Sie sind auf Seite 1von 42

ANALISIS KEMISKINAN

KOTA TANGERANG

2016 .g
o.
id
s
bp
.
ta
ko
g
an
g er
an
//t
s:
tp
ht

BADAN PUSAT STATISTIK


KOTA TANGERANG
.i
go
p s.
.b
ta
ko
ng
ra
ge
tan
s ://
tp
dht

Tangerang Municipality in Figures 2017 i


ANALISIS KEMISKINAN KOTA TANGERANG 2016

Nomor Publikasi : 36710.1719


Katalog BPS :

Ukuran Buku : 29 cm X 21 cm
Jumlah Halaman : lviii + 456 halaman/pages

.i
Naskah

go
: Badan Pusat Statistik Kota Tangerang

s.
Penyunting

p
Badan Pusat Statistik Kota Tangerang
.b
ta
Desain Kover :
Badan Pusat Statistik Kota Tangerang
ko
ng

Diterbitkan oleh/Published by:


ra

©BPS Kota Tangerang/Statistics of Tangerang Municipality


ge

Dicetak oleh/Printed by:


CV. Dharma Putra
tan

Dilarang mengumumkan, mendistribusikan, mengomunikasikan, data/atau


://

menggandakan sebagian atau seluruh isi buku ini untuk tujuan komersial
s

tanpa izin tertulis dari Badan Pusat Statistik.


tp
dht
PETA ADMINISTRASI KOTA TANGERANG
ADMINISTRATION MAP OF TANGERANG MUNICIPALITY

.i
go
ps.
.b
ta
ko
ng
ra
ge
ant
s ://
tp
dht
iv
dht
tp
s
Bab VII Pertanian

://
tan
ge
ra
ng
ko
ta
.b
p s.
go
.i
KEPALA BPS KOTA TANGERANG
CHIEF OF STATISTICS OF TANGERANG MUNICIPALITY

.i
go
p s.
.b
ta
ko
ng
ra
ge
an
t
s ://
tp
dht

Ir. Budi Supriyanto, MAP


dht
tp
s ://
tan
ge
ra
ng
ko
ta
.b
p s.
go
.i
KATA PENGANTAR
Persoalan kemiskinan merupakan salah satu masalah mendasar yang menjadi perhatian
utama dunia. Penurunan tingkat kemiskinan telah menjadi salah satu sasaran dalam pencapaian
pembangunan milenium ke-3, atau lebih dikenal dengan sebutan Millennum Development Goal’s
(MDG’s). Segala aspek penting untuk mendukung berbagai macam strategi dan program
penanggulangan kemiskinan haruslah sudah disiapkan dan tersedia, diantaranya ketersediaan data
kemiskinan.

.id
Tersedianya data kemiskinan yang akurat, komperhensif dan berkesinambungan

go
merupakan salah satu instrument penting bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan

p s.
perhatian pada kondisi kehidupan orang miskin. Data kemiskinan yang baik dapat menjadi

.b
informasi terpercaya yang berguna untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah dalam meng

o ta
entaskan kemiskinan sekaligus untuk menentukan target penurunan tingkat kemiskinan dengan
gk
tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
an

Mengingat pentingnya hal tersebut di atas, maka BPS Kota Tangerang menyajikan data
r
ge

kemiskinan serta karakteristiknya berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional


an

(SUSENAS) 2016 dan data Pendataan Basis Data Terpadu (PBDT) tahun 2015 serta kompilasi
//t

data lainnya yang disajikan dalam publikasi “ Kemiskinan Kota TangerangTahun 2016.
s:

Dengan tersedianya buku ini, diharapkan kebutuhan data dan informasi kemiskinan di
tp
ht

Kota Tangerang bagi semua pihak yang berkepentingan dalam upaya penanggulangan
kemiskinan dapat terpenuhi. Kepada penulis/penyusun dan semua pihak yang telah berpartisipasi
dalam mengusahakan terwujudnya publikasi ini, diucapkan terimakasih. Kritik dan saran untuk
perbaikan dan kesempurnaan publikasi ini di masa yang akan datang sangat kami harapkan.

Tangerang, Desember 2017

Kepala BPS Kota Tangerang,

Ir. Budi Supriyanto,MAP

Nip. 19660303 199203 1 003

i
ht
tp
s:
//t
an
ge
r an
gk
ota
.b
ps.
go
.id

2
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ................................................................................. v

I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang...................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan ................................................................. 2

id
1.3 Sumber Data ........................................................... 2

o.
1.4 Sistematika Penulisan ................................................ 3

g
s.
II. Metodologi

p
2.1 Konsep Kemiskinan .............................................................. 4

.b
2.2 Metodologi Penghitungan Garis Kemiskinan dan ta
Penduduk Miskin……………………………………………………………. 5
o
gk

2.3 Persentase Penduduk Miskin....................................... 8


an

2.4 Gini Ratio dan Ketimpangan Pendapatan…………………………. 9


r
ge

III. Kemiskinan dan Indikator Kemiskinan


an

3.1 Garis Kemiskinan dan Pola Konsumsi Penduduk Miskin……. 11


//t

3.2 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin………………………… 15


s:

3.3 Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan……………………………. 17


tp

3.4 Gambaran Umum Perekonomian dan Distribusi


ht

Pendapatan……………………………………………………………………. 20

i
IV. Perbandingan Antara Kemiskinan Absolut dan Kemiskinan
Relatif di Kota Tangerang
4.1 Membandingkan Tujuan dan Keterkaitan Kemiskinan
Absolut dan Kemiskinan Relatif.............................………… 25
4.2 Pemanfaatan Data PBDT 2015 untuk Pengentasan
Kemiskinan……………………………………………………………………… 27
4.2.1 Perumahan………………………………………… 28
4.2.2 Lapangan Usaha dan Usaha Mikro Kecil…………
30
4.2.3 Pekerjaan dan Partisipasi Sekolah………………
33

id
V. Penutup

o.
5.1 Kesimpulan..................................................................

g
37

p s.
.b
o ta
gk
r an
ge
an
//t
s:
tp
ht

ii
DAFTAR TABEL

Halaman

3.1. Garis Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di Propinsi Banten


Tahun 2011-2016............................................................................... 12
3.2. Persentase Pola Konsumsi Penduduk Miskin dan Rata-rata
Penduduk Kota Tangerang Menurut Kelompok Konsumsi Makanan
Tahun 2015 ........................................................................................ 13
3.3. Rata-rata Pengeluaran Perkapita Sebulan (Rupiah) Tahun 2011-2016 14

id
3.4. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Kab/Kota se Provinsi

o.
Banten 2014-2016……………................................................................ 15

g
3.5. Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan Kab/Kota Provinsi

s.
Banten Tahun 2014-2016……………………………………………………………… 17

p
.b
3.6. Ringkasan Berbagai Ukuran Kemiskinan di Kota Tangerang, Tahun
2012-2016……………………………………………………………………………………..
o ta 18
3.7. Perkembangan Jumlah Rumah Tangga Sasaran Berdasarkan Hasil
gk

Pendataan PSE 2005, PPLS 2008 dan PPLS 2011 serta PBDT 2015 di
an

Kota Tangerang…………………………………………………………………………….. 19
3.8. Gini Ratio Kab/Kota Provinsi Banten Tahun 2015dan 2016…………… 21
r
ge

3.9. Distribusi Pendapatan Berdasarkan Bank Dunia dan PDRB per


an

Kapita (Atas Dasar Harga Konstan) di Kota Tangerang, Tahun 2012-


2014……………………………………………………………………………………………… 23
//t

4.1. Perbandingan Kemiskinan Mikro dan Kemiskinan Makro……………… 26


s:

4.2. Jumlah Rumah Tangga Sasaran Hasil Pendataan Basis Data


tp

Terpadu (PBDT 2015) Menurut Kecamatan dan Kelompok


ht

Kemiskinan serta Persentase Kelompok 40% Terhadap Total


Rumah Tangga di Kota Tangerang .................................................... 27
iii
4.3. Jumlah Rumah Tangga 17% terbawah, 25% Terbawah dan 40%
Terbawah Menurut Kriteria Layak Huni di Kota Tangerang Tahun
2015……………………………………………………………………………………………… 29
4.4. Persentase Rumah Tangga yang Mengkonsumsi Air Layak Minum
Menurut Kecamatan dan Kelompok 17% Terbawah, 25%
Terbawah dan 40% Terbawah Menurut Kriteria Layak Huni di Kota
Tangerang Tahun 2015…………………………………………………………………. 30
4.5. Jumlah Usaha Mikro Kecil Menurut Kelompok 17% Terbawah,
25% Terbawah dan 40% Terbawah Menurut Kecamatan di
Kota Tangerang Tahun
2015……………………………………………………… 31

4.6. Jumlah Usaha Mikro Kecil Menurut Kelompok 40%++

id
Lapangan Usaha dan Kecamatan di Kota Tangerang Tahun
2015………………………………… 32

o.
4.7. Jumlah Anak usia 7-12 Tahun, 13-15 Tahun Kelompok 40%++

g
s.
yang Belum Pernah Sekolah Menurut Kecamatan di Kota
Tangerang Tahun

p
.b
2015…………………………………………………… 35
4.8. ta
Jumlah Anak usia 7-12 Tahun, 13-15 Tahun Kelompok 40%++
yang Belum Pernah Sekolah Menurut Kecamatan di Kota
o
gk

Tangerang Tahun
2015.…………………………………………………… 36
r an
ge
an
//t
s:
tp
ht

iv
DAFTAR GRAFIK

Halaman

3.1. Persentase dan Jumlah Penduduk Miskin Kota Tangerang


2010-2016…………………………………………………………………………... 16
3.2. Gambar Sejarah Basis Data Terpadu (PBDT) di Indonesia…….. 20

4.1. Rumah Tangga Buruh Industri dan Usaha Industri pada

id
Kelompok 17% persen kebawah, 25 persen kebawah dan
40% ke bawah …………………… 33

g o.
s.
4.2. Rumah Tangga yang menyekolahkan anak pada jenjang SD ,

p
SMP, SMA dan Anggota yang Sekolah pada jenjang SD,

.b
SMP,SMA pada Kelompok 17% persen kebawah, 25 persen
kebawah dan 40% ke bawah
o ta
…………………………………………… 34
gk
r an
ge
an
//t
s:
tp
ht

v
Analisis Kemiskinan Kota Tangerang tahun 2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada hakekatnya setiap negara yang melakukan pembangunan akan menuju pada
peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat luas. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi
menjadi lebih berarti jika diikuti pemerataan atas hasil-hasil pembangunan. Oleh karena itu orientasi

id
pemerataan dan peningkatan kesejahteraan termasuk di dalamnya penanggulangan kemiskinan,

o.
haruslah menjadi muara dari seluruh kegiatan perekonomian suatu daerah/bangsa.

g
s.
p
Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian

.b
ta
pemerintah di negara manapun, termasuk Indonesia. Masalah mendasar (kemiskinan) tidak hanya
o
menyangkut jumlah/persentase atau identifikasi penduduk miskin yang layak mendapat bantuan
gk

saja, juga menyangkut masalah definisi kemiskinan itu sendiri. Perbedaan definisi ini akan
an

mengakibatkan perbedaan dalam mengukur tingkat kemiskinan dan perbedaan dalam persepsi atas
r
ge

hasil dan implementasinya.


an
//t

Secara umum kemiskinan didefinisikan sebagai suatu kondisi kehidupan serba kekurangan yang
s:
tp

dialami seseorang sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal hidupnya. Standar minimal
ht

kehidupan ini berbeda antara suatu daerah dengan daerah lain, karena sangat tergantung
kebiasaan/adat/budaya, fasilitas transportasi dan distribusi serta letak geografisnya. Kemiskinan di
suatu wilayah terjadi karena beberapa faktor antara lain yaitu laju pertumbuhan penduduk yang
tinggi, tingginya angka ketergantungan antara penduduk yang bekerja dan pengangguran, tingkat
pendidikan yang rendah dan distribusi pendapatan dan pembangunan yang tidak merata. Disamping
itu, ketimpangan pendapatan yang ekstrim dapat menyebabkan in efficiency economic, terdapat
alokasi asset yang tidak efisien dan penekanan yang terlalu tinggi pada pendidikan tinggi dengan
mengorbankan kualitas universal pendidikan dasar dan kemudian menyebabkan kesenjangan yang
semakin melebar.

Gambaran kemiskinan di Kota Tangerang dalam laporan ini ditampilkan dalam beberapa
indikator, antara lain banyaknya jumlah penduduk miskin, kedalaman dan keparahan kemiskinan serta
indikator ketidakmerataan pendapatan (Gini Ratio).

1
Analisis Kemiskinan Kota Tangerang tahun 2015

1.2. Tujuan Penulisan

Tujuan utama dari publikasi ini adalah untuk menyediakan informasi dan memberikan gambaran
mengenai segala hal yang berkaitan dengan fenomena kemiskinan di Kota Tangerang antara lain
pendidikan dan standar hidup layak. Untuk para pembuat kebijakan di daerah, kemiskinan jika dilihat
dari sudut pandang tersebut seringkali lebih relevan dibandingkan dengan kemiskinan dari sudut
pandang pendapatan, sehingga memberikan perhatian lebih fokus pada penyebab kemiskinan dan
terkait secara langsung dengan strategi pemberdayaan dan upaya-upaya lainnya untuk meningkatkan

id
akses bagi seluruh lapisan masyarakat. Beberapa informasi yang disajikan dalam hal ini adalah sbb :

g o.
 Mengetahui perkembangan garis kemiskinan dan jumlah penduduk miskin sebagai basis data

p s.
indikator kemiskinan absolut.

.b
 Mengestimasi indikator kemiskinan, yaitu persentase penduduk miskin (Head Count Index),
ta
o
kedalaman kemiskinan (Poverty Gap Index) dan keparahan kemiskinan (Poverty Serevity Index).
gk

 Mengestimasi indikator pemerataan pendapatan, yaitu Gini Coefficient (Gini Ratio) dan Relative
an

Inequality Indicators.
r
ge

 Menyajikan data jumlah penduduk atau rumah tangga penerima Program Perlindungan Sosial
an

yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat .


//t

 Menyajikan karakteristik hasil pendataan rumah tangga sasaran pada Pendataan Basis Data
s:

Terpadu 2015 (PBDT 2015) yang dilakukan pemerintah pusat dan saran pengentasan kemiskinan
tp
ht

secara specifik.

1.3. Sumber Data

Sumber data utama yang digunakan dalam analisis Kemiskinan ini adalah dari data hasil Survei
Sosial Ekonomi Nasional Modul Konsumsi dan KOR Tahun 2016. Selain itu data sekunder dari TNP2K
yang diambil dari Pendataan Basis Data Terpadu (PBDT2015) yang merupakan hasil update terbaru
Rumah Tangga Sasaran RTS (PPLS2011) dalam beberapa program penanggulangan sosial oleh
pemerintah pusat.

Selain data Susenas, data hasil Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar ( SPKKD) memberikan
informasi mengenai jenis-jenis barang dan jasa yang dikonsumsi secara sangat rinci sehingga dapat
diketahui untuk komoditi pakaian misalnya, item pakaian seperti apa yang menjadi kebutuhan pokok

2
Analisis Kemiskinan Kota Tangerang tahun 2015

(apakah termasuk pakaian dalam anak-anak, topi dan sebagainya). Dengan demikian SPKKD
memberikan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi yang dikategorikan sebagai
kebutuhan pokok. Dengan proporsi tersebut, selanjutnya dari data Susenas dapat diperkirakan
besarnya nilai kebutuhan pokok.

1.4. Sistematika Penulisan

Publikasi Kemiskinan Kota Tangerang Tahun 2016 ini disusun ke dalam 4 (empat) bab dengan
sistematika sebagai berikut :

id
g o.
Bab 1. Pendahuluan

p s.
Bab ini berisi latar belakang, maksud dan tujuan, serta sistematika penulisan.

.b
Bab 2. Metodologi ta
o
Bab ini berisi penjelasan tentang konsep, definisi, data dan formula dari indikator yang
gk

disusun dalam publikasi ini.


an

Bab 3. Kemiskinan dan Indikator Kemiskinan


r
ge

Bab ini berisi gambaran kemiskinan berupa jumlah penduduk miskin, kesenjangan
an

kemiskinan, keparahan kemiskinan dan ketidakmerataan pendapatan (Indeks Gini Ratio).


//t

Bab 4.Kesimpulan dan Saran


s:

Berisi kesimpulan dan saran yang direkomendasikan dari laporan ini.


tp
ht

BAB II
METODOLOGI

3
Analisis Kemiskinan Kota Tangerang tahun 2015

2.1. Konsep Kemiskinan

Menurut World Bank, kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang tidak dapat
menikmati segala macam pilihan dan kesempatan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti
tidak dapat memenuhi kesehatan, standar hidup layak, kebebasan, harga diri dan rasa dihormati
seperti orang lain(BPS, 2015). Sedangkan konsep yang dipakai Badan Pusat Statistik (BPS)
menggunakan konsep kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar ( Basic needs approach).
Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran . Angka

id
kemiskinan dihitung dengan menggunakan Garis Kemiskinan (GK) .

g o.
Berdasarkan cara pendekatannya, ukuran kemiskinan secara umum dibedakan atas

p s.
kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut didasarkan pada ketidakmampuan

.b
individu untuk memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak. Konsep ini dikembangkan di
ta
Indonesia dan dinyatakan sebagai “inability of the individual to meet basic needs” (Tjondronegoro,
o
gk

Soejono dan Hardjono, 1993). Konsep tersebut sejalan dengan Sen (Meier, 1989) yang menyatakan
an

bahwa kemiskinan adalah “the failure to have certain minimum capabilities”. Definisi tersebut
r
ge

mengacu pada standar kemampuan minimum tertentu, yang berarti bahwa penduduk yang tidak
an

mampu melebihi kemampuan minimum tersebut dapat dianggap sebagai miskin. Perhitungan
//t

penduduk miskin di Indonesia pada dasarnya mengikuti konsep di atas.


s:
tp

Menurut definisinya, terdapat empat definisi kemiskinan yang digunakan saat ini, yaitu :
ht

1. Kemiskinan absolut : kemiskinan adalah ketidakmampuan seseorang atau rumah tangga


untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup (pangan, sandang, perumahan, kesehatan dan
pendidikan). Dapat dikatakan pula kemiskinan absolut adalah orang atau rumah tangga yang
berada atau hidup di bawah standar minimal kehidupan. Standar ini dikenal dengan sebutan
Garis Kemiskinan (GK). Dalam hal ini Garis Kemiskinan merupakan pembatas antara keadaan
miskin dan tidak miskin. Sehingga orang atau rumah tangga yang berada di bawah GK masuk
dalam kelompok miskin. Konsep atau definisi ini bersifat mutlak tanpa memandang jenis
kelamin, pekerjaan, budaya, kondisi ataupun status sosialnya.

2. Kemiskinan relatif : kemiskinan adalah kondisi seseorang atau rumah tangga yang masih jauh
lebih rendah kondisinya dibandingkan keadaan masyarakat sekitar. Seseorang atau rumah
tangga berada dalam keadaan miskin meskipun sesungguhnya sudah berada di atas standar

4
Analisis Kemiskinan Kota Tangerang tahun 2015

minimal (GK). Dalam hal ini Garis Kemiskinan sudah tidak menjadi pembatas lagi, karena
kebutuhan minimal hidup orang atau rumah tangga ini sudah tidak hanya pangan, sandang,
perumahan, kesehatan dan pendidikan saja, tetapi sudah masuk unsur gaya hidup,
diantaranya unsur kualitas makanan, hiburan, komunikasi, dsb. Konsep atau definisi ini
mengandung dimensi ketimpangan di dalamnya.

3. Kemiskinan subyektif : kemiskinan adalah kondisi atau status sosial seseorang atau rumah
tangga yang memenuhi kriteria-kriteria miskin tertentu yang sudah ditetapkan. Kriteria ini
dapat berupa kriteria yang obyektif melalui kajian ataupun tidak, seperti yang telah umum
digunakan oleh masyarakat kita, misalnya janda, jompo, anak yatim, pengangguran, orang

id
o.
cacat, guru ngaji, dsb. Sehingga orang atau rumah tangga yang di dalamnya terdapat orang

g
yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut, masuk ke dalam kelompok miskin.

p s.
.b
4. Budaya kemiskinan : kemiskinan adalah ketidakmampuan seseorang atau rumah tangga
ta
o
untuk dapat secara mandiri memperbaiki kondisi kehidupannya. Sehingga orang atau rumah
gk

tangga ini sulit untuk dapat lepas dari lingkaran kemiskinan-pemiskinan (budaya kemiskinan).
an

Konsep atau definisi ini mengandung dimensi yang lebih luas karena tidak hanya ekonomi
r
ge

tetapi juga sosial budaya. Karena kemiskinan kultural dapat disebabkan oleh faktor alami
an

maupun tidak. Kultur/budaya atau pola pikir seseorang atau masyarakat merupakan faktor
//t

alami dari budaya kemiskinan. Sedangkan kesalahan strategi atau kebijakan pembangunan
s:

yang menyebabkan tertutupnya atau bahkan matinya kesempatan seseorang untuk dapat
tp
ht

memperbaiki kondisi hidupnya merupakan faktor bukan alami budaya kemiskinan.

Di dalam publikasi ini hanya menampilkan data atau indikator yang berpijak pada tiga konsep
pertama (kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan subyektif) saja. Sedangkan budaya
kemiskinan tidak disajikan, karena sulitnya menemukan indikator yang tepat dan berkesinambungan
untuk dapat menggambarkan kondisi tersebut.

2.2.Metodologi Penghitungan Garis Kemiskinan dan Penduduk Miskin

Berbeda dengan penentuan garis kemiskinan (GK) yang digunakan oleh Bank Dunia (pendapatan
per kapita per hari US$ 1,25 untuk kategori negara low income atau US$ 2 untuk negara dengan
kategori lower middle income), perkembangan tingkat kemiskinan dengan menggunakan konsep
absolut yang digunakan oleh BPS perlu mendapatkan perhatian secara seksama, karena dua alasan.
5
Analisis Kemiskinan Kota Tangerang tahun 2015

Pertama, standar kemiskinan (GK) yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan bersifat
dinamis, untuk menyesuaikan dengan perkembangan pola konsumsi penduduk kelas bawah,
khususnya untuk standar kecukupan non makanan (perumahan, sandang, kesehatan dan pendidikan).
Sedangkan untuk standar kecukupan makanan sampai saat ini masih dianggap ideal yaitu setara
dengan 2100 kalori per kapita per hari (rekomendasi Widyakarya Pangan dan Gizi 1978).

Kedua, standar kemiskinan sangat sensitif terhadap gejolak harga-harga (inflasi) kebutuhan
pokok baik makanan maupun non makanan. Ketika harga-harga naik, GK juga meningkat sesuai
dengan kenaikan nilai yang dibayar penduduk kelas bawah untuk memenuhi standar minimal
kebutuhan dasarnya (makanan, perumahan, sandang, kesehatan dan pendidikan).

id
g o.
Garis kemiskinan(GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis

p s.
Kemiskinan Non Makanan(GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan

.b
dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan penduduk miskin.
ta
o
gk

Garis Kemiskinan Makanan(GKM) Merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang
an

disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan
r
ge

diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran,
an

kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak dll).


//t
s:

Garis Kemiskinan Non Makanan(GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang,
tp
ht

pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis
komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.
Formula garis kemiskinan dapat dinyatakan sbb:

GK= GKM+GKNM

Dimana:
GK : Garis Kemiskinan
GKM : Garis Kemiskinan Makanan
GKNM : Garis Kemiskinan Non Makanan.

6
Analisis Kemiskinan Kota Tangerang tahun 2015

Garis Kemiskinan (GK) dihitung berdasarkan rata-rata pengeluaran makanan dan non makanan
perkapita pada kelompok referensi (reference population) yang telah ditetapkan yaitu 20 persen
penduduk yang berada diatas Garis Kemiskinan Sementara( GKS). Kelompok referensi ini didefiniskan
sebagai penduduk kelas marjinal, yaitu mereka yang hidupnya dikategorikan berada sedikit di atas
GKS. GKS dihitung berdasarkan GK periode sebelumnya yang diinflate dengan inflasi umum (IHK) . GK
dibagi ke dalam dua bagian yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non
Makanan (GKNM).

Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi dasar
makanan yang riil dikonsumsi penduduk referensi yang kemudian disetarakan dengan 2100 kilokalori

id
o.
perkapita perhari. Patokan ini mengacu pada hasil Widyakarya Pangan dan Gizi 1978. Penyetaraan

g
nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan dilakukan dengan menghitung harga rata-rata kalori

p s.
dari ke-52 komoditi tersebut. Formula dasar dalam menghitung Garis Kemiskinan Makanan GKM

.b
berasal dari data Susenas Panel dan Susenas Modul Konsumsi data yang rinci mengenai pengeluaran
ta
o
konsumsi baik dalam bentuk kuantitas maupun nilai terutama untuk 52 komoditi dasar makanan,
gk

sehingga nilai pengeluaran makanan setara 2100 kalori dapat diestimasi secara tepat. Tahapan
an

penghitungannya adalah sebagai berikut:


r
ge

 Tentukan penduduk referensi, yaitu penduduk yang hidup sedikit di atas GK. Setelah itu
an

dihitung nilai pengeluaran (V) dan kalori (K) untuk seluruh pengeluaran 52 komoditi makanan
//t

dari penduduk referensi. Kemudian dihitung nilai/harga rata-rata per kalori (H) dengan cara
s:

membagi nilai pengeluaran (V) dengan kalori (K) dan terakhir di hitung GK untuk makanan,
tp
ht

yaitu nilai pengeluaran setara 2100 kalori (H*2100).


 Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) merupakan penjumlahan nilai kebutuhan minimum
dari komoditi-komoditi non-makanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan
dsan kesehatan. Pemilihan jenis barang dan jasa non makanan mengalami perkembangan dan
penyempurnaan dari tahun ke tahun disesuaikan dengan perubahan pola konsumsi penduduk.
Pada periode sebelum tahun 1993 terdiri dari 14 komoditi di perkotaan dan 12 komoditi di
pedesaan. Sejak tahun 1998 terdiri dari 27 sub kelompok (51 jenis komoditi) di perkotaan dan
25 sub kelompok (47 jenis komoditi) di pedesaan. Nilai kebutuhan minimum perkomoditi /sub-
kelompok non-makanan dihitung dengan menggunakan suatu rasio pengeluaran
komoditi/sub-kelompok tersebut terhadap total pengeluaran komoditi/sub-kelompok yang
tercatat dalam data Susenas modul konsumsi. Rasio tersebut dihitung dari hasil Survei Paket
Komoditi Kebutuhan Dasar 2004 (SPKKP 2004), yang dilakukan untuk mengumpulkan data
pengeluaran konsumsi rumah tangga per komoditi non-makanan yang lebih rinci dibanding

7
Analisis Kemiskinan Kota Tangerang tahun 2015

data Susenas Modul Konsumsi. Nilai kebutuhan minimum non makanan secara matematis
dapat diformulasikan sebagai berikut :
 Nilai kebutuhan minimum untuk komoditi non makanan meliputi perumahan, sandang,
kesehatan dan pendidikan dihitung dengan mengalikan suatu rasio komoditi/sub kelompok
terhadap total pengeluaran komoditi/sub kelompok (r) dengan nilai pengeluaran sub
kelompok (V) tersebut. Rasio (r) ini diperoleh dari hasil Survei Paket Komoditi Kebutuhan
Dasar (SPKKD) dan terakhir dilakukan pada tahun 2004. GK non makanan merupakan nilai
total dari hasil perkalian (r*V) tersebut.
 GK merupakan penjumlahan dari GK makanan dan GK non makanan. Penduduk yang memiliki
rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah GK dikategorikan sebagai penduduk

id
o.
miskin. Jumlah penduduk miskin diperoleh dengan cara memotong/membatasi rata-rata

g
pengeluaran per kapita per bulan yang kurang dari GK setelah data mentah (raw data)

p s.
diurutkan terlebih dahulu dari rata-rata pengeluaran per kapita per bulan yang terkecil

.b
hingga terbesar.
o ta
gk

2.3. Persentase Penduduk Miskin


r an
ge

Setelah jumlah penduduk miskin diperoleh, maka selanjutnya dihitung persentase penduduk
an

miskin berdasarkan penduduk Susenas Kor sebagai nilai persentil untuk menghitung GK. Foster-Greer-
//t

Thorbecke (1984) telah merumuskan suatu indikator atau ukuran yang digunakan untuk mengukur
s:

tingkat kemiskinan. Ukuran tersebut terdiri dari 3 indikator yaitu :


tp
ht

1. Head Count Index/HCI (P0) yang menunjukkan persentase penduduk yang hidup di bawah GK.
Sumber data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Modul
Konsumsi dan Kor.
2. Kedalaman kemiskinan (Poverty Gap Index/P1) yang merupakan ukuran rata-rata kesenjangan
pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin (GK). Semakin tinggi nilai
indeks ini semakin besar rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis
kemiskinan.
3. Keparahan kemiskinan (Poverty Serevity Index/P2) yang memberikan gambaran mengenai
penyebaran pendapatan di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi
ketimpangan pendapatan di antara penduduk miskin.

8
Analisis Kemiskinan Kota Tangerang tahun 2015

Rumusan tersebut adalah sebagai berikut :

Dimana :
α = 0, 1, 2. Jika
α = 0 diperoleh Head Count Index (Po),
α = 1 diperoleh Poverty Gap Index (P1),
α = 2 diperoleh Poverty Serevity Index (P2).
GK = Garis Kemiskinan

id
o.
yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada dibawah garis

g
kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < Gk

p s.
q = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.

.b
N = jumlah penduduk. o ta
gk

2.4.Gini Ratio dan Ketimpangan Pendapatan


r an
ge

Kriteria Bank Dunia membagi distribusi pendapatan menjadi tiga kelompok , yaitu 40 persen
an

penduduk berpendapatan rendah (miskin), 40 persen penduduk berpendapatan menengah (kaya) dan
//t

20 persen penduduk berpendapatan tinggi (terkaya).


s:

Kriteria relative inequality berdasarkan kriteria Montek S. Ahluwalia atau Bank Dunia adalah sebagai
tp

berikut :
ht

 Ketimpangan dianggap parah apabila 40 persen penduduk berpenghasilan rendah menikmati


kurang dari 12 persen Produk domestik.
 Ketidakmerataan dianggap moderat apabila 40 persen penduduk berpendapatan rendah
menikmati 12-17 persen Produk domestik.
 dan apabila 40 persen persen penduduk berpendapatan rendah menikmati lebih dari 17
persen produk domestik maka ketimpangan atau kesenjangan dinyatakan lunak .

Ketimpangan pendapatan dapat dinyatakan dengan Gini Ratio dimana nilai indeks Gini ada
diantara 0 dan 1. Semakin tinggi nilai indeks Gini menunjukkan ketidakmerataan pendapatan yang
semakin tinggi. Jika nilai indeks gini nol maka artinya terdapat kemerataan sempurna pada distribusi
pendapatan, sedangkan jika bernilai satu berarti terjadi ketidakmerataan pendapatan yang sempurna.
Gini Ratio menurut H. T. Oshima diartikan sebagai berikut, ketimpangan rendah (low) bila GR kurang
dari 0,3; ketimpangan sedang (moderate) bila GR 0,3 sampai dengan 0,4 dan tinggi (high) bila GR lebih
9
Analisis Kemiskinan Kota Tangerang tahun 2015

dari 0,4. Sedangkan menurut Michael P. Todaro distribusi pendatan relatif merata (ketimpangan
rendah) bila GR antara 0,2 sampai dengan 0,35; relatif timpang (ketimpangan sedang) bila GR lebih
dari 0,35 dan kurang dari 0,5 dan sangat timpang bila GR antara 0,5 sampai dengan 0,7.

id
g o.
p s.
.b
o ta
gk
r an
ge
an
//t
s:
tp
ht

BAB III

KEMISKINAN DAN INDIKATOR KEMISKINAN

3.1. Garis Kemiskinan dan Pola Konsumsi Penduduk Miskin

10
Analisis Kemiskinan Kota Tangerang tahun 2015

Garis Kemiskinan adalah sejumlah uang yang diperlukan untuk membeli makanan yang
mengandung 2100 kkal perhari dan keperluan mendasar bukan makanan . Penduduk miskin adalah
mereka yang pengeluaran perkapitan tiap bulan dibawah garis kemiskinan, secara fisik sering ditandai
dengan menderita kekurangan gizi dan tingkat kesehatan yang buruk, sedikit melek huruf atau buta
huruf sama sekali. Ciri orang miskin lainya adalah biasanya bekerja dengan memperoleh penghasilan
yang minim, bekerja di sektor informal maupun buruh serabutan, dengan penghasilan hanya cukup
untuk memenuhi kebutuhan pokok satu hari saja.

Tabel 3.1 memperlihatkan garis kemiskinan penduduk Kabupaten/ Kota se Provinsi Banten.
Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa garis kemiskinan (GK) Kota Tangerang merupakan yang

id
o.
tertinggi diantara Kabupaten Kota yang ada di Banten yaitu sebesar Rp 455.228 pada tahun 2015 naik

g
menjadi Rp 496.349 rupiah pada tahun 2016 atau ada kenaiakan sebesar 9.01 persen. Kenaikan ini

p s.
lebih besar dibanding tahun sebelumnya yang tercatat 7.99 persen. Penduduk miskin di Kota

.b
Tangerang harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dibanding
ta
o
kabupaten kota lain di Propinsi Banten. tertinggi ke 2 adalah Tangerang Selatan yaitu sebesar Rp
gk

433.967 pada tahun 2015dan naik menjadi Rp472.968 pada tahun 2016 atau ada kenaikan sebesar
an

8.25 persen. Garis kemiskinan Banten sebesar Rp 367.949. Tangerang Raya menunjukkan bahwa garis
r
ge

kemiskinan berada diatas GK banten sedangkan 5 Kabupaten/Kota lainnya yang garis kemiskinannya
an

dibawah Provinsi Banten antara lain: Kabupaten Lebak Rp 246.289, Kabupaten Serang Rp 256.600 ,
//t

Kabupaten Pandeglang Rp267.752, Kota Serang Rp. 281.926 dan Kota Cilegon Rp.347.949.
s:
tp
ht

Tabel .3.1. Garis Kemiskinan Menurut Kabupaten /Kota di Propinsi Banten


Tahun 2011 - 2016

Garis Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota


No Kabupaten/Kota
(rupiah/kapita/bulan)

11
Analisis Kemiskinan Kota Tangerang tahun 2015

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Kab Pandeglang 209.655 219.592 230.364 237.111 247.073 267.752


1
Kab Lebak 197.985 205.787 214.047 219.177 228.146 246.389
2
Kab Tangerang 290.423 311.141 335.291 351.789 372.431 405.902
3
Kab Serang 204.788 211.846 218.862 223.190 232.856 256.660
4
Kota Tangerang 337.543 365.205 398.513 421.554 455.228 496.349
5
Kota Cilegon 261.962 277.875 295.100 306.253 323.935 347.949
6

id
Kota Serang 213.617 224.964 236.039 242.977 255.614 281.926

o.
7

g
Kota Tangerang Selatan 317.887 344.681 378.303 401.696 433.967 472.968

s.
8

p
Provinsi Banten

.b
236.521 251.161 288.733 315.819 356.436 367.949
o ta
gk
an

Tingginya Garis Kemiskinan Kota Tangerang dikarenakan tingginya harga komoditi makanan
r

dan bukan makanan seperti perumahan, listrik, bensin, pendidikan dan kesehatan, yang pada
ge
an

akhirnya berimbas pada konsumsi masyarakat kelompok marginal di Kota Tangerang. Menurut data
//t

susenas Maret 2016 kontribusi makanan (terutama beras ) terhadap garis kemiskinan sangat tinggi
s:

yaitu sebesar 18.71 persen. Pada Maret 2016 garis kemiskinan berasal dari makanan menyumbang
tp

sebesar 68,04% dan non makanan 31.96%; dari makanan ternyata kontribusi beras masih tetap tinggi
ht

yaitusebesar 18.71% disusul rokok kretek filter, telur ayam ras , daging ayam ras dan mie instan .
Daerah perkotaan seperti Kota Tangerang pengeluaran yang paling dominan dikeluarkan oleh
penduduk miskin berupa non makanan adalah perumahan, listrik, bensin ,pendidikan dan
perlengkapan mandi.

Pola Konsumsi makanan penduduk miskin bisa dilihat di Tabel 3.2, tabel yang diolah dari
Susenas Modul Konsumsi tahun 2015 tersebut menunjukkan perbedaan pola konsumsi masyarakat
Kota Tangerang pada umumnya dan penduduk miskin di Kota Tangerang dimana 23,11 persen
konsumsi nya untuk padi-padian yaitu beras dan sebagian kecil terigu sedangkan rata-rata penduduk
hanya membelanjakan 9.68 persen konsumsi makanannya untuk padi-padian.

12
Analisis Kemiskinan Kota Tangerang tahun 2015

Tabel .3.2. Persentase Pola Konsumsi Penduduk Miskin dan Rata-rata Penduduk Kota
Tangerang Menurut Kelompok Konsumsi Makanan Tahun 2015 dan 2016

Persentase Pola Konsumsi Penduduk Persentase Pola Konsumsi Penduduk


Kelompok Konsumsi Miskin Kota Tangerang Kota Tangerang (Persen)
Makanan (Persen)
2015 2016 2015 2016
A. Padi-Padian 23.11 17.47 9.68 8.09
B. Umbi-Umbian 0.61 1.14 0.70 0.70
C.Ikan/udang/cumi/keran 8.76 6.91 6.19 5.93
g
D. Daging 3.88 4.25 6.46 5.67

id
E. Telur Dan Susu 4.25 6.69 7.99 7.67

o.
F. Sayur-Sayuran 8.92 9.75 5.49 5.75

g
G. Kacang-Kacangan 4.16 3.77 2.04 2.01

s.
H. Buah-Buahan 3.86 3.16 5.20 4.36

p
4.95 2.94 2.13 1.76

.b
I. Minyak Dan Kelapa
J. Bahan Minuman 3.71 3.33
ta 2.42 2.43
2.17 1.96 1.42 1.15
o
K. Bumbu-Bumbuan
gk

L. Konsumsi Lainnya 2.39 4.33 2.25 2.07


22.59 26.47 37.29 41.16
an

M. Makanan Dan
Minuman
N. Rokok Jadi 6.64 7.81 10.75 11.26
r
ge

Total 100 100 100 100


an

Konsumsi tertinggi kedua adalah makanan dan minuman jadi yaitu sebesar 22.59 persen.
//t
s:

Seperti kebiasaan masyarakat tangerang pada umumnya yang mengkonsumsi makanan jadi 37.29
tp

persen dari seluruh konsumsi makanan, kebiasaan membeli makanan jadi juga dilakukan oleh
ht

penduduk miskin Kota Tangerang terutama makanan gorengan, roti manis, es dan jajanan anak-anak
lainnya, konsumsi air kemasan menyumbang persentase yang lumayan tinggi untuk makanan dan
minuman jadi. Air Kemasan ini adalah air galon yang digunakan sebagai sumber air minum utama bagi
penduduk miskin hal ini mungkin tidak ada alternatif tersedianya air bersih yang lain sehingga
terpaksa membeli air kemasan baik itu air galon maupun air isi ulang.

Urutan tertinggi ketiga adalah sayur-sayuran menghabiskan 8.92 persen dari seluruh konsumsi
makanan dan pengeluaran ini sebagian besar untuk membeli bawang baik bawang merah maupun
bawang putih, jenis sayuran yang sering dikonsumsi penduduk miskin adalah bayam, kangkung, dan
sayur kemas seperti sayur asem, sayur lodeh dan sayur sop. Sedangkan rata-rata penduduk Kota
Tangerang mengkonsumsi sayuran sebesar 6.19 persen dari total nilai konsumsi makanan.

13
Analisis Kemiskinan Kota Tangerang tahun 2015

Urutan tertinggi keempat adalah konsumsi pada kelompok Ikan/cumi /udang /kerang dengan
nilai konsumsi sebesar 8.76 persen dari tolal nilai konsumsi makanan, jenis ikan yang dikonsumsi
sebagian besar penduduk miskin adalah ikan diawetkan atau ikan asin. Urutan berikutnya adalah
rokok baik rokok kretek maupun rokok filter nilai konsumsinya mencapai 6.64 persen dari total
konsumsi makanan.

Untuk memperoleh sumber protein penduduk miskin Kota Tangerang mengkonsumsi jenis
protein berasal dari kacang-kacangan berupa tahu dan tempe yang konsumsinya relatif tinggi, telur
dan susu dikonsumsi sebesar 4.25 persen dari total nilai konsumsi sedangkan daging ayam 3.88
persen. Kalau dibandingkan dengan nilai konsumsi rata-rata penduduk Kota Tangerang kelompok

id
o.
daging dan telur jauh dibawah rata-rata konsumsi penduduk Kota Tangerang.

g
p s.
Tabel 3.3. Rata-rata Pengeluaran Perkapita Sebulan (Rupiah) Tahun 2011-2016

.b
ta
Tahun Makanan Bukan Makanan Total
o
gk

2011 377.062 438.666 815.728


an

2012 367.189 383.759 750.948


r
ge

2013 497.673 636.888 1.134.561


an

2014 545.683 767.712 1.313.395


//t

2015 588.960 765.752 1.354.712


s:
tp

2016 662.693 851.199 1.513.892


ht

Tabel 3.3 menunjukkan rata-rata pengeluaran penduduk Kota Tangerang hasil pendataan
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2011-2015. Rata-rata pengeluaran penduduk Kota
Tangerang tahun 2015 sebesar Rp 1.354.712. Apabila dibandingkan dengan garis Kemiskinan Kota
Tangerang yang besarnya Rp 455.228 maka pengeluaran penduduk miskin kota tangerang besarnya
hanya sepertiga dari pengeluaran rata-rata penduduk Kota Tangerang. Komposisi pengeluaran untuk
makanan sebesar 43.47persen jauh lebih kecil jika dibandingkan pengeluaran non makanan sebesar
56.52 persen. Data ini menunjukkan kebalikan dari pengeluaran pola konsumsi penduduk miskin
dimana persentase pengeluaran untuk konsumsi makanan jauh lebih besar dibanding non makanan .

3.2. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin

Dengan mengetahui besarnya perkiraan batas garis kemiskinan, selanjutnya dapat dihitung
jumlah dan persentase penduduk miskin suatu wilayah. Tabel 3.4 menggambarkan persentase dan
14
Analisis Kemiskinan Kota Tangerang tahun 2015

jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan di Provinsi Banten dari tahun 2013 sampai
dengan 2015. Pada tahun 2015 persentase penduduk miskin Kota Tangerang meningkat dari 4.91
persen pada tahun 2014 menjadi 5.04 persen pada tahun 2015.

Tabel .3.4. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Kab/Kota se Provinsi Banten 2014 -2016

Jumlah Penduduk Miskin(000) Persentase Penduduk Miskin


Kabupaten/ Kota
2014 2015 2016 2014 2015 2016

Kab Pandeglang 113.1 124.42 115.90 9.5 10.3 9.67

id
Kab Lebak 115.8 126.42 111.21 9.17 9.97 8.71

g o.
Kab Tangerang 173.1 191.12 182.52 5.26 5.71 5.29

ps.
.b
Kab Serang 71.4 74.85 67.92 4.87 5.09 4.58
ta
Kota Tangerang 98.8 102.56 102.88 4.91 5.04 4.94
o
gk

Kota Cilegon 15.5 16.96 14.90 3.81 4.10 3.57


r an

Kota Serang 36.2 40.19 36.40 5.7 6.28 5.58


ge
an

Tangerang Selatan 25.3 25.89 26.38 1.68 1.69 1.67


//t

Provinsi Banten 649.2 690,67 658.11 5.51 5.75 5.42


s:
tp
ht

Grafik 3.1 menunjukkan perkembangan jumlah dan persentase Penduduk miskin Kota
Tangerang dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2015 dimana selalu terjadi penurunan jumlah dan
persentase penduduk miskin sampai tahun 2014 dan naik kembali di tahun 2015. Persentase
penduduk miskin Kota Tangerang menempati urutan ke 3 persentase penduduk miskin terkecil,
urutan pertama Tangerang Selatan dengan persentase 1.69 persen disusul Kota Cilegon 4.1 persen
dan urutan berikutnya Kota Tangerang. Sedangkan persentase penduduk miskin tertinggi masih sama
seperti tahun sebelumnya yaitu Kabupaten Pandeglang sebesar 10.3 persen dan Kabupaten Lebak
sebesar 9.97 persen, Persentase jumlah penduduk miskin di Pandeglang dan Lebak juga mengalami
kenaikan jika dibandingkan tahun 2014. Kenaikan persentase penduduk miskin ini terjadi di seluruh
Kabupaten/ Kota di wilayah Provinsi Banten bahkan di sebagian besar Provinsi di Indonesia. Kebijakan
penghematan belanja pemerintah diawal tahun 2015 termasuk harga BBM yang dilepas ke biaya
keekonomian ikut berpengaruh terhadap peningkatan jumlah penduduk miskin.

15
Analisis Kemiskinan Kota Tangerang tahun 2015

id
g o.
p s.
.b
Grafik 3.1 Persentase dan Jumlah Penduduk Miskin Kota Tangerang 2011-2016
o ta
gk

Kondisi ini sebagai peringatan bahwa pemerintah harus semakin serius dalam pengentasan
an

kemiskinan. Program kesehatan gratis, pendidikan melalui Program Tangerang Cerdas , infrastruktur
r
ge

dan subsidi pangan relatif tepat sasaran untuk mengentaskan kemiskinan bagi warga Kota Tangerang.
an

Masyarakat dengan pendapatan sedikit diatas garis kemiskinan tidak tergolong miskin, tetapi sangat
//t

rentan terhadap kemiskinan biasanya hanya dengan sedikit goncangan masalah ekonomi mereka
s:

akan berubah menjadi miskin. Keadaan ini mengakibatkan banyak penduduk yang keluar masuk
tp

menjadi miskin. Sebagai ilustrasi data kemiskinan nasional mencatat antara tahun 2008 dan 2009, ada
ht

sekitar 53 persen penduduk yang miskin pada tahun 2008 dapat keluar dari kemiskinan pada tahun
2009. Sebaliknya 22 persen penduduk hampir miskin jatuh kedalam jerat kemiskinan, oleh karenanya
program - program pro kemiskinan tidak hanya ditujukan untuk mereka yang berada dibawah garis
kemiskinan tetapi juga masyarakat yang rentan miskin yaitu masyarakat yang dengan mudah jatuh ke
bawah garis kemiskinan.

3.3. Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan

Mengukur kemiskinan tidak cukup hanya melihat penambahan dan pengurangan jumlah
penduduk miskin tetapi ada dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan
keparahan kemiskinan. Selain upaya memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan
kemiskinan juga terkait dengan bagaimana mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan.

16
Analisis Kemiskinan Kota Tangerang tahun 2015

Kedalaman kemiskinan (Poverty Gap Index/P1) yang merupakan ukuran rata-rata kesenjangan
pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin (GK). Semakin tinggi nilai indeks
ini semakin besar rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan.
Tabel 3.5 memperlihatkan bahwa indeks Kedalaman kemiskinan Kota Tangerang pada tahun 2014
sebesar 0.64 dan pada tahun 2015 menjadi 0.87 artinya rata-rata pengeluaran perkapita penduduk
miskin di Kota Tangerang semakin menjauh dari garis kemiskinan atau semakin senjang. Secara
matematis dengan Formula Foster-Greer-Therbecke(FGT) dapat dihitung rata-rata pengeluaran
perkapita penduduk miskin tahun 2015 dan diperoleh jarak sebesar Rp78.581 dengan GK, sedangkan
pada tahun 2014 jarak atau selisihnya hanya sebesar Rp54.947 dari GK atau lebih mendekati GK.

id
o.
Tabel .3.5. Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan Kab/Kota Provinsi Banten

g
Tahun 2014-2016

s.
p
.b
N Kedalaman Kemiskinan(P1) Keparahan Kemiskinan(P2)
o
Kabupaten/Kota
2014 2015
o ta2016 2014 2015 2016
gk
an

1 Pangeglang 1,34 1,63 1.23 0,20 0,37 0.24


2 Lebak 1,35 1,50 1.14 0,15 0,34 0.21
r
ge

3 Tangerang 0,63 0,82 0.79 0,11 0,18 0.18


an

4 Serang 0,58 0,71 0.43 0,06 0,15 0.05


5 Kota Tangerang 0,64 0,87 0.50 0,06 0,26 0.10
//t

6 Kota Cilegon 0,87 0,44 0.52 0,03 0,07 0.13


s:

7 Kota Serang 0,68 0,97 0.58 0,08 0,26 0.11


tp

8 Kota Tangerang Selatan 0,20 0,19 0.28 0,03 0,05 0.08


ht

Banten 0,79 0.94 0.80 0,18 0,69 0.17

Sedangkan untuk melihat variasi pengeluaran diantara penduduk miskin yang memberikan
gambaran mengenai penyebaran pendapatan di antara penduduk miskin dapat dilihat dari indeks
keparahan kemiskinan (P2) semakin tinggi nilai indeks semakin tinggi ketimpangan pendapatan
diantara penduduk miskin . Pada Tabel 3.4 terlihat bahwa pada tahun 2014 pengeluaran diantara
penduduk miskin bernilai indeks 0.06, sedangkan tahun 2015 meningkat menjadi 0.26, ini
menggambarkan penyebaran pendapatan sesama penduduk miskin semakin timpang. Semakin
tinggi nilai indeks maka semakin tinggi ketimpangan pendapatan di antara penduduk miskin.

Tabel 3.6. Ringkasan Berbagai Ukuran Kemiskinan di Kota Tangerang, Tahun 2012 – 2015

17
Analisis Kemiskinan Kota Tangerang tahun 2015

Ukuran Kemiskinan
2012 2013 2014 2015

(1) (2) (3) (4) (5)


Jumlah Penduduk Kota Tangerang (000
1.918,6 1.952,3 1.999,8 2.035,2
jiwa)

Persentase Penduduk Di Bawah GK (P0)


5,56 5,26 4,91 5,04
(Penduduk Miskin) *)

Jumlah Penduduk Miskin (000 jiwa) *) 106,50 103,10 98,70 102,56

Indek Kedalaman Kemiskinan (P1) 0,68 0,58 0,64 0,87

id
Indeks Keparahan Kemiskinan(P2) 0,13 0,10 0,06 0,26

g o.
Gini Coefficient/Gini Ratio (GR) 0.31 0.38 0.36 0.37

s.
p
.b
GarisKemiskinanGK(rupiah/kapita/bulan) 365.205 398.513 421.554 455.228
ta
Pendapatan 40 persen Penduduk
o
20.61 16.29 15.35 14.33
gk

Berpendapatan Rendah( Persen)


an

Pendapatan 20 persen Penduduk


8.52 6.72 6.51 6.11
r
ge

Termiskin/Quartil 1 (Q1)( Persen)


an

Sumber : BPS Kota Tangerang


//t
s:
tp

Dari Tabel 3.6. jika kita lihat kesejahteraan secara umum, distribusi pendapatan pada 20
ht

persen penduduk termiskin(Q1) persentase pendapatanya secara keseluruhan menurun dibanding


tahun sebelumnya, dari 6.51 persen menjadi 6.11 persen dari total pendapatan seluruh penduduk
Kota Tangerang, artinya 20 persen penduduk termiskin tidak bisa menikmati pertumbuhan ekonomi
seperti penduduk lainnya bahkan mengalami keterpurukan. Lebih jauh apabila kita lihat 40 persen
penduduk termiskin hanya menikmati 14.33 persen dari total pendapatan seluruh penduduk Kota
Tangerang angka ini menurun jika dibandingkan dari tahun sebelumnya yang sebesar 15.35 persen,
dengan kata lain pembangunan di Kota Tangerang tidak banyak mengangkat kesejahteraan pada 20
persen sampai dengan 40 persen penduduk termiskin sehingga sering terdengar keluhan sebagian
masyarakat bahwa kehidupan semakin sulit.

Ukuran kemiskinan lain yaitu dengan menggunakan pendekatan/teknik non monetary


measurementyang sudah digunakan di Indonesia, khususnya untuk menentukan/mengetahui target
rumah tangga/keluarga miskin, antara lain: penentuan keluarga pra sejahtera dan sejahtera I yang
dilakukan oleh BKKBN, pendataan sosial ekonomi.
18
Analisis Kemiskinan Kota Tangerang tahun 2015

Tabel 3.7. Perkembangan Jumlah Rumah Tangga Sasaran Berdasarkan Hasil Pendataan PSE 2005,
PPLS 2008 dan 2011 serta PBDT 2015 di Kota Tangerang

Jumlah
Rujukan Survei/Pendataan Keterangan Kriteria RTS yang Didata
RTS

(1) (2) (3)


Pendataan Sosial Ekonomi PSE 2005 31.254 -

Pendataan Program Perlindungan Sosial PPLS 2008 28.546 Sangat Miskin,miskin, hampir miskin

Sangat Miskin,miskin,hampir miskin

id
Pendataan Program Perlindungan Sosial PPLS 2011 55.823
dan rentan miskin

g o.
Sangat Miskin,miskin,hampir miskin

s.
64.821
dan rentan miskin

p
.b
Pendataan Basis Data Terpadu PBDT 2015
ta 40% penduduk berpenghasilan
68.577
terendah
o
gk
an

Pendataan Sosial Ekonomi (PSE) tahun 2005 dan pendataan program perlindungan sosial
r
ge

(PPLS) 2008 dilakukan pemerintah pasat dan diupdate 3 tahun kemudian yaitu PPLS2011 yang
an

datanya dikeluarkan oleh TNP2K menghasilkan rumah tangga kategori sangat miskin hingga rentan
//t

miskin sebanyak 55.823 rumah tangga. Dan terakhir Pendataan Basis Data Terpadu (PBDT 2015)
s:

dengan kriteria yang dijaring adalah 40 persen penduduk dengan penghasilan terendah. Data tersebut
tp
ht

merupakan basis data yang akan digunakan oleh pemerintah pusat dalam berbagai program
pengentasan kemiskinan.

19
Analisis Kemiskinan Kota Tangerang tahun 2015

id
g o.
p s.
Gambar 3.1 Gambar Sejarah Basis Data Terpadu (PBDT) 2015 di Indonesia

.b
o ta
gk

3.4. Gambaran Umum Perekonomian dan Distribusi Pendapatan


ran

Kemiskinan masyarakat di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh kondisi dan perkembangan
ge

perekonomian baik skala makro maupun mikro. Bagi suatu wilayah setingkat kabupaten/kota biasanya
an

perkembangan ekonomi diukur dari naik turunnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tiap tahun.
//t
s:

Makin besar pertumbuhan PDRB-nya maka diasumsikan makin baik pula perkembangan ekonominya
tp

yang tentunya akan berdampak pada makin sejahteranya masyarakat, dengan catatan bahwa
ht

distribusi pendapatan tersebut terbagi merata. Pada kondisi tertentu peningkatan PDRB tidak
berkorelasi dengan penurunan atau kenaikan jumlah penduduk miskin. Sebenarnya masalah yang
mendasar bukan bagaimana meningkatkan PDRB, tetapi lebih kepada siapa yang
menumbuhkan/meningkatkan PDRB, sebagian besar masyarakat atau hanya beberapa gelintir saja.
Jika yang berperan menumbuhkan PDRB hanya pengusaha kaya yang jumlahnya sedikit, maka manfaat
dari pertumbuhan itupun hanya dapat dirasakan oleh segelintir orang saja, sehingga kemiskinan
maupun ketimpangan semakin parah. Lain halnya jika pertumbuhan itu dihasilkan oleh orang banyak,
maka mereka pulalah yang memperoleh manfaat terbesarnya dan buah dari pertumbuhan ekonomi
akan terbagi secara lebih merata.

Ada berbagai tolok ukur yang dapat digunakan untuk menghitung tingkat pemerataan
pendapatan, antara lain Kurva Conrad Lorenz, Corrado Gini Coeffisient, Kuznets Index, Oshima Index
dan Theil Decomposition Index. Namun yang paling banyak dan juga digunakan di Indonesia adalah
20
Analisis Kemiskinan Kota Tangerang tahun 2015

Gini Coeffisient atau lebih dikenal dengan nama Gini Ratio (GR). Angka Gini Ratio menurut H. T.
Oshima:

 ketimpangan rendah (low) bila GR kurang dari 0,3;


 ketimpangan sedang (moderate) bila GR 0,3 sampai dengan 0,4 dan
 Ketimpangan tinggi (high) bila GR lebih dari 0,4.

Angka Gini Ratio menurut Michael P. Todaro:

 Distribusi pendapatan relatif merata (ketimpangan rendah) bila GR antara 0,2 sampai 0,35
 Relatif timpang (ketimpangan sedang) bila GR lebih dari 0,35 dan kurang dari 0,5

id
 Timpang bila GR antara 0,5 sampai dengan 0,7

g o.
p s.
Tabel .3.8. Gini Rasio Kab/Kota Provinsi Banten Tahun 2015- 2016

.b
o ta
Gini Rasio
gk

No Kabupaten/Kota
2015 2016
an

(1) (2) (3) (4)


r
ge

1 Pangeglang 032 0.29


an

2 Lebak 0.28 0.31


//t

3 Tangerang 0.35 0.32


s:

4 Serang 0.33 0.31


tp
ht

5 Kota Tangerang 0.37 0.38


6 Kota Cilegon 0.39 0.38
7 Kota Serang 0.38 0.40
8 Kota Tangerang Selatan 0.44 0.41
Banten 0.40 0.39

Tabel 3.8 memperlihatkan angka Gini Rasio di Provinsi Banten, menurut H. T. Oshima angka Gini
Rasio Banten bervariasi antara ketimpangan rendah yaitu Kabupaten Lebak sebesar 0.28,
ketimpangan sedang untuk Kabupaten Pandeglang 0.32, Kota Tangerang, 0.37 Kabupaten Tangerang
0.35 dan Kota Cilegon dan Kota Serang dengan kategori menengah tinggi karena angkanya hampir
mendekati ketimpangan tinggi. Sedangkan Kota Tangerang Selatan sudah masuk pada ketimpangan
tinggi. Untuk Kota Tangerang juga harus waspada karena angkanya meningkat jika dibandingkan
dengan tahun sebelumnya yang sebesar 0.36.

21
Analisis Kemiskinan Kota Tangerang tahun 2015

Pola distribusi pendapatan yang didasarkan pada hasil penghitungan Gini Ratio barulah
menggambarkan tingkat pemerataan pendapatan secara garis besar. Apakah merata miskin atau
merata menengah? Berapa besar bagian yang diterima oleh kelompok penduduk berpendapatan
rendah/miskin? Gini Ratio tidak dapat menjawab kedua pertanyaan tersebut. Oleh karena itu, Gini
Ratio perlu disandingkan dengan indikator lain yang telah dikembangkan oleh Bank Dunia dan
Lembaga Studi Pembangunan Universitas Sussex untuk memberikan gambaran lebih jelas mengenai
masalah ketidakadilan (inequality) melalui indikator yang disebut relative inequality.Relative inequality
diartikan sebagai ketimpangan dalam distribusi pendapatan yang diterima oleh berbagai kelas atau
kelompok masyarakat. Relative inequality dan absolute poverty merupakan dua aspek kembar
keadilan dalam proses pemerataan pembangunan atau pemerataan pendapatan nasional/daerah.

id
o.
Ketidak merataan pendapatan.

g
p s.
Dari tabel 3.9 terlihat bahwa pada tahun 2014 memperlihatkan bahwa ketimpangan pendapatan

.b
semakin nyata antara kelompok 40 persen terbawah dengan pendapatan sebesar 15,35 persen dan
ta
o
40 persen menengah dengan pendapatan 35,39 Persen dari total pendapatan, sedangkan 20 persen
gk

penduduk berpenghasilan tinggi menikmati 49,04 persen total pendapatan Kota Tangerang. Menurut
an

kriteria relative inequality berdasarkan kriteria Montek S. Ahluwalia atau Bank Dunia adalah sebagai
r
ge

berikut :
an

 Ketimpangan dianggap parah apabila 40 persen penduduk berpenghasilan rendah menikmati


//t

kurang dari 12 persen Produk domestik.


s:

 Ketidakmerataan dianggap moderat apabila 40 persen penduduk berpendapatan rendah


tp
ht

menikmati 12-17 persen Produk domestik.


 dan apabila 40 persen persen penduduk berpendapatan rendah menikmati lebih dari 17
persen produk domestik maka ketimpangan atau kesenjangan dinyatakan lunak .

Berdasarkan kritaria diatas posisi Kota Tangerang dengan 40 persen penduduk berpendapatan
rendah menikmati 15,35 persen Produk domestik. Maka tahun 2014 ketidakmerataan dianggap
moderat.

22
Analisis Kemiskinan Kota Tangerang tahun 2015

Tabel 3.9. Distribusi Pendapatan Berdasarkan Bank Dunia dan PDRB per Kapita (Atas Dasar Harga
Konstan) di Kota Tangerang, Tahun 2012 – 2014.

PDRB berdasarkan harga 40 persen 40 persen 20 persen


Total
konstan Rendah Menengah Tinggi

(1) (2) (3) (4) (5)


Tahun 2012

Jumlah Penduduk 757.062 757.062 395.414 1.918.556

Proporsi Kelompok (persen) 20.61 39.46 39.93 100,00

id
PDRB Kelompok
8.985,29 17.203,28 17.408,19 43.596,77

o.
(000.000.000 rupiah)

g
s.
PDRB/Kapita Kelompok

p
11.868,63 22.723,74 44.025,22 22.723,74

.b
(000 rupiah) ta
o
Tahun 2013
gk
an

Jumlah Penduduk 780.958 780.958 390.480 1.952.396


r
ge

Proporsi Kelompok(persen) 16.29 51.80 31.90 100,00


an

PDRB Kelompok
//t

13.378,24 42.540,99 26.198,02 82.125,48


(000.000.000 rupiah)
s:
tp

PDRB/Kapita Kelompok
ht

17.130,54 54.472,82 67.091,85 42.063,94


(000 rupiah)

Tahun 2014

Jumlah Penduduk(000) 799.957 799.957 399.978 1.999.894

Proporsi Kelompok (persen) 15.35 35.59 49,04 100,00

PDRB Kelompok
13.383,50 31.030,54 42.757,45 87.188,93
(000.000.000 rupiah)

PDRB/Kapita Kelompok
16.730,27 38.790,25 106.899,50 43.596,77
(000 rupiah)

23
Analisis Kemiskinan Kota Tangerang tahun 2015

Dari Tabel 3.9 terlihat yang paling menikmati pertumbuhan tersebut adalah kelompok 20
persen terkaya, tahun sebelumnya kelompok ini hanya membentuk 31,90 persen pendapatan pada
tahun 2014 meningkat menjadi 49,04 persen dari seluruh PDRB yang tentu saja akan menaikkan
pendapatan perkapita pada kelompok ini, sedangkan untuk 40 persen menengah terlihat mengalami
penurunan pendapatan dengan melihat menurunnya pendapatan perkapita, dengan kata lain
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2014 banyak dinikmati oleh 20 persen kelompok tertinggi.

Pada kondisi tertentu peningkatan PDRB tidak berkorelasi dengan penurunan atau kenaikan
jumlah penduduk miskin. Sebenarnya masalah yang mendasar bukan bagaimana meningkatkan PDRB,
tetapi lebih kepada siapa yang menumbuhkan/meningkatkan PDRB, sebagian besar masyarakat atau

id
o.
hanya beberapa gelintir saja. Jika yang berperan menumbuhkan PDRB hanya pengusaha kaya yang

g
jumlahnya sedikit, maka manfaat dari pertumbuhan itupun hanya dapat dirasakan oleh segelintir

p s.
orang saja, sehingga kemiskinan maupun ketimpangan semakin parah. Lain halnya jika pertumbuhan

.b
itu dihasilkan oleh orang banyak, maka mereka pulalah yang memperoleh manfaat terbesarnya dan
ta
o
buah dari pertumbuhan ekonomi akan terbagi secara lebih merata.
gk
r an
ge
an
//t
s:
tp
ht

24
Analisis Kemiskinan Kota Tangerang tahun 2015

BAB IV

PENUTUP
5.1. KESIMPULAN

Peningkatan dan penurunan penduduk miskin lebih dikarenakan banyaknya penduduk yang
hidup disekitar garis kemiskinan atau penduduk yang rentan miskin sehingga mereka akan mudah
sekali berubah menjadi miskin hanya karena sedikit goncangan ekonomi atau kenaikan harga pangan
terutama beras. Konsumsi beras menyumbang andil yang cukup tinggi terhadap pengeluaran
penduduk miskin. Kelompok padi - padian secara rata-rata menyumbang sekitar 17.47persen, dan
hampir seluruhnya untuk membeli beras hanya sebagian kecil saja dikeluarkan untuk terigu, sehingga

id
kenaikan harga pada komoditi ini akan mengakibatkan kenaikan batas garis kemiskinan, akibatnya

o.
penduduk dengan pengeluaran sama semula tidak miskin berubah menjadi miskin . Oleh karenanya

g
s.
stabilitas harga dan ketersediaan beras perlu di jaga agar penduduk yang masuk kategori miskin tidak

p
semakin terbebani. Selain beras pengeluaran penduduk miskin pada kelompok makanan banyak

.b
dikeluarkan untuk membeli makanan dan minuman jadi sebesar 22.59 persen, yang paling banyak
ta
dibeliadalah gorengan dan jajanan anak anak, pengeluaran untuk air galon isi ulang juga tergolong
o
gk

tingg pada kelompok ini i. Urutan tertinggi berikutnya kelompok sayur-sayuran seperti bayam dan
kangkung serta sayur kemas seperti sop dan sayur asem menghasiskan 8.89 persen dari seluruh
an

konsumsi makanan , selanjutnya rokok kretek filter menyumbang 6.19 persen. Telur ayam ras, mie
r
ge

instan dan daging ayam ras termasuk komoditas yang perlu dikendalikan karena sering dikonsumsi
an

penduduk miskin.
//t

Perkembangan tingkat kemiskinan (jumlah dan persentase penduduk miskin) pada periode 2005
s:

sd 2014 tampak berfluktuasi dari tahun ke tahun. Meningkat pada tahun 2009 dan mulai 2010 sampai
tp

dengan tahun 2014 terlihat adanya kecenderungan terus menurun, tetapi meningkat lagi pada tahun
ht

2015. Peningkatan ini terjadi hampir sebagian besar di Kabupaten/ Kota diseluruh wilayah Indonesa
sehingga persentase penduduk miskin di Indonesia juga tercatat meningkat pada tahun 2015.
Demikian juga Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
merupahkan indikator untuk melihat seberapa jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin dengan
garis kemiskinan . Indeks Kedalaman Kemiskinan menurun dari 1.10 pada tahun 2010 menjadi 0.64
pada tahun 2014 dan meningkat lagi pada tahun 2015 menjadi 0.87. Indikator ini mengatakan rata-
rata pengeluaran penduduk miski yang semula berjarak atau selisih Rp 54.947 dengan garis
kemiskinan pada tahun 2014 menjadi berjarak Rp 78.581 pada tahun 2015. Demikian pula Indeks
Keparahan Kemiskinan menurun dari 0,46 menjadi 0,06 pada tahun 2014 dan naik lagi menjadi 0.26
tahun 2015. Kenaikan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk
miskin cenderung makin menjauh dari garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk
miskin juga semakin melebar.
Menurut kriteria Bank Dunia, distribusi pengeluaran pada kelompok 40 persen bawah menurun,
yaitu sekitar, 16,29 sd 15,35 persen baik pada tahun 2013 maupun tahun 2014. Angka ini masih
berada pada kategori tingkat ketimpangan sedang.

25
Analisis Kemiskinan Kota Tangerang tahun 2015

Secara makro kondisi ekonomi Kota Tangerang menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi yang
positif dimana Laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Kota Tangerang mencatat pertumbuhan sebesar
6.73 persen selama tahun 2013 dan 6,17 pada tahun 2014, tetapi melambat pada tahun 2015 dimana
tercatat LPE sebesar 5.58 persen. Pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang kelihatannya tidak pro
‘kemiskinan’ kalau kita amati 40 penduduk termiskin tidak menikmati pertumbuhan ekonomi secara
significant pertumbuhan ekonomi teridentifikasi memakmurkan kelompok terkaya atau 20 persen
tertinggi. Juga ditandai dengan naiknya angka gini rasio pada tahun 2014 sebesar 0,36 yang menjadi
0,37 walaupun kategoro masih pada ketimpangan sedang tetapi mengarah semakin tidak merata.

Pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk miskin tidaklah berkorelasi secara kuat,

id
pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak otomatis akan menurunkan jumlah penduduk miskin, masih

o.
ada faktor lain yang cukup berpengaruh yaitu distribusi pendapatan atau pemerataan pendapatan

g
s.
yang diukur dengan Gini Rasio. Banyak ahli berpendapat pertumbuhan yang cepat berakibat buruk

p
.b
kepada kaum miskin, karena mereka akan tergerus dan terpinggirkan oleh perubahan struktural
pertumbuhan modern.
o ta
gk

Bank Dunia berdasarkan telaah yang dilakukan terhadap berbagai negara menyimpulkan
an

bahwa pertumbuhan ekonomi yang cepat dan penanggulangan kemiskinan bukanlah tujuan yang
r
ge

saling bertentangan. Beberapa alasan yang dapat dikemukakan bahwa kebijakan yang ditujukan untuk
an

mengurangi kemiskinan tidak harus memperlambat laju pertumbuhan (Todaro dan Smith, 2006),
//t

yaitu:
s:
tp

 Kemiskinan yang meluas akan menciptakan kondisi yang membuat kaum miskin tidak mampu
ht

membiayai pendidikan anaknya (investasi fisik), tidak mempunyai akses untuk mendapatkan
pinjaman kredit (investasi moneter) dan dengan ketiadaan peluang investasi fisik maupun
moneter maka mereka biasanya mempunyai banyak anak sebagai sumber keamanan
keuangan di masa tua nanti. Faktor-faktor tersebut secara bersam-sama pertumbuhan
perkapita lebih kecil daripada jika distribusi pendapatan lebih merata.
 Pendapatan yang rendah dan standar hidup yang buruk yang dialami oleh golongan miskin
yang tercermin dari kesehatan, gizi dan pendidikan yang rendah dapat menurunkan
produktivitas ekonomi mereka dan akibatnya secara langsung menyebabkan perekonomian
tumbuh lambat. Strategi yang diujukan untuk meningkatkan pendapatan dan standar hidup
golongan miskin tidak saja akan memperbaiki kesejahteraan mereka, tetapi juga akan
meningkatkan produktivitas dan pendaatan seluruh perekonomian.
 Peningkatan tingkat pendapatan golongan miskin akan mendorong kenaikan permintaan
produk kebutuhan rumahtangga buatan lokal, seperti makanan dan pakaian secara

26
Analisis Kemiskinan Kota Tangerang tahun 2015

menyeluruh, sehingga dengan meningkatnya permintaan terhadap barang lokal akan memberi
rangsangan yang lebih besar kepada produksi lokal, memperbesar kesempatan kerja lokal dan
menumbuhkan investasi lokal. Sementara golongan menengah dan kaya lebih senang
membelanjakan sebagian besar uangnya untuk barang-barang mewah impor.
 Penurunan kemiskinan secara masal dapat menstimulasi ekspansi ekonomi yang lebih sehat
karena merupakan insentif materi dan psikologis yang kuat bagi meluasnya partisipasi publik
dalam proses pembangunan (peningkatan investasi dan SDM).

Berdasarkan beberapa bahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang
cepat dan penanggulangan kemiskinan bukanlah tujuan yang saling bertentangan. Namun apapun

id
sebabnya, yang jelas, pertumbuhan dan pengurangan kemiskinan merupakan dua tujuan yang bisa

o.
dicapai secara bersamaan.

g
p s.
Untuk data kemiskinan mikro dari data Rumah Tangga Sasaran hasil PBDT 2015 dapat

.b
dilakukan intervensi langsung pada rumah tangga sasaran karena data yang dicakup cukup lengkap
ta
o
baik demografi, perumahan, usaha mikro kecil, penyakit kronis sampai pada administrasi
gk

kependudukan.
r an

Upaya memberdayakan dan meningkatkan pendapatan merupakan salah satu cara untuk
ge

mengentaskan mereka dari jerat kemiskinan . Bantuan sosial seperti raskin, beasiswa bagi yang masih
an

sekolah dan jaminan kesehatan adalah bantuan yang dinilai tepat tetapi yang tidak kalah penting
//t
s:

adalah pemberdayaan dan bimbingan yang akhirnya akan membuat mereka untuk mandiri sepertti
tp

pembinaan pada usaha kecil mikro.


ht

27
DATA
id
g o.
p s.
.b
MENCERDASKAN BANGSA o ta
gk
r an
ge
an
//t
s:
tp
ht

BADAN PUSAT STATISTIK


KOTA TANGERANG
JL. RHM. NOER RADJI NO 28 GERENDENG TANGERANG
No. telp/fax: (021)55792858/55796910 website: tangerangkota.bps.go.id
email: bps3671@bps.go.id

Das könnte Ihnen auch gefallen