Sie sind auf Seite 1von 18

ANTRAKS

MAKALAH

Oleh:
KELOMPOK XI (Sebelas)
PTN B

EMIL SALIM HASIBUAN 150306026


JAYANTI DEVI BUNGA HULU 150306056
JAN INDIRWAN 150306057

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN TERNAK


PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2017
ANTRAKS

MAKALAH

Oleh:
KELOMPOK XI (Sebelas)
PTN B

EMIL SALIM HASIBUAN 150306026


JAYANTI DEVI BUNGA HULU 150306056
JAN INDIRWAN 150306057

Laporan Sebagai Salah Satu Syarat untuk dapat Mengikuti Praktikum di


Laboratorium Ilmu Kesehatan Ternak Program Studi Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN TERNAK


PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis bisa menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu.
Adapun judul dari makalah ini adalah Antraks yang merupakan salah
satu syarat untuk dapat mengikuti praktikum di Laboratorium Ilmu Kesehatan
Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen
matakuliah yaitu Ir. Armyn Hakim Daulay, MBA dan Ir. Tri Hesti Wahyuni,
M.Sc serta kepada abang dan kakak asisten yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini.
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis
mengaharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan penulisan makalah ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima
kasih.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang .........................................................................................................1

BAB II ISI
Etiologi .....................................................................................................................3
Penyebab, Sifat dan Penularan Penyakit ..................................................................5
Tanda Klinis Penyakit ..............................................................................................6
Pengobatan ...............................................................................................................7
Pencegahan, Pengendalian, dan Pemberantasan, .....................................................8

BAB III PENUTUP


Kesimpulan ............................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bacillus anthracis ..................................................................................3

Gambar 2. Antraks pada Hewan ..............................................................................6

iii
2

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyakit Antraks disebut juga Radang Limpa adalah penyakit yang

disebabkan oleh kuman Bacillus anthracis dapat menyerang semua hewan

berdarah panas termasuk unggas dan manusia (bersifat zoonosis). Satwa liar yang

pernah terserang penyakit ini antara lain red deer (Cervus elaphus), wapiti

(Cervus elaphus spp), moose (Alces alces) dan fallow deer (Dama dama). Secara

sporadik penyakit antraks pernah terjadi pada bison liar Bison bison maupun

white-tailed deer (Odocsileus virginamus). Antraks telah dikenal sejak zaman

Nabi Musa. Penyakit ini menyerang keledai, kuda, unta, sapi dan domba. Pada

tahun 1613 di Eropa 60.000 orang meninggal diduga akibat antraks dan tahun

1923 di Afrika Selatan dilaporkan kematian 30.000 - 60.000 ekor hewan

(Dharmojono, 2000).

Penyakit antraks merupakan salah satu penyakit zoonosa yang disebabkan

oleh bakteri Bacillus anthracis, yaitu bakteri berbentuk batang (basil) dengan

ujung siku-siku bersifat Gram positif. Secara in vitro, basil berbentuk rantai

namun secara in vivo berbentuk tunggal atau berpasangan. Bila tardedah di udara,

kuman antraks dapat membentuk spora yang tahan hidup puluhan tahun di tanah.

Apabila suhu rendah, maka basil antraks akan membentuk spora secara perlahan-

lahan (Akoso, 1996).

Penyakit antraks dapat menyerang hewan berdarah panas dan manusia.

Hewan herbivora atau pemamah biak sangat rentan terhadap penyakit antraks,

sedangkan karnivora, burung dan reptile (hewan berdarah dingin) lebih tahan

terhadap penyakit ini. Infeksi biasanya akut pada ternak yang mengakibatkan

1
2

kematian dalam waktu satu sampai tiga hari. Antraks banyak terdapat di daerah

pertanian (Putra, 2011).

Antraks dapat mengakibatkan kerugian ekonomi sangat besar disebabkan

kehilangan produksi daging, susu, kulit, penurunan harga jual dan larangan

terhadap keikutsertaan dalam perdagangan internasional. Pada aspek kesehatan

masyarakat, antraks dapat mengakibatkan aktivitas kerja terganggu, produktivitas

menurun bahkan kematian (Putra, 2011).

Penyakit antraks bersifat universal karena secara geografis tersebar di

seluruh dunia, baik negara yang beriklim tropis maupun sub tropis. Daerah antraks

di benua Asia antara lain negara Saudi Arabia, Tiongkok, Iran, Irak, Indonesia,

Jepang, Pakistan, Siberia dan Tibet; di benua Afrika hampir seluruh negara

merupakan daerah antraks; di benua Eropa antara lain negara Inggris, Jerman dan

Perancis; di benua Amerika meliputi negara-negara di Amerika Selatan dan

Amerika Utara; dan di benua Australia beberapa daerahnya merupakan sumber

penularan. Penyakit timbul secara enzootis pada saat-saat tertentu sepanjang

tahun, namun lokasi terbatas hanya pada daerah tertentu yang disebut Daerah

Antraks (Direktur Jendral Peternakan, 2000).

Di Indonesia terdapat 11 propinsi dengan status endemis antraks. Propinsi

yang pertama kali terserang adalah Sulawesi Utara-Sulut (1832), kemudian Jawa

Barat-Jabar (1886). Epidemi di Jawa Tengah (Jateng), Sulawesi Selatan (Sulsel),

Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB), terjadi antara

tahun 1906 dan 1957, sementara itu yang terakhir terjadi di Daerah Istimewa

Yogyakarta (DIY) tahun 2003 (Direktorat Kesehatan Hewan, 2012).


BAB II
ISI

Etiologi

Bacillus anthracis, kuman berbentuk batang ujungnya persegi dengan

sudut-sudut tersusun berderet sehingga nampak seperti ruas bambu atau susunan

bata, membentuk spora yang bersifat gram positif. Basil bentuk vegetatif bukan

merupakan organisme yang kuat serta tidak tahan hidup untuk berkompetisi

dengan organisme saprofit. Basil antraks tidak tahan terhadap oksigen, oleh

karena itu apabila sudah dikeluarkan dari badan ternak dan jatuh di tempat

terbuka, kuman menjadi tidak aktif lagi, kemudian melindungi diri dalam bentuk

spora (Todar, 2009).

Apabila hewan mati karena Antraks dan suhu badannya antara 28-30 C,

basil antraks tidak akan didapatkan dalam waktu 3-4 hari, tetapi kalau suhu antara

5-10 C pembusukan tidak terjadi, basil antraks masih ada selama 3-4 minggu.

Basil Antraks dapat keluar dari bangkai hewan dan suhu luar di atas 20C,

kelembaban tinggi basil tersebut cepat berubah menjadi spora dan akan hidup.

Bila suhu rendah maka basil antraks akan membentuk spora secara perlahan -

lahan (Christie 1983).

Gambar 1. Bacillus anthracis

3
4

Penyebab, Sifat dan Penularan Penyakit

Bakteri Bacillus anthracis bersifat gram positif, aerob dan membentuk

spora terletak di sentral sel bila cukup oksigen. Dalam jaringan tubuh penderita

ataupun bangkai yang tidak dibuka, bakteri selalu berselubung dan tidak pernah

berspora karena tidak cukup oksigen. Penyakit berlangsung per akut (kematian

mendadak) dan akut, menyerang berbagai jenis hewan pemamah biak, hewan liar

maupun manusia tetapi hewan-hewan berdarah dingin sama sekali tidak terinfeksi

(Todar, 2009).

Penularan penyakit dapat diawali dari tanah yang berspora antraks,

kemudian melalui luka kulit atau terhirup pernapasan ataupun bersama

pakan/minum masuk pencernaan tubuh hewan dengan masa tunas berkisar 1-3

hari dan kadang-kadang 20 hari. Antraks tidak lazim ditularkan dari hewan satu ke

lainnya dengan kontak langsung, tetapi vektor lalat penghisap darah dapat

berperan misalnya Tabanus sp. terinfeksi dari hewan melalui permukaan kulit

yang terluka terutama pada orang-orang yang banyak berhubungan dengan hewan,

atau terjadi melalui pernapasan pada pekerja penyortir bulu domba. Infeksi

melalui saluran pencernaan dapat terjadi pada orang yang makan daging asal

hewan penderita antraks (Subronto, 2008).

Tanda Klinis Penyakit

Tanda klinis berbeda-beda tergantung jenis hewan yang terserang, dikenal

3 bentuk yaitu per akut, akut dan kronis serta kutan (Pohan, 2005) :

1). Bentuk per Akut (sangat mendadak)

Antraks per akut gejala/tandanya sangat mendadak, hewan mendadak mati

karena perdarahan otak. Bentuk per akut sering terjadi pada domba dan kambing
5

dengan perubahan apopleksi serebral, hewan berputar-putar, gigi gemeretak dan

mati hanya beberapa menit setelah darah keluar dari lubang kumlah. Kasus lain

dapat berlangsung beberapa jam.

2). Bentuk Akut

Tanda penyakit bermula demam (pada kuda mencapai 41,5 derajat dan

pada sapi 42 derajat Celcius), gelisah, depresi, sesak nafas, detak jantung cepat

tetapi lemah, hewan kejang kemudian mati. Pada sapi tanda umum adalah

pembengkakan sangat cepat di daerah leher, dada, sisi perut, pinggang dan

kelamin luar. Dari lubang kumlah (telinga, hidung, anus, kelamin) keluar cairan

darah encer merah kehitaman. Kematian terjadi antara 1-3 hari setelah tampak

gejala klinis.

3). Bentuk Kronis

Terlihat lesi/luka lokal yang terbatas pada lidah dan tenggorokan, biasanya

menyerang ternak babi dan jarang pada sapi, kuda dan anjing. Penyakit berakhir

setelah 10-36 jam atau kadang-kadang mencapai 2-5 hari tetapi pada sapi dapat

berlangsung 2-3 bulan. Pada ternak babi dapat mati karena Antraks akut tanpa

gejala tanda, atau mati tercekik karena pembengkakan tenggorokan, atau

berangsur dapat sembuh pada antraks kronis yang ringan.

4). Bentuk Kutan

Ditandai dengan pembengkakan di macam-macam tempat dibagian tubuh.

Terdapat pada sapi dan kuda, bila luka-luka atau lecet-lecet kulit dicemari oleh

kuman.

Gejala-gejala umum berupa pembengkakan di daerah dada, leher, sisi

lambung, pinggang, dan alat kelamin luar. Pembengkakan tersebut


6

berkembang cepat dan luas, bila diraba panas konsistensinya lembek atau keras,

Kulit di daerah tersebut normal atau terdapat luka yang mengeluarkan eksudat cair

yang berwarna kuning muda. Pembengkakan pada leher sering berlanjut

menyebabkan paryngitis dan busung glottis, menyebabkan sesak nafas yang

memberatkan penyakit. Pada selaput lendir rectum terdapat pembengkakan berupa

bungkul-bungkul. Pembengkakan tersebut juga dapat terjadi karena infeksi pada

waktu eksplorasi rectal atau pengosongan isi usus (Subronto dan Tjahajati, 2008).

Gambar 2. Antraks pada hewan

Pada kuda menyebabkan kolik, mungkin karena torsi intestinal atau

invaginasi, dengan tidak disertai akumulasi feses dan gas. Sering juga disertai

busung di daerah leher, dada, bahu, dan faring. Busung tersebut berbeda dengan

pembengkakan yang disebabkan oleh purpura hemoragika, karena

pembengkakannya cepat, ada rasa nyeri, ada demam tinggi dan perbedaan

lokalisasinya. Gejala gelisah jarang terjadi tetapi selalu mengalami sesak nafas

dan kebiruan. Penyakit tersebut biasanya berakhir 8-36 jam atau kadang-kadang

sampai 3-8 hari (Subronto, 2008).


7

Pada sapi gejala permulaan kurang jelas kecuali demam tinggi sampai 42

derajat celcius. Biasanya sapi-sapi tersebut terus digembalakan atau dipekerjakan.

Dalam keadaan seperti itu sapi dapat mendadak mati di kandang, di padang

penggembalaan atau saat sedang dipekerjakan. Penyakit ini ditandai dengan

gelisah pada saat mengunyah, menanduk benda keras di sekitarnya, kemudian

dapat diikuti dengan gejala-gejala penyakit umum seperti hewan menjadi lemah,

panas tubuh tidak merata, paha gemetar, nafsu makan hilang sama sekali, sekresi

susu menurun atau terhenti, tidak ada ruminasi, dan perut nampak agak kembung.

Pada puncak penyakit darah keluar melalui dubur, mulut, lubang hidung, dan urin

bercampur darah (Subronto, 2008).

Pada domba dan kambing biasanya bentuk perakut dengan perubahan

apopleksi sereberal, terlihat berputar-putar, gigi gemeretak, dan mati hanya dalam

beberapa menit setelah darah keluar dari lubang-lubang alami tubuh. Pada kasus

akut, penyakit tersebut hanya berlangsung beberapa jam, dengan tanda-tanda

seperti gelisah, berputar-putar, respirasi cepat dan berat, frekuensi jantung

meningkat, feses dan urin bercampur darah, hipersalivasi, busung dan enteritis

jarang ditemukan (Subronto dan Tjahajati, 2008).

Pada babi gejala penyakit berupa demam dan pharyngitis dengan

kebengkakan pada daerah subparotidea dan larynx yang berlangsung dengan cepat

(antraks angina). Pembengkakan tersebut dapat meluas dari leher sampai ke dahi,

muka dan dada, menyebabkan kesulitan makan dan bernafas. Selaput lender

kebiruan, pada kulit terdapat bercak merah, diare, disfagia (paralisis otot pipi),

muntah dan sesak nafas menyebabkan hewan mati lemas (Subronto, 2008).
8

Pada anjing dan pemakan daging (carnivore) lainnya gejala penyakit

berupa gastroenteritis dan pharyngitis, tetapi kadang-kadang hanya demam.

Setelah makan daging yang mengandung bakteri anthraks, bibir dan lidah menjadi

bengkak, atau timbul bungkul-bungkul pada rahang atas. Kadang-kadang dapat

terjadi infeksi umum melalui erosi pada mukosa kerongkongan. (Subronto, 2008).

Pengobatan

Pengobatan tidak hanya terhadap hewan sakit tetapi juga hewan tersangka

atau diduga menderita antraks. Dilakukan penyuntikan antibiotika secara intra

muskuler (IM) selama 4-5 hari berturut-turut dengan Penicilline atau

Oxytetracycline atau derivatnya. Antraks pada hewan ternak sangat menular dan

fatal, maka pada prinsipnya pengendalian penyakit didasarkan kepada pengobatan

seawal mungkin disertai pengendalian yang ketat (Plumb, 1999).

Untuk pengobatan (kuratif) pada hewan sakit diberikan suntikan serum

dengan dosis 100-150 ml untuk hewan besar dan 50-100 ml untuk hewan kecil.

Penyuntikan serum homolog sebaiknya secara intra venous (IV) atau subkutan

(SC) bila sulit, sedangkan yang heterolog secara SC. Jika diperlukan penyuntikan

dapat diulangi secukupnya. Lebih dini dipakai serum setelah timbul gejala sakit,

maka lebih besar kemungkinan diperoleh hasil yang baik. Hewan yang tersangka

sakit atau sekandang/segerombolan dengan si sakit diberi suntikan pencegahan

dengan serum sebanyak 30-50 ml untuk ternak besar dan 10- 15 ml untuk ternak

kecil. Kekebalan pasif timbul seketika dan berlangsung tidak lebih dari 2-3

minggu. Pemberian serum untuk pengobatan dapat dikombinasikan dengan

antibiotika (Smith, 2000).

Jika serum tidak tersedia dapat dicoba obat-obat seperti berikut ini:
9

Antraks stadium awal pada kuda dan sapi diobati dengan Procain

Penicilline G dilarutkan dalam air suling steril/ aquades dengan dosis untuk

hewan besar 6.000-20.000 IU/kg Berat Badan, IM tiap hari. Untuk hewan kecil

20.000-40.000 IU/kg BB, IM setiap hari. Streptomycin sebanyak 10 gram/400-

600 Kg BB, diberikan dalam dua dosis secara IM dianggap lebih efektif dari

Penicilline. Akan tetapi lebih baik digunakan kombinasi Penicilline-Streptomycin

(Direktur Kesehatan Hewan, 2012).

Dapat juga dipakai Oxytetracycline, untuk sapi dan kuda mula-mula 2

gram/ekor, IM (atau IV), kemudian 1 gram/ekor/hari selama 3-4 hari atau sampai

sembuh. Oxytetracycline dapat diberikan dalam kombinasi dengan Penicilline.

Antibiotika lain yang dapat digunakan adalah Erythromycine atau sediaan sulfa

tetapi obat-obatan tersebut kurang efektif dibandingkan Penicilline dan

Tetracycline (Chloramphenicol DILARANG DIGUNAKAN) (Direktur Kesehatan

Hewan, 2012).

Pencegahan, Pengendalian, dan Pemberantasan

Perlakuan terhadap hewan yang dinyatakan berpenyakit anthraks dilarang

untuk dipotong. Bagi daerah bebas, tindakan pencegahan didasarkan pada

pengaturan yang ketat terhadap pemasukan hewan ke daerah tersebut. Anthraks

pada hewan ternak dapat dicegah dengan vaksinasi. Vaksinasi dilakukan pada

semua hewan ternak di daerah enzootic anthraks setiap tahun sekali disertai cara-

cara pengawasan dan pengendalian yang ketat (Anonim, 2011).

Di samping pengobatan dan pencegahan, diperlukan cara pengendalian

khusus untuk mencegah perluasan penyakit. Tindakan-tindakan tersebut adalah

sebagai berikut (Direktorat Jendral Peternakan, 2000).


10

1. Hewan penderita antraks harus diisolasi agar tidak dapat saling kontak

dengan hewan sehat. Di dekat tempat isolasi digali lubang sedalam 2 meter

untuk menampung sisa pakan, tinja/kotoran lain yang berasal dari

kandang/tempat isolasi hewan sakit.

2. Hewan yang sekandang, sepangonan atau hewan yang digolongkan

tersangka antraks diisolasi di kandang/tempat isolasi tersendiri. Hewan

penderita maupun tersangka Antraks tidak boleh meninggalkan halaman

kandang atau tempat hewan diisolasi dan hewan-hewan lain tidak boleh

dibawa masuk ke tempat tersebut.

3. Jika diantara hewan yang tersangka dalam waktu 14 hari tidak ada yang

sakit, hewan tersebut dibebaskan kembali.

4. Bangkai hewan yang mati karena anthraks harus segera dimusnahkan

dengan dibakar habis atau dikubur.

5. Setelah penderita mari atau sembuh, kandang dan semua perlengkapan

yang tercemar harus dilaukan disinfeksi.

6. Kandang dari bamboo atau alang-alang dan semua alat-alat yang tidak

dapat didisinfeksi harus dibakar.

7. Tindakan sanitasi umum terhadap manusia yang kontak dengan hewan

penderita dan untuk mencegah perluasan penyakit.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Antraks merupakan penyakit zoonosis yang dapat menimbulkan kematian

dan disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis, suatu bakteri berbentuk batang

Gram positif yang dapat membentuk endospora. Endospora Bacillus anthracis

tahan hingga puluhan tahun di dalam tanah sehingga merupakan sumber

penularan yang sulit untuk dieradikasi.

Infeksi antraks pada manusia dapat melalui 3 jalur yaitu per akut, kutan,

dan kronis. Urutan manifestasi klinis antraks pada manusia dari yang tersering

adalah tipe cutaneous antraks (malignant pustule), pulmonary antraks dan

gastrointestinal antraks.

Bacillus anthracis peka terhadap penicillin dan tetracycline sehingga

merupakan antibiotika pilihan. Pencegahan infeksi anthrax dapat dilakukan

dengan cara menghindari kontak dengan hewan tersangka beserta produknya serta

melakukan vaksinasi pada ternak yang rentan serta memusnahkan bangkai hewan

penderita.

11
DAFTAR PUSTAKA

Akoso, T.B. 1996. Kesehatan Sapi. Kanisius, Yogyakarta.

Direktorat Kesehatan Hewan. 2012. Indeks Obat Hewan Indonesia Edisi VIII.
Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementrian
Pertanian RI, Jakarta Indonesia.

Direktorat Jendral Peternakan. 2000. Kasus Antraks. Laporan Kerjasama Ditjen


PPM-PL, DEPKES dan Kesejahteraan Sosial, 10 pp.

Dharmojono. 2000. Anthrax, Penyakit Ternak Mengejutkan Tetapi Tidak


Mengherankan. Infovet Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan; Ed 67,
Pebruari 2000.

Plumb, DC. 1999. Veterinary Drug Handbook. 3rd Edition. Iowa State University
Press Ames.

Pohan, HT. 2005. Patogenesis, Diagnosis dan Penatalaksanaan Antraks. Majalah


Kedokteran Indonesia; vol 55; no 1; hal 23- 29.

Putra, A.A.G. 2011. Antrax di Nusa Tenggara. Direktorat Jendral Peternakan dan
Kesehatan Hewan, Kementrian Pertanian RI, Jakarta.

Smith, BP. 2000. Large Animal Internal Medicine. Mosby An Affiliate of


Elsevier Science, St Louis London Philadelphia Sydney Toronto.

Subronto dan Tjahajati. 2008. Ilmu Penyakit Ternak III (Mamalia) Farmakologi
Veteriner: Farmakodinami dan Farmakokinesis Farmakologi
Klinis.Gadjah Mada Unversity Press. Yogyakarta Indonesia.

Subronto. 2008. Ilmu Penyakit Ternak I-b (Mamalia)Penyakit Kulit


(Integumentum)Penyakit-penyakit Bakterial, Viral, Klamidial, dan Prion.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Indonesia.

Todar, K. 2009. Textbook of Bacteriology : Bacillus anthracis & anthrax.


Judul Laporan : Antraks
Kelompok : XI (Sebelas)
Nama : Emil Salim Hasibuan 150306026
Jayanti Devi Bunga Hulu 150306056
Jan Indirwan 150306057
Grup : Peternakan B

Diperiksa Oleh:

Asisten

(Popo Mogana Abdi) (Nisrina Hayati) (Ismail Fauzi Siregar)


140306059 140306040 140306036

Diketahui Oleh:
Dosen Penanggung Jawab

(Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc)


NIP. 195804291987012001

Tanggal ACC : Oktober 2017

Das könnte Ihnen auch gefallen