwest ini meneliti lebih dari 9 ribu orang dewasa.

8
Hasilnya sekitar 25 persen orang gemuk lebih sering mengalami rasa cemas yang

berlebihan dan mood (suasana hati) yang tak stabil, dibanding orang dengan berat

badan normal. Selain itu ada juga penelitian terbaru yang membantu menegaskan

kembali tentang hubungan tersebut. "lni merupakan kajian epidemiologi psikiatrik

yang membuktikan bahwa rnemang ada hubungan antara pertumbuhan berat badan

dan gangguan mental," papar Dr. Susan Mc Elroy, seorang professor psikiatri di

University of Cincinnati dan editor panduan buku acuan obesitas dan gangguan

mental. Studi ini didasarkan survei nasional pada sekitar 9.125 orang dewasa yang

menjalani interview kesehatan mental yang dilengkapi catatan ukuran berat dan tinggi

badan partisipan. Sekitar seperempat dari seluruh partisipan masuk dalam kategori

obesitas, sekitar 22 persen dari mereka mengalami gangguan mood (seperti depresi

dan rasa cemas berlebihan) dibanding 18 persen partisipan yang tak mengalami

obesitas.

Menurut Cash & Grant (dalam Thompson, 19913) mengungkapkan

ketidakpuasan terhadap tubuh dapat menyebabkan individu menjadi rentan terhadap

harga diri yang rendah, depresi, kecemasan sosial dan menarik diri, serla mengalami

disfungsi sosial. Semua individu pasti sangat menginginkan masa depannya bahagia.

Hal itu tidak terlepas dari kondisi yang berada di sekitamya, perasaan dan juga

kesadarannya. Jika ia berpikir positif maka ia akan memandang masa depannya

dengan semangat, akan tetapi jika ia berpikir negatif maka ia akan melihat masa

depannya dengan kelam dan pesimis terhadap harapan-harapannya karena tanpa

9
disadari dengan siapapun berinteraksi kita pasti akan mengalami kecemasan. Dalam

penelitian ini akan dibahas mengenai masalah obesitas yang dirasakan sebagai

kondisi yang kurang menyenangkan khususnya pada wanita dewasa awal. Karena

selain dikaitkan dengan penampilan fisik yang kurang menarik. wanita yang

mengalami obesitas sering rnendapatkan penilaian negatif dari masyarakat dan hal ini

dapat memungkinkan timbulnya kecemasan ketika mereka berada pada tahap

pencarian fiasangan hidup. Didasarkan pada latar belakang yang peneliti ungkapkan

di atas maka peneliti ingin mengetahui lebih dalam tentang GAMBARA.N

KECEMASAN PADA WANITA DEWASA AWAL YANG MENGALAMI

OBESITAS DALAM MEMILIH PASANGAN HIDUPNYA yang juga menjadi

judul dalam penelitian ini.

1.2 ldentifikasi Masalah.

Berdasarkan latar belakang di atas,maka dapat ditarik identifikasi masalah sebagai

berikut

1. Apakah obesitas berperan terhadap kecemasan pada wanita dewasa awal?

2. Bagaimana gambaran kecemasan wanita dewasa awal yang mengalami

obesitas dalam memilih pasangan hidupnya ?

1.3 Rumusan Masalah.

Berdasarkan identifikasi masalah, dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :

10
1. Untuk mengetahui peran obesitas terhadap kecemasan pada wanita dewasa

awal.

2. Untuk mengetahui gambaran kecemasan wanita dewasa awal yang mengalami

obesitas dalam memilih pasangan hidupnya.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian.

1.4.1. Tujuan Penelitian

1. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari pemahaman yang menyeluruh

dan utuh mengenai gambaran kecemasan pada wanita dewasa awal yang

mengalami obesitas dalam memilih pasangan hidupnya.

2. Untuk mengetahui macam-macam bentuk kecemasan yang dialami

seseorang yang mengalami obesitas dalam memilih pasangan hidupnya.

1.4.2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini ingin memberikan kontribusi secara teoritis dan praktis dalam

wacana psikologi yaitu :

1. Secara teoritis memberikan sumbangan dalam bidang psikologi

khususnya psikologi klinis dan psikologi perkembangan.

2. Secara praktis dapat bermanfaat bagi wanita dewasa awal yang

sedang dalam proses pemilihan pasangan hidup agar jangan terlalu

11
cemas sehingga dapat terbentuk kemantapan emosi dalam memilih

pasangan hidupnya.

3. Sebagai bahan masukan untuk lembaga-lembaga sosial terkait agar

dapat membantu orang-orang yang mengalami obesitas mengadakan

pelatihan-pelatihan tentang kepercayaan diri agar dapat mengumngi

kecemasan khususnya dalam memilih pasangan hidup.

12
BAB II

KAJIAN TEORI

Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang berlkaitan dengan judul

penelitian di antaranya teori tentang kecemasan. pembahasan tentang dewasa awal,

obesitas, pemilihan pasangan hidup dan keterkaitan obesitas dengan kecemasan

dalam memilih pasangan hidup. Pada bab ini diakhiri dengan kerangka berpikir.

2.1 Deskripsi Teori

2.1.1 Kajian teori tentang kecemasan

2.1.1.1. Pengertian Kecemasan

Atkinson (2004) mengungkapkan bahwa kecemasan adalah emosi yang tidak

menyenangkan, yang ditandai dengan istilah-istilah seperti "kekhawatiran,"

"keprihatinan," dan "rasa takut." yang kadang-kadang kita alami dalam tingkat

yang berbeda-beda. Senada dengan Atkinson, menurut Hartono (1997), kecernasan

adalah semacam kegelisahan-kekhawatiran clan "ketakutan" terhadap sesuatu yang

tidak jelas, yang difus atau baur. dlan mempunyai ciri yang mengazab pada

seseorang. Ditambahkan pula oleh Meyer & Salmon (1948) yang mendefinisikan

"anxiety is classified as an emotional state that includes distressinf1 felings of fear

and apprehension and an increased physiological aurosal." Kecemasan

digolongkan sebagai bagian dari emosi, termasuk di dalamnya yaitu perasaan

13
menyedihkan, ketakutan, keprihatinan dan meningkatnya perasaan psikologis

seseorang.

Dalam kamus lengkap psikologi, anxiety ( kecemasan ) juga diartikan sebagai

perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa

mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan re1rsebut, rasa takut kekhawaliran

kronis pada tingkat ringan, kekhawatiran atau ketakutan yang kuat dan meluap-

luap, dan satu dorongan sekunder mencakup suatu reaksi penghindaran yang

dipelajari (Chaplin. 2006). Lebih jauh lagi, Gunarsa (1990) mengungkapkan

kecemasan sebagai suatu perubahan suasana hati, perubahan di dalam diri sendiri

fang timbul dari dalam tanpa adanya perangsangan dari luar. Selain itu,

kecemasan juga dipakai untuk menunjukkan suatu respons emisionil yang tidak

menyenangkan dan dalam derajat yang berlebih-lebihan dan tidak sesuai dengan

keadaan yang menimbulkan rasa takut. Sementara itu Kaplan dkk (dalam Fausiah

dan Widuri, 2005) mengungkapakan kecernasan sebagai respon terhadap Slituasi

tertentu yang mengancam, dan merupakan hat yang normal terjadi menyertai

perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan,

serta dalam menentukan identitas diri dan arti hidup. Kecemasan memiliki

karakteristik berupa munculnya perasaan takut dan kehati-hatian atau kewaspadaan

yang tidak jelas dan tidak menyenangkan (Davidson & Nealen, 2001 ).

Kecemasan seringkali diserlai dengan gejala fisik seperti sakit kepala, jantung

14
berdebar cepat. dada terasa sesak, sakit perut, tidak tenang dan tidak dapat duduk

diam (Fausiah dan Widuri, 2005).

Menurut Koeswara (1991) kecemasan muncul dari stimulus yang

membahayakan dan terus-menerus, menghantui dan mengancam individu. Bagi

Krauss (1976) "anxiety is an emotion of a usually unpleasant nature which can be

almost unbearable."Menurutnya kecemasan adalah emosi alami yang biasanya

tidak menyenangkan yang hampir tidak bisa ditahan. Menurut Dafidoff (1981),

kecemasan adalah emosi yang ditandai oleh perasaan akan bahaya yang

diantisipasikan, termasuk juga ketegangan dan stres yang menghadang dan oleh

bangkitnya sistem sara1f simpatetik. Spielberger (dalam Purbonongsih, 2004)

mengungkapkart bahwa kecemasan adalah suatu reaksi emosional yang tidak

menyenangkan terhadap bahaya yang tidak nyata atau imaginer dimana reaksi ini

muncul bersama pengalaman otonom dan subyektif yang dirasakan sebagiii

ketegangan ketakutan dan kegelisahan.

Menurut Spielberger (dalam Purboningsih, 2004) kecemasan

mempunyai dua konsep yaitu kecemasan sesaat (Anxiety State) dan keCEimasan

dasar (Anxiety Trait), kecemasan sesaat timbul dari kondisi emosional yang

sifatnya sementara, bisa berfluktuasi dan bervariasi setiap saat, sedangkan

kecemasan dasar terbentuk berdasarkan pengalaman-peingalaman di masa lalu

dan rnerupakan hasil dari pemikiran individu tentang kecemasan tersebut.

15
2.1.1.2. Penyebab Kecemasan

Menurut Beck, Emery, dan Greenberg (dalam Wolman, ~994) terdapat

beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang rentan dan cenderung

mengalami kecemasan serta gangguan kecemasan. Faktor-faktor itu adalah:

1. Genetik

Faktor hereditas dapat menimbulkan pengaruh terhadap kecemasan dalam

hal mudah atau tidaknya system syaraf otonom seseorang untuk menerima

rangsangan (Barlow & Cerney, 1988). Seseorang yang riwayat

keluarganya memiliki gangguan, jika berada dalam kondisi atau situasi

mencemaskan maka akan lebih cenderung menunjukkan gejala-gejala

kecemasannya jika dibandingkan dengan orang lain dalam kondisi

tersebut.

2. Trauma mental

Trauma mental mengakibatkan individu menjadi lebih mudah cemas jika

dihadapkan pada situasi yang sama dengan pengalaman yang

rnenimbulkan trauma. Ditambahkan pula bahwa terjadinya suatu trauma

yang melibatkan bangkitnya suatu emosi yang sangat tinggi dapat

menghasilkan atau membentuk skema yang berkaitan dengan ancaman.

Sooema ini akan muncul berulang-ulang bila individu menemukan suatu

kondisi saat ia mengalami trauma.

3. Tidak berjalannya strategi coping

16
Seseorang yang mengalami kecemasan cenderung melTIJoerlihatkan

kekurangan dalam menyesuaikan strategi-strategi coping terhadap

kecemasan yang timbul atau sesuatu yang dirasakan mEmgancam. Mereka

seringkali menganggap bahwa situasi yang ada merupakan hasil dari

persepsi terhadap adanya ancaman, walaupun sebenarnya tidak ada suatu

ancaman. Namun, individu juga menilai bahwa mereka memiliki

kekurangan dalam upaya untuk mengatasi ancaman yang dirasakan.

Akhimya, individu membiarkan diri mereka mudah untuk mengalami

kecemasan dalam kehidupan sehari-hari.

4. Pikiran irasional, asumsi dan kesalahan proses kognitif

lndividu yang mengalami kelainan kecemasan, sering mEmganggap

bahwa keyakinan yang tidak realistis tentang suatu ancaman atau bahaya

ditimbulkan oleh situasi maupun kondisi tertentu yang seirupa dengan

situasi tersebut dimana skerna itu dipelajari. Di saat skerna tersebut

diaktivasikan, skema ini mendorong pikiran, tingkah laku dan emosi

individu untuk masuk kedalam keadaan cemas.

2.2.2 Kajian Teori Tentang Masa Dewasa Awal

2.2.2.1 Pembagian Masa Dewasa Awal

Menurut Hurlock (1980), membagi masa dewasa dibagi menjadi 3 fase, yaitu:

1. Masa dewasa dini

17
Dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun.

2. Masa dewasa madya

Dimulai pada umur 40 tahun sampai pada umur 60 tahun.

3. Masa dewasa lanjut (usia lanjut)

Dimulai pada umur 60 tahun sampai kematian.

Sedangkan Levinson (dalam Dariyo, 2003) mencoba membagi masa dewasa awal

menjadi dua fase transisi kehidupan, yaitu :

1. Fase memasuki masa dewasa awal (usia 17-33 tahun), terdiri dari:

a. Transisi dewasa awal (early adulth transtition 'l7-22tahun). Pada masa

ini individu secara fisik, bentuk tubuhnya1 tampak seperti orang

dewasa. Akan tetapi, sec:ara mental individu belum memiliki

tanggung jawab penuh karena masih bergantung secara ekonomi dari

orang tuanya.

b. Memasuki struktur kehidupan dewasa awal (22-28 tahun). Umumnya,

pada masa ini individu telah menyeilesaikan pendidikan formal,

kemudian berkarir sesuai dengan minat bakat dan kemampuannya.

c. Usia transisi 30 - an (28-33 tahun). Pada masa ini individu tetap

mambangun karirnya dan membentuk kehidupan rumah tangga

2. Fase puncak dewasa awal (usia 35-45 tahun), terbagi menjadi dua tahap:

a. Puncak kehidupan dewasa awal (usia 33-40 tahun).

18
lndividu merasa mantap atau memantapkan diri dengan pilihan

pekerjaannya pada saat ini. Karena menanggung kehidupan keluarga,

individu memperkuat komitmen (tekad) untuk membangun karir

pekerjaan, membentuk kehidupan pribadi yang bertanggung jawab

sesuai dengan harapan dan cita-cita masyarakat bangsa dan

mewujudkan aspirasi dan cita-cita yang tertanam sejak masa mudanya

dulu.

b. Transisi dewasa menengah (Midlife transitition usia 40-45 tahun).

lndividu telah menempuh perjalanan hidup yang panjang mulai dari

hal pekerjaan sampai kehidupan rumah tangga. Dengan pencapaian

itu, individu mulai menilai (self-evaluation) kembali struktur

kehidupan tersebut dan mempersiapkan diri untuk memasuki masa

dewasa menengah.

2.2.2.2 Perubahan-Perubahan Dalam Masa Dewasa Awal

Perubahan-perubahan dalam masa dewasa awal (dalam Mubin dan

Cahyadi.2006), adalah :

a. Perubahan yang bersifat fisik :

1. Efisiensi fisik mencapai puncaknya, terutama pada usia 23-27 tahun.

2. Kesehatan fisik berada dalam keadaan balik.

3. Kekuatan tenaga dan motorik mencapai masa puncak.

19
b. Perubahan yang bersifat psikis :

1. Berjuang menyesuaikan diri terhadap pola-pola kE~hidupan yang baru

dan harapan-harapan sosial yang baru pula.

2. Munculnya keinginan dan usaha pemantapan, seperti memimpin rumah

tangga (sebagai suami-istri), mendapatkan pekerjaan yang layak. peran

dan status sosial di masyarakat.

3. Sering mengalami ketegangan emosi, karena kompleksnya persoalan

hidup yang dihadapi, seperti : masalah pekerjaan 'Yangbelum menentu,

pasangan hidup yang belum ada atau p1crtus, dan kegagalan dalam

cita-cita.

4. Kemampuan-kemampuan mental seperti penalaran dalam

mengggunakan analogi, mengingat dan berfikir krE~atif telah mencapai

puncaknya pada permulaan fase ini, yang dalam sisa-sisa masa

berikutnya hanya bersifat mempertahankan kemarnpuan tersebut.

5. Perasaan dan keyakinan keagarnaan umumnya mulai membaik jika

dibandingkan dengan masa pubertas, tetapi masih ada kemungkinan

terjadinya konflik batin yang mengakibatkan perubahan perasaa11 dan

keyakinan keagamaan yang radikal (konversi).

2.2.2.3 Tugas-Tugas Perkembangan Masa Dewan Awal

Wgngaarden (dalam Monks, 2002) melukiskan bahwa tugas perkembangan bagi

orang dewasa diartikan sebagai suatu sikap menerima kehidupan. Jadi, apabila

20
seseorang tidak dapat mempertihatkan sikap menerima kehidupan maka dianggap

telah menyimpang dari tugas-tugas perkembangannya.

Tugas-tugas perkembangan dewasa awal (Hurlock, 1980) yaitu:

a. Mendapatkan suatu pekerjaan

b. Memilih seorang teman hidup

c. Belajar hidup bersama dengan suami atau istri

d. Membentuk suatu keluarga

e. Membesarkan anak-anak

f. Mengelola sebuah rumah tangga

g. Menerima tanggung jawab sebagai warga Negara

h. Bergabung dalam suatu kelompok sosial yang cocok

Ketika seorang individu memasuki masa dewasa awal maka mereka akan

menemukan banyak pengalaman-pengalaman psikososial, mulai dari melakukan

hubungan akrab dan intim dengan teman atau lawan jenisnya.

2.2.3 Kajian Teori Tentang Obesitas

2.2.3.1 Pengertian Obesitas

Obesitas memiliki pengertian yang berbeda-beda. Menurut Kaplan et al., (

1993) mengartikan "obesity is a condition of having excisive amounts of body

fat," yaitu suatu kondisi dimana terjadi kelebihan le1mak tubuh. Krauss (1976)

21
juga mengungkapkan hal yang sama yaitu "obesity is a term applied to the clinical

condition wherein there is an excessive accumulation of fat in the body, " yaitu

istilah yang digunakan pada suatu kondisi klinis di mana terdapat penimbunan

lemak tubuh yang berlebihan. Menurut Dox, Melloni & Eisner (dalam Sheridan &

Radmaicher, 1992) obesity is an excessive accumulation of fat, most notably in

the subcutaneous tissues located immediately beneath the skin."

Menurutnya obesitas adalah penimbunan lemak tubuh yang berlebihan,

yang sebagiani besar khususnya pada jaringan saraf yang terdapat di bawah kulit.

Menurut Subardja (2004) obesitas adalah suatu keadaan yang terjadi karena

interaksi faktor lingkungan (ekstemal) dan faktor genetik (internal). Jadi, pada

dasamya obesitas dapat ditelusuri dari faktor lingkungan dan faktor genetik.

Sementara itu, Adil Fahrni (2005) mengungkapkan bahwa obesitas dapat

disebabkan karena "buruknya" pemberian konsumsi matcanan, energi lebih yang

dibutuhkan tubuh bertumpuk dalam bentuk jaringan lemak yang menghambat

tugas-tugas regular anggota tubuh yang lain. Lebih tanjut Gray & Taitz (dalam

Subardja, 2004) mengartikan obesitas sebagai suatu keadaan yang terjadi apabila

kuantitas fraksi jaringan lemak tubuh dibandingkan berat badan total lebih besar

daripada normal Ditinjau dari segi psikologis, obesitas merupakan suatu kondisi

yang berkaitan dengan citra atau pandangan seseorang terhadap makanan atau

kesulitan dalam mengendalikan keinginan.

22
llmu kedokteran sendiri sampai saat ini masih menganggap terjadinya

obesitas disebabkan oleh kelebihan konsumsi karbohidrat, lemak, dan guta yang

tidak tertampung pada sel-sel jaringan tubuh dan glikogen sehingga terjadi

hiperplasi lemak (pembentukan jaringan lemak yang berlebihan disebabkan

bertambahnya jumlah sel) atau hipertrofi lemak (pembesaran lemak yang

disebabkan bertambah besarnya sel lemak) (lping, 2006). Dan di bawah ini adalah

definisi obesitas menurut para dokter (Obesitas,2007) yaitu :

a. Suatu kondisi dimana lemak tubuh berada dalam jumlah yang berlebihan

b. Suatu penyakit kronik yang dapat diobati

c. Suatu penyakit epidemic

d. Suatu kondisi yang berhubungan dengan penyakit-penyakit lain dan dapat

menurunkan kualitas hidup

e. Penanganan obesitas membutuhkan biaya perawatan yang sangat tinggi.

Jadi, obesitas dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang sangat berhubungan

dengan penumpukan lemak yang berlebihan di dalam tubuh sehingga jauh

melebihi dari berat badan yang diinginkan, yang disebabkan oleh faktor

lingkungan maupun faktor genetik.

2.2.3.2 Faktor-Faktor Penyebab Obesitas

lsnaini dkk (2006) menyebutkan beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab

obesitas diantaranya :

23
1. Kelebihan asupan makanan.

2. Pola hidup yang tidak sehat, tertalu banyak makan makanan cepat saji.

3. Kurang olah raga.

4. Kehamilan.

5. Banyak mengkonsumsi alcohol.

6. Usia.

7. Obat-obatan untuk mengatasi depresi.

Menurut Gurney (dalam Atkinson, 1992) faktor genetik m1erupakan salah satu

penyebab obesitas. Di dalam keluarga di mana kedua orang tuanya tidak gemuk

hanya sekitar 10 % anak akan menjadi gemuk, jika salah satu orang tua bertubuh

gemuk maka sekitar 40 % anak akan menjadi gemuk pula, dan jika kedua

orangtua gemuk, kira-kira 70 % anakakan gemuk.

2.2.3.3 Macam-Macam Obesitas

Iping (2006) mengklasifikasikan obesitas menjadi 3 kelompok, yaitu :

1. Obesitas biasa ringan : kelebihan berat badan 20-40 %

2. Obesitas sedang : kelebihan beratbadan41-100 %

3. Obesitas berat : kelebihan berat badan >100 %

24
2.2.3.4 Dampak Obesitas

Adil Fahrni (2005) menjelaskan bahwa obesitas dapat me1rijadi penyebab

timbulnya berbagai penyakitpada diri individu, yaitu :

1. Terjadinya gagal jantung

2. Meningkatnya tekanan darah (darah tinggi}.

3. Terjadinya Arteriosclosis akibat endapan kolesterol pada dinding

pembuJuh darah sehingga, rnenimbulkan penggurnpalan.

4. Varises tulang.

5. Cholecystitis dan pembentukan batu kecil (batu ginjal)

6. Arthritis (reumatism) seperti.pada persendian spinal column tulang

belakang dan persendian lutut yang gejalanya menyerupai encok.

7. Kanker rahim.

8. Tidak teratur dan terhentinya menstruasi.

9. Mengidap penyakit gula.

10. Penyakit colpitis (vaginitis) dan dermatitis (penyakit kulit)

2.2.3 Tinjauan Teori Tentang Pasangan Hidup

2.2.3.1.

Sebelum melangsungkan pemikahan biasanya didahului tertebih dahulu

dengan proses penjajakan atau biasa disebut dengan beqlacaran yaitu menjalin

hubungan dekat dan intim dengan lawan jenis. Pada saat penjajakan ini biasanya

25
seorang individu melihat kearah bibit, bebet dan bobot dari calon pasangannya.

Faktor bibit itu memperhitungkan benih asal keturunan yang sehat secara jasmani

maupun rohaninya, tidak terdapat penyakit ketunman atau penyakit mental

tertentu sehingga dapat menghasilkan keturunan ~{ang baik dan sehat. faktor

bebet dilihat dari keturunan yang ungggul sehingga diharapkan sepasang suami

istri memiliki atribut-atribut terpuji agar mampu membina keluarga bahagia,

sedangkan faktor bobot yang tidak har1ya diartikan mantap berbobot oleh

kekayaan dan kekuasaan duniawi saja, akan tetapi berbobot dengan kekayaan dan

nilai-nilai rokhaniah serta akherat (Kartono, 1977).

Selain itu ada juga dasar-dasar penting yang dapat dijadikan dasar dalam

memilih pasangan hidup (Ash Shawwaf, 2003) :

1. Agama dan akhlaknya

Memilih istri karena agamanya adalah jaminan utama bagi pendidikan

dan pertumbuhan anak-anak dengan pertumbuhan yang baikdan benar.

Demikian pula, memilih suami karena agarnanya adalah jaminan bagi

kesalihan dan tanggung jawab istrinya.

2. Dasar ekonomi

Harta adalah nadi kehidupan dan fondasi terpenting dalam kehidupan.

3. Keturunan dan status sosial

Pernikahan dan bersatunya suami-istri bukanlah hubungan sempit

antara kedua belah pihak. Akan tetapi, pernikahan berarti memasuki

26
lingkungan sosial yang lebih luas dan antara keluarga pria dan wanita

itu.

4. Kecantikan

Ketampanan atau kecantikan mempunyai pengaruh besar dalam

ketertarikan dari masing-masing mempelai satu sama lain dan

bertambahnya rasa cinta pada pendampingnya, Ketampanan atau

kecantikan juga mempunyai pengaruh besar pada ketenangan jiwa

keduanya.

27
BAB Ill

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai metodologi penelitian yang terdiri dari jenis

penelitian (pendekatan penelitian), subyek penelitian, metode pengumpulan data,

instrumen penelitian dan teknik analisis data. Metode penelitian sendiri merupakan

suatu cara atau jalan untuk memperoleh kembali pemecahan terhadap segala

permasalahan (Subagyo, 2004).

3.1. Jenis Penelitian

3.1.1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi

kasus. Dalam pendekatan kualitatif ini data yang disajikan tidak berbentuk

angka, tetapi lebih banyak berupa narasi, deskripsi, cerita, dokumen tertulis dan

tidak tertulis (gambar, foto) ataupun bentuk-bentuk non angka lainnya

(Poerwandari, 1998). Penelitian ini akan mencoba menggali lebih dalam tentang

kecemasan yang dihadapi oleh seorang dewasa awal yang mengalami obesitas

dalam memilih pasangan hidupnya. Dengan pendekatan ini peneliti ingin

mendapatkan gambaran tentang fenomena tersebut, cian juga peneliti berupaya

memahami sudut pandang dari subyek secara mendalam yang dipaparkan secara

deskriptif dan mencatat kejadian secara lengkap dan detail.

28
3.2. Subyek Penelitian

3.2.1. Jumlah Responden

Dalam penelitian ini hanya mengambil subyek sebanyak 3 orang karena peneliti

ingin mendapatkan data yang leb,ih lengkap dan mendalam dari tiap-tiap subyek.

Selain itu, untuk menghemat waktu jumlah subyek dibatasi karena mengingat

penel1itian ini menggunakan wawancara secara mendalam pada rnasing-masinq

subyek sehingga membutuhkan waktu cukup lama untuk melakukan

wawanc::ara dan mengolah data hasil wawancara.

3.2.2 Teknik Pemilihan Subyek

Secara teknis pengambilan subjek dilakukan dengan menggunakan teori terbatas

(non probability) dengan jenis tekniknya yaitu purpossive sampling di mana

sampel diambil berdasarkan kriteria yang harus dipellluhi sebagai sampel.

Karakteristik subyek adalah karakteristik subyek yang ditetapkan sesuai dengan

topik dalam penelitian ini yaitu :

1. Subyek datam penelitian ini adalah para wanita dewasa awal yang

berusia antara 21-30 tahun. Karena pada masa ini biasanya seseorang

sudah memikirkan tentang pernikahan hal ini berada dalarn masa

pencarian pasangan hidup.

2. jenis kelamin perempuan

3. Belurn menikah, karena apabila sudah menikah ia pasti sudah

melakuV.an pemilihan pasangan hidup.

29
4. Mengalami obesitas yaitu individu yang memiliki lncleks Masa Tubuh

(IMT) cli alas 25 setelah dilakukan pengukuran dengan menggunakan

rumus antropomecri.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Metode dasar pengumpulan data yang banyak dipakai dnn dilibatkan dalam

penelitian kualitatif adalah wawancara dan observasi (Poeirwandari, 1998).

3.3.1 Wawancara

Dalarn penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode

dasar berupa wawancara secara rnendalam berdasarkan teori-teori yang

sesuai dengan judul Penelitian untuk mendapatkan data secara deskriptif

dan sebanyak - banyaknya. Wawancara diartikan sebagai percalnpan dan

tanya jawab yang diarahkan untuk rnencapai tujuan tertentu (Poerwandari,

1998). Wawancara Kualititatif dilakukan bila peneliti bermaksud untuk

memperoleh pengetalrnan tentang rnakna-makna subyektif yang dipahami

individu berken2.an dengan topik yang diteliti, dan bermaksud melakukan

eksplorasi terhadap isu tersebut dan hal ini tidak dapat dilakukan melalui

pendekatan lain (Barister dkk. dalam Poerwandari, 1998). Dalam proses

wawancara ini peneliti memberikan kebebasan kepada subyek untuk

memberikan informasi sebanyak-banyaknya tentang diri subyek, tempat,

30
i(eadaan, maupun ide-ide yang berhubungan langi;ung dengan subyek,

sehingga penelitipun dapat melakuk.an eksplorasi terhadap informasi yang

diberikan untuk subyek dan tidak menutup kemungkinan akan

berkembang menjadi pertanyaan-pertanyaan lainnya.

3.3.2. Observasi

Selain rnenggunakan metode wawancara untuk melenglmpi data

penelitian, penelii juga menggunakan observasi sebagai metode

pe1ndamping karena metode ini dapat membantu peneliti mendapatkan

informasi yang tidak dapat direkam dengan tape recordet karenanya bisa

didapat melalui pengamatan secara indrawi seperti melihat gerak fisik

maupun psikis. Observasi sendiri berasal dari kata latin yang berarti

"melihat" dan "memperhatikan observasi diarahkan pada kegiatan

rnemperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan

mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena iersebut.

Observasi itu sendiri selalu menjadi bagian dalam per-elitian psikologis

dan dapat berlangsung dalam konteks laboratorium (eksperimental)

maupun clalam konteks alamiah (Banister dkk, dalam Poerwandari,

1998).

Dalarn Penelitian ini, peneliti melakukan observasi sehingga

memungkinkan peneliti memperoleh.data tentang hal-hal yang tidak

diungkapkan oleh subyek peneilitian secara terbuka ketika proses

wawancam berlangsung. Selain itu, untuk mendapatkan hasil pengamatan

31
yang deskriptif dan tidak interpretalif, peneliti melakukan catatan

lapangan. Catatan lapangan berisi deskripsi mengenai hal-hal yang

diamati, ataupun yang dianggap penting oleh peneliti (Poerwandari,

1998). Jadi, observasi merupakan pengamatan terhadap obyek dengan

menggunakan panca indera, sehingga hasilnya pun harus obyektif tanpa

harus r.1emanipulasi setting atau latar dalam penelitian.

3.4. lnstrumen Penelitian

lnstrumen yang akan digunakan untuk mengumpulkan dalta di lapangan adalah

dengan menggunakan pedornan wawancara dan lernbar observasi.

3.4.1. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara merupakan alat bantu berupa ancer-ancer

pertanyaan yang akan ditanyakan. sebagai catatan, serta alat tulis untuk

menuliskan jawaban yang diterima (Arikunto. 2002). Pedoman wawancara yang

digunakan adalah Pedoman wawancara yang tidak terstruktur, yaitu pedornan

wawancara yang hanya mernuat garis besar yang akan ditanyakan (Arikunto,

2002). Pedoman wawanc:ara ini hanya digunakan sebagai pengingat, sehingga

pertanyaan yang diajukan tetap pada jalannya. Jadi, dalam hat ini kreativitas

pewawancara sangat diperlukan, bahkan hasil wawancara dengan jenis pedornan

ini bukan tergantung dari pewawancara. Pewawancaralah sebagai pengemudi

jawaban responden dengan jenis pedoman ini cocok untuk penelitian kasus.

32
Selain itu, dalam proses wawancara peneliti juga menggunakan alat

bantu lain berupa tape recorder, kaset kosong dan juga alat tulis, dengan

sebelurnnya meminta izin terlebih dahulu kepada subyek. Tape recorder

digunakan untuk meneliti kembali data yang telah diperoleh agar tetap utuh sesuai

dengan kejadian sebenarnya, sehingga tidak rnenirnbulkan kekeliruan dalam

penulisan hasil pcmelitian dan peneliti dapat berkonsentrasi terhadap jawaban

subyek sehingga ia tidak merasa diacuhkan karena peneliti sibuk dengan

catatannya. Sedangkan alat tulis digunakan untuk .nencatat semua tingkah laku

nonverbal oleh subyek.

3.4 .2. Lembar Observasi

Lembar observasi ini 1uga sangat membantu sebagai instrumen dalam penelitian.

Lembar ini berisi tentang itern-item kejadian atau tingkah laku yang mungkin

akan terjadi (Ar' kunto,2002). Lembar obse1vasi ini juga digunalmn untuk

mencatat secara cepat dan sinokat mengenai situasi wawancara.

3.5. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk mengorganisasikan data secara sistematis dan

selengkap-lengkapnya agar didapat kualitas data yang baik. Secara garis besar,

analisis data meliputi 3 langkah yaitu :

1. Langkah persiapan penelitian:

a. Mernperoleh informasi tentang judul penelitian yang diperoleh dari berbagai

literatur berdasarkan kajian teori.

33
b. Membuat pedoman wawancara dan lembar observasi.

c. Mencari subyek penelitian yang sesuai dengan karakteristik yang telah

ditentukan, dengan cara informal yaitu dengan meminta kesediaan tema yang

sesuai dengan karakteristik untuk menjadi subyek penelitian, kemudian

meminta bantuan kepada teman untuk ikut menca1rikan subjek yang sesuai

dengan karakteristik penelitian ini. Sehingga didapatkan 3 oran9 subyek yang

memenuhi kriteria beserta 9ambaran umum dan nomor telepon yang dapat

dihubungi.

2. Tata cara pelaksanaan penelitian.

a. Sebelum melukukan wawancara peneliti terlebih dahulu meminta kesediaan

individu yang memenuhi kriteria untuk menjadi subyek penelitian. Kontak

pertama dilakukan melalui telepon dan tersebut peneliti langsung

menanyakan kesediaan individu. Setelah individu tersebut menyatakan

ke:sediaannya maka peneliti langsung mengadakan janji untuk melakukan

wawancara.

b. Peneliti mengadakan wawancara di tempat yang telah disetujui oleh subjek

peneliti.

c. Ketika melakukan penelitian ini ada beberapa hambatan yang ditemui selama

proses wawancara berlangsung di antaranya adalah, sulitnya rnencari waktu

yang tepat karena terbentur oleh kesibukan subyek dan sulitnya mfmcari

tempat yang tenang dain sepi untuk tempat wawancara.

3. Penerapan data sesuai dengan pendekatan penelitian

34
a. Mengorganisasikan data, yaitu mengubah data mentah berupa rekaman

wawancara ke dalam bentuk tulisan secara verbatim.

b. Proses korling, yaitu membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh

untuk dapat mengorganisasi data secara lengkap dan mendetil sehingga data

dapat memunculkan gambaran topik yang diteliti.

c. Membaca berulang-ulang data yang sudah diubah ke dalam verbatim untuk

mengidentifikasi kemungkinan tema-tema yang muncul dan bisa saja

dimodifikasi pacla proses pengambilan data selanjutnya.

d. Membaca data berulang-ulang untuk mendapatkan pemahaman tentang kasus

atau mengolah secara keseluruhan.

e. Memilih dan menggolongkan data yang relevan dengan pokok permasalahan

dan tema penelitian.

f. Membuat laporan studi kasus satu demi satu atau perkasus.

g. Melakukan analisis. Peneliti menganalisis jawaban subyek satu persatu

kemudian baru dilakukan analisis antar kasus.

h. Membuat kesimpulan dari data yang diperoleh.

i. Membuat diskusi terhadap kesimpulan dan keseluruhan hasil penelitian.

j. Mengajukan saran untuk penelitian selanjutnya.

35

Das könnte Ihnen auch gefallen