Sie sind auf Seite 1von 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan


merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendiks disebut juga
umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di
masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah
sekum. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa fungsi apendiks
sebenarnya. Namun demikian, organ ini sering sekali menimbulkan masalah
kesehatan.2
Gejala pada apendisitis akan mengakibatkan nyeri, dan obstruksi yang
mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari
apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga
menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi
akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi
peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks.
Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari
organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks. Yang paling
ditakutkan pada apendisitis ini adalah terjadinya perforasi, perforasi ini bisa
memperberat keadaan pasien.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
a. Mahasiswa mampu mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan penyakit
apendisitis.
b. Memberi gambaran kepada pembaca terhadap penyakit apendisitis.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui bagaimana cara anamnesis apendisitis.
b. Mengetahui patofisiologi, patogenesa, diagnosis dari apendisitis.

1
c. Mengetahui pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan terapi dari
apendisitis.
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat bagi Mahasiswa
a. Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umunya, dan ilmu pada
penyakit bedah.(apendisitis)
b. Sebagai proses pembelajaran bagi mahasiswa yang mempelajari tentang
penyakit bedah (apendisitis)
1.3.2 Manfaat Bagi Masyarakat
a. Masyarakat umum dapat mengetahui gambaran penyakit apendisitis
b. Masyarakat mengetahui jenis penyakitnya dan dapat mencegah penyebab
penyakit apendisitis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Apendiks
2.1.1 Anatomi
Appendix merupakan organ berbentuk cacing, panjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran 3-15 cm) dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal
dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, appendix berbentuk
kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini
mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65%
kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks
bergerak dan geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya.1
Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang
sekum, dibelakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis
apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.1

Gambar 1. Anatomi Apendiks

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti


a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis
berasal dari n.torakalis X. oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis
bermula di sekitar umbilicus.1

3
Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri
kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi,
apendiks akan mengalami gangrene.1

Gambar 2. Perdarahan apendiks

2.1.2 Histologi
Apendiks mempunyai struktur yang sama dengan usus besar. Glandula
mukosanya terpisahkan dari vascular submukosa oleh mukosa muskular dan
bagian luar dinding submukosa adalah dinding otot yang sama. Apendiks
dibungkus oleh tunika serosa yang terdiri atas vaskularisasi pembuluh darah
besar dan bergabung menjadi satu di mesoapendiks.

Gambar 3. Histologi apendiks

4
Jika apendiks terletak di retroperitoneal, maka apendik tidak dibungkus
oleh tunika serosa. Mukosa apendiks terdiri dari atas sel-sel gastrointestinal
endokrin system.

2.1.3 Fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir kedalam sekum.
Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada
pathogenesis apendisitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated
lymphoid tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks,
ialah IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap
infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system
imun tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan
dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.2 Jika terjadi sumbatan
pada lumen apendiks maka akan timbul peradangan yang dikenal dengan
apendisitis.
2.2. Apendisitis
2.2.1. Definisi

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis


akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah
rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat

Gambar 4. Peradangan pada apendiks vermiformis

5
2.2.2. Epidemiologi
Insiden apendisitis akut di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara
berkembang. Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya turun
secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh oleh meningkatnya
penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari.Apendisitis dapat
ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang
dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu
menurun. Insiden pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali
pada umur 20-30 tahun, insiden lelaki lebih tinggi.2
2.2.3. Etiologi
Appendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix
sehingga terjadi kongesti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi
infeksi. Appendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab
obstruksi yang paling sering adalah fecolith. Fecolith ditemukan pada sekitar
20% anak dengan appendicitis. Penyebab lain dari obstruksi appendiks
meliputi:
1. Hiperplasia folikel lymphoid
2. Carcinoid atau tumor lainnya
3. Benda asing (pin, biji-bijian)
4. Kadang parasit 1
Penyebab lain yang diduga menimbulkan Appendicitis adalah ulserasi
mukosa appendix oleh parasit E. histolytica.Berbagai spesies bakteri yang
dapat diisolasi pada pasien appendicitis yaitu7:
Tabel 1. Bakteri penyebab apendisitis
Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob
 Escherichia coli  Bacteroides fragilis
 Viridans streptococci  Peptostreptococcus micros
 Pseudomonas aeruginosa  Bilophila species
 Enterococcus  Lactobacillus species

6
2.2.4. Patofisiologi
Secara pathogenesis factor penting terjadinya apendisitis adalah adanya
obstruksi lumen apendiks yang biasanya disebabkan oleh fekalit. Obstruksi
lumen apendiks merupakan faktor penyebab dominan pada apendisitis akut.
Peradangan pada apendiks berawal di mukosa dan kemudian melibatkan
seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam. Obstruksi pada
bagian yang proksimal dari lumen menyebabkan stasis bagian distal apendiks,
sehingga mucus yang terbentuk secara terus menerus akan terakumulasi.
Selanjutnya akan menyebabkan tekanan intraluminal meningkat kondisi ini
akan memacu proses translokasi kuman dan terjadi peningkatan jumlah kuman
didalam lumen apendiks. Selanjutnya terjadi gangguan sirkulasi limfe yang
menyebabkan udem. Kondisi ini memudahkan ivasi bakteri dari dalam lumen
menembus mukosa dan menyebabkan ulserasi mukosa apendiks maka terjadi
keadaan yang disebut apendiks fokal.
Obstruksi yang terus menerus akan menyebabkan tekanan intraluminer
semkin tinggi dan menyebabkan terjadinya gangguan sirkulasi vaskuler.
Keadaan ini akan menyebabkan edema semakin berat sehingga terjadi
penumpukan nanah pada dinding apendiks atau disebut dengan apendisitis akut
supuratif. Pada keadaan yang lebih lanjut dimana tekanan intraluminer
semakin tinggi, udem menjadi lebih hebat, terjadi gangguan sirkulasi atrial.
Hal ini menyebabkan terjadinya gangrene. Gangrene biasanya di tengah-tengah
apendiks dan berbentuk ellipsoid, keadaan ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila tekanan terus meningkat maka akan terjadi perforasi yang
mengakibatkan cairan mukosa apendiks akan tercurah ke rongga peritoneum
dan terjadilah peritonitis.7

7
 Patogenesis Peradangan Seluruh permukaan
mukosa (24-48 jam)

Obstruksi Lumen
Mukus terkurung,
Stasis bagian distal
Tek. Intraluminar √

F. Resiko Ggn. Sirkulasi dan


Fokalit Translokasi kuman limfe (edem)

Ulserasi fokal (app. Infeksi bakteri---


peritonitis
Fokal) lumen - mukosa

Perforasi (app Penumpukan nanah


Ggn Sirkulasi Atrial
perforasi) dan T. Intra/odem

Ulserasi fokal (app. Tek. Meningkat dan


Fokal) udem Gangren

Gambar.5. Alur Patogenesis Appendisitis

2.2.5. Klasifikasi Apendisitis


1. Apendisitis akut
a. Appendicitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis)
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa
disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen
appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang
mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks jadi menebal, edema, dan
kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus,
mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam ringan. Pada
appendicitis kataral terjadi leukositosis dan appendiks terlihat normal,
hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa.
b. Appendicitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema
pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke

8
dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa
menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat
eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler,
dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat
terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
c. Appendicitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri
mulai terganggu sehingga terjadi infrak dan ganggren. Selain
didapatkan tanda-tanda supuratif, appendiks mengalami gangren pada
bagian tertentu. Dinding appendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau
merah kehitaman. Pada appendicitis akut gangrenosa terdapat
mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.

2. Apendisitis Abses
Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah
(pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal,
subcaecal, dan pelvic

3. Apendisitis Perforasi
Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah
ganggren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga
terjadi peritonitis umum. Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi
dikelilingi oleh jaringan nekrotik.

4. Apendisitis Kronis
Appendicitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif
sebagai proses radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan
virulensi rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa

9
appendicitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks
secara makroskopik dan mikroskopik. Secara histologis, dinding appendiks
menebal, sub mukosa dan muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat
infiltrasi sel radang limfosit dan eosinofil pada sub mukosa, muskularis propia,
dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.

Gambar 6. Klasifikasi Appendisitis

2.2.6. Manifestasi Klinis


Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri
samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus.
Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual muntah, dan pada umumnya nafsu
makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan
bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya,
sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan
adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita
merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa
mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai dengan
demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5 derajat celcius.2,3,4

10
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari
apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang.
Berikut gejala yang timbul tersebut.2,4
1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum
(terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan
tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan
atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas
dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi
m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis
 Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan
timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis
meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan
berulang-ulang (diare).
 Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih,
dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya
dindingnya.
Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan
diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga
biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana
gejala apendisitis tidak jelas dan tidak khas.2,3
1. Pada anak-anak
Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan.
Seringkali anak tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam
kemudian akan terjadi muntah- muntah dan anak menjadi lemah dan letargik.
Karena ketidak jelasan gejala ini, sering apendisitis diketahui setelah
perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah
terjadi perforasi.5
2. Pada orang tua berusia lanjut

11
Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari
separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.
3. Pada wanita
Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya
serupa dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi, menstruasi),
radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia
kehamilan trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah,
dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini.
Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral,
sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal
kanan.5
Tabel 2. Gambaran klinis apendisitis akut
Gambaran klinis apendisitis akut
 Tanda awal  nyeri mulai di epigastrium atau region umbilikalis
disertai mual dan anoreksia
 Nyeri pindah ke kanan bawah menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum local dititik McBurney
 Nyeri tekan
 Nyeri lepas
 Defans muskuler
 Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
 Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (rovsing sign)
 Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan
(Blumberg sign)
 Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti bernafas
dalam, berjalan, batuk, mengedan

12
2.2.7. Penegakan Diagnosis
Diagnosis apendisitis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan lab, pemeriksaan penunjang
2.2.7.1. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita berjalan membungkuk


sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi perforasi, dan
penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada apendikuler abses.
Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi
dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari
tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah:
• Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran
kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.

Gambar 7. Titik Mc. Burney

• Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness (nyeri


lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan
secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan
dan dalam di titik Mc. Burney.

13
• Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis. Defence
muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan
adanya rangsangan peritoneum parietale.
• Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah
apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini
diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal
pada sisi yang berlawanan.

Gambar 8. Rovsing’s Sign


• Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas
oleh peradangan yang terjadi pada apendiks.

Gambar 9. Psoas Sign

14
• Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul
dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif,
hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah
hipogastrium.

Gambar 10. Obturator’s Sign

Tabel 3. Pemeriksaan Fisik yang Khas pada Apendisitis


Jenis Pemeriksaan Interpretasi
Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada kuadran kiri bawah
dan timbul nyeri pada sisi kanan.
Psoas sign atau Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian dilakukan ekstensi dari
Obraztsova’s sign panggul kanan. Positif jika timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan rotasi internal pada
panggul. Positif jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut pada korda spermatic
kanan
Kocher (Kosher)’s Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau sekitar pusat,
sign kemudian berpindah ke kuadran kanan bawah.
Sitkovskiy Nyeri yang semakin bertambah pada perut kuadran kanan bawah saat
(Rosenstein)’s sign pasien dibaringkan pada sisi kiri
Bartomier- Nyeri yang semakin bertambah pada kuadran kanan bawah pada pasien
Michelson’s sign dibaringkan pada sisi kiri dibandingkan dengan posisi terlentang
Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit triangle kanan (akan positif
Shchetkin-Bloomberg’s sign)

15
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kanan bawah
kemudian dilepaskan tiba-tiba

Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat peristaltik
normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat
apendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis
apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik
usus.
Pada pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat nyeri bila
daerah infeksi dapat dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika.
Didapatkan nyeri pada jam 9-12. Pada yang mengalami komplikasi, ampula teraba
distensi/ cenderung kolaps pada anak-anak tidak perlu dilakuka rectal toucher karena
apendiksnya berbentuk konus atau pendek.
Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan skor
Alvarado, yaitu:
Tabel 4. Alvarado’s Score
Manifestasi Skor
Gejala Adanya migrasi nyeri 1
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Tanda Nyeri RLQ 2
Nyeri lepas 1
Febris 1
Laboratorium Leukositosis 2
Shift to the left 1
Total poin 10

Keterangan:
0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil
5-6 : bukan diagnosis Appendicitis

16
7-8 : kemungkinan besar Appendicitis
9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka
tindakan bedah sebaiknya dilakukan.8
2.2.7.2. Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium
Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan
appendicitis akuta. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar antara 12.000-
18.000/mm. Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left) dengan jumlah
normal leukosit menunjang diagnosis klinis appendicitis. Jumlah leukosit yang normal
jarang ditemukan pada pasien dengan appendicitis.10
Pemeriksaan urinalisis membantu untuk membedakan appendicitis dengan
pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria
dapat terjadi jika inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter. 10
 Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan
ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang
mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94%
dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan
mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi
yaitu 90-100% dan 96-97%.

Gambar 11. CT-scan Appendiks (kiri) dan USG Appendiks (kanan)

17
Foto barium usus buntu (Appendicogram) juga dapat membantu melihat
terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (skibala) didalam lumen usus buntu.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada
jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding. Foto barium
enema yang dilakukan perlahan pada appendicitis akut memperlihatkan tidak adanya
pengisian apendiks dan efek massa pada tepi medial serta inferior dari seccum;
pengisisan menyingkirkan appendicitis.

Gambar 12. Appendicogram


Appendicogram dengan non-filling apendiks (negatif appendicogram)
merupakan apendisitis akut. Appendicogram dengan partial filling (parsial
appendicogram) diduga sebagai apendisitis dan appendicogram dengan kontras yang
mengisi apendiks secara total (positif appendicogram) merupakan apendiks yang
normal.
Appendicogram sangat berguna dalam diagnosis apendisitis akut, karena
merupakan pemeriksaan yang sederhana dan dapat memperlihatkan visualisasi dari
apendiks dengan derajat akurasi yang tinggi.

2.2.8. Diagnosa Banding

Diagnosis banding dari Appendicitis dapat bervariasi tergantung dari usia dan jenis
kelamin.
1. Pada anak-anak balita

18
- Intususepsi, divertikulitis, dan gastroenteritis akut.
Intususepsi paling sering didapatkan pada anak-anak berusia dibawah 3
tahun. Divertikulitis jarang terjadi jika dibandingkan Appendicitis. Nyeri
divertikulitis hampir sama dengan Appendicitis, tetapi lokasinya berbeda, yaitu
pada daerah periumbilikal. Pada pencitraan dapat diketahui adanya
inflammatory mass di daerah abdomen tengah. Diagnosis banding yang agak
sukar ditegakkan adalah gastroenteritis akut, karena memiliki gejala-gejala
yang mirip dengan appendicitis, yakni diare, mual, muntah, dan ditemukan
leukosit pada feses.10
2. Pada anak-anak usia sekolah
- Gastroenteritis, konstipasi, infark omentum.
Pada gastroenteritis, didapatkan gejala-gejala yang mirip dengan
appendicitis, tetapi tidak dijumpai adanya leukositosis. Konstipasi, merupakan
salah satu penyebab nyeri abdomen pada anak-anak, tetapi tidak ditemukan
adanya demam. Infark omentum juga dapat dijumpai pada anak-anak dan
gejala-gejalanya dapat menyerupai appendicitis. Pada infark omentum, dapat
terraba massa pada abdomen dan nyerinya tidak berpindah.10
3. Pada pria dewasa muda
Diagnosis banding yang sering pada pria dewasa muda adalah Crohn’s
disease, kolitis ulserativa, dan epididimitis. Pemeriksaan fisik pada skrotum
dapat membantu menyingkirkan diagnosis epididimitis. Pada epididimitis,
pasien merasa sakit pada skrotumnya.10
4. Pada wanita usia muda
Diagnosis banding appendicitis pada wanita usia muda lebih banyak
berhubungan dengan kondisi-kondisi ginekologik, seperti pelvic inflammatory
disease (PID), kista ovarium, dan infeksi saluran kencing. Pada PID, nyerinya
bilateral dan dirasakan pada abdomen bawah. Pada kista ovarium, nyeri dapat
dirasakan bila terjadi ruptur ataupun torsi.10
5. Pada usia lanjut

19
Appendicitis pada usia lanjut sering sukar untuk didiagnosis. Diagnosis
banding yang sering terjadi pada kelompok usia ini adalah keganasan dari
traktus gastrointestinal dan saluran reproduksi, divertikulitis, perforasi ulkus,
dan kolesistitis. Keganasan dapat terlihat pada CT Scan dan gejalanya muncul
lebih lambat daripada appendicitis. Pada orang tua, divertikulitis sering sukar
untuk dibedakan dengan appendicitis, karena lokasinya yang berada pada
abdomen kanan. Perforasi ulkus dapat diketahui dari onsetnya yang akut dan
nyerinya tidak berpindah. Pada orang tua, pemeriksaan dengan CT Scan lebih
berarti dibandingkan dengan pemeriksaan laboratorium.

2.2.9. Penatalaksanaan
a. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis
seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan.
Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laktasif tidak boleh diberikan
bila dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya.
Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah (lekosit dan hitung
jenis) diulang secara periodic. Foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk
mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis
ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah
timbulnya keluhan.
b. Antibiotik
Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotic,
kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaan tindak
bedah sambil memberikan antibiotic dapat mengakibatkan abses atau perforasi.
Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita appendicitis
perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta
pemberian antibiotik sistemik.
Pengobatan tunggal yang terbaik untuk usus buntu yang sudah
meradang/apendisitis akut adalah dengan jalan membuang penyebabnya (operasi

20
appendektomi). Pasien biasanya telah dipersiapkan dengan puasa antara 4 sampai 6
jam sebelum operasi dan dilakukan pemasangan cairan infus agar tidak terjadi
dehidrasi. Pembiusan akan dilakukan oleh dokter ahli anastesi dengan pembiusan
umum atau spinal/lumbal. Pada umumnya, teknik konvensional operasi pengangkatan
usus buntu dengan cara irisan pada kulit perut kanan bawah di atas daerah apendiks.
Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman
gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik perlu
dilakukan sebelum pembedahan.

Penatalaksanaan apendiksitis sebelum operasi menurut Mansjoer:


1. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi

2. Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin

3. Rehidrasi

4. Antibiotik dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena

5. Obat – obatan penurun panas, phenergan sebagai anti mengigil, largaktil untuk
membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi
tercapai

6. Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.

c. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi.
Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendektomi.
Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi.
- Appendiktomi cito (appendicitis akut, abses, dan perforasi)
- Appendiktomi elektif (appendisitis kronis)
- Konservatif kemudian operasi elektif (appendisitis infiltrat)
Operasi Appendisitis akut disebut : A. Chaud

21
Operasi Appendisitis kronis disebut : A. Froid
Dengan peningkatan penggunaan laparoskopi dan peningkatan teknik
laparoskopik, apendektomi laparoskopik menjadi lebih sering. Prosedur ini sudah
terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih
cepat dan angka kejadian infeksi luka yang lebih rendah, akan tetapi terdapat
peningkatan kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan waktu operasi.
Laparoskopi itu dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut
abdomen, terutama pada wanita. Beberapa studi mengatakan bahwa laparoskopi
meningkatkan kemampuan dokter bedah untuk operasi.
a. Open Appendectomy
Tindakan operasi untuk apendisitis akut tanpa perforasi adalah dengan
menggunakan insisi pada right lower quadrant muscle splitting Mc.Burney
(oblique) atau rocky davis (transverse). Insisi yang dilakukan harus mencakup
daeran di mana nyeri tekannya maksimal dirasakan atau dimana teraba masa.
Apabila telah terjadi perforasi dan terdapta tanda-tanda peritonitis,
insisi yang dilakukan adalah lower midline incision untuk mendapatkan
eksposur yang lebih baik pada kavum peritoneum.
Setelah dilakukan insisi, lakukan identifikasi caecum. Lanjutkan
dengan identifikasi apendiks dengan mengikuti ketiga tinea coli sampai ke
pertemuannya, kemudian ujung apendiks dicari sampai seluruh apendiks dapat
terekposur dengan memobilisasi caecum.
Lakukan pembebasan apendiks dari mesoapendiks sambil melakukan ligasi
a.apendikularis. setelah apendiks terbebas, lakukan appendectomy. Pada apndiks
perforasi atau gangrenous dilakukan pencucian rongga abdomen dengan normal saline
sampai bersih.

22
Tabel 5. Macam-macam Insisi untuk apendektomi
Insisi Grid Iron (McBurney Incision)
Insisi Gridiron pada titik McBurney. Garis
insisi parallel dengan otot oblikus eksternal,
melewati titik McBurney yaitu 1/3 lateral
garis yang menghubungkan spina liaka
anterior superior kanan dan umbilikus.

Lanz transverse incision


Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah pusat,
insisi transversal pada garis miklavikula-
midinguinal. Mempunyai keuntungan
kosmetik yang lebih baik dari pada insisi
grid iron.

Rutherford Morisson’s incision (insisi


suprainguinal)
Merupakan insisi perluasan dari insisi
McBurney. Dilakukan jika apendiks terletak
di parasekal atau retrosekal dan terfiksir.

Low Midline Incision


Dilakukan jika apendisitis sudah terjadi
perforasi dan te/rjadi peritonitis umum.

Insisi paramedian kanan bawah


Insisi vertikal paralel dengan midline, 2,5
cm di bawah umbilikus sampai di atas
pubis.

23
Penggunaan ligasi ganda pada setelah appendektomi terbuka dilakukan
dengan jahitan yang mudah diserap tubuh. Ligasi yang biasa dilakukan pada
apendektomi adalah dengan purse string (z-stich atau tobacco sac) dan ligasi
ganda. Pada keadaan normal, digunakan jahitan purse string. Ligasi ganda
digunakan pada saat pembalikkan tunggul tidak dapat dicapai dengan aman,
sehingga yang dilakukan adalah meligasi ganda tunggul dengan dua baris
jahitan.

Gambar 13. Teknik open apendictomy

b. Laparoscopy Appendictomy
Penderita harus dipasang kateter urin dan NGT sebelumnya. Operator
berdiri di sisi kiri penderita dengan monitor pada sisi kanan penderita.
Kemudian dibuat keadaan pneumoperitoneum. Trochar canulla sepanjang
10mm dimasukkan melalui umbilikus. Forward viewing laparoscopy
dimasukkan melalui kanula tersebut dan dilakukan inspeksi cavum peritoneum.
Kemudian trochar 10mm kedua dimasukkan melalui regio suprapubik pada
garis tengah dan additional 5mm port dibuat di abdomen kanan atas dan kanan
bawah.

24
Eksposure dilakukan dengan merubah posisi pasien menjadi
trendelenburg dengan sisi kanan lebih tinggi. Identifikasi caecum dan
apendiks. Kemudian lakukan mesoapendiks melalui penarikan tip apendiks
dengan atraumatic gasper yang ditempatkan di trocher abdomen kanan atas.
Mesoapendiks dipisahkan dengan alat stapling atau elektrokauter untuk diseksi
dan diklips atau ligating loop untuk mengikat a. Appendikularis.
Pemisahan mesoapendiks dilakukan sedekat mungkin dengan apendiks.
Setelah basis apendiks terekposue, 2 ligating loop ditempatkan di proksimal
dan distal basis apendiks. Kemudian lakukan apendiktomi denga sassor dan
electrocauterization. Apendiks kemudian dibebaskan melalui trochar yang
terletak di suprapubik.

Gambar 14. Laparoscopy Appendictomy

d. Pascaoperasi
Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
pendarahan di dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernafasan. Angkat sonde
lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah.
Baringkan pasien dalam posisi Fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak
terjai gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar,
misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus
kembali normal. Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4 – 5 jam lalu naikkan

25
menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya
diberikan makanan lunak
Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 2x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
Hari ke tujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

2.2.10. Komplikasi
Menurut Hartman, dikutip dari Nelson 1994, komplikasi yang sering timbul
adalah perforasi, peritonitis, infeksi luka, abses intraabdomen dan obstruksi
intestinum.
Menurut Arif Mansjoer, Apendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan
spontan, tetapi penyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan
menjadi progresif dan mengalami perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8
jam pertama, observasi aman untuk dilakukan dalam masa tersebut.
Tanda – tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut
kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi,
ileus, demam, malaise, leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis
umum pembentukan abses telah terjadi sejak klien pertama sekali datang, diagnosis
dapat ditegakkan dengan pasti.
Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk
menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang : tirah baring
dalam posisi fowler medium, pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit,
pemberian penenang, pemberian antibiotik berspektrum luas dilanjutkan dengan
pemberian antibiotik yang sesuai dengan kultur, transfusi untuk mengatasi anemia,
dan penanganan syok septik secara intensif, bila ada.
Bila terbentuk abses apendiks akan teraba masssa di kuadran kanan bawah yang
cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina. Terapi dini dapat diberikan
kombinasi antibiotik (misalnya ampisilin, gentamisin, metronidazol, atau
klindamisin). Dengan sediaan ini abses akan segera menghilang, dan apendiktomi
dapat dilakukan 6 – 12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus

26
segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang menonjol ke arah rektum atau
vagina dengan fruktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase.
Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan, obstruksi
usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan kematian.
Selain itu, terdapat komplikasi akibat tidakan operatif. Kebanyakan komplikasi yang
mengikuti apendisektomi adalah komplikasi prosedur intra-abdomen dan ditemukan di
tempat-tempat yang sesuai, seperti: infeksi luka, abses residual, sumbatan usus akut,
ileus paralitik, fistula tinja eksternal, fistula tinja internal, dan perdarahan dari
mesenterium apendiks.
2.2.11. Prognosis
Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan tanpa
penyulit, namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau telah
terjadi peritonitis/peradangan di dalam rongga perut. Cepat dan lambatnya
penyembuhan setelah operasi usus buntu tergantung dari usia pasien, kondisi, keadaan
umum pasien, penyakit penyerta misalnya diabetes mellitus, komplikasi dan keadaan
lainya yang biasanya sembuh antara 10 sampai 28 hari.
Alasan adanya kemungkinan ancaman jiwa dikarenakan peritonitis di dalam
rongga perut ini menyebabkan operasi usus buntu akut/emergensi perlu dilakukan
secepatnya. Kematian pasien dan komplikasi hebat jarang terjadi karena usus buntu
akut. Namun hal ini bisa terjadi bila peritonitis dibiarkan dan tidak diobati secara
benar.

27
BAB III

KESIMPULAN

Apendisitis Akut adalah penyakit inflamatif akut yang biasanya diawali dengan
suatu obstruksi dan kemudian diikuti oleh infeksi, yang dapat mengakibatkan
perubahan pada struktur jaringan.

Perubahan struktur jaringan apendiks inflamatif berdasarkan etiopatogenesis


yang terjadi memiliki hubungan dengan manifestasi klinis yang timbul.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidayat R, De Jong W. Apendiks Vermiformis dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
kedua. Jakarta: EGC; 2005.

2. Alex SM. Apendisitis. APP (serial online). Diakses (tanggal 21 oktober 2014). Diunduh
dari : URL: https://www.scribd.com/doc/57761423/referat-apendisitis#download

3. Dono. Apendisitis. APP (serial online). Diakses (tanggal 21 oktober 2014). Diunduh dari:
URL: https://www.scribd.com/doc/85010953/Referat-Appendicitis-Dr-Dono-
SpB#download

4. Wibisono S. APendisitis akut. (serial online). Diakses (tanggal 21 oktober 20140.Diunduh


dari: URL: https://www.scribd.com/doc/114013124/MAKALAH-APENDISITIS

5. Prasetyo DS. Apendsitis. (serial online). Diakese (tanggal 21 oktoer 2014). Diunduh dari:
URL: https://www.scribd.com/doc/82894087/MAKALAH-JADI-APENDISITIS

6. Lauren. System Skoring Pada Apendisitis. (serial online). Diakses (tanggal 21 oktober
2014). Diunduh dari: URL:
https://bedahunmuh.files.wordpress.com/2010/06/appendicitis.pdf

7. Sari SP. Penatalaksanaan Apendisitis. (serial online). Diakses (tanggal 21


oktober2014).Diunduhdari:URL: http://core.kmi.open.ac.uk/download/pdf/11712818.pdf

8. Guyton, Arthur C. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta:EGC (Penerbit


Buku Kedokteran) ; 1996.

9. Lindseth GN. Gangguan Usus Halus. Patofisiologi. Vol. I. Jakarta EGC; 2006.

10. Sabiston DC. Apendiktomi pada Atlas Bedah Umum. Tangerang Selatan: Binarupa
Aksara; 2011.

29

Das könnte Ihnen auch gefallen