Sie sind auf Seite 1von 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN ), bila kita simak secara seksama bukanlah
sekedar instrument untuk mencapai stabilitasi suatu pemerintahan dalam jangka waktu yang
relatif pendek namun pada esensinya sebuah APBN sebagaimana fungsinya yakni ,

1. Sebagai mobilisasi dana investasi yang merupakaninstrument untuk mengatur


pengeluaran dan pendapatan Negara dalam rangka menbiayai pelaksanaan kegiatan
pemerintahan berupa pembangunan.

2. Mencapai pertumbuhan ekonomi guna meningkatkan pendapatan nasional.

3. mencapai stabilitas perekonomian dan menentukanarah serta prioritas pembangunan


secara umum.

4. Dalam konteks yang lebih spesifik anggaran suatu Negara secara sederhana biasa pula kita
ibaratkan dengan anggaran rumah tangga ataupun anggaran perusahaan yang memiliki 2(dua)
sisi, yakni:

a. sisi penerimaan/pemasukan dan pengeluaran/pemakaian.

b. Penyusunan anggaran senantiasa dihadapkan padaketidakpastian antara kedua sisi


tersebut, misalnya:

1) sisi penerimaan anggaran rumah tangga akan sangat tergantung pada ada/tidaknya
perubahan upah/gaji.

Demikianpula sisi pengeluaran anggaran rumah tangga banyak dipengaruhi perubahan


harga barang dan jasa yang di konsumsi. Jadi, anggaran pendapatandan belanja Negara dalam
suatu pemerintahan merupakan salah satu structural yang berperan sebagai tulang punggung
dalam menopang kehidupan Negara baik itu dalam hal kemakmuran, kesejahteraan, bahkan
berlangsungnya perkembangan suatu Negara untuk mencapai sebuah kemajuan.

Jangankan sebuah Negara, sebagaimana yang kita singgung diatas sebuah rumah tangga
saja harus dianggarkan berapa pengeluaran dan berapa pula

pemasukannya.
Mungkin tidak terlalu jadi masalah manakala disuatu Negara pengeluaran lebih sedikit dari
pendapatannya tapi akan jadi masalah yang cukup besar apabila pengeluaran jauh lebih banyak
daripada pendapatannya.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan yang akan di bahas dalam
makalah ini adalah:

1. Bagaimana pengertian dan tujuan penyusunan APBN ?

2. Bagaimana struktur APBN saat ini ?

3. Bagaimana fungsi APBN ?

4. Apakah yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi ?

5. Bagaimana hubungan antara APBN dengan pertumbuhan ekonomi ?

C. Manfaat Penulisan

Selain sebagai tugas, penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan ilmu
pengetahuan kita terutama tentang maksud dan tujuan dari APBN tersebut.

BAB II

PEMBAHASAN

Pemerintahan suatu negara memerlukan pedoman dalam mengelola keuangannya. Dalam


rangka mencapai sasaran seperti yang diharapkan diperlukan peraturan mengenai penerimaan
dan pengeluaran uang negara. Oleh karena itu setiap awal periode disusun APBN yang
digunakan sebagai pedoman dalam mengatur keuangan negara.

A. Pengertian APBN

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, atau disingkat APBN, adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN
berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran
negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, Perubahan APBN, dan
Pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.
Setiap tahun pemerintah menyusun APBN. Landasan hukum serta tata cara penyusunan
APBN terdapat di dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat 1, 2 dan 3. Pada pasal 23 ayat 1 UUD 1945
disebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)sebagai wujud dari
pengelolaan keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan
dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besanya kemakmuran
rakyat. Pada pasal 23 ayat 2 disebutkan bahwa Rancangan undang-undang anggaran
pendapatan dan belanja Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. Pada pasal 23 ayat 3 disebutkan
apabila DPR tidak menyetujui RAPBN yang diusulkan Presiden, pemerintah menjalankan APBN
tahun lalu.

Setelah APBN ditetapkan dengan Undang-Undang, pelaksanaan APBN dituangkan lebih


lanjut dengan Peraturan Presiden. Berdasarkan perkembangan, di tengah-tengah berjalannya
tahun anggaran, APBN dapat mengalami revisi/perubahan. Untuk melakukan revisi APBN,
Pemerintah harus mengajukan RUU Perubahan APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR.
Dalam keadaan darurat (misalnya terjadi bencana alam), Pemerintah dapat melakukan
pengeluaran yang belum tersedia anggarannya. Selambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran
berakhir, Presiden menyampaikan RUU tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN
kepada DPR berupa Laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

Tujuan penyusunan APBN adalah sebagai pedoman pengeluaran dan penerim

aan negara agar terjadi keseimbangan yang dinamis dalam rangka melaksanakan kegiatan-
kegiatan kenegaraan demi tercapainya peningkatan produksi, peningkatan kesempatan kerja,
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi serta pada akhirnya ditujukan untuk tercapainya
masyarakat adil dan makmur material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Kebijakan ekonomi makro Indonesia pada dasarnya merupakan kesinambungan dari tahun-
tahun sebelumnya. Hal ini mengingat bahwa konsistensi kebijakan sangat diperlukan dalam
mencapai sasaran pembangunan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh
karena itu kebijakan ekonomi makro tersebut ditujukan untuk memperkuat fundamental
ekonomi yang sudah membaik dan mengantisipasi berbagai tantangan baru yang mungkin
timbul. Tantangan dan sasaran kebijakan ekonomi makro tersebut adalah menjaga stabilitas
ekonomi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang didasarkan atas peningkatan kualitas
dan kinerja perekonomian.

Stabilitas perekonomian merupakan prasyarat yang sangat mendasari bagi para pelaku
ekonomi. Oleh karena itu diperlukan pertumbuhan dengan kualitas yang lebih baik.
Pertumbuhan ekonomi yang baik dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja sehingga dapat
mengurangi penduduk miskin. Sementara itu pertumbuhan ekonomi yang dicapai dalam tahun
sebelumnya dipandang masih moderat dibandingan dengan masa-masa sebelum krisis.
Pertumbuhan tersebut masih didukung oleh relatif tingginya kontribusi konsumsi, sedangkan
dukungan sumber-sumber ekonomi produktif seperti investasi dan ekspor masih harus
dioptimalkan.

B. Struktur APBN

Mulai tahun 2005, Pemerintah telah mengusulkan penyusunan RAPBN dengan


menggunakan format baru, yakni anggaran belanja terpadu (unified budget). Ini merupakan
reformasi besar-besaran di bidang anggaran negara dengan tujuan agar ada penghematan
belanja negara dan memberantas KKN. Selama lebih dari 32 tahun, Pemerintah melaksanakan
sistem anggaran yang dikenal dengan dual budgeting, dimana anggaran belanja negara
dipisahkan antara anggaran belanja rutin dan anggaran pembangunan. Pemisahan anggaran
rutin dan anggaran pembangunan tersebut semula dimaksudkan untuk menekankan arti
pentingnya pembangunan, namun dalam pelaksanaannya telah menunjukan banyak kelemahan
(Anggito Abimanyu - 4 Juli 2005) yaitu :

1. Duplikasi antara belanja rutin dan belanja pembangunan oleh karena kurang tegasnya
pemisahan antara kegiatan operasional organisasi dan proyek, khususnya proyek-proyek non-
fisik. Dengan demikian, kinerja sulit diukur karena alokasi dana yang ada tidak mencerminkan
kondisi yang sesungguhnya.

2. Penggunaan dual budgeting mendorong dualisme dalam penyusunan daftar perkiraan


mata anggaran keluaran (MAK) karena untuk satu jenis belanja, ada MAK yang diciptakan untuk
belanja rutin dan ada MAK lain yang ditetapkan untuk belanja pembangunan.

3. Analisis belanja dan biaya program sulit dilakukan karena anggaran belanja rutin tidak
dibatasi pada pengeluaran untuk operasional dan belanja anggaran pembangunan tidak
dibatasi pada pengeluaran untuk investasi.

4. Proyek yang menerima anggaran pembangunan diperlakukan sama dengan satuan kerja,
yaitu sebagai entitas akuntansi, walaupun proyek hanya bersifat sementara. Jika proyek sudah
selesai atau dihentikan tidak ada kesinambungan dalam pertanggungjawaban terhadap asset
dan kewajiban yang dimiliki proyek tersebut. Hal ini selain menimbulkan ketidakefisienan dalam
pembiayaan kegiatan pemerintahan, juga menyebabkan ketidakjelasan keterkaitan antara
output/outcome yang dicapai dengan penganggaran organisasi.

Sebelum tahun 2001, prinsip APBN adalah anggaran berimbang dinamis, dimana jumlah
penerimaan negara selalu sama dengan pengeluaran negara, dan jumlahnya diupayakan
meningkat dari tahun ke tahun. Sejak tahun 2001 hingga sekarang, prinsip anggaran yang
digunakan adalah anggaran surplus/defisit. Sejalan dengan itu, format dan struktur APBN
berubah dari T-Account menjadi I-Account. Format dan struktur I-account yang berlaku saat ini
terdiri atas (i) pendapatan negara dan hibah, (ii) belanja negara, dan (iii) pembiayaan.

Pendapatan negara dan hibah menampung seluruh pendapatan negara yang bersumber
dari (1) penerimaan perpajakan, (2) penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan (3) hibah.
Sedangkan belanja negara menampung seluruh pengeluaran negara, yang terdiri dari (1)
belanja pemerintah pusat, yang meliputi pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan,
dan (2) belanja untuk daerah, yang meliputi dana perimbangan dan dana otonomi khusus dan
penyeimbang/penyesuaian. Selisih antara pendapatan negara dan hibah dengan belanja negara
akan berupa surplus/defisit anggaran. Guna menutup defisit anggaran maka diperlukan
pembiayaan yang bersumber dari luar pendapatan negara dan hibah, yang antara lain
bersumber dari (1) pembiayaan dalam negeri, dan (2) pembiayaan luar negeri.

Dalam sistem dual budgeting, pengeluaran rutin dimaksudkan sebagai pengeluaran-


pengeluaran pemerintah yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan rutin pemerintahan,
yang terdiri dari (i) belanja pegawai, (ii) belanja barang, (iii) pembayaran bunga utang, (iv)
subsidi, dan (v) pengeluaran rutin lainnya. Sementara itu, pengeluaran pembangunan
merupakan pengeluaran negara yang dialokasikan untuk membiayai proyek-proyek
pembangunan yang dibebankan pada anggaran belanja pemerintah pusat dalam rangka
pelaksanaan sasaran pembangunan nasional, baik berupa sasaran fisik maupun nonfisik. Dalam
hal ini, pengeluaran pembangunan terdiri dari (i) pengeluaran pembangunan dalam bentuk
pembiayaan rupiah, yang pendanaannya bersumber dari dalam negeri dan dari luar negeri
dalam bentuk pinjaman program, dan (ii) pengeluaran pembangunan dalam bentuk
pembiayaan proyek, yang pendanaannya bersumber dari luar negeri dalam bentuk pinjaman
proyek.

Selanjutnya, sebagaimana diamanatkan oleh UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan


Negara, maka sistem penganggaran mengacu pada praktek-praktek yang berlaku secara
internasional. Menurut GFS (Government Financial Statistics) Manual 2001, sistem
penganggaran belanja negara secara implisit menggunakan sistem unified budget (anggaran
terpadu), dimana tidak ada pemisahan antara pengeluaran rutin dan pembangunan, sehingga
klasifikasi menurut ekonomi akan berbeda dari klasifikasi sebelumnya. Dalam hal ini, belanja
negara menurut klasifikasi ekonomi dikelompokkan ke dalam (1) kompensasi untuk pegawai; (2)
penggunaan barang dan jasa; (3) kompensasi dari modal tetap berkaitan dengan biaya produksi
yang dilaksanakan sendiri oleh unit organisasi pemerintah; (4) bunga hutang; (5) subsidi; (6)
hibah; (7) tunjangan sosial (social benefits); dan (8) pengeluaran-pengeluaran lain dalam rangka
transfer dalam bentuk uang atau barang, dan pembelian barang dan jasa dari pihak ketiga
untuk dikirim kepada unit lainnya.

Dalam melaksanakan perubahan format dan struktur belanja negara telah dilakukan
dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian, namun tetap mengacu GFS Manual 2001 dan UU
No. 17 Tahun 2003.

Beberapa catatan penting berkaitan dengan perubahan dan penyesuaian format dan
struktur belanja negara yang baru antara lain :

1. Dalam format dan struktur I-account yang baru, belanja negara tetap dipisahkan antara
belanja pemerintah pusat dan belanja untuk daerah, karena pos belanja untuk daerah yang
berlaku selama ini tidak dapat diklasifikasikan ke dalam salah satu pos belanja negara
sebagaimana diatur dalam UU No.17 Tahun 2003.

2. Semua pengeluaran negara yang sifatnya bantuan/subsidi dalam format dan struktur baru
diklasifikasikan sebagai subsidi.

3. Semua pengeluaran negara yang selama ini mengandung nama lain-lain yang tersebar di
hampir semua pos belanja negara, dalam format dan struktur baru diklasifikasikan sebagai
belanja lain-lain.

Tumpang Tindih Belanja Dengan berbagai perubahan dan penyesuaian tersebut, belanja
negara menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja) terdiri dari (i) belanja pegawai, (ii) belanja
barang, (iii) belanja modal, (iv) pembayaran bunga utang, (v) subsidi, (vi) hibah, (vii) bantuan
sosial, dan (viii) belanja lain-lain. Sedangkan belanja untuk daerah, sebagaimana yang berlaku
selama ini terdiri dari (i) dana perimbangan, dan (ii) dana otonomi khusus dan penyesuaian.
Dengan adanya perubahan format dan struktur belanja negara menurut jenis belanja maka
secara otomatis tidak ada lagi pemisahan antara belanja rutin dan belanja pembangunan
(unified budget).

Beberapa pengertian dasar terhadap komponen-komponen penting dalam belanja tersebut,


antara lain :

Belanja pegawai menampung seluruh pengeluaran negara yang digunakan untuk membayar
gaji pegawai, termasuk berbagai tunjangan yang menjadi haknya, dan membayar honorarium,
lembur, vakasi, tunjangan khusus dan belanja pegawai transito, serta membayar pensiun dan
asuransi kesehatan (kontribusi sosial). Dalam klasifikasi tersebut termasuk pula belanja
gaji/upah proyek yang selama ini diklasifikasikan sebagai pengeluaran pembangunan. Dengan
format ini, maka akan terlihat pos yang tumpang tindih antara belanja pegawai yang
diklasifikasikan sebagai rutin dan pembangunan. Disinilah nantinya efisiensi akan bisa diraih.
Demikian juga dengan belanja barang yang seharusnya digunakan untuk membiayai kegiatan
operasional pemerintahan untuk pengadaan barang dan jasa, dan biaya pemeliharaan aset
negara. Demikian juga sebaliknya sering diklasifikasikan sebagai pengeluaran pembangunan.

Belanja modal menampung seluruh pengeluaran negara yang dialokasikan untuk pembelian
barang-barang kebutuhan investasi (dalam bentuk aset tetap dan aset lainnya). Pos belanja
modal dirinci atas (i) belanja modal aset tetap/fisik, dan (ii) belanja modal aset lainnya/non-fisik.
Dalam prakteknya selama ini belanja lainnya non-fisik secara mayoritas terdiri dari belanja
pegawai, bunga dan perjalanan yang tidak terkait langsung dengan investasi untuk
pembangunan.

Subsidi menampung seluruh pengeluaran negara yang dialokasikan untuk membayar beban
subsidi atas komoditas vital dan strategis tertentu yang menguasai hajat hidup orang banyak,
dalam rangka menjaga stabilitas harga agar dapat terjangkau oleh sebagian besar golongan
masyarakat. Subsidi tersebut dialokasikan melalui perusahaan negara dan perusahaan swasta.
Sementara itu, selama ini ada jenis subsidi yang sebetulnya tidak ada unsur subsidinya, maka
belanja tersebut akan dikelompokkan sebagai bantuan sosial. Bantuan sosial menampung
seluruh pengeluaran negara yang dialokasikan sebagai transfer uang/barang yang diberikan
kepada penduduk, guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial, misalnya
transfer untuk pembayaran dana kompensasi sosial.

Sementara itu, belanja untuk daerah menampung seluruh pengeluaran pemerintah pusat
yang dialokasikan ke daerah, yang pemanfaatannya diserahkan sepenuhnya kepada daerah.

Secara sederhana, maka struktur APBN dapat ditunjukkan sebagai berikut :

Pendapatan Negara dan Hibah terdiri atas:

Penerimaan Dalam Negeri, terdiri atas:

a. Penerimaan Perpajakan, terdiri atas

1) Pajak Dalam Negeri, terdiri atas Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN),
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Cukai,
dan pajak lainnya.

2) Pajak Perdagangan Internasional, terdiri atas Bea Masuk dan Tarif Ekspor.

3) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), terdiri atas:

a) Penerimaan SDA (Migas dan Non Migas)

b) Bagian Laba BUMN


c) PNBP lainnya

2. Hibah yaitu bantuan yang berasal dari swasta, baik dalam negeri maupun luar negeri, dan
pemerintah luar negeri

a. Belanja terdiri atas dua jenis:

1) Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan
pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah
(dekonsentrasi dan tugas pembantuan). Belanja Pemerintah Pusat dapat dikelompokkan
menjadi: Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Pembiayaan Bunga Utang, Subsidi
BBM dan Subsidi Non-BBM, Belanja Hibah, Belanja Sosial (termasuk Penanggulangan Bencana),
dan Belanja Lainnya.

2) Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah, untuk kemudian
masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan. Belanja Daerah meliputi:

a) Dana Bagi Hasil

b) Dana Alokasi Umum

c) Dana Alokasi Khusus

d) Dana Otonomi Khusus.

b. Pembiayaan meliputi:

1) Pembiayaan Dalam Negeri, meliputi Pembiayaan Perbankan, Privatisasi, Surat Utang


Negara, serta penyertaan modal negara.

2) Pembiayaan Luar Negeri, meliputi:

a) Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek

b) Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo dan Moratorium.

C. Penyusunan dan Penetapan APBN

1. APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun
dengan Undang-Undang
2. APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan

3. Pendapatan Negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah

4. Belanja negara dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan pusat


dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah

5. Belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja

6. Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-undang tentang APBN, disertai nota


keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPR pada bulan Agustus tahun
sebelumnya.

7. Pembahasan Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan sesuai dengan undang-


undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPR.

8. DPR dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan
pengeluaran dalam Rancangan Undang-undang tentang APBN.

9. Pengambilan keputusan oleh DPR mengenai Rancangan Undang-undang tentang APBN


dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
dilaksanakan.

10. APBN yang disetujui DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan,
dan jenis belanja.

11. Apabila DPR tidak menyetujui Rancangan Undang-undang tentang APBN, Pemerintah Pusat
dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran
sebelumnya.

Fungsi APBN

APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam
rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai
pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabitas perekonomian,
dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.

APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan


stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban
negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan
negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya.
1. Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Dengan demikian,
pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.

2. Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman
bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah
direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk medukung
pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan akan membangun
proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah dapat mengambil
tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan dengan lancar.

3. Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai
apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan
pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.

4. Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas
perekonomian.

5. Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan

6. Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan instrument utama kebijakan
fiskal yang sangat mempengaruhi jalannya perekonomian dan keputusan-keputusan investasi
yang dilakukan para pelaku pasar. Hal ini disebabkan APBN secara umum menjabarkan rencana
kerja dan kebijakan yang akan diambil pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan,
alokasi sumber-sumber ekonomi yang dimiliki, distribusi pendapatan dan kekayaan melalui
intervensi kebijakan dalam rangka mempengaruhi permintaan dan penawaran faktor produksi
serta stabilisasi ekonomi makro. Dengan demikian strategi dan pengelolaan APBN menjadi isu
yang sangat sentral dan penting dalam perekonomian suatu negara.

Pada saat APBN disusun, setidaknya terdapat tujuh sumber ketidakpastian yang
berpengaruh besar dalam penentuan volume APBN baik sisi pendapatan maupun belanja.
Sumber ketidakpastian itu menjadi asumsi dasar yang digunakan sebagai pedoman dalam
menyusun APBN. Asumsi dasar tersebut adalah sebagai berikut :

NO
ASUMSI APBN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Pertumbuhan ekonomi tahunan (%)

Pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya

Perkembangan ekonomi global dan tahun berjalan

Kondisi sosial, politik dan keamanan dalam negeri tahun berjalan

Kebijakan restrukturisasi di berbagai bidang yang akan dilaksanakan dalam tahun berjalan

Kebijakan ekonomi makro yang dilaksanakan pada tahun berjalan

Pertumbuhan ekonomi : konsumsi swasta, investasi, ekspor

Produk Domestik Bruto (PDB) dalam rupiah

Inflasi (%)

Kenaikan TDL

Menguatnya rupiah

Lancarnya distribusi barang

Kebijakan fiskal dan moneter yang hati-hati

Nilai tukar rupiah per USD

Koreksi undervalued, membaiknya konsisi keamanan, social, politik

Suku bunga SBI 3 bulan (%)


Menguat atau melemahnya nilai tukar rupiah

Harga minyak indonesia (USD/barel)

Permintaan dan penawaran minyak dunia

Produksi minyak Indonesia (barel/hari)

Kuota OPEC, kapasitas sumur yang semakin menurun sementara penemuan sumur baru relatif
kecil, gangguan keamanan

E. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian


yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu negara dikatakan
mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut.
Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan
perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan
perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan ekonomi tak
dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth), pembangunan ekonomi
mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya pertumbuhan ekonomi memperlancar
proses pembangunan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan


ekonomi. Akan terjadi pertumbuhan ekonomi bila ada pembangunan ekonomi karena
pembangunan ekonomi mengakibatkan perubahan pada sektor ekonomi. Pendirian pabrik-
pabrik baru dan meningkatnya kegiatan ekspor dan impor akan membawa perubahan dalam
sector industri dan perdagangan. Sektor pertanian juga akan berubah melalui pembangunan di
bidang sarana dan prasarana seperti penambahan ruas jalan. Perubahan-perubahan pada
berbagai sector ekonomi tersebut akan mengakibatkan terjadinya pertumbuhan ekonomi yang
ditandai dengan naiknya produksi nasional, pendapatan nasional dan pendapatan perkapita.

Perbedaan antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat


kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang
dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya
pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan
alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, dan
teknik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi:

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi,


namun pada hakikatnya faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu faktor
ekonomi dan faktor nonekonomi.

1. Faktor ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi


diantaranya adalah sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya modal, dan
keahlian atau kewirausahaan.

Sumber daya alam, yang meliputi tanah dan kekayaan alam seperti kesuburan tanah, keadaan
iklim/cuaca, hasil hutan, tambang, dan hasil laut, sangat mempengaruhi pertumbuhan industri
suatu negara, terutama dalam hal penyediaan bahan baku produksi. Sementara itu, keahlian
dan kewirausahaan dibutuhkan untuk mengolah bahan mentah dari alam, menjadi sesuatu
yang memiliki nilai lebih tinggi (disebut juga sebagai proses produksi).

Sumber daya manusia juga menentukan keberhasilan pembangunan nasional melalui jumlah
dan kualitas penduduk. Jumlah penduduk yang besar merupakan pasar potensial untuk
memasarkan hasil-hasil produksi, sementara kualitas penduduk menentukan seberapa besar
produktivitas yang ada.

Sementara itu, sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah bahan mentah
tersebut. Pembentukan modal dan investasi ditujukan untuk menggali dan mengolah kekayaan.
Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan
kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan
produktivitas.

2. Faktor nonekonomi mencakup kondisi sosial kultur yang ada di masyarakat, keadaan
politik, dan sistem yang berkembang dan berlaku.

F. Hubungan antara APBN dengan Pertumbuhan Ekonomi :

APBN dan pertumbuhan ekonomi merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Alokasi
dana yang terdapat di dalam APBN digunakan untuk pembangunan. Dengan adanya
pembangunan ekonomi akan tercipta pertumbuhan ekonomi. APBN dan pertumbuhan ekonomi
merupakan dua indikator yang penting dalam menentukan tingkat kemakmuran rakyat.
Indikator-indikator yang menjadi asumsi di dalam penyusunan APBN adalah indikator makro
ekonomi yang menjadi indikator dalam proses pertumbuhan ekonomi.

Beberapa kebijakan dalam pengelolaan APBN senantiasa diarahkan kepada terciptanya


pertumbuhan ekonomi, walaupun pertumbuhan ekonomi itu sendiri tidak bisa dipaksakan. Ada
berapa contoh pandangan ekonom yang menganalisa hubungan antara APBN dengan
pertumbuhan ekonomi. Seperti yang ditulis oleh M. Sadli dalam Kliping Berita Ekonomi dan
Opini Ekonomi pada tahun 2007 yang berjudul : Pertumbuhan Ekonomi Tidak Bisa Dipaksakan

Ada beberapa alasan yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi bergerak lambat


walaupaun stabilitas ekonomi makro sudah tercapai :

1. Masih tingginya pengangguran dan kerentanan pasar tenaga kerja. Pengangguran yang
tinggi terkait kepada pertambahan penduduk dan kualitas pendidikan dan skill sebagian
terbesar SDM kita. Di lain fihak pasar tenaga kerja juga kurang fleksibel, artinya, amat mahal
bagi perusahaan untuk mengurangi tenaga kerjanya kalau pasarnya menciut. Biaya pesangon
untuk pemutusan hubungan kerja amat tingginya. Karena hubungan industrial di Indonesia
kurang menguntungkan perusahaan maka banyak bakal investor internasional memilih lokasi
Cina dan Vietnam ketimbang Indonesia.Lemahnya kegiatan investasi dan permasalahan
fundamental terkait.Lemahnya kegiatan investasi baru juga oleh karena bagi pengusaha
kepastian hukum sejak reformasi telah berkurang. Pelaksanaan otonomi daerah menambah
ketidak pastian. Indonesia sekarang terkenal sebagai high-cost economy. Salah suatu sumber
ekonomi biaya tinggi adalah kurang memadainya infra-struktur, karena sejak 1998 praktis tidak
ada investasi pemerintah di bidang infra-struktur ini. Sebetulnya masih ada suatu rintangan
fundamental, yakni intermediasi sistim perbankan belum bisa bekerja secara normal, karena
ketatnya prudential rules yang baru dan masih ada trauma kredit macet.

Pemerintah sendiri harus memaksimalkan investasi lewat anggaran belanjanya, misalnya untuk
membangun infra-struktur yang tidak menguntungkan bagi investor swasta. Tetapi,
pengelolaan APBN ini masih mengandung permasalahan sendiri, yang juga terkait dengan
prinsip kehati-hatian (prudence).

3. Tingginya potensi tekanan inflasi secara struktural.

Di level teknis sudah ada kesepakatan antara Pemerintah dan Bank Indonesia untuk membawa
tingkat inflasi jangka panjang ke kisaran 3% setahun. Untuk tahun 2005 sasaran BI adalah 6%
plus-minus 1%, untuk tahun 2006 5,5% plus-minus 1% dan untuk tahun 2007 5% plus-minus 1%.
Begitu juga untuk tahun 2008 dan 2009. Pengendalian inflasi masih menghadapi resiko intern
dan ekstern yang cukup besar.
Sasaran Presiden SBY yang dikumandangkan di masa kampanye tahun 2004 sebetulnya
terlalu ambisius (misalnya mencapai laju pertumbuhan rata-rata 6,6% dalam lima tahun). Laju
pertumbuhan di tahun pertama (2005) mungkin sekali (baru) 5,5%. Apa laju pertumbuhan
tahun 2009 bisa mencapai 7,6%? Potensinya ada, akan tetapi apakah bisa dipaksakan? Ada
yang mau memaksakan dengan memperbesar defisit APBN (menjadi lebih besar dari 1% PDB).
Masalahnya adalah bagaimana membiayainya ? Dengan menambah utang luar negeri ? Bisa
dengan menambah utang dalam negeri akan tetapi harus dijaga jangan crowding out pasar
kredit bagi sektor swasta. Sebetulnya, (mantan) Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Boediono sudah mulai menempuh jalan itu. Ada yang menganjurkan jangan takut inflasi naik
walaupun diibaratkan sebagai main dengan api. Sekali inflasi tertiup maka masyarakat ingat
zaman yang lalu, sedangkan BI mau mengusahakan agar expectations ini forward looking.

Sementara itu, Ekonom Senior dari Advisory Group in Economics, Industry, and Trade
(Econit), Rizal Ramli memprediksi pertumbuhan ekonomi pada 2009 merosot menjadi 3,5
persen dari tahun sebelumnya sebesar 6 persen.

Hal ini dikarenakan adanya potensi pemutusan hubungan kerja di tahun 2009 juga sangat
terbuka sebagai akibat dampak krisis global. Untuk mengatasinya, pemerintah harus
mengaloksikan dana yang lebih besar terhadap pengeluaran langsung, diantaranya untuk sektor
industri dan infrastruktur. Soalnya, kedua sektor itu banyak menyerap jumlah tenaga kerja.
Ada pemutusan hubungan kerja (PHK) baru yang mencapai sekitar 2 juta orang yang akan
memperparah daya beli masyarakat, katanya.

Sementara, Menkeu meramalkan pertumbuhan ekonomi hanya melorot 4,7 persen.


Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan pertumbuhan ekonomi di tahun 2009
akan kembali menurun dari 6 persen menjadi 4,7 persen. Namun, besaran tersebut masih
dalam kisaran proyeksi pemerintah yaitu 4,5 sampai 5,5 persen. Pemerintah melihat
perkembangan krisis dunia dan pengaruhnya bagi kita, kami juga monitor terus bagaimana
pengaruh kepada indikator-indikator makro, kata Menkeu.Untuk saat ini pemerintah telah
mengalokasikan dana stimulus fiskal pada APBN 2009 sebesar Rp71,3 triliun. Jumlah itu setara
1,4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Insentif itu digunakan untuk penghematan pajak
sebesar Rp43 triliun, subsidi pajak Rp13,3 triliun dan subsidi serta belanja negara untuk dunia
usaha sebesar Rp15 triliun. Dengan struktur pengalokasian dana seperti itu, sekitar 80 persen
dari total dana diperuntukkan dalam bentuk keringanan pajak. Sisanya yang 20 persen dalam
bentuk insentif non pajak termasuk di dalamnya sektor infrastruktur.

Dana untuk insentif keringanan pajak yang sekitar 80 persen sangat tidak masuk akal
karena akan mubazir dan tidak tepat sasaran. Begitu juga dengan tidak adanya ketentuan yang
mendorong pemakaian produk dalam negeri, terangnya. Oleh karena itu, kata Rizal,
pemerintah seharusnya membalikkan porsi alokasi dana stimulus. Untuk keringanan pajak
sebesar 20 persen, sedangkan subsidi nonpajak menjadi 80 persen, tambahnya.

Selain itu Rizal menilai pemerintah telah gagal mengoreksi manajemen fiskal. Buktinya, kata
dia, realisasi APBN tahun 2008 untuk pos belanja modal hingga Oktober, baru terealisasi 56
persen. Bahkan, pada akhir tahun terdapat sisa anggaran yang tidak bisa direalisasikan sekitar
Rp50 triliun. Pemerintah mengklaim bahwa sisa anggaran 2008 adalah sebuah stimulus yang
diberikan pemerintah. Padahal, sisa anggaran itu diperoleh dari tidak terserapnya anggaran,
katanya.

Di bidang lain, pada 2008 pertumbuhan ekspor dinilai cukup signifikan, yakni sekitar 20
persen. Namun dengan adanya krisis global, pada 2009 ekspor diperkirakan anjlok sehingga
pertumbuhannya hanya sekitar 5 persen. Untuk konsumsi swasta, diperkirakan pada 2009
hanya mencapai 3,5 persen, padahal tahun lalu mencapai 5,1 persen. Menurunnya konsumsi
swasta ini, jelas Rizal, dipengaruhi oleh daya beli masyarakat yang menurun.

Dari sisi investasi juga tidak jauh berbeda. Rizal meprediksi, pada tahun kerbau ini akan
banyak modal asing yang pulang kampung. Jadi jangan berharap akan banyak investasi
portofolio di tahun ini selagi krisis global masih membelit, imbuhnya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. APBN adalah daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan
pengeluaran negara selama satu tahun anggaran. Tujuan penyusunan APBN adalah sebagai
pedoman pengeluaran dan penerimaan negara agar terjadi keseimbangan yang dinamis dalam
rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan kenegaraan demi tercapainya peningkatan produksi,
peningkatan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi serta pada akhirnya
ditujukan untuk tercapainya masyarakat adil dan makmur material maupun spiritual
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

2. Mulai tahun 2005, Pemerintah telah mengusulkan penyusunan RAPBN dengan


menggunakan format baru, yakni anggaran belanja terpadu (unified budget). Sejalan dengan itu,
format dan struktur APBN berubah dari T-Account menjadi I-Account. Format dan struktur I-
account yang berlaku saat ini terdiri atas (i) pendapatan negara dan hibah, (ii) belanja negara,
dan (iii) pembiayaan.

3. APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan


stabilisasi.

4. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian


yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu negara dikatakan
mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut.
Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.

5. APBN dan pertumbuhan ekonomi merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Alokasi
dana yang terdapat di dalam APBN digunakan untuk pembangunan. Dengan adanya
pembangunan ekonomi akan tercipta pertumbuhan ekonomi.

B. Saran

Bagi para penyelenggara negara sebagai pengelola anggaran negara hendaknya menghindarkan
diri dari praktek-praktek KKN karena KKN secara materiil akan sangat merugikan warga
masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
http://bos.kemdiknas.go.id

http://id.wikipedia.org/

JAKARTA POS NATIONAL NETWORK.COM

Purnastuti, Losina, 2003. Ekonomi untuk kelas XI SMA/MA. Jakarta : Idah Mustikawati

Purwono, Tony, 2004. PR Ekonomi untuk Kelas 2 SMA. Klaten: Intan Pariwara

Das könnte Ihnen auch gefallen