Sie sind auf Seite 1von 25

Bahan Bacaan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker payudara merupakan kanker yang paling sering ditemukan pada perempuan baik
di negara maju maupun negara berkembang dan merupakan pembunuh nomor satu pada
perempuan. Insiden kanker payudara di negara berkembang semakin meningkat seiring
dengan meningkatnya harapan hidup, urbanisasi, dan pola hidup orang barat. Saat ini kanker
payudara merupakan kanker dengan insiden tertinggi No.2 di Indonesia, dan dari tahun
ketahun insiden ini semakin meningkat.

Meski sudah terdapat berbagai strategi untuk mengurangi risiko dan mencegah terjadinya
kanker payudara, tetapi hal tersebut masih sulit untuk dkurangi di negara-negara yang
pendapatannya rendah dan sedang, sehingga kejadian tersebut lambat terdiagnosis. Oleh
deteksi dini sangat penting sebagai dasar untuk mengendalikan kanker payudara, sehingga
hasilnya baik, dan angka bertahan hidupnya tinggi.

Berdasarkan data Global Burden of Cancer angka kasus kanker mammae di Indonesia 26 per
100.000 perempuan, dan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2007
menunjukkan kejadian kanker mammae mencapai 21,69 persen, lebih tinggi dari kanker
serviks yang angkanya 17 persen.

1
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. EMBRIOLOGI

Mammae terbentuk dari penebalan ectodermal (mammary ridges, milk line) pada
minggu ke-5 atau ke-6 pembentukan fetus. Payudara dibentuk disekitar ridge, yang
terbentang dari dasar forelimb (nantinya axilla) hingga rego hind limb (nantinya inguinal.
Tetapi nantinya ridge ini akan menghilang /atrofi pada akhir trimester, kecuali bagian-bian
kecil yang dapat bertahan disekitar dada seperti putting susu yang muncul disepanjang milk
line. Ektoderma yang tumbuh kedalam membentuk duktus dan lobules susu, sehingg
mammae dapat berkembang menjadi suatu organ. Mamae kembali berkembang pada masa
pubertas, karena adanya pengaruh hormone mammotrophic. Terdapat 5 phase dari
perkembangan payudara pada masa pubertas, yaitu phase satu saat usia 8-10 tahun dimana
putting semakin menonjol tetapi belum ada perkembangan pada kelenjar mammae, phase
kedua pada usia 10-12 tahun dimana mulai terbentuknya kelenjar mammae agau pembentuka
kelenjar subaerolar, phase ketiga terjadi pada usia 11-13 tahun, dimana kelenjar terbentuk,
dan volumenya meningkat serta terjadi pigmentasi areolar, kemudian proses ini berlanjut di
phase empat pada usia 12-14 tahun dimana areola samakin jelas membesar dan pigmentasi
juga semakin jelas. Terakhir, pada fase ke lima pada usia 13-17 tahun, pembentukan dan
perkembangan payudara menjadi sempurna.

2
II. ANATOMY

Pada pria, mammae tetap rudimenter dengan komponen kelenjar mammae


berkembang tidak sempurna, dimana acini berkembang tidak sempurna dengan ductus yang
pendek, serta terjadi defisiensi perkembangan papilla mammae, parenkim, dan aerola. Pada
pria aerola berada pada intercostal 4.

Pada wanita, mammae berkembang menjadi susunan yang kompleks. Payudara


perempuan dewasa masing-masing terletak di torak anterior dengan dasarnya terletak dari
kira-kira iga kedua atau ketiga sampai iga keenam atau ketujuh. Kompleks puting-areola
terletak antara costa IV dan V. Medial payudara mencapai pinggir sternum dan di lateral
setentang garis mid aksilaris dan meluas keatas ke aksila melalui suatu ekor aksila berbentuk
piramid. Payudara melekat diantara subcutaneous fat dan fasia otot pektoralis mayor, otot
serratus anterior, oblix entern dan rectus abdo minis.

3
Mammae terdiri dari kelenjar susu, jaringan ikat dan jaringan lemak. Masing-masing
kelenjar susu terdiri dari 15-20 lobus, dan mempunyai mempunyai ductus lactiferous yang
menutup secara radial sehingga dapat membuka puting. Jaringan lemak membungkus lobus,
jaringan lemak membentuk dan mengisi payudara, memberikan ukuran yang berbeda-beda
pada tiap orang.

Aerola adalah hiperpigmentasi yang melngkari putting susu, disekeliling aerola


terdapat Montgommery tubercles yang berukuran kecil dan dapat melumasi seluruh daerah
putting-aerola selama laktasi. Epitel aerola adalah sel khusus myoepitelial yang dapat
berkontraksi dibawah pengaturan oxitosin, epitel ini meluas ke seluruh system duktus

Terdapat ligament yang terbentang sepanjang fascia pektoralis profunda sampai


lapisan fascia superfisialis di dalam dermis yang berfungsi menyokong mammae, disebut
sebagai Ligamentum Cooper’s. Oleh karena itu, jika terdapat tumor pada payudara yang
melibatkan ligamentum Cooper dapat menyebabkan penyusutan (penarikan) pada kulit dan
retraksi kulit.

4
Payudara mendapat suplai darah utama dari cabang a. mammary interna, cabang
bagian lateral dari a.intercostal posterior, dan cabang dari a.axillary termasuk a.thoracic
lateral, dan cabang-cabang pectoral dari a.thoracoacromial.

Pembuluh darah vena akan mengikuti pembuluh darah arteri dengan drainase vena
menuju axilla. Tiga kelompok vena yang paling berperan adalah v.axilla (yang mempunyai
peran utama dalam drainase), v.torakalis interna dan v.intercostal posterior. Pleksus vertebra
Batson's dari v.paravertebra yang berjalan sepanjang tulang belakang dan memanjang dari
dasar tengkorak ke sacrum, dapat memberikan rute metastasis kanker payudara ke tulang
belakang, tengkorak, tulang panggul, dan sistem saraf pusat.

Cabang kornu lateral dari nervus intercostal ke 3 sampai ke 6 memberikan persarafan


sensorik pada payudara dan dinding dada anterolateral. Cabang ini keluar dari ruang
intercostal diantara m.serratus anterior. Cabang kutaneus yang timbul dari plexus cervical,
khususnya cabang-cabang n.supraclavicular, mempersarafi kulit bagian atas payudara.
N.interocosobrachial adalah kulit cabang kutaneus lateral n.interkostal kedua, dan dapat
terlihat ketika pembedahan bagian axila. Reseksi n.intercostabrachial menyebabkan
hilangnya sensasi pada lengan atas.

Di bagian dalam dari m.pectoralis mayor terdapat m.pectoralis minor yang


berhubungan dengan letak pembuluh limfe axilla, pembagian pembuluh limfe pada daerah
tersebut dimaksudkan untuk mempermudah pembedahan dan mempermudah menilai stadium
kanker. Tingkat I adalah pembuluh limfe axilla yang terletak dari lateral sampai batas lateral
m.pectoralis minor. Tingkat II terdapat tepat di bagian dalam m.pectoralis minor. Bagian III
adalah pembuluh limfe yang terletak dari medial sampai batas medial dari m.pectoralis minor

5
dan termasuk pembuluh limfe subclavicular. Rotter’s node atau pembuluh limfe intrapectorial
terletak antara m.pectoralis mayor dan m.pectoralis minor.

III. FISIOLOGI PAYUDARA

Perkembanagan payudara dan fungsi payudara dipengaruhi oleh hormone estogren,


progesterone, prolactin, oxytocin, horon tyroid, cortisol dan growth hormone. Hormon
estogeren, progesterone, dan prolactin memiliki efek trophic yang penting bagi
perkembangan payudara dan fungsi payudara normal. Estrogen mempengruhi perkembangan
payudara, sedangkat progresteron bertangungjaab terfadap diferensasi epitel dan
perkembangan lobus. Prolactin merupakan hormone utama yang menstimulus proses
lactogenesis pada periode kehamilan akhir dan postpartum.

Hermon neurotropic dari hipotalamus bertanggung jawab terhadap regulasi dan


sekresi hormone yang mempengaruhi jaringan di payudara. Hormon gonadotropin leutinizing
dan folicel stimulating mengatur pelepasan estrogen dan progresteron dari ovarium.
Hipotalamus melepaskan gonadotrophin–releasing hormone yang merangsang kelenjar
hipofisi anterior melepaskan LH dan FSH dari sel basofilik. Disini terdapat umpan balik dari
sirkulasi estrogen dan progresteron, terhadap pengaturan sekresi LH, FSH, dan GnRH.
Hormon-hormon tersebut berguna sebagai perkembangan, fungsi, dan pemeliharaan jaringan
payudara. Setelah lahir, kadar estrogen dan progresteron pada bayi perempuan menurun hal
ini masih berlangsung hingga masa kanak-kanak karena sensitivitas umpan balik negatif dari
axis hipotalamus-hipofisis dari hormon ini. Kemudian pada masa pubertas terjadi penurunan
sensitivitas umpan balik negative axis hipotalamus-hipofisis dan meningkatnya sensitivitas
umpan balik positif dari estrogen. Kejadia physiologic meningkatkan sekresi GnRh, FSH, dan
LH sehingga terjadi peningkatan sekresi estrogen dan progresteron oleh ovarium, yang
nantinya terbentuk siklus menstruasi. Pada awal siklus menstruasi, terjadi penambahan
ukuran dan kepadatan payudara, yang diikuti dengan pembesaran jaringan payudara dan

6
proliferasi epital. Timbulnya mentruasi pembengkakan payudara mereda, dan proliferasi
epitel berkurang.

Pada masa kehamilan estrogen dan progrestin di ovarium dan placenta meningkat,
yang menyebabkan terjadinya perubahan bentuk dan subtansi pada payudara. Payudara
membesar, bersamaan dengan proliferasi duktus dan lobus, areolar semakin gelap, kelenjar
Montgomery semakin menonjol. Pada trimester pertama dan kedua duktus minos bercabang
dan berkembang. Pada trimester ketiga lemak mengumouk di epitel alveolar dan rongga
ductus. Pada akhir kehamilan, prolactin merangsang sintesis lemak susu dan protein. Setelah
plasenta keluar, estrogen dan progresteron yang beredar menjadi berkurang, yang
menimbulkan pugeluaran penuh aksi laktogenik dari prolactin. Produksi dan pengeluaran
susu diatur oleh reflex saraf yang berasal dari ujung saraf putting-aerola. Proses laktasi
membutuhkan stimulasi dari reflex saraf yang kemudian menimbulkan sekresi prolactin dan
pengeluaran susu. Oksitosin keluar akibat adanya stimulus dari menyusui baik visual,
auditory, dan olfaktori. Oksitosin menyebabkan kontraksi pada sel ioepitelial sehingka terjadi
penekanan pada alveioli, kemudian susu masuk ke dalam sinus laktiferus. Setelah menyusui,
pelepasan prolactin dan oksitosin berkurang. Ketika proses mnyusui terhenti maka terjadi
peningkatan tekanan didalam duktus dan alveoli. Ketika menopause terjadi penurunan sekresi
estrogen dan progresteron olih ovarium dan inovulasi duktus dan alveoli mammae. Terjadi
peningkatan densitas di sekitar jaringan ikat fibrosa dan jaringan dipayudara diganti dengan
jaringan adipose.

7
IV. ETIOLOGI
Etiologi Ca mammae masih belum diketahui secara pasti, namun penyebabnya sangat
multi faktorial yang saling mempengaruhi satu sama lain, antara lain:
1. Usia
Sekitar 60% kanker payudara terjadi pada usia diatas 60 tahun. Risiko terbesar
ditemukan pada wanita berusia diatas 75 tahun.
2. Mutasi Gen
Gen-gen tersebut yaitu BRCA-1 pada (17 q 21), p53 pada (17 p 13), BRCA-2 pada
(13) dan pada pria biasanya dihubungkan dengan mutasi androgen-receptor gen pada
(kromosm Y)
BRCA-1
5-10% dari kanker payudara dikarenakan penurunan mutasi germline seperti BRCA1
dan BRCA2, yang diwariskan dengan cara dominan autosomal dengan berbagai
penetrance. BRCA1 terletak di lengan kromosom 17q, meliputi wilayah sekitar 100
kilobases (kb) DNA genom, dan berisi 22 exons pengkodean. Full-length messenger
RNA 7.8 KB dan mengkode protein asam amino 1863. BRCA1 maupun BRCA2

8
berfungsi sebagai gen supresor tumor, dan untuk setiap gen, hilangnya kedua alel
diperlukan untuk inisiasi dari kanker.

BRCA-2
BRCA2 terletak di lengan kromosom 13q dan meliputi wilayah sekitar 70 kb DNA
genom. Daerah pengkode 11,2-kb mengandung 26 pengkodean exons. Fungsi biologis
BRCA-2 kemungkinan beruhubungan denga pengerusakan respon jalur DNA.
Kanker mammae dapat berasal dari mutasi satu atau lebih gen penting dalam tubuh..
3. Pernah menderita kanker payudara.
Harvey dan Brinton mengemukakan wanita dengan riwayat Ca mammae primer
mempunyai resiko 3 sampai 4 kali lebih besar untuk timbulnya Ca mammae
kontralateral. Resiko timbulnya Ca mammae primer kedua pada mammae
kontralateral meninggi pada wanita yang mempunyai riwayat penyakit yang sama
dalam keluarga.
Wanita yang pernah menderita kanker in situ atau kanker invasif memiliki risiko
tertinggi untuk menderita kanker payudara. Setelah payudara yang terkena diangkat,
maka risiko terjadinya kanker pada payudara yang sehat meningkat sebesar 0,5-
1%/tahun.
4. Riwayat keluarga yang menderita kanker payudara.
Wanita yang ibu, saudara perempuan atau anaknya menderita kanker, memiliki risiko
3 kali lebih besar untuk menderita kanker payudara.
5. Hormonal
WHO menyatakan bahwa tidak terdapat peningkatan maupun penurunan insidens Ca
mammae yang berhubungan dengan penggunaan kotrasepsi injeksi seperti depot-
medroxyprogesterone acetate (DMPA). Berdasarkan beberapa penelitian, didapatkan
kesimpulan bahwa penggunaan esterogen sebagai terapi penganti hormon (Hormone
Replacement Therapy = HRT) pada wanita perimenopause dan post menopause
sedikit meningkatkan resiko Ca mammae. Resiko meningkat jika pada wanita yang
menerima Estrogen Hormon Replacement Therapy tersebut sebelumnya pernah
menderita kelainan benigna pada mammae-nya
6. Faktor diet
The Committee on Diet, Nutrition, and Cancer of The National Academy of Sciences
menyimpulkan adanya hubungan sebab akibat antara makanan berlemak dan insiden

9
dari Ca mammae. Makanan yang berlemak tinggi dapat meningkatkan resiko Ca
mammae dua kali lipat.
7. Pernah menderita penyakit payudara non-kanker
Risiko menderita kanker payudara agak lebih tinggi pada wanita yang pernah
menderita penyakit payudara non-kanker yang menyebabkan bertambahnya jumlah
saluran air susu dan terjadinya kelainan struktur jaringan payudara (hiperplasia
atipik).
8. Menarche (menstruasi pertama) sebelum usia 12 tahun.
Semakin dini menarche, semakin besar risiko menderita kanker payudara. Risiko
menderita kanker payudara 2-4 kali lebih besar pada wanita yang mengalami
menarche sebelum usia 12 tahun.
9. Menyusui dan Menopause
Dahulu dikatakan bahwa wanita yang menyusui untuk waktu lama (lebih dari 6 bulan
selama hidupnya) mempunyai resiko yang lebih rendah untuk menderita Ca mammae
dibandingkan wanita yang tidak menyusui. Namun saat ini pendapat itu tidak lagi
disetujui. Untuk wanita yang mengalami menopause pada usia diatas 55 tahun, resiko
timbulnya Ca mammae 2 kali lebih besar dibandingkan dengan mereka yang mulai
menopause sebelum usia 45 tahun. Induksi menopause buatan dapat menurunkan
resiko Ca mammae, misalnya pada wanita-wanita yang mengalami oophorectomy
(pengangkatan ovarium) pada usia kurang dari 35 tahun.
10. Obesitas
Obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara masih diperdebatkan. Beberapa
penelitian menyebutkan obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara kemungkinan
karena tingginya kadar estrogen pada wanita yang obesitas. Penelitian membuktikan
bahwa resiko Ca mammae mempunyai hubungan langsung dengan berat badan.
Resiko untuk Ca mammae pada wanita obese 1,5 sampai 2 kali lebih tinggi daripada
wanita tidak obese.
11. Radiasi
Wanita yang tetap hidup setelah pemboman Hirosima dan Nagasaki dan pernah
menjalani pengobatan dengan radiasi dosis tinggi untuk akut postpartum mastitis, dan
yang pernah menjalani pemeriksaan fluoroscopy thorax untuk pengobatan TBC paru,
mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita Ca mammae. Exposure multiple
dengan dosis yang relative kecil beresiko sama dengan exposure tunggal dosis besar.
12. Alkohol
10
Penelitian juga menunjukkan bahwa risiko kanker payudara meningkat pada wanita
yang mengkonsumsi alkohol. Konsumsi alkohol dikenal meningkatkan kadar serum
estradiol yang ikut meningkatkan kadar estrogen dalam tubuh.
13. Paritas dan Fertilitas
Wanita yang infertil dan nullipara mempunyai kemungkinan 30-70 % lebih tinggi
untuk menderita Ca mammae dibandingkan dengan multipara. Wanita yang pernah
hamil dan melahirkan pada usia 18 tahun mempunyai resiko Ca mammae sekitar 1/3
kali dibandingkan dengan wanita yang hamil untuk pertama kalinya pada usia diatas
35 tahun. Hal ini berhubungan dengan adanya rangsangan secara terus menerus oleh
esterogen dan kurangnya konsentrasi progesterone dalam darah, akan tetapi wanita
yang hamil dan melahirkan untuk pertama kalinya pada usia diatas 30 tahun
mempunyai resiko menderita Ca mammae lebih tinggi dibandingkan nullipara.

V. KLASIFIKASI
A. Carcinoma In Situ
Sel-sel kanker dianggap insitu atau invasif tergantung dari apakah dia mengenai dasar
membran. Pada kanker payudara in situ tidak mengenai stroma sekitar, sel kanker hanya
mengenai ductus dan aleveolar. Karena dapat terjadi penjalaran, akurasi diagnosis tentang
karsinoma in situ perlu dilakukan analisis mikrosopoik mulitple. Karsinoma in situ dibagi
menjadi dua, yaitu lobular carsinoma in situ (LCIS) dan ductal carcinoma in situ, selain itu
karsinoma in situ diketahui dapat berkembang menjadi kanker invasif.

11
1. Lobular Carcinoma In Situ (LCIS)
Lobular Carcinoma In Situ (LCIS) berasal dari ductus lobular terminal dan hanya
berkembang pada payudara wanita. LCIS dikarakteristik dengan distensi dan distorsi ductus
lobular terminal oleh sel kanker, dimana membesar namun dengan ratio sitoplasmik dan
nukleus yang normal. Ciri khas dari kanker ini adalah sitoplasma berlendir globulus.
Kanker ini rata-rata terjadi pada usia 44-47, paling sering terjadi pada perumpuan ras
putih dibandingkan perumuan Afrika-Amerika. Kanker payudara invasif berkembang dari
25-35% perempuan dengan LCIS. LCIS dianggap sebagai penanda risiko untuk kanker
payudara invansif. Diketahui perempuan dengan riwayat LCIS sebesar 65% berkembang
menjadi kanker invasif ductal.
Insidensi Ca lobularis belum pasti. Diduga Ca lobularis in situ merupakan 3 % dari
seluruh tumor mammae, sedangkan jenis infiltratif-nya merupakan 10 % dari semua Ca
mammae.

2. Ductal Carcinoma In Situ (DCIS)


Ductal Carcinoma In Situ paling sering ditemukan pada perempuan, tapi sekitar 5%
terjadi pada laki-laki. DCIS merupakan faktor risiko paling tinggi mberkembang menjadi
kanker invasiv. Secara histologis, DCIS dikarakteristik sebagai proliferasi epitel,
menghasilkan pertumbuhan papilla dari ductus lumina. Pada awal perkembangan, sel kanker
tidak menunjukkan pleomorphism, mitosis, atau atipia, yang memungkinkan sulitnya
membedakan antara DCIS dengan hiperplasia jinak mammae. Sel-sel mempunyai sifat
mikroskopik keganasan, tetapi tidak menginvasi membrane basalis epitel duktus. Jika
dibiarkan tanpa diterapi, selalu timbul adenokarsinoma invasive, walaupun waktu untuk
perkembangan neoplasma invasive itu bias diukur dalam tahun atau dasawarsa.

B. Carcinoma Mammae Invasive


Secara umum kanker memiliki prognosis yang buruk. Foote dan Stewart membagi
klasifikasi carcinoma mammae invasive, yaitu:
I. Paget's disease of the nipple

II. Invasive ductal carcinoma


A. Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST)

B. Medullary carcinoma 4%

12
C. Mucinous (colloid) carcinoma 2%

D. Papillary carcinoma 2%

E. Tubular carcinoma (and ICC) 2%

III. Invasive lobular carcinoma 10%

IV. Rare cancers (adenoid cystic, squamous cell, apocrine)

a) Penyakit Paget
Paget disease of the nipple adalah invasi dermis papilla mammae oleh carcinoma
ductal, berupa suatu lesi kronis pada areola dan nipple dengan erupsi eczematoid, krusta,
bersisik, dan hiperemis. Tumor primernya dapat tidak teraba pada palpasi dan erosi atau
krusta sering terkacaukan dengan dermatitis. Angka kejadiannya adalah sekitar 2 % dari
seluruh Ca mammae dan hampir selalu timbul bersama-sama dengan Ca ductal atau invasive.
Gejalanya berupa nyeri, gatal, panas dan kadang berdarah. Penting sekali untuk dilakukan
biopsi papilla mammae. Penyakit paget harus diterapi sebagai carcinoma ductal invasive,
biasanya masih pada stadium 1.

b) Carcinoma ductus menginfiltrasi dengan fibrosis produktif (Infiltrating


adenocarcinoma with productive fibrosis)
Neoplasma ini mewakili 75-78 % carcinoma mammae invasive dan disertai dengan
desmoplasia dan fibrosis. Tersering timbul pada wanita usia perimenopause atau
postmenopause (decade VI) sebagai suatu massa soliter, tidak nyeri, konsistensi keras,
berbatas tidak tegas. Carcinoma ini menginfiltrasi kulit secara diffuse dengan keterlibatan
ligamentum Cooper yang menghasilkan peau d’orange atau edema kulit yang luas.

c) Carcinoma Medullare
Sekitar 3-5 % keganasan mammae, neoplasma ini dianggap berasal dari ductus yang
besar dan ditandai oleh penampilan makroskopik hemorrhagic yang lunak. Biasanya mobile
dan terletak profunda di dalam mammae. Saat diagnosis, kulit sering tertarik diatas massa
sferis besar yang berdiameter lebih dari 3 cm. Riwayat progresifitas lambat, walaupun tumor
dapat membesar dengan cepat, sekunder terhadap perdarahan atau nekrosis. Hanya kurang
dari 20 % kasus Ca medullare ini yang timbul bilateral dan kurang dari 10 % yang

13
mengandung esterogen dan progesteron reseptor. Carcinoma ini mempunyai 5 year survival
rate lebih baik dibandingkan Ca ductus atau lobolus invasif. Prognosis terpenting pada Ca
medullare adalah keterlibatan metastase ke KGB axillaris.

d) Comedo carcinoma
Salah satu bentuk Ca invasif yang berasal dari ductus, sekitar 5-10 % dari semua Ca
mammae. Seperti varian in situ nya, ia mempunyai sumbat materi seperti pasta yang dapat
dikeluarkan dari permukaan neoplasma. Pertumbuhannya lambat, dapat meluas dalam waktu
beberapa tahun. Lesinya berukutan sekitar 5 cm, yang pada sepertiga pasien dapat metastase
ke KGB axillaris. Pada terapi dini, survival rate 5 dan 10 tahunnya masing-masing 73 % dan
58 %, setelah mastectomy yang adekuat. Secara makroskopis, tumor ini berbatas tegas,
kenyal, dan berwarna keabu-abuan.

e) Colloid / mucinous carcinoma


Merupakan suatu adenocarcinoma yang secara tipikal membentuk materi gelatin yang
menjadi bagian utama carcinoma ini. Angka kejadiannya sekitar 2 % dari seluruh Ca
mammae. Neoplasma jenis ini mempunyai potensi pertumbuhan yang lambat dengan
metastasis lanjut. Survival rate 5 dan 10 tahunnya masing-masing 73 % dan 59 %. Secara
makroskopik tumor ini berbatas tegas tetapi tidak berkapsul. Bila dipotong, benang materi
mukoid melekat pada scalpel.

f) Papillary carcinoma
Angka kejadiannya kurang dari 2 % dari seluruh Ca mammae, sering ditemukan pada
usia 70-an, dan mempunyai 5 year survival rate terbaik. Lesi biasanya kecil, jarang melebihi
2-3 cm dan berbatas tegas. Dapat timbul nekrosis, perdarahan sentral, dan menghasilkan
sekret yang keluar dari papilla.

g) Tubular carcinoma
Merupakan suatu lesi yang berasal dari ductus, berdiferensiasi baik, yang
digambarkan membentuk tubulus. Ca ini merupakan 2 % dari semua Ca mammae.
Neoplasma jenis ini sering menyerupai Scleroticans adenosis maupun penyakit fibrokistik
mammae dan harus dibedakan dari hyperplasia atipik fokal. Survival rate-nya mendekati 100
%.

14
VI. FAKTOR RISIKO
A. Faktor Risiko Tinggi
1. Berusia >40 Tahun
2. Riwayat kanker pada salah satu payudara (terutama sebelum menopause)
3. Riwayat Kanker Pada Keluarga
4. Hiperplasia dengan atipia
5. Paritas
a. Wanita yang tidak pernah melahirkan (nullparity)
b. Wanita yang hamil pertama pada usia >31 tahun (3-4 kali berisiko terkena
kanker payudara dibandingkan pada usia <18 tahun)
6. Lobular carcinoma in situ (30% berisiko kanken invasive)
7. Pada laki-laki dengan sindrom klinefelter, gynecomastia, dan riwayat keluarga laki-
laki pernah mengalami kangker payudara
B. Faktor Risiko Sedang
1. Menarche ≤11 tahun
2. Menopause ≥ 55 tahun
3. Riwayat penggunaan terapi hormone pengganti (estrogen oral)
4. Riwayat kanker ovarium, fundus uteri, atu kolon
5. Diabetes
6. Konsumsi alcohol
C. Faktor Yang Diketahui Menurunkan Risiko
1. Keturunan asia
2. Masa kehamilan usia kurang dari 18 tahun
3. Early Menopause
4. Mensterilkan (Vasektome, Tubektomi) sebelum 37 tahun

VII. TANDA GEJALA


Kanker payudara awal biasanya asimtomatis. Biasanya pasien datang dengan keluhan:
 Tonjolan pada dada, atau di ketiak terasa keras, tedak beraturan bentuknya, tidak
nyeri
 Payudaraa dan puting mengalami perubahan ukuran, bentuk, atau rasa ketika
diraba (kemerahan, dipling, peant d’orange)
 Keluar discharge pada puting (darah, bening, kuning, hijau, pus)

15
Selain itu ada juga gejala-gejala lain yang dapat menunjang kanker payudara, yaitu

 Nyeri tulang
 Tidak nyaman atau nyeri di payudara
 Pembengkakan pada daerah ketiak (sebelah payudara yang terkena kanker)
 Penurunan berat badan
VIII. DIAGNOSIS
A. Inspeksi
Ahli bedah akan melakukan inspeksi pada payudara wanita. Simetri, ukuran dan
bentuk payudara dinilai, adanya edema (peau d’orange), retraksi papilla mammae, eritema.

B. Palpasi
Sebagai bagian dari pemeriksaan fisik, payudara dipalpasi secara hati-hati.
Pemeriksaan pasien dalam posisi berbaring merupakan posisi yang terbaik. Ahli bedah akan
melakukan palpasi secara lembut dari sisi ipsilateral, memeriksa seluruh kuadran payudara
dari sternum bagian lateral sampai m. Latissimus dorsi, dan dari clavicula inferior sampai
rectus bagian atas. Secara sistematis mencari pembesaran KGB.

C. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada penyakit yang terlokalisasi tidak didapatkan kelainan hasil pemeriksaan
laboratorium. Kenaikan kadar alkali fosfatase serum dapat menujukkan adanya metastasis
pada hepar. Pada keganasan yang lanjut dapat terjadi hiperkalemia. Pemeriksaan
laboratorium lain meliputi:

16
 Kadar CEA (Carcino Embryonic Antigen)
 MCA (Mucinoid-like Carcino Antigen)
 CA 15-3 (Carbohydrat Antigen), Antigen dari globulus lemak susu
 BRCA1 pada kromosom 17q (tahun 1990 oleh Mary Claire King- didukung ole The
Breast Cancer Linkage Consortium) dari BRCA2 dari kromosom 13.
 Gen AM (ataxia-telangiectasia) : ditemukan gen ini pada pasien bias sebagai
predisposisi timbulnya Ca mammae
2. Radiologi
 X-foto thorax dapat membantu mengetahui adanya keganasan dan mendeteksi
adanya metastase ke paru-paru
 Mammografi
Dapat membantu menegakkan diagnosis apakah lesi tersebut ganas atau tidak.
Dengan mammografi dapat melihat massa yang kecil sekalipun yang secara palpasi
tidak teraba, jadi sangat baik untuk diagnosis dini dan screening. Adanya proses
keganasan akan memberikan tanda-tanda primer dan sekunder. Tanda primer berupa
fibrosis reaktif, comet sign, adanya perbedaan yang nyata ukuran klinik dan
rontgenologis dan adanya mikrokalsifikasi. Tanda sekunder berupa retraksi,
penebalan kulit, bertambahnya vascularisasi, perubahan posisi papilla dan areola,
adanya bridge of tumor, keadaan daerah tunika dan jaringan fibroglanduler tidak
teratur, infiltrasi jaringan lunak belakang mammae dan adanya metastasis ke
kelenjar.
 USG (Ultrasonografi)
Dengan USG selain dapat membedakan tumor padat atau kistik, juga dapat
membantu untuk membedakan suatu tumor jinak atau ganas. Ca mammae yang
klasik pada USG akan tampak gambaran suatu lesi padat, batas ireguler, tekstur
tidak homogen. Posterior dari tumor ganas mammae terdapat suatu Shadowing.
Selain itu USG juga dapat membantu staging tumor ganas mammae dengan mencari
dan mendeteksi penyebaran lokal (infiltrasi) atau metastasis ke tempat lain, antara
lain ke KGB regional atau ke organ lainnya (misalnya hepar). Ultrasonography juga
digunakan sebagai penuntun untuk melakykan fine-needle aspiration biopsy, core
needle biopsy.
 Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB)

17
FNAB dilanjutkan dengan FNAC (Fine Needle Aspiration Cytology) merupakan
teknik pmeriksaan sitologi dimana bahan pemeriksaan diperoleh dari hasil punksi
jarum terhadap lesi dengan maupun tanpa guiding USG. FNAB sekarang lebih
banyak digunakan dibandingkan dengan cutting needle biopsy karena cara ini lebih
tidak nyeri, kurang traumatic, tidak menimbulkan hematoma dan lebih cepat
menghasilkan diagnosis. Cara pemeriksaan ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas
yang tinggi, namun tidak dapat memastikan tidak adanya keganasan. Hasil negatif
pada pemeriksaan ini dapat berarti bahwa jarum biopsi tidak mengenai daerah
keganasan sehingga biopsy eksisi tetap diperlukan untuk konfirmasi hasil negative
tersebut.

IX. PENATALAKSANAAN
Untuk stadium 0 atau Carcinoma in situ, terapi ini bertujuan untuk mencegah atau
sebagai diteksi tahap awal terhadap carcinoma invasi. Untuk LCIS dilakukan tidakan bilateral
masektomi total atau chemoprevention tamofixen. Untuk DCIS masectomi masi merupakan
gold standar dari tindakan, biasanya dilakukan apabila kanker berukuran > 4cm atau berada
di >1 kuadran. Selain itu untuk DCIS bisa dilakukan lumpectomy dengan terapi radiasi, atau
dilakukan lumpectomy saja, atau pemberian tamoxifen
Stadium I, II, III awal (stadium operable) sifat pengobatan adalah kuratif. Pengobatan
pada stadium I, II dan IIIa adalah operasi primer, terapi lainnya bersifat adjuvant. Untuk
stadium I dan II pengobatannya adalah radikal mastectomy atau modified radikal mastectomy
dengan atau tanpa radiasi dan sitostatika adjuvant.

Macam-macam operasi carcinoma mammae

Stadium IIIa terapinya adalah simple mastectomy dengan radiasi dan sitostatika
adjuvant. Stadium IIIb dan IV sifat pengobatannya adalah paliatif, yaitu terutama untuk
mengurangi penderitaan dan memperbaiki kualitas hidup. Untuk stadium IIIb atau yang

18
dinamakan locally advanced pengobatan utama adalah radiasi dan dapat diikuti oleh
modalitas lain yaitu hormonal terapi dan sitostatika. Stadium IV pengobatan primer adalah
yang bersifat sistemik yaitu hormonal dan khemoterapi.

1. Modified radical mastectomy


Kanker yang besar dan residual setelah adjuvant terapi (khususnya pada payudara
yang kecil), kanker multisentris, dan pasien dengan komplikasi terapi radiasi merupakan
indikasi dilakukannya operasi ini (Zollinger Atlas of Surgical Operation).Prosedur ini paling
banyak digunakan, terdapat 2 bentuk prosedur yang biasa digunakan oleh para ahli bedah.
 Prosedur Patey dan modifikasi dari Scanlon
M. pectoralis mayor tetap dipertahankan sedangkan M. pectoralis minor dan kelenjar
limfe level I, II dan III pada axilla diangkat. Scanlon memodifikasi prosedur Patey
dengan memisahkan tetapi tidak mengangkat M. pectoralis minor, sehingga kelenjar
limfe apical (level III) dapat diangkat dan saraf pectoral lateral dari otot mayor
dipertahankan.
 Prosedur yang dibuat oleh Auchincloss
Berbeda dari prosedur Patey, yaitu dengan tidak mengangkat atau memisahkan M.
Pectoralis minor. Modifikasi ini membatasi pengangkatan komplit dari kelenjar limfe
paling atas, Auchincloss menerangkan bahwa hanya 2 % dari pasien yang
memperoleh manfaat dengan adanya pengangkatan kelenjar limfe sampai level
tertinggi. Ini yang membuat prosedur Auchincloss menjadi prosedur yang paling
populer untuk Ca mammae di Amerika Serikat.

2. Total Mastectomy
Total mastectomy kadang disebut juga dengan simple mastectomy yang mencakup
operasi pengangkatan seluruh mammae, axillary tail dan fascia pectoralis. Total mastectomy
tidak mencakup diseksi axilla dan sering dikombinasi dengan terapi radiasi post operasi.
Prosedur ini didasarkan pada teori bahwa KGB merupakan sumber suatu barrier terhadap sel-
sel Ca mammae dan seharusnya tidak diangkat, juga ada alasan bahwa terapi radiasi akan
dapat menahan penyebaran sel-sel ganas sebagai akibat trauma operasi.

3. Hormonal terapi
30-40 % Ca mammae adalah hormon dependen. Hormonal terapi adalah terapi utama
pada stadium IV disamping khemoterapi. Untuk wanita premenopause terapi hormonal

19
berupa terapi ablasi yaitu bilateral oophorectomy. Untuk post menopause terapinya berupa
pemberian obat anti esterogen, dan untuk 1-5 tahun menopause jenis terapi tergantung dari
aktivitas efek esterogen. Efek esterogen positif dilakukan terapi ablasi, efek esterogen
negative dilakukan pemberian obat-obatan anti esterogen.

4. Chemoterapy
Terapi ini bersifat sistemik dan bekerja pada tingkat sel. Terutama diberikan pada Ca
mammae yang sudah lanjut, bersifat paliatif, tapi dapat pula diberikan pada Ca mammae yang
sudah dilakukan mastectomy bersifat terapi adjuvant. Biasanya diberikan kombinasi CMF
(Cyclophosphamide, Methotrexate, Fluorouracil).
Kemoterapi dan obat penghambat hormon seringkali diberikan segera setelah
pembedahan dan dilanjutkan selama beberapa bulan atau tahun. Pengobatan ini menunda
kembalinya kanker dan memperpanjang angka harapan hidup penderita. Pemberian beberapa
jenis kemoterapi lebih efektif dibandingkan dengan kemoterapi tunggal. Tetapi tanpa
pembedahan maupun penyinaran, obat-obat tersebut tidak dapat menyembuhkan kanker
payudara.
Efek samping dari kemoterapi bisa berupa mual, lelah, muntah, luka terbuka di mulut
yang menimbulkan nyeri atau kerontokan rambut yang sifatnya sementara. Pada saat ini
muntah relatif jarang terjadi karena adanya obat ondansetron. Tanpa ondansetron, penderita
akan muntah sebanyak 1-6 kali selama 1-3 hari setelah kemoterapi. Berat dan lamanya
muntah bervariasi, tergantung kepada jenis kemoterapi yang digunakan dan penderita.
Selama beberapa bulan, penderita juga menjadi lebih peka terhadap infeksi dan perdarahan.
Tetapi pada akhirnya efek samping tersebut akan menghilang.
Tamoxifen adalah obat penghambat hormon yang bisa diberikan sebagai terapi lanjutan
setelah pembedahan. Tamoxifen secara kimia berhubungan dengan estrogen dan memiliki
beberapa efek yang sama dengan terapisulih hormon (misalnya mengurangi risiko terjadinya
osteoporosis dan penyakit jantung serta meningkatkan risiko terjadinya kanker rahim). Tetapi
tamoxifen tidak mengurangi hot flashes ataupun merubah kekeringan vagina akibat
menopause.
Obat penghambat hormon lebih sering diberikan kepada:
 Kanker yang didukung oleh estrogen
 Penderita yang tidak menunjukkan tanda-tanda kanker selama lebih dari 2 tahun
setelah terdiagnosis

20
 Kanker yang tidak terlalu mengancam jiwa penderita.
 Obat tersebut sangat efektif jika diberikan kepada penderita yang berusia 40 tahun
dan masih mengalami menstruasi serta menghasilkan estrogen dalam jumlah besar
atau kepada penderita yang 5 tahun lalu mengalami menopause. Tamoxifen memiliki
sedikit efek samping sehngga merupakan obat pilihan pertama. Selain itu, untuk
menghentikan pembentukan estrogen bisa dilakukan pembedahan untuk mengangkat
ovarium (indung telur) atau terapi penyinaran untuk menghancurkan ovarium.
Jika kanker mulai menyebar kembali berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah
pemberian obat penghambat hormon, maka digunakan obat penghambat hormon yang lain.
Aminoglutetimid adalah obat penghambat hormon yang banyak digunakan untuk
mengatasi rasa nyeri akibat kanker di dalam tulang. Hydrocortisone (suatu hormon steroid)
biasanya diberikan pada saat yang bersamaan, karena aminoglutetimid menekan
pembentukan hydrocortisone alami oleh tubuh.

5. Neoadjuvant chemotherapy
Kemoterapi yang diberikan sebelum tindakan bedah ataupun terapi radiasi. Dengan
adanya terapi ini, maka ahli bedah dapat melakukan terapi bedah konservatif pada Ca
mammae stadium lanjut. Tujuan dari terapi ini adalah untuk menyusutkan tumor yang besar
sehingga dapat dilakukan bedah konservatif untuk mengangkat tumor Tindakan bedah
konservatif adalah yang dikenal dengan nama Breast Conserving Treatment yaitu tindakan
bedah dengan hanya mengangkat tumor yang diikuti diseksi axilla dan radiasi kuratif.

6. Sentinel lymph nodes biopsy


Sentinel lymph nodes adalah nodi limfe yang pertama kali dicapai oleh sel kanker
yang bermetastasis pada Ca mammae. Sentinel lymph nodes biopsy adalah prosedur
diagnosis terbaru yang digunakan untuk mengetahui apakah sudah terdapat metastasis Ca
mamme ke kelenjar limfe axilla. sel tumor, maka selanjutnya tidak perlu lagi mengangkat
kelenjar limfe lainnya yang terdapat pada daerah axilla

7. Radiation therapy
Diberikan secara teratur selama beberapa minggu setelah dilakukan lumpectomy atau
partial mastectomy dengan tujuan untuk membunuh sel tumor yang tersisa yang terdapat di

21
dekat area tumor. Radiasi dilakukan tergantung dari besar tumor, jumlah KGB axilla yang
terkena. Kadang terapi radiasi diberikan sebelum tindakan bedah untuk menyusutkan ukuran
tumor yang besar sehingga mudah untuk diangkat.
Terapi radiasi sangat efektif mengurangi terjadinya rekurensi Ca mammae pada kedua
mammae dan dinding thorax. Tipe terapi radiasi yang paling banyak digunakan untuk Ca
mammae adalah terapi radiasi yang diberikan dari sumber yang berada diluar tubuh yang
dikenal dengan nama external-beam radiation therapy. Terapi radiasi juga dapat diberikan
dengan cara menanamkan pil ke dalam area tumor (internal radiation therapy).

X. SISTEM STADIUM DAN PROGNOSIS


Stadium kanker mammae ditentukan oleh hasil reseksi bedah dan pencitraan. Sistem
yang paling banyak digunakan untuk menentukan stadium kanker berdasarkan American
Joint Community on Cancer (AJCC). Sistem ini didasarkan pada deskripsi dari tumor primer
(T), status kelenjar getah bening regional (N), dan adanya metastasis jauh (M).
Pengelompokan terbaru telah memasukkan penggunaan sentinel node biopsi dan termasuk
klasifikasi ukuran deposit metastasis pada kelenjar sentinel, serta jumlah dan lokasi node
metastasis regional disertai angka harapan hidup 5 tahun.
American Joint Committee on Cancer, Stadium Kanker Mammae, 2002

Tumor Primer (T)

Tx Tumor pimer tidak dinilai

Tis Carcinoma in situ (LCIS atau DCIS) atau paget’s disease pada puting tanpa
tumor

T1 Tumor ≤2 cm

T1a Tumor ≥0.1 cm, ≤0.5 cm

T1b Tumor >0.5 cm, ≤1 cm

T1c Tumor >1 cm, ≤2 cm

T2 Tumor >2 cm, ≤5 cm

T3 Tumor >5 cm

T4 Tumor dalam berbagai ukuran dengan perluasan sampai ke dinding dada atau
kulit

22
T4a Tumor meluas sampai dinding dada (termasuk m. pectoralis)

T4b Tumor meluas ke kulit dengan ulserasi, edema dan nodul satelit

T4c Gabungan T4a dan T4b

T4d Karsinoma inflammatory

Pembuluh Limfe/Node (N)

N0 Tidak ada keterlibatan kel.limfe regional, tidak diteliti lebih jauh

N0 (i-) Tidak ada keterlibatan kel.limfe regional, IHC (-)

N0 (i+) Keterlibatan kel.limfe mencakup <0.2 mm

N0 Tidak ada keterlibatan kel.limfe, PCR (-)


(mol-)

N0 Tidak ada keterlibatan kel.limfe, PCR (+)


(mol+)

N1 Metastasis ke kel.limfe axilla 1-3 dan atau int. mammary (+) dari biopsy

N1(mic) Micrometastasis (>0.2 mm, none >2.0 mm)

N1a Metastasis ke kel.limfe axilla 1-3

N1b Metastasis ke kel.limfe int. mammary dengan biopsy sentinel

N1c Metastasis ke kel.limfe axilla 1-3 dan kel. limfe int. Mammary dengan biopsy

N2 Metastasis ke kel.limfe axilla 4-9 atau int. mammary disertai klinik (+) tanpa
metastasis ke axilla

N2a Metastasis ke kel.limfe axilla 4-9 paling tidak 1 >2.0 mm

N2b Int. mammary klinik nampak, kel.limfe axilla (-)

N3 Metastasis ke ≥10 kel.limfe axilla atau kombinasi metastasis kel.limfe axilla


dan int. mammary metastasis

N3a ≥10 kel.limfe axilla (>2.0 mm), atau kel.limfe infraclavicular

N3b Klinik int. mammary (+) ≥1 kel.limfe (+) atau >3 kel.limfe axilla (+) dengan
int. mammary (+) dari biopsy

23
N3c Metastasis ke ipsilateral supraclavicular nodes (IAN)

M (Metastasis)

M0 Tidak terdapat metastasi jauh

M1 Terdapat metastasis jauh

American Joint Committee on Cancer Kelompok Stadium dan Angka Harapn


Hidup
STAGE TNM Angka harapan hidup 5 tahun (%)

0 Tis, N0, M0 100

I T1, N0, M0 100

IIA T0, N1, M0 92

T1, N1, M0

T2, N0, M0

IIB T2, N1, M0 81

T3, N0, M0

IIIA T0, N2, M0 67

T1, N2, M0

T2, N2, M0

T3, N1, M0

T3, N2, M0

IIIB T4, N0, M0 54

T4, N1, M0

T4, N2, M0
[†]
IIIC Semua T, N3, M0

IV Semua T, Semua N, M1 20

24
DAFTAR PUSTAKA

Norton, Jeffry A, et al. 2000. Surgery: Basic Science and Clinical Evidence Part 2. New
York: Springer-Verlag.

Brunicardi, F. Charles, et al. 2010. Schwartz’s Principles of Surgery 9th Edition. Mc Graw
Hill: United State of America.

Caslclato, Dennis A. 2000. Manual of Clinical Oncology 4th Edition. Lippincott Williams &
Wilkin: Philadelphia

Protokol Penatalaksanaan Kanker Payudara. PERABOI. 2003

Mc.Ninn. 1994. Last Anatomy: Regional and Applied 9th Edition. Longman Group: UK

Kaufmann, Manfred, dkk. 2006. Atlas of Breast Surgery. Frankfurt : Springer

Wright, Mary Jo, et al. SurgicalTreatment of Breast Cancer. Accesed from


http://emedicine.medscape.com/article/1276001-overview#aw2aab6b5 [3 April 2014]

Swart, Rachel. 2014. Breast Cancer Screening. Accesed from


http://emedicine.medscape.com/article/1945498-overview#aw2aab6b2 [3 April 2014]

25

Das könnte Ihnen auch gefallen