Sie sind auf Seite 1von 19

ASUHAN KEPERAWATAN APENDISITIS

A. Pengertian
1. Appendiks adalah : Organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat
pada sekum tepat dibawah katup ileocecal ( Brunner dan Sudarth, 2002 hal
1097 ).
2. Appendicitis adalah : suatu peradangan pada appendiks yang berbentuk
cacing, yang berlokasi dekat katup ileocecal ( long, Barbara C, 1996 hal 228 )
3. Appendicitis adalah : Peradangan dari appendiks vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. (Arif Mansjoer ddk
2000 hal 307 )

B. Anatomi
1. Anatomi Appendiks
a. Letak di fossa iliaca kanan, basis atau pangkalnya sesuai dengan titik Mc
Burney 1/3 lateral antara umbilicus dengan SIAS.
b. Basis keluar dari puncak sekum bentuk tabung panjang 3 – 5 cm.
c. Pakal lumen sempit, distal lebar. ( Farid 3, 2001 )
2. Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar
lima kaki ( sekitar 1,5 m ) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani.
Diameter usus besar sudah pasti lebih besasr dari usus kecil. Rata –rata
sekitar 2,5 1nc.( sekitar 6,5 cm ) tetapi makin dekat anus diameternya makin
kecil. Usus besardibagi menjadi sekum, colon, dan rectum. Pada sekum
terdapat katup ileosecal dan Appendiks yang melekat pada ujung sekum.
Colon dibagi lagi menjadi colon asendens, transversum desendens dan sigmoid.
Tempat dimana colon membentuk kelokan tajan yaitu pada abdomen kanan dan
kiri atas berturut – turut dinamakan fleksura hepatica dan fleksura lienalis.
Colon sigmoid mulai setinggi Krista iliaka dan membentuk S. lekukan rectum.
Pada posisi ini gaya berat membantu mengalirkan air dari rectum ke fleksura
sigmoid. Rectum terbentang dari colon sigmoid sampai anus ( Silvia A. Price,
Lorraina, M Wilson 1995

C. Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml perhari. Lendir itu secara normal
dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan
aliran lendir dimuara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis
appendicitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated
Lymfoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk
appendiks. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap
infeksi. Namun demikian pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi system
imun tubuh sebab jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan
jumlah disaluran cerna dan seluruh tubuh.

D. Etiologi
Appendicitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi Yaitu :
a. Factor yang tersering adalah obtruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini
terjadi karena :
§ Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak
§ Adanya faekolit dalam lumen appendiks
§ Adanya benda asing seperti biji – bijian
§ Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
streptococcus
c. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limpoid pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk appendiks
1. Appendik yang terlalu panjang
2. Messo appendiks yang pendek
3. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4. Kelainan katup di pangkal appendiks

E. Insiden
Appendisitis aku dinegara maju lebih tinggi daripadadi negara berkembang
namun dalam tiga – empat dasawarsa terjadi peningkatan.kejadian ini diduga
disebabkan oleh meningkatnya pola makan berserat dalam menu sehari – hari,
pada laki – laki dan perempuan pada umumnya sebanding kecuali pada umur 20
– 30 tahun insiden pada laki – laki lebih tinggi. Appendicitis dapat ditemukan
pada semua umur , hanya pada anak yang kurang dari satu tahun yang jarang
dilaporkan, mungkin karena tidak terduga sebelumnya. Insiden tertnggi
terjadi pada kelompok umur 20 – 30 tahun, setelah itu menurun.

F. Patofisiologi
Appendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau
tersumbat kemungkinan oleh fekolit ( massa keras dari fecces) atau benda
asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intaraluminal, menimbulkan
nyeri atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam
terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya appendiks
yang terinflamasi terisi pus.

G. Manisfestasi klinis
1. Nyeri kuadran kanan bawah biasanya disertai dengan demam derajat
rendah, mual, dan sering kali muntah.
2. Pada titik McBurney (terletak dipertengahan antara umbilicus dan spina
anterior dari ilium) nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku
dari bagian bawah otot rectum kanan.
3. Nyeri alih mungkin saja ada, letak appendiks mengakibatkan sejumlah nyeri
tekan, spasme otot, dan konstipasi atau diare
4. Tanda rovsing dapat timbul dengan mempalpasi kuadran bawah kiri, yang
secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran kanan bawah
5. Jika terjadi ruptur appendiks, maka nyeri akan menjadi lebih menyebar,
terjadi distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.

H. Test Diagnosa
Untuk menegakkan diagnosa pada appendicitis didasarkan atas annamnesa
ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang
lainnya.
a. Gejala appendicitis ditegakkan dengan anamnesa, ada 4 hal yang penting
adalah :
1. Nyeri mula – mula di epeigastrium (nyeri visceral) yang beberapa waktu
kemudian menjalar keperut kanan bawah.
2. Muntah oleh karena nyeri visceral
3. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus)
4. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak
sakit, menghindarkan pergerakan di perut terasa nyeri
b. Pemeriksaan yang lain
1. Lokalisasi
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut,tetapi
paling terasa nyeri pada titik Mc Burney. Jika sudah infiltrat, insfeksi juga
terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada
tumor di titik Mc. Burney

2. Test Rectal
Pada pemeriksaan rectal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa
nyeri pada daerah prolitotomi.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh
terhadap mikroorganisme yang menyerang pada appendicitis akut dan
perforasi akan terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi.
b. Hb (hemoglobin) nampak normal
c. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan appendicitis infiltrat
d. Urine penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
4. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosaappendicitis akut,
kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran
sebagai berikut :
a. Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan
b. Kadang ada fekolit (sumbatan)
c. Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma

I. Diagnosa Banding
Gastroenteritis akut adalah kelainan yang sering dikacaukan dengan
appendicitis. Pada kelainan ini muntah dan diare lebih sering. Demam dan
leukosit akan meningkat jelas dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang
timbul. Lokasi nyeri tidak jelas dan berpindah – pindah. Hiperperistaltik
merupakan merupakan gejala yang khas. Gastroenteritis biasanya berlangsung
akut, suatu obsevasi berkala akan dapat menegakkan diagnosis.
Adenitis mesebrikum juga dapat menunjukan gejala dan tanda yang identik
dengan appendicitis. Penyakit ini lebh sering pada anak – anak, biasanya
didahului dengan infeksi saluran napas. Lokasi nyeri di perut kanan bawah
tidak konstan dan menetap, jarang terjadi truemuscie guarding.
Divertikulitis Meckeli juga menunjukan gejala yang hampir sama. Lokasi nyeri
mungkin lebih kemedial, tetapi ini bukan criteria diagnosis yang dapat
dipercaya. Karena kedua kelainan ini membutuhkan tindakan operasi, maka
perbedaannya bukanlah hal yang penting.
Enteritis regional, amubiasis,ileitis akut, perforasi ulkus duodeni, kolik
ureter, salpingitis akut, kehamilan ektopik terganggu, dan kista ovarium
terpuntir juga sering dikacaukan dengan appendicitis. Pneumonia lobus kanan
bawah kadang – kadang juga berhubungan dengan nyeri di kuadran kanan
bawah.
J. Komplikasi
Apabila tindakan operasi terlambat, timbul komplikasi sebagai berikut :
1. Peritonitis generalisata karena ruptur appendiks
2. Abses hati
3. Septi kemia

K. Penatalaksanaan
a. Perawatan prabedah perhatikan tanda – tanda khas dari nyeri
Kuadran kanan bawah abdomen dengan rebound tenderness (nyeri tekan
lepas), peninggian laju endap darah, tanda psoas yang positif, nyeri tekan
rectal pada sisi kanan. Pasien disuruh istirahat di tempat tidur, tidak
diberikan apapun juga per orang. Cairan intravena mulai diberikan, obat –
obatan seperti laksatif dan antibiotik harus dihindari jika mungkin.
b. Terapi bedah : appendicitis tanpa komplikasi, appendiktomi segera
dilakukan setelah keseimbangan cairan dan gangguan sistemik penting.
c. Terapi antibiotik, tetapi anti intravena harus diberikan selama 5 – 7 hari
jika appendicitis telah mengalami perforasi.

DATA DASAR PENGKAJIAN APENDISITIS


(PRE OPERASI)

DATA DASAR YANG DAPAT DITEMUKAN DALAM PENGKAJIAN :


1) Aktivitas atau istirahat
Gejala : Malaise
2) Sirkulasi
Tanda : Takikardi
3) Eliminasi
Gejala : Konstipasi pada awitan
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan atau lepas, kekakuan, penurunan atau
tidak ada bising usus.
4) Makanan/ Cairan
Gejala : Anoreksia, mual atau muntah
5) Nyeri atau kenyamanan
Gejala :
o Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus yang meningkat berat dan
terlokalisasi pada titik Mc. Burney (setengah jarak antara umbilicus dan
tulang ileum kanan). Meningkat karena berjalan, bersin, batuk atau napas
dalam.
o Keluhan berbagai rasa nyeri/ gejala tidak jelas (sehubungan dengan lokasi
appendiks, contoh retrosekal atau sebelah ureter).
Tanda :
o Prilaku berhati – hati berbaring kesamping atau terlentang dengan lutut
ditekuk : meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi
o Ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak
o Nyeri lepas pada sisi kiri diduga inflamasi peritoneal.
6) Keamanan
Tanda : demam (biasanya rendah)
7) Pernapasan
Tanda : takipnea, pernapasan dangkal (Marilyn E. doenges, 508 – 505, 2000)
8) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat kondisi lain yang berhubunngan dengan nyeri abdomen
contohnya pielis akut, batu uretra, salpingitis akut, ileitis regional. Dapat
terjadi pada berbagai usia
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 4,2 hari
Rencana pemulangan : Membutuhkan bantuan sedikit dalam transportasi tugas
pemeliharaan rumah

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
SDP : Leukositosis diatas 12.000/mm3, neutrofil menungkat sampai 75 %
Urinalisis : normal tetapi erytrosit/leukosit mungkin ada
Foto Abdomen : Dapat menyatakan adanya pergeseran material dari apendiks
(fekalit), ileus terlokalisir

APENDISITIS
1.Pengertian
Usus buntu atau apendiks vermiformis merupakan penonjolan kecil yang
berbentuk seperti jari, yang terdapat di usus besar (caecum), tepatnya di
daerah perbatasan dengan usus ileum kuadran kanan bawah.

Gambar 1. Anantomi Apendiks Vermivormis

Apendiks vermiformis mungkin memiliki beberapa fungsi pertahanan tubuh,


tapi bukan merupakan organ yang penting. Apendisitis adalah peradangan dari
apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering
(Mansjoer,2000).
Appendicitis mengacu pada radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung
yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dzri sekum. Penyebab yang
paling umum dari apendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya
merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi
( Wilson & Goldman, 1989 )

2. Patofisiologi

Apendisitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks oleh


hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.

Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks akan menyebabkan obstruksi


dan akan mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya
sebagai kausa sumbatan. Obstruksi yang terjadi tersebut menyebabkan
mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus
semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan tersebut
akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis
bakteri, dan ulserasi mukus. Pada saat ini terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium.
Sumbatan sebabkan nyeri sikitar umbilicus dan epigastrium, nausea, muntah.
invasi kuman E Coli dan spesibakteroides dari lumen ke lapisan mukosa,
submukosa, lapisan muskularisa, dan akhirnya ke peritoneum parietalis
terjadilah peritonitis lokal kanan bawah. Suhu tubuh mulai naik.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di area kanan bawah.
Keadaan ini yang kemudian disebut dengan apendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark diding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh pecah, akan menyebabkan
apendisitis perforasi.

Bila proses tersebut berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut
infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut akan menyebabkan
abses atau bahkan menghilang.

Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan demikian ditambah dengan daya tahan
tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada
orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh
darah.
Tahapan peradangan apendisitis
a. Apendisitis akuta (sederhana, tanpa perforas)
b. Apendisitis akuta perforate ( termasuk apendisitis gangrenosa, karena
dinding apendiks sebenarnya sudah terjadi mikroperforasi)

3. Manifestasi Klinis

Keluhan apendiks biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilicus atau


periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan
beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila
berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam
yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-
kadang terjadi diare, mual, dan muntah.

Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang


menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin
progresif, dan denghan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu
titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat
membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga
muncul. Bila tanda Rovsing, psoas, dan obturatorpositif, akan semakin
meyakinkan diagnosa klinis apendisitis.

4. Komplikasi

Apendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi


peyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi
progresif dan mengalami perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8
jam pertama, observasi aman untuk dilakukan dalam masa tersebut.

Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding


perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang
terlokalisasi, ileus, demam, malaise, leukositosis semakin jelas. Bila perforasi
dengan peritonitis umum atau pembentukan abses telah terjadi sejak klien
pertam akali datang, diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti.

Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi
untuk menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang :
tirah baring dalam posisi fowler medium, pemasangan NGT, puasa, koreksi
cairan dan elektrolit, pemberian penenang, pemberian antibiotik berspektrum
luas dilanjutkan dengan pemberian antibiotik yang sesuai dengan kultur,
transfusi utnuk mengatasi anemia, dan penanganan syok septik secara
intensif, bila ada.

Bila terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan bawah
yang cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina. Terapi dini
dapat diberikan kombinasi antibiotik (misalnya ampisilin, gentamisin,
metronidazol, atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses akan segera
menghilang, dan apendiktomi dapat dilakaukan 6-12 minggu kemudian. Pada
abses yang tetap progresif harus segera dilakuakn drainase. Abses daerah
pelvis yang menonjol ke arah rektum atau vagina dengan fruktuasi positif
juga perlu dibuatkan drainase.

Tromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi tetapi merupakan


komplikasi yang letal. Hal ini harus dicurigai bila ditemukan demam sepsis,
menggigil, hepatomegali, dan ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Pada
keadaan ini diindikasikan pemberian antibiotik kombinasi dengan drainase.
Komplikasi lain yang terjadi ialah abses subfrenikus dan fokal sepsis
intraabdominal lain. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat
perlengketan.

5. Pemeriksaan Penunjang

Akan terjadi leukositosis ringan (10.00 – 20.000/ml) dengan peningkatan


jumlah neutrofil. Pemeriksaan urin juga perlu dilakukan untuk
membedakannya dengan kelainan pada ginjal dan saluran kemih.
Pada kasus akut tidak diperbolehkan melakuakn barium enema, sedangkan
pada apendisitis kronis tindakan ini dibenarkan. Pemeriksaan USG dilakukan
bila telah terjadi infiltrat apendikularis.

6. Diagnosa Banding

Gastroenteritis akut adalah kelainan yang sering dikacaukan dengan


apendisitis. Pada kelainan ini muntah dan diare lebih sering. Demam dan
lekosit akan meningkat jelas dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang timbul.
Lokasi nyeri tidak jelas dan berpindah-pindah. Hiperperistaltik merupakan
gejala yang khas. Gastroenteritis biasanya berlangsung akut suatu observasi
berkala akan dapat menegakkan diagnosa.

Adenitis mesenterikum juga dapat menunjukkan gejala dan tanda yang identik
dengan apendisitis. Penyakit ini lebih sering pada anak-anak, biasanya
didahului infeksi saluran napas. Lokasi nyeri perut di kanan bawah tidak
konstan dan menetap, jarang terjadi true muscle guarding.

Diverkulitis Meckeli juga menunjukkan gejala yang hampir sama. Lokasi nyeri
mungkin lebih ke medial, tetapi ini bukan kriteria diagnosa yang dapat
dipercaya. Karena kedua kelainan ini membutuhkan tindakan operasi, maka
perbedahannya bukanlah hal penting.

Enteritis regional, amubiasis, ileitis akut, perforasi ulkus duodeni, kolik


ureter, salpingitis akut, kehamilan ektopik terganggu, dan kista ovarium
terpuntir juga sering dikacaukan dengan apendisitis. Pneumonia lobus kanan
bawah kadang-kadang juga berhubungan dengan nyeri di kuadran kanan
bawah.

7. Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum klien benar-benar terlihat sakit.


2. Suhu tubuh naik ringan pada apendisitis ringan. Suhu tubuh meninggi dan
menetap sekitar 30oC atau lebih bila telah terjadi perforasi.
3. Dehidrasi ringan sampai berat bergantung pada derajat sakitnya.
Dehidrasi berat pada klien apendisitis perforasi dengan peritonitis umum. Hal
ini disebabkan kekurangan masukan, muntah, kenaikan suhu tubuh dan
pengumpulan cairan dalam jaringan viskus (udem) dan rongga peritoneal.
4. Abdomen : tanda-tanda rangsangan peritoneal kuadran kanan bawah. Pada
apendisitis perforasi lebih jelas, seperti defans muskuler, nyeri ketok dan
nyeri tekan.
5. Tidak jarang dijumpai tanda- tanda obstruksi usus paralitik akibat proses
peritonitis lokal maupun umum.

8. Pemeriksaan Radiologi

1. Foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil pemeriksaan riwayat sakit dan
pemeriksaan fisik meragukan

2. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan


mungkin terlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan cairan
udara di sekum atau ileum)

3. Patognomonik bila terlihat gambaran fekolit.

4. Foto polos pada apendisitis perforasi:

a. Gambaran perselubungan lebih jelas dan dapat tidak terbatas di kuadran


kanan bawah.
b. Penebalan dinding usus sekitar letak apendiks, seperti sekum dan ileum.
c. Garis lemak pra peritoneal menghilang.
d. Scoliosis ke kanan.
e. Tanda-tanda obstruksi usus seperti garis-garis permukaan cairan-cairan
akibat paralysis usus-usus lokal di daerah proses interaksi.

9. Laboratorium
Pemeriksaan darah : lekosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana lebih
dari 13000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya
lekositosis tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis: terdapat
pergeseran ke kiri. Pemeriksaan urin: sediment dapat normal atau terdapat
lekosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel
pada ureter atau vesika.

10. Penatalaksanaan

1. Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif dengan ditandai
dengan :

a. Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
b. Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas
terdapat tanda-tanda peritonitis
c. Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri.
Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien dipersiapkan,
karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum.
Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit
infeksi luka lebih tiggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana
tanpa perforasi.

2. Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai dengan :

a. Umumnya klien berusia 5 tahun atau lebih.


b. Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak
tinggi lagi.
c. Pemeriksaan lokal abdomen tanang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis
dan hanya teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.
d. Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.
Tindakan yang dilakukan sebainya konservati dengan pemberian antibiotik dan
istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan
perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk
lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan
segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau tanpa peritonitis
umum.

Pembedahan

Pembedahan dikerjakan bila rehidrasi dan usaha penurunan suhu tubuh telah
tercapai. Suhu tubuh tidak melebihi 38oC, produksi urin berkisar 1-2
ml/kg/jam. nadi di bawah 120/menit.
Teknik pembedahan

Insisi transversal di sebelah kanan sedikit di bawah umbilicus. Sayatan


Fowler Weier lebih dipilih, karena cepat dapat mencapai rongga abdomen dan
bila diperlukan sayatan dapat diperlebar ke medial dengan memotong fasi dan
otot rectum.

Sebelum membuka peritoneum tepi sayatan diamankan dengan kasa. Membuka


peritoneum sedikit dahulu dan alat hisap telah disiapkan sedemikian rupa
hingga nanah dapat langsung terisap tanpa kontaminasi ke tepi sayatan.
Sayatan peritoneum diperlebar dan penghisapan nanah diteruskan.
Apendektomi dikerjakan seperti biasa. Pencucian rongga peitonium mutlak
dikerjakan dengan larutan NaCl fisiologis sampai benar-benar bersih.

Cairan yang dimasukkan terlihat jerih sewaktu dihisap kembali. Pengumpulan


nanah biasa ditemukan di fosa apendiks, rongga pelvis, di bawah diafragma
dan diantara usus-usus. Luka sayatan dicuci dengan larutan NaCl fisiologis
juga setelah peritonium dan lapisan fasia yang menempel peritonium dan
sebagian otot dijahit. Penjahitan luka sayatan jangan dilakukan terlalu kuat
dan rapat.

Pemasangan dren intraperitoneal masih merupakan kontroversi. Bila pencucian


rongga peritonium benar-benar bersih dren tidak diperlukan. Lebih baik
dicuci bersih tanpa dren daripada dicuci kurang bersih dipasang dren.

Catatan
Infiltrat radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oelh omentum
dan usus-usus dan peritonium di sekitarnya sehingga membentuk massa
(appendiceal mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak
peradangan dimulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa apendiks
lebih sering dijumpai pada pasien berumur 5 tahun atau lebih; daya tahan
tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan
tebal untuk membungkus proses radang.

Terapi
Apendisitis perforasi
Persiapan prabedah : Pemasangan sonde lambung dan tindakan dekompresi.
Rehidrasi. penurunan suhu tubuh. Antibiotic dengan spectrum luas, dosis
cukup, diberikan secara intravena.

Apendisitis dengan penyulit peritonitis umum


Umumnya klien dalam kondisi buruk. Tampak septis dan dalam kondisi
hipovolemik serta hipertensi. Hipovolemik akibat puasa lama, muntah dan
pemusatan cairan di daerah proses radang, seperti udem organ
intraperitoneal, dinding abdomen dan pengumpulan cairan dalam rongga usus
dan rongga peritoneal.

Persiapan prabedah:
1. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
2. Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
3. Rehidrasi
4. Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara
intravena.
5. Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil
untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah
rehidrasi tercapai.

11. Asuhan Keperawatan Apendisitis


a. Pengkajian

Data Subyektif
- Rasa sakit di epigastrium atau daerah periumbilikus kemudian menjalar ke
bagian perut bawah
- Rasa sakit hilang timbul
- Mual, muntah
- Diare atau konstipasi
- Tungkai kanan tidak dapat diluruskan
- Rewel dan menangis
- Lemah dan lesu
- Suhu tubuh meningkat

Data Obyektif
- Nyeri tekan titik MC.Burney
- Bising usus meningkat, perut kembung
- Suhu meningkat, nadi cepat
- Hasil leukosit meningkat 10.000 – 12.000 /ui dan 13.000/ui bila sudah
terjadi perforasi

b. Diagnosa Keperawatan
- Nyeri
- Resti kurang volume cairan
- Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi

c. Rencana Asuhan Keperawatan


No Diagnosa Keperawtan Tujuan / HYD Rencana Keperawatan

1 Nyeri b.d proses inflamasi


Ditandai dengan :
Data Subyektif :
a. Pasien mengeluh nyeri / sakit
Data Obyektif :
a. Pasien memegang daerah perut
b. Skala nyeri ( 1 – 10 )
c. Tampak meringis menahan sakit
d. Pasien tampak cemas
e. Suhu naik
f. Nadi cepat

Nyeri hilang / berkurang


dalam jangka waktu …..
Dengan Kriteria :
- Pasien mengatakan nyeri hilang/berkurang
- Pasien tampak tenang
- Pasien dapat melakukan tekhnik relaksasi
- TTV stabil
- Ekspresi wajah rileks
- Pasien dapat istirahat - Kaji karakteristik nyeri dan tingkat nyeri
- Kaji faktor yang dapat menurunkan/ / meningkatkan nyeri
- Kaji skala nyeri
- Observasi TNSR per….
- Perhatikan gejala non verbal, seperti gelisah, memegang perut, takikardi,
keringat berlebihan
- Ajarkan dan bantu pasien tekhnik relaksasi dan distraksi
- Lakukan semua tindakan dengan lembut dan yakinkan pasien bahwa
perubahan posisi tidak menyebabkan injuri
- Berikan posisi yang nyaman
- Ciptakan lingkungan yang nyaman
- Ajarkan cara mengefektifkan penggunaan obat
- Berikan kesempatan untuk istirahat selama nyeri, buat jadwal aktifitas bila
sakit berkurang
- Kolaborasi :
- Pemberian anti analgetik

2. Kekurangan volume cairan b.d pengeluaran cairan yang


berlebihan akibat mual, muntah
Ditandai dengan :
Data Subyektif :
- Pasien mengeluh mual
- Pasien mengeluh muntah
Data Obyektif :
- Suhu naik
- Nadi cepat - Tidak terjadi kekurangan
volume cairan tubuh
- Dalam jangka waktu….

Dengan Kriteria :
- TNSR dalam batas
normal
- Cairan masuk dan keluar
seimbang
- Kulit lembab
- Produksi urine …cc/24
jam - Observasi penyebab kekurangan cairan : muntah, diare
- Observasi TNSR …
- Observasi tanda – tanda dehidrasi
- Observasi keadaan turgor kulit, kelembaban membran mukosa
- Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan bila kekurangan cairan secara
mendadak produksi urine setiap jam, berat jenis dan observasi warna urine
- Catat dan ukur jumlah dan jenis cairan masuk dan keluar per….
- Pertahankan keseimbangan cairan misal : jadwal pemasukan cairan
- Perhatikan : cairan yangmasuk, kecepatan tetesan untuk mencegah edema
paru, dispneu bila pasien terpasang infus
- Timbang BB setiap hari
- Hindarkan minuman yang menyebabkan diuresis
- Kolaborasi :
- Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi
- Observasi kadar elektolit, darah nitrogen, Hb, Ht

Das könnte Ihnen auch gefallen