Sie sind auf Seite 1von 18

STATUS UJIAN

SEORANG LAKI-LAKI 53 TAHUN DENGAN

ABSES SUBMANDIBULA DEXTRA

Oleh:

Peter Darmaatmaja Setiabudi


G99162143

Penguji:

Eva Sutyowati P., drg., Sp.BM, MARS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN GIGI dan MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2017
BAB I
STATUS UJIAN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. H
Umur : 53 tahun
Agama : Islam
Alamat : Batu Tengah, Baturetno, Wonogiri, Jawa Tengah
Tanggal Masuk : 14 Agustus 2017
Tanggal Diperiksa : 19 Agustus 2017
Nomor RM : 0138xxxx
II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Benjolan di rahang bawah sebelah kanan
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan adanya benjolan di rahang bawah sebelah
kanan yang sudah dialami sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Benjolan awalnya kecil, namun makin lama membesar terasa panas dan
nyeri. Pasien sempat mengeluhkan keluarnya nanah dari dalam mulut.
Pasien mengeluhkan mual muntah, demam, kesulitan untuk membuka
mulut dan terasa sakit saat menelan. Pasien mempunyai riwayat gigi kanan
bawah berlubang yang tidak pernah diperiksakan ke dokter gigi. Awalnya
gigi kanan bawah goyang dan nyeri, lalu pasien mencabut sendiri tanpa
bantuan tenaga medis. Bila pasien makan makanan yang manis nyerinya
bisa sampai kepala.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat alergi : disangkal
Penyakit jantung : disangkal
Penyakit kongenital : disangkal
Penyakit diabetes : disangkal
Penyakit astma : disangkal
III. ORAL STATUS
1. Ekstra Oral
Maxilla : simetris
Mandibula : di sebelah kanan terdapat benjolan dengan batas tidak
tegas, warna sama dengan kulit sekitar, fluktuasi (+)
Lips : simetris
2. Intra Oral
Palatum : tidak tampak kelainan
Lingua : tidak tampak kelainan
Upper ginggiva : tidak tampak kelainan
Lower ginggiva : tidak tampak kelainan
Left buccal : tidak tampak kelainan
Right buccal : tampak fistel yang mengeluarkan pus discharge
Gigi : gigi 4.8 mengalami impaksi
3. Objective
a. Gigi
1) Sondasi : tidak dilakukan
2) Palpasi : dilakukan pada jaringan lunak
3) Perkusi : tidak dilakukan
4) Chlor etile : tidak dilakukan
b. Jaringan Lunak
Palpasi : pada gusi tidak teraba pembesaran, tidak ada nyeri tekan,
warna merah muda.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium tanggal 12 Agustus 2017
Nilai Satuan Rujukan

Hematologi Rutin

Haemoglobin 10,6 g/Dl 13,5-17,5

Hematokrit 30 % 33-45
Leukosit 13.5 ribu/uL 4.5-11.0

Trombosit 769 ribu/uL 150-450

Eritrosit 3.36 ribu/uL 4.10-5.10

Hemostasis

PT 37.3 Detik 10-15.0

APTT 153.6 Detik 20.0-40.0

INR 4.330

Kimia Klinik

GDS 83 mg/dl 60-140

SGOT 65 u/l < 35

SGPT 68 u/l < 45

Serologi

Hepatitis

HbsAg Non
reactive

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 14 Agustus 2017


Nilai Satuan Rujukan

Hematologi Rutin

Haemoglobin 10,4 g/dL 13,5-17,5

Hematokrit 28 % 33-45

Leukosit 15.2 ribu/uL 4.5-11.0

Trombosit 785 ribu/uL 150-450

Eritrosit 3.21 ribu/uL 4.10-5.10

Hemostasis
PT 51.2 Detik 10-15.0

APTT 98.5 Detik 20.0-40.0

INR 6.640

Kimia Klinik

Albumin 2.3 g/dl 3.5-5.2

Creatinine 0.7 mg/dl 0.9-1.3

Ureum 25 mg/dl <50

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 16 Agustus 2017


Hemostasis

PT 18.3 Detik 10-15.0

APTT 50.5 Detik 20.0-40.0

INR 1.660

Kimia Klinik

Albumin 2.5 g/dl 3.5-5.2

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 17 Agustus 2017


Kimia Klinik

Albumin 2.8 g/dl 3.5-5.2

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 18 Agustus 2017


Nilai Satuan Rujukan

Hematologi Rutin

Haemoglobin 8,3 g/dL 13,5-17,5

Hematokrit 24 % 33-45
Leukosit 12.3 ribu/uL 4.5-11.0

Trombosit 950 ribu/uL 150-450

Eritrosit 2.62 ribu/uL 4.10-5.10

Hemostasis

PT 14.6 Detik 10-15.0

APTT 43.1 Detik 20.0-40.0

INR 1.220

Roentgen Panoramic tanggal 12 Agustus 2017


Roentgen Toraks tanggal 12 Agustus 2017

V. ASSESMENT
1. Diagnosa
Abses Submandibula dextra
2. Tatalaksana
a. Pro insisi drainase abses
b. Pro odontektomi gigi 4.8
3. Prognosa
Ad vitam : dubia
Ad sanam : dubia
Ad fungsionam : dubia
BAB II
PEMBAHASAN

Abses submandibula merupakan suatu penyakit yang perlu ditangani untuk


mencegah terjadinya perburukan. Seperti kita ketahui komplikasi yang sering
terjadi pada kasus submandibula adalah Ludwig’s angina. Ludwig’s angina
merupakan suatu kegawatdaruratan yang harus segera ditangani karena akan
berakibat pada suatu hal yang fatal yaitu lidah terdorong ke atas dan belakang
sehingga menimbulkan sesak nafas dan asfiksia karena sumbatan jalan nafas yang
kemudian dapat menyebabkan kematian. Selain Ludwig’s angina, abses
submandibular dapat menyebabkan trombosis sinus kavernosus dan penyebaran
infeksi ke daerah mediastinum. Pada kasus ini pasien juga mengalami adanya
impaksi gigi. Impaksi gigi adalah kegagalan gigi untuk erupsi secara sempurna
pada posisinya akibat terhalang oleh gigi pada anteriornya maupun jaringan lunak
atau padat di sekitarnya. Gigi molar ketiga mandibula yang timbul sebagian dapat
menyebabkan timbunan makanan, plak, dan debris pada jaringan sekitar gigi
sehingga menyebabkan inflamasi, karies pada gigi molar kedua, bau mulut, dan
lama kelamaan dapat muncul abses dentoalveolar (Soelestiono H, 2008; Pranjoto
EH dan Sjamsudin J, 2005). Hal ini merupakan komplikasi impaksi gigi molar
tiga mandibula. Maka, pada pasien ini dilakukan penatalaksanaan insisi drainase
abses dan odontektomi.
Tindakan operasi memiliki risiko perdarahan yang tinggi sehingga perlu
dilakukan pencegahan dan penatalaksanaan awal untuk pasien. Sebelum
dilakukan tindakan operasi, perlu evaluasi pemeriksaan laboratorium untuk
mengetahui apakah pasien dapat segera dilakukan tindakan terutama melihat
adakah gangguan perdarahan. Pemeriksaan laboratorium pra operasi dari sistem
hemostatik yang perlu diperhatikan adalah bleeding time/ prothrombin time untuk
menilai fungsi trombosit (normal: 2-7 menit), activated partial thromboplastin
time/APTT untuk menilai jalur koagulasi intrinsik (normal: 25±10 detik),
international normalized untuk menilai jalur koagulasi ekstrinsik (normal: 1,0),
dan jumlah trombosit (normal: 150000-450000) (Lockhart PB et al., 2003;
Meechan JG dan Greenwood M, 2003). Pada kasus ini hasil laboratorium terdapat
permasalahan yang berisiko pada tindakan operasi yang akan dilakukan yaitu PT,
aPTT yang memanjang. PT dan aPTT yang memanjang akan berakibat pada
lamanya pembekuan darah. Pemanjangan PT dan aPTT sering ditemukan pada
gangguan fungsi hati. Terlihat dari hasil laboratorium pasien adanya peningkatan
nilai SGOT dan SGPT akan mempengaruhi PT dan aPTT. Pasien yang mengalami
gangguan fungsi hati akan terjadi penurunan sintesis faktor koagulasi. Manajemen
yang dapat dilakukan untuk mengatasi defek hemostasis pada gangguan fungsi
hati dengan pemberian vitamin K, infus fresh frozen plasma untuk pemanjangan
PT dan aPTT, cryopresipitat untuk penggantian defisiensi faktor VIII (Lusher JM,
Roth DA, 2005). FFP ini mengandung seluruh faktor pembekuan darah (faktor V,
VII, IX). Indikasi pemberian FFP ini adalah mencegah terjadinya perdarahan post
operasi dan syok, pasien dengan defisiensi faktor koagulasi yang tidak bisa
ditentukan, pasien dengan penyakit hati dan mengalami defisiensi faktor
pembekuan.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1. Submandibula
Ruang submandibula terletak diantara mukosa dasar mulut (sebagai batas
superior) dan lapisan superficial pada fasia servikalis bagian dalam (sebagai
batas inferior). Di bagian inferiornya dibentuk oleh otot digastrikus. Batas
lateralnya berupa kulit, otot platysma, dan korpus mandibula. Sedangkan di
bagian medialnya berbatasan dengan hyoglosus dan milohioid. Di bagian
anteriornya, ruang ini berbatasan dengan otot digastrikus anterior dan
milohioid. Bagian posteriornya berbatasan dengan ligamentum submandibula
dan otot digastrikus posteriornya.

Gambar 1. Ruang Submandibular


Ruang submandibula merupakan ruang di atas hyoid yang terdiri dari
ruang sublingual dan ruang submaksila. Ruang sublingual dipisahkan dari
ruang submaksila oleh otot milohioid. Ruang submaksila selanjutnya dibagi
atas ruang submental dan ruang submaksila (lateral) oleh otot digastrikus
anterior tetapi kedua ruang ini berhubungan secara bebas.

Gambar 2. Potongan Vertikal Ruang Submandibula


Pada ruang submandibula terdapat sebuah kelenjar yaitu glandula
submandibula. Glandula submandibularis besarnya kurang lebih setengah dari
besar glandula parotis dan memiliki bentuk oval, pipih, dan terletak dalam
trigonum submandibularis. Produksi sekresinya adalah campuran serous dan
mukous dan masuk ke mulut melalui duktus Wharton. Plika sublingualis
adalah lipatan mukosa dasar kulit yang ditonjolkan oleh duktus Whartoni
bersama glandula sublingualis. Perdarahan glandula submandibularis berasal
dari cabang-cabang kecil arteri facialis dan arteri submentalis. Walaupun lebih
kecil daripada kelenjar parotis, sekitar 70% saliva di kavum oral diproduksi
oleh kelenjar ini.
2. Abses Submandibula
a. Definisi
Abses adalah kumpulan pus yang terbentuk dalam jaringan yang
disebabkan oleh suatu proses infeksi oleh bakteri, parasit atau benda asing
lainnya. Abses merupakan reaksi pertahanan yang bertujuan mencegah
agen-agen infeksi menyebar ke bagian tubuh lainnya. Pus itu sendiri
merupakan suatu kumpulan sel-sel jaringan lokal yang mati, sel-sel darah
putih, organisme penyebab infeksi atau benda-benda asing dan racun yang
dihasilkan oleh organisme dan sel-sel darah.
Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai
pembentukan pus pada daerah submandibula. Keadaan ini merupakan salah
satu infeksi pada leher bagian dalam (deep neck infection). Abses
submandibula adalah terkumpulnya pus pada ruang submandibula. Ruang
submandibula terdiri dari sumlingual yang berada di atas otot milohioid dan
submaksila. Nanah mengumpul di bawah lidah, yang akan mendorongnya
ke atas dan ke arah belakang tenggorok, yang dapat menyebabkan masalah
pernapasan dan gangguan menelan menelan. Penyakit ini jarang pada anak
umumnya pada remaja dan dewasa yang dihubungkan dengan infeksi gigi
(Fachrudin, 2007; Ardehali, 2012).
b. Epidemiologi
Dewasa ini, angka kejadian abses submandibula menduduki urutan
tertinggi dari seluruh abses leher dalam. 70 – 85% disebabkan oleh infeksi
dari gigi, selebihnya karena sialadenitis, limfadenitis, laserasi dinding
mulut atau fraktur mandibula. Selain itu, angka kejadian juga ditemukan
lebih tinggi pada daerah dengan fasilitas kesehatan yang kurang lengkap
Rentang usia dari umur 1-81 tahun, laki-laki sebanyak 78% dan perempuan
22% (Fachrudin, 2007).
c. Etiologi
Kebanyakan abses disebabkan oleh banyak mikroba. Pada ruang
submandibula, infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, tonsil,
sinus, dan kelenjar liur atau kelenjar limfe submandibula. Mungkin juga
sebagian kelanjutan infeksi ruang leher dalam lainnya. Kuman penyebab
biasanya campuran kuman aerob dan anaerob. Kebanyakan kuman
penyebab adalah golongan Streptococcus, Staphylococcus, sementara
kuman anaerob Bacteriodes.
d. Patofisiologi
Nekrosis pulpa karena karies dalam yang tidak terawat dan
periodontal pocket dalam merupakan jalan bakteri untuk mencapai jaringan
periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi yang terjadi
akan menyebar ke tulang spongiosa sampai tulang cortical. Jika tulang ini
tipis, maka infeksi akan menembus dan masuk ke jaringan lunak.
Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan jaringan dan tubuh.
Infeksi odontogen dapat menyebar melalui jaringan ikat
(perikontinuitatum), pembuluh darah (hematogenous), dan pembuluh limfe
(limfogenous). Yang paling sering terjadi adalah penjalaran secara
perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara jaringan berpotensi
sebagai tempat berkumpulnya pus. Penjalaran infeksi pada rahang atas
dapat membentuk abses palatal, abses submukosa, abses gingiva,
cavernous sinus thrombosis, abses labial, dan abses facial. Penjalaran
infeksi pada rahang bawah dapat membentuk abses subingual, abses
submental, abses submandibular, abses submaseter, dan angina ludwig.
Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak dibelakang bawah linea
mylohyoidea (tempat melekatnya m. Mylohyoideus) yang terletak di aspek
dalam mandibula, sehingga jika molar kedua dan ketiga terinfeksi dan
membentuk abses, pus dapat menyebar ke ruang submandibula dan dapat
meluas ke ruang parafaringeal. Abses pada akar gigi menyebar ke ruang
submandibula akan menyebabkan sedikit ketidaknyamanan pada gigi, dan
pembengkakan sekitar wajah di daerah bawah. Setelah 3 hari
pembengkakan akan terisi pus. Jika tidak diberikan penanganan, maka pus
akan keluar, menyebabkan terbentuknya fistel pada kulit. Pus tersebut juga
dapat menyebar ke jaringan lain sekitar tenggorokan, dan ini dapat
menyebabkan problem pernafasan.
e. Manifestasi Klinis
Gejala abses yang muncul adalah nyeri, bengkak, eritema pada
jaringan, trismus, dan demam. Pembengkakan pada abses biasanya terasa
nyeri, panas, berlangsung ≤ 2 minggu, berkembang dengan cepat, disertai
sakit gigi atau terlihat karies gigi.
Klinis abses submandibula meliputi demam tinggi, nyeri leher
disertai pembengkakan di bawah mandibula dan atau di bawah lidah,
mungkin berfluktuasi. Dapat juga terjadi sakit pada dasar mulut, trismus,
indurasi submandibula dan kulit di bawah dagu eritema dan oedem.
f. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
1) Anamnesis
Sesuai etiologi yang paling sering mengakibatkan abses submandibula,
dari anamnesis di dapatkan adanya riwayat sakit gigi, mengorek atau
mencabut gigi atau adanya riwayat higiene gigi yang buruk. Dari
anamnesis juga didapatkan gejala berupa sakit pada dasar mulut dan
sukar membuka mulut.
2) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan tanda vital biasa ditemukan demam. Selain itu juga
ditemukan adanya pembengkakan di bawah dagu. Bila di palpasi, akan
terasa kenyal dan terdapat pus.
3) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat berupa CT scan. CT scan
merupakan pencitraan pilihan yang dipakai untuk infeksi leher dalam
karena dapat mengetahui lokalisasi kumpulan abses yang tidak dapat
diperiksa. CT scan menunjukkan lokasi, batas-batas, dan hubungan
infeksi ke struktur neurovascular sekitarnya. Pada CT scan abses
terlihat sebagai lesi densitas rendah, ataupun gambaran air fluid level.
Selain itu foto panoramik rahang juga dapat membantu untuk
menentukan tempat fokal infeksinya. Dapat juga dilakukan kultur darah
bila terjadi sepsis dan kultur abses untuk pengobatan yang tepat
terhadap kuman penyebab.
Gambar 3. CT scan axial menunjukkan pembesaran musculus pterygoid
medial (tanda panah), peningkatan intensitas ruang submandibular dan
batas yang jelas dari musculus platysmal (ujung panah).

g. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan abses submandibula meliputi penatalaksanaan
terhadap abses dan penyebabnya. Antibiotik dosis tinggi terhadap kuman
aerob dan anaerob harus diberikan secara parenteral. Abses submandibula
sering disebabkan oleh infeksi gigi dan paling sering menyebabkan trismus.
Maka sesegera mungkin setelah trismus hilang, sebaiknya pengobatan
terhadap penyebab segera dilakukan.
Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anastesi lokal untuk abses
yang dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak
abses dalam dan luas. Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi
atau setinggi os hyoid, tergantung letak dan luas abses. Pasien dirawat inap
sampai 1-2 hari gejala dan tanda infeksi reda.
h. Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi adalah Ludwig’s angina. Ludwig’s

angina adalah infeksi berat yang melibatkan dasar mulut, ruang submental,
dan ruang submandibula. Penyebab dari Ludwig’s angina ini pun bisa

karena infeksi lokal dari mulut, karies gigi, terutama gigi molar dan
premolar, tonsilitis, dan karena trauma ekstraksi gigi. Dapat juga
disebabkan oleh kuman aerob maupun anaerob.

Ludwig’s angina merupakan peradangan selulitis atau flegmon dari

bagian superior ruang suprahioid. Ruang potensial ini berada antara otot-
otot yang melekatkan lidah pada tulang hioid dan otot milohioideus.
Peradangan ruang ini menyebabkan kekerasan yang berlebihan pada
jaringan dasar mulut dan mendorong lidah ke atas dan ke belakang.
Dengan demikian dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas secara
potensial.
Gejalanya sangat cepat. Dapat menyebabkan trismus, disfagia, leher
membengkak secara bilateral berwarna kecoklatan. Dan pada perabaan

akan terasa keras. Yang paling berakibat fatal adalah Ludwig’s angina

tersebut dapat menyebabkan lidah terdorong ke atas dan belakang


sehingga menimbulkan sesak nafas dan asfiksia karena sumbatan jalan
nafas yang kemudian dapat menyebabkan kematian.
i. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan gigi ke dokter
secara rutin dan teratur, penanganan infeksi gigi dan mulut yang tepat dapat

mencegah kondisi yang akan meningkatkan terjadinya Ludwig’s angina.

j. Prognosis
Pasien dengan infeksi leher dalam yang diobati dapat sembuh
sempurna bila infeksi ditangani dengan baik dan tepat waktu. Pasien yang
mendapat pengobatan yang terlambat dapat mengakibatkan terjadinya
komplikasi dan penyembuhan yang lama. Sekali infeksi leher dalam
ditangani secara sempurna, maka tidak ada kecenderungan untuk kambuh
lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Ardehali MM, Jafari M, Haqh AB (2012). Submandibular space abscess: a


clinical trial for testing a new technique. Cited 2012 Oct 7. Available from:
www.ncbi.nml.nih.gov/pubmed/22267495#.

Fachruddin D (2007). Abses Leher Dalam. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,


Bashiruddin J eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan
Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal 226-30.

Lockhart PB, Gibson J, Pond SH, Leitch J (2003). Dental management


considerations for the patient with an acquired coagulopathy. Part 1:
Coagulopathies from systemic disease. Br Dent J 195(8):439–45.

Lusher JM, Roth DA (2005). The safety and efficacy of B-domain deleted
recombinant factor VIII concentrates in patients with severe haemophilia A:
an update. Haemophilia 11(3):292–3.

Meechan JG, Greenwood M (2003). General medicine and surgery for dental
practitioners Part 9: haematology and patients with bleeding problems. Br
Dent J 195(6):305–10.

Pranjoto EH, Sjamsudin J (2005). Perawatan gigi impaksi anterior rahang atas
pada remaja. Dent J 38(3): 142-45.

Soelestiono H (2008). Penatalaksanaan gigi impaksi molar ketiga mandibula


sebagai penyebab gangguan keharmonisan alat pengunyahan dan status
kesehatan umum, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Gajah Mada, Yogjakarta.

Das könnte Ihnen auch gefallen