Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
2016
1. Tujuan
2. Dasar Teori
Pemerian asam benzoat (C7H6O2) adalah hablur, halus dan ringan; tidak berwarna;
tidak berbau. Kelarutan asam benzoat adalah larut dalam air kurang dari 350 bagian
air, dalam lebih kurang 3 bagian etanol (95%) P, dalam 8 bagian kloroform P, dan
dalam 3 bagian eter P. (Farmakope Indonesia edisi III Tahun 1979).
Untuk menyatakan kelarutan zat kimia, istilah kelarutan dalam pengertian umum
kadang-kadang perlu digunakan tanpa mengindahkan perubahan kimia yang mungkin
terjadi pada pelarutan tersebut. Pernyataan kelarutan zat dalam bagian tertentu pelarut
adalah kelarutan pada suhu 20o dan kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa 1
bagian bobot zat padat atau 1 bagian volume zat cair larut dalam bagian volume
tertentu pelarut. Pernyataan kelarutan yang tidak disertai angka adalah kelarutan pada
suhu kamar. Kecuali dinyatakan lain, zat jika dilarutkan boleh menunjukkan sedikit
kotoran mekanik seperti bagian kertas saring, serat, dan butiran debu. (Farmakope
Indonesia edisi III Tahun 1979).
Pernyataan bagian dalam kelarutan berarti bahwa 1 g zat padat atau 1 ml zat cair
dalam sejumlah ml pelarut. Jika kelarutan suatu zat tidak diketahui dengan pasti,
kelarutannya dapat ditunjukkan dengan istilah berikut :
Larut 10 sampai 30
Ka = [H3O+][A–]
[HA]
Jika pH dinaikkan, artinya nilai [H+] turun, maka kesetimbangan akan bergeser ke
kanan, artinya akan semakin banyak asam yang larut. Dengan demikian akan
meningkatkan kelarutan zat. Untuk mengetahui pengaruh pH terhadap kelarutan asam
benzoat, dilakukan dengan menghitung banyaknya asam benzoat yang larut setelah
penambahan dapar. Dilakukan penentuan kadar pada filtrat dengan menggunakan
spektrofotometer. Dan terhadap residu dilakukan penimbangan setelah sebelumnya
dilakukan pengeringan dengan oven pada suhu 1050C. Jumlah asam benzoat yang
larut seharusnya memberikan hasil yang sama dengan cara penimbangan residu.
· Oven
Buat terlebih dahulu larutan induk 500 ppm dengan menimbang 50 mg asam benzoat
lalu dilarutkan dengan etanol 95% hingga volume mencapai 100 ml
Hitung volume yang dibutuhkan untuk membuat larutan standar dengan konsentrasi 5,
10, 15, 20, 25, dan 30 ppm
Pipet larutan induk menggunakan pipet volume sesuai dengan yang dibutuhkan lalu
masukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Tambahkan etanol 95% hingga batas
penandaan
pH Transmiter Absorben
4 0,358 0,078
5 0,326 0,074
6 0,310 0,070
ppm Absorben
5 0,025
10 0,063
15 0,104
20 0,147
25 0,209
30 0,269
5. Perhitungan
m = n x Mr
m = 0,01 x 210,14
m = 2,1014 g
m = n x Mr
m = 0,01 x 294,10
m = 2,941 g
pH 4
pH 5
20,5 ml Asam Sitrat + 29.5 ml Natrium Sitrat, tambahkan volume hingga 100 ml
pH 6
9,5 ml Asam Sitrat + 41,5 ml Natrium Sitrat, tambahkan volume hingga 100 ml
Dibuat terlebih dahulu larutan induk dengan cara timbang 50 mg asam benzoat dan
larutkan dengan etanol 95% hingga mencapai volume 100 ml.
M1 . V1 = M2 . V2
V1 = (M2 x V2) / M1
V1 = (0,5 mg x 100 ml) / 50 mg
V1 = 1 ml
Jadi, dipipet 1 ml dari larutan induk dan ditambahkan etanol 95% hingga volume
mencapai 100 ml, maka menghasilkan larutan standar 5 ppm yaitu 0,5 mg dalam 100
ml atau 5 mg dalam 1000 ml (5 ppm)
M1 . V1 = M2 . V2
V1 = (M2 x V2) / M1
V1 = (1 mg x 100 ml) / 50 mg
V1 = 2ml
Jadi, dipipet 2 ml dari larutan induk dan ditambahkan etanol 95% hingga volume
mencapai 100 ml, maka menghasilkan larutan standar 10 ppm yaitu 1 mg dalam 100
ml atau 10 mg dalam 1000 ml (10 ppm)
M1 . V1 = M2 . V2
V1 = (M2 x V2) / M1
V1 = 3 ml
Jadi, dipipet 3 ml dari larutan induk dan ditambahkan etanol 95% hingga volume
mencapai 100 ml, maka menghasilkan larutan standar 15 ppm yaitu 1,5 mg dalam 100
ml atau 15 mg dalam 1000 ml (15 ppm)
M1 . V1 = M2 . V2
V1 = (M2 x V2) / M1
V1 = (2 mg x 100 ml) / 50 mg
V1 = 4 ml
Jadi, dipipet 4 ml dari larutan induk dan ditambahkan etanol 95% hingga volume
mencapai 100 ml, maka menghasilkan larutan standar 20 ppm yaitu 2 mg dalam 100
ml atau 20 mg dalam 1000 ml (20 ppm)
M1 . V1 = M2 . V2
V1 = (M2 x V2) / M1
V1 = 5 ml
Jadi, dipipet 5 ml dari larutan induk dan ditambahkan etanol 95% hingga volume
mencapai 100 ml, maka menghasilkan larutan standar 25 ppm yaitu 2,5 mg dalam 100
ml atau 25 mg dalam 1000 ml (25 ppm)
Larutan standar 30 ppm
M1 . V1 = M2 . V2
V1 = (M1 x V1) / M2
V1 = (3 mg x 100 ml) / 50 mg
V1 = 6 ml
Jadi, dipipet 6 ml dari larutan induk dan ditambahkan etanol 95% hingga volume
mencapai 100 ml, maka menghasilkan larutan standar 30 ppm yaitu 3 mg dalam 100
ml atau 30 mg dalam 1000 ml (30 ppm)
Multiple R 0.994261
R Square 0.988555
ANOVA
df SS MS F Significance F
Total 5 0.041813
Standard
Coefficients t Stat P-value Lower 95%
Error
pH 4
residu sampel = berat sampel dan kertas saring – berat kertas saring
pH 5
residu sampel = berat sampel dan kertas saring – berat kertas saring
pH 6
residu sampel = berat sampel dan kertas saring – berat kertas saring
4 44 mg 0.44
5 52 mg 0.52
6 60 mg 0.60
f. Perhitungan Filtrat
Larutan uji filtrat dibuat dengan menimbang 100 mg asam benzoat lalu dilarutkan
dengan masing-masing 25 ml pH (4,5,6). Kemudian disaring dan masukkan ke labu
ukur 100 ml, lalu ditambahkan air hingga batas penandaan. Dari larutan induk ini
diencerkan dengan cara dipipet sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur
100 ml, ditambahkan aqua destilata hingga batas penandaan.
Maka,
Untuk mengukur nilai kelarutan asam benzoat, digunakan larutan dapar sitrat dengan
berbagai pH tertentu, yakni pH 4, 5, dan 6.
Pada praktikum kali ini, 100 mg asam benzoat dilarutkan dalam 25 ml larutan dapat
sitrat dengan ukuran pH yang telah ditentukan, kemudian dilakukan pengocokan
selama 15 menit. Setelah dikocok maka dapat dilihat butiran ataupun bagian asam
benzoat yang tidak larut dalam larutan dapar sitrat pH 4, 5, dan 6. Setelah
pengocokan, larutan disaring ke dalam labu ukur dan ditambahkan volume hingga 100
ml.
Untuk mengetahui berat asam benzoat yang tidak larut dapat digunakan metode
gravimetri, dimana melakukan penimbangan terhadap asam benzoat sebelum dan
sesudah dilarutkannya asam benzoat ke dalam larutan dapar sitrat. Berdasarkan hasil
pegamatan, diperoleh berat asam benzoat yang tidak larut yaitu dengan mengurangkan
bobot kertas saring dengan asam benzoat yang tidak larut (residu) dikurang dengan
bobot kertas saring. Setelah diperoleh berat residu, maka kurangkan dengan berat
asam benzoat yang sebelumnya telah ditimbang di awal.
Dari praktikum diperoleh bahwa berat residu asam benzoat pada pH 4 lebih banyak
daripada pH 5 dan pH 6. Yaitu 56 mg, 48 mg, dan 40 mg. Ini berarti, berat asam
benzoat yang larut pada pH 6 lebih banyak dibandingkan pH 5 dan pH 4.
Dari tabel statistik, diperoleh bahwa nilai R Square adalah 0.988. Berdasarkan
pemahaman statistika, hal ini berarti bahwa variabel x (ppm) berasosiasi dengan
variabel y (absorben). Kriteria pembacaan nilai korelasi ini yaitu, jika pada skala
>0.75 – 0.99 maka kolerasi tersebut dapat dikatakan sangat kuat. Dan apabila bernilai
1 maka korelasinya sempurna. Berdasarkan nilai 0.988 yang kita dapatkan, hal itu
berarti bahwa hubungan keduanya disebut sebagai korelasi sangat kuat atau nyaris
sempurna. Dalam korelasi sempurna tidak diperlukan lagi pengujian hipotesis, karena
kedua variabel mempunyai hubungan linear yang sempurna. Artinya variabel x
mempengaruhi variabel y secara sempurna. Koefisien korelasi yang diperoleh adalah
0.988, berarti koefisien korelasi bernilai positif. Hal ini berarti, jika nilai variabel x
tinggi maka nilai variabel y akan tinggi pula.
Pada tabel statistik, diketahui bahwa nilai significance adalah 0.04. Nilai ini
menggambarkan bagaimana hasil riset itu mempunyai kesempatan untuk benar. Nilai
0.04 ini berarti bahwa hasil ini mempunyai kesempatan benar sebesar 96% dan salah
sebesar 4%. Kriteria pengujian ini yaitu apabila angka signifikansi hasil riset
Berdasarkan grafik kelarutan asam benzoat terhadap pH, diperoleh bahwa grafik
kelarutan akan meningkat seiring dengan meningkatnya pH. Hal ini berarti bahwa
asam benzoat akan semakin meningkat kelarutannya searah dengan meningkatnya pH
larutan. Maka, asam benzoat akan semakin banyak larut pada pH yang lebih tinggi
atau basa, misalnya pada pH 6 daripada pH 4.
Melalui hasil yang diperoleh, kita dapat melihat perbedaan perhitungan antara
penimbangan residu dengan perhitungan menggunakan spektrofotometer. Hal ini
dapat disebabkan salah satunya karena tidak akuratnya proses penyaringan maupun
pengeringan menggunakan oven. Kesalahan ini menimbulkan hilangnya berat residu
hingga berkurangnya bobot residu yang sebenarnya.
7. Kesimpulan