Sie sind auf Seite 1von 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital dimana menetapnya
membrane anus sehingga anus tertutup. Defek ini tidak selalu total,
kadangkala sebuah lubang sempit masih memungkinkan keluarnya isi usus.
Bila penutupannya total anus tampak sebagai lekukan kulit perineum,
keadaan ini seringkali disertai atresia rectum bagian bawah.
Atresia ani paling sering terjadi pada bayi yang baru lahir. Frekuensi
seluruh kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000
kelahiran, sedangkan atresia ani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan
kongenital pada neonatus dan dapat muncul sebagai penyakit tersering.
Jumlah pasien dengan kasus atresia ani pada laki-laki lebih banyak ditemukan
dari pada pasien perempuan.2,3
Insiden terjadinya atresia ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup
dengan sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki. 20 % -75 % bayi yang
menderita atresia ani juga menderita anomali lain. Kejadian tersering pada
laki-laki dan perempuan adalah anus imperforata dengan fistula antara usus
distal uretra pada laki-laki dan vestibulum vagina pada perempuan.3
Angka kajadian kasus di Indonesia sekitar 90 %. Berdasarkan dari data
yang didapatkan penulis, kasus atresia ani yang terjadi di Jawa Tengah
khususnya Semarang yaitu sekitar 50 % dari tahun 2007-2009.4

1
1.1. Tujuan
Tujuan Umum
a. Untuk melengkapi syarat kepanitraan klinik senior (KKS) di RSI Siti
Rahmah Padang
b. Untuk memenuhi persyaratan stase ilmu bedah

Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui tentang penyakit atresia ani
b. Untuk dapat menegakkan diagnosis atresia ani
c. Untuk mengetahui bagaimana tatalaksana serta pengobatan dari atresia ani

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Atresia ani atau anus imperforata atau malformasi anorektal adalah
suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk
didalamnya agenesis ani, agenesis rekti dan atresia rekti. Insiden 1:5000
kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma VACTRERL (Vertebra, Anal,
Cardial, Esofageal, Renal, Limb).1

B. Epidemiologi
Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah
1 dalam 5000 kelahiran.2 Secara umum, malformasi anorektal lebih banyak
ditemukan pada laki-laki dari pada perempuan. Fistula rektouretra merupakan
kelainan yang paling banyak ditemui pada bayi laki-laki, diikuti oleh fistula
perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis malformasi anorektal yang
paling banyak ditemui adalah anus imperforata diikuti fistula rektovestibular
dan fistula perineal.3 Hasil penelitian Boocock dan Donna di Manchester
menunjukkan bahwa malformasi anorektal letak rendah lebih banyak
ditemukan dibandingkan malformasi anorektal letak tinggi.4

C. Anatomi Rektum
Rektum berawal kira-kira setinggi vertebra sakrum 3, mengikuti
lengkungan sacrococcygeus dengan menembus diafragma pelvis menjadi
kanalis analis (saluran anus).Ke arah proksimal rektum bersinambung dengan
kolon sigmoid.Rektum berbentuk seperti huruf S dan memiliki tiga
lengkungan yang tajam sewaktu mengikuti lengkungan sacrococcygeus.
Bagian rektum yang diatas diafragma pelvis melebar, disebut ampulla recti
yang berperan menopang dan menyimpan massa tinja. Bagian akhir rektum
membelok tajam ke dorsal (lengkung anorektal) untuk beralih menjadi kanalis
analis.Sebagian M. Levator ani atau M. Puborectalis membentuk jerat pada

3
batas rektum-anus dan menarik bagian ini ventral sehingga terjadi sudut
anorektal (angulus anorektalis).

Gambar 1 .Anatomi rektum.

a. Peritoneum Pembungkus Rektum

Peritoneum membungkus 1/3 bagian superior pada facies anterior dan


lateralis, 1/3 bagian media mempunyai peritoneum hanya pada facies
anteriornya, 1/3 bagian rektum inferior tidak dibungkus peritoneum.Pada pria
peritoneum melipat dari facies anterior rektum ke dinding posterior vesika
urinaria, pada tempat itu peritoneum membentuk lantai kantung
rektovesikalis.Pada anak laki-laki peritoneum membentang ke inferior hingga
dasar prostat.Pada wanita, peritoneum melipat ke rektum menuju ke fornix
posterior vagina dan pada tempat tersebut peritoneum membentuk lantai
kantung rektouterina (kavitas Douglasi).Pada pria dan wanita, peritoneum
melipat ke lateralis dari rektum membentuk fossa pararektalis pada tiap sisi
rektum dibagian 1/3 superiornya.Fossa pararektalis memungkinkan rektum
untuk menggelembung.

b. Vaskularisasi Rektum

4
Percabangan A. Iliaca communis membentuk A. Iliaca interna dan A.
Iliaca eksterna.Cabang A. Iliaca interna menyuplai darah ke hampir seluruh
struktur pelvis. A. Rectalis superior yang merupakan kelanjutan dari A.
Mesenterika inferior memasok darah ke rektum bagian tengah dan rektum
distal dan A. Rectalis inferior mengatur perdarahan bagian distal rektum.
Darah dari rektum disalurkan kembali melalui V. Rectalis superior, V.
Rectalis media dan V. Rectalis inferior.Kira-kira setinggi vertebra S-3, A.
Rectalis superior membagi diri dalam dua cabang yang menuruni tiap sisi
rektum. Dua A. Rectalis media merupakan cabang-cabang Aa. Iliaka interna
yang memasok rektum pars media dan inferior. Dua Aa. Rectalis inferior,
cabang-cabang Aa. Pudendi interna yang memasok pars inferior rekti dan
kanalis analis. Aliran vena rektum dialirkan melalui Vv. Rectalis superior,
media dan inferior.

Gambar 2 .Vaskularisasi rektum

D. Embriologi
Usus belakang membentuk sepertiga distal kolon transversum, kolon
desendens, sigmoid, rektum, bagian atas kanalis ani.endodern usus belakang
ini juga membentuk lapisan dalam kandung kemih dan uretra.Bagian akhir
usus belakang bermuara ke dalam kloaka, suatu rongga yang dilapisi
endoderm yang berhubungan langsung dengan ektoderm permukaan.Daerah
pertemuan antara endoderm dan ektoderm membentuk membran kloaka. 1

5
Pada perkembangan selanjutnya, timbul suatu rigi melintang, yaitu
septum urorektal, pada sudut antara allantois dan usus belakang. Sekat ini
tumbuh kearah kaudal, karena itu membagi kloaka menjadi bagian depan,
yaitu sinus uroginetalis primitif, dan bagian posterior, yaitu kanalis
anorektalis. Ketika mudigah berumur 7 minggu, septum urorektal mencapai
membran kloaka, dan di daeraah ini terbentuklah korpus parienalis. Membran
kloakalis kemudian terbagi menjadi membran analis di belakang, dan
membran urogenitalis di depan. 1
Sementara itu, membran analis dikelilingi oleh tonjol-tonjol mesenkim,
yang dikenal sebagai celah anus atau proktodeum.Pada minggu ke-9,
membran analis koyak, dan terbukalah jalan antara rektum dan dunia
luar.Bagian atas kanalis analis berasal dari endoderm dan diperdarahi oleh
pembuluh nasi usus belakang, yaitu arteri mesentrika inferior.Akan tetapi,
sepertiga bagian bawah kanalis analis berasal dari ektoderm dan ektoderm
dibentuk oleh linea pektinata, yang terdapat tepat di bawah kolumna
analis.Pada garis ini, epitel berubah dari epitel torak menjadi epitel berlapis
gepeng.1
Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan
hindgut. Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah,
esofagus, lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas.
Midgut membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon
asenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut
hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka,
dan ektoderm dari protoderm atau analpit. Usus terbentuk mulai minggu
keempat disebut sebagai primitif gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap
dari septum urorektalis menghasilkan 2 anomali letak tinggi atau supra
levator. Sedangkan anomali letak rendah atau infra levator berasal dari defek
perkembangan proktoderm dan lipatan genital. Pada anomali letak tinggi, otot
levator ani perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus
dan internus dapat tidak ada atau rudimenter.1

6
Gambar 3. Embriologi saluran cerna

Fungsi fisiologi anorectal


1. Motilitas kolon
a. Absorbsi cairan
b. Keluarkan isi feses dari kolon ke rectum
2. Fungsi defekasi
a. Keluarkan feses secara intermitten dari rectum
b. Tahan isi usus agar tidak keluar saat tidak defekasi

E. Klasifikasi
1. Secara Fungsional
a. Tanpa anus tetapi dengan dekompresi adekuat traktus
gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok
ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula recto-vagina
atau recto-fourchette yang relatif besar,dimana fistula ini sering
dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang
adekuat sementara waktu.
b. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk jalan
keluar tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk

7
menghasilkan dekompresis pontan kolon, memerlukan beberapa
bentuk intervensi bedah segera.
2. Berdasarkan Letak
a. Anomali rendah
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot
puborektalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang
berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan
dengan saluran genitourinarius.
b. Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborektalis; lesung
anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
c. Anomali tinggi
Ujung rektum di atas otot puborektalis dan sfingter internal tidak
ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius-
retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung
buntu rektum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm.
3. Klasifikasi Wingspread
a. Jenis Kelamin Laki-laki
 Golongan I
- Kelainan fistel urin
Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari
orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke
uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis menentukan
letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila
kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak
uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin
mengandung mekonuim maka fistel ke vesika urinaria. Bila
evakuasi feses tidak lancar, penderita memerlukan
kolostomi segera.
- Atresia rektum

8
Pada atresia rektum tindakannya sama pada
perempuan. Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi
pada pemerikasaan colok dubur jari tidak dapat masuk lebih
dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu
segera dilakukan kolostomi.
- Perineum datar
Tidak ada keterangan lebih lanjut.
- Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.
 Golongan II
- Kelainan fistel perineum
Fistel perineum sama dengan pada perempuan,
lubangnya terletak lebih anterior dari letak anus normal,
tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi.
- Membran anal
Pada membran anal biasanya tampak bayangan
mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada
sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin.
- Stenosis anus
Pada stenosis anus, sama dengan perempuan. Pada
stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang
seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak
lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi
definitif.
- Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.2,3,2

9
Gambar 4. Malformasi anorektal pada laki-laki8

b. Jenis Kelamin Perempuan


 Golongan I
- Kelainan kloaka
Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara
traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi
feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat
dilakukan kolostomi.
- Fistel vagina
Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari
vagina. Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga
sebaiknya dilakukan kolostomi.
- Fistel rektovestibular
Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di vulva.
Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya
minum susu. Evakuasi mulai terhambat saat penderita
mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat
direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal.
- Atresia rektum
Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada
pemerikasaan colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari
1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu
segera dilakukan kolostomi.

10
- Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.
 Golongan II
- Kelainan fistel perineum
Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara
vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus
yang buntu menimbulkan obstipasi
- Stenosis anus
Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat
yang seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak
lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi
definitif.
- Fistel tidak ada
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada
invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi

Gambar 5. Malformasi anorektal pada perempuan8

F. Etiologi
1. Faktor penyebab
a. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayilahir
tanpa lubang dubur.
b. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12
minggu atau 3 bulan.

11
c. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik di
daerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang
terjadi antara minggu ke-4 hingga ke-6 usia kehamilan.
d. Berkaitan dengan Sindrom Down
Malformasi anorektal memiliki etiologi yang multifaktorial.
Salah satunya adalah komponen genetik. Pada tahun 1950an,
didapatkan bahwa risiko malformasi meningkat pada bayi yang
memiliki saudara dengan kelainan malformasi anorektal yakni 1
dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan populasi umum sekitar 1
dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan adanya
hubungan antara malformasi anorektal dengan pasien dengan trisomi
21 (Down's syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa
mutasi dari 3 bermacam-macam gen yang berbeda dapat
menyebabkan malformasi anorektal atau dengan kata lain etiologi
malformasi anorektal bersifat multigenik.6
e. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan
f. Kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik.
2. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya atresia ani dapat disebabkan oleh
kelainan kongenital saat lahir seperti:
a. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada
vertebral, anal, jantung, trachea, esofagus, ginjal, dan kelenjar limfe).
b. Kelainan sistem pencernaan.
c. Kelainan sistem pekemihan.
d. Kelainan tulang belakang

G. Patofisiologi
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian

12
belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang
merupakan bakal genitourinarius dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal
karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia ani karena
tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara
minggu ke-7 dan ke-10 dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat
juga dapat terjadi karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas
pada uretra dan vagina. Tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus
menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami
obstruksi.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.
Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah
dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum,
maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya
feses yang mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang.
Pada keadaan ini biasanyaakan terbentuk fistula antara rektum dengan organ
sekitarnya. Pada wanita 90% kasus atresia ani dengan fistula ke vagina
(rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak
tinggi, umumnya fistula menuju kevesika urinaria atau ke prostat
(rektovesika). Pada letak rendah, fistula menuju keuretra (rektouretralis).

H. Manifestasi klinis
Gejala yang menunjukan terjadinya malformasi anorektal terjadi dalam
waktu 24-48 jam. Gejala itu dapat berupa:5
1. Perut kembung
2. Muntah
3. Tidak bisa buang air besar
4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat
dilihat sampai dimana terdapat penyumbatan.
Malformasi anorektal sangat bervariasi, mulai dari anus imperforata
letak rendah dimana rectum berada pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit
sehingga feses bayi tidak dapat melaluinya, malformasi anorektal intermedia

13
dimana ujung dari rektum dekat ke uretra dan malformasi anorektal letak
tinggi dimana anus sama sekali tidak ada.9
Sebagian besar bayi dengan anus imperforata memiliki satu atau lebih
abnormalitas yang mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% -
60%. Makin tinggi letak abnormalitas berhubungan dengan malformasi yang
lebih sering. Kebanyakan dari kelainan itu ditemukan secara kebetulan, akan
tetapi beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa seperti kelainan
kardiovaskuler.2
Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan
malformasi anorektal adalah:2,3,10
1. Kelainan kardiovaskuler
Ditemukan pada sepertiga pasien dengan anus imperforata. Jenis
kelainan yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten
ductus arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular septal
defect.
2. Kelainan gastrointestinal
Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%),
obstruksi duodenum (1%-2%).
3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis
Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan
lumbosakral seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan
hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang sering ditemukan adalah
myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal.
4. Kelainan traktus genitourinarius
Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan
pada malformasi anorektal. Beberapa penelitian menunjukkan insiden
kelainan urogeital dengan malformasi anorektal letak tinggi antara 50 %
sampai 60%, dengan malformasi anorektal letak rendah 15% sampai 20%.
Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai
VATER (Vertebrae, Anorectal, Tracheoesophageal and Renal

14
abnormality) dan VACTERL (Vertebrae, Anorectal, Cardiovascular,
Tracheoesophageal, Renal and Limb abnormality).3

I. Diagnosis
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti. Pada anamnesis dapat
ditemukan:1
a. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
b. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula
c. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+) dan
kemungkinan kelainan adalah letak rendah
2. Pemeriksaan penunjang
a. Radiologi dengan Barium Enema
 Akan terlihat gambaran klasik seperti daerah transisi dari lumen
sempit ke daerah yang melebar.
 Pada foto 24 jam kemudian, terlihat retensi barium dan gambaran
mikrokolon pada Hirschsprung segen panjang.
b. Biopsi hisap rektum
 Digunakan untuk mencari tanda histologik yang khas, yaitu tidak
adanya sel ganglion parasimpatik di lapisan muskularis mukosa,
dan adanya serabut saraf yang menebal.
 Pada pemeriksaan histokimia, aktivitas kolinesterase meningkat.
3. Pena menggunakan cara sebagai berikut:1
a. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin bila :
 Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal
membran berarti atresia letak rendah maka dilakukan minimal
Postero Sagital Anorektoplasti (PSARP) tanpa kolostomi
 Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan dilakukan
kolostomi terlebih dahulu, setelah 8 minggi kemudian dilakukan
tindakan definitif.
Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan
invertrogram. Bila akhiran rektum < 1 cm dari kulit maka disebut

15
letak rendah. Akhiran rektum > 1 cm disebut letak tinggi. Pada laki-
laki fistel dapat berupa rektovesikalis, rektouretralis dan
rektoperinealis.1
b. Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel
 Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan minimal
PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty) tanpa kolostomi.
 Bila fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi
terlebih dahulu.
 Bila fistel (-) maka dilakukan invertrogram: apabila akhiran < 1
cm dari kulit dilakukan postero sagital anorektoplasti, apabila
akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostomi terlebih dahulu.
Leape (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada
perineum, vestibulum atau fistel perianal maka kelainan adalah letak
rendah . Bila Pada pemeriksaan fistel (-) maka kelainan adalah letak
tinggi atau rendah. Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam
setelah lahir agar usus terisis, dengan cara Wangenstein Reis (kedua
kaki dipegang posisi badan vertikal dengan kepala dibawah) atau
knee chest position (sujud) dengan bertujuan agar udara berkumpul
didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi.1
Pada pemeriksan klinis, pasien malformasi anorektal tidak
selalu menunjukkan gejala obstruksi saluran cerna. Untuk itu,
diagnosis harus ditegakkan pada pemeriksaan klinis segera setelah
lahir dengan inspeksi daerah perianal dan dengan memasukkan
termometer melalui anus.3,5
Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum pada bayi
dengan fistula rektoperineal hingga 16-24 jam. Distensi abdomen
tidak ditemukan selama beberapa jam pertama setelah lahir dan
mekonium harus dipaksa keluar melalui fistula rektoperineal atau
fistula urinarius. Hal ini dikarenakan bagian distal rektum pada bayi
tersebut dikelilingi struktur otot-otot volunter yang menjaga rektum
tetap kolaps dan kosong. Tekanan intrabdominal harus cukup tinggi

16
untuk menandingi tonus otot yang mengelilingi rektum. Oleh karena
itu, harus ditunggu selama 16-24 jam untuk menentukan jenis
malformasi anorektal pada bayi untuk menentukan apakah akan
dilakukan colostomy atau anoplasty.6
Inspeksi perianal sangat penting. Flat "bottom" atau flat
perineum, ditandai dengan tidak adanya garis anus dan anal dimple
mengindikasikan bahwa pasien memiliki otot-otot perineum yang
sangat sedikit. Tanda ini berhubungan dengan malformasi anorektal
letak tinggi dan harus dilakukan colostomy.6
Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien dengan
malformasi anorektal letak rendah meliputi adanya mekonium pada
perineum, "bucket-handle" (skin tag yang terdapat pada anal
dimple), dan adanya membran pada anus (tempat keluarnya
mekonium).6

J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani
letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu
lalu penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal
pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan
prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982
memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital
anorektoplasti, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan
muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan
pemotongan fistel.1
Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara
jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik
serta antisipasi trauma psikis. Untuk menangani secara tepat, harus
ditentukankan ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan dengan
berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG.
Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena

17
kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat,
keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang
serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi
penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum
dan ada tidaknya fistula.1
Leape (1987) menganjurkan pada:1
1. Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau
TCD dahulu, setelah 6 –12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif
(PSARP)
2. Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya
dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas
otot sfingter ani ekternus
3. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion
4. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena
dimana dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.
Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia ani letak tinggi dan
intermediet dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan
diversi. Operasi definitif setelah 4 – 8 minggu. Saat ini teknik yang paling
banyak dipakai adalah posterosagital anorektoplasti, baik minimal, limited
atau full postero sagital anorektoplasti.1

18
Penatalaksanaan malformasi anorektal11

Gambar 6. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus laki-laki11

Dengan inspeksi perineum dapat ditentukan adanya malformasi anorektal


pada 95% kasus malformasi anorektal pada bayi perempuan. Prinsip
penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi perempuan hampir sama
dengan bayi laki-laki.3

19
Penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi perempuan9

Gambar 7. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada neonatus perempuan9

Anoplasty
PSARP adalah metode yang ideal dalam penatalaksanaan kelainan
anorektal. Jika bayi tumbuh dengan baik, operasi definitif dapat dilakukan
pada usia 3 bulan. Kontrindikasi dari PSARP adalah tidak adanya kolon. Pada
kasus fistula rektovesikal, selain PSARP, laparotomi atau laparoskopi
diperlukan untuk menemukan memobilisasi rektum bagian distal. Demikian
juga pada pasien kloaka persisten dengan saluran kloaka lebih dari 3 cm.3

Komplikasi post Operasi PSARP


Kematian pascaoperasi PSARP pada atresia ani jarang, biasanya
disebabkan oleh kelainan kongenital mayor yang menyertai. Komplikasi
mayor membutuhkan reoperasi dan kasus yang paling sering adalah repair
kloaka. Komplikasi minor yang sering terjadi adalah infeksi perineal,
dehisensi luka operasi, trauma uretra atau vagina dan trauma pada saraf

20
daerah pelvis. Komplikasi lanjut yang sering terjadi adalah stenosis ani,
prolaps mukosa rektum dan fistula yang rekuren.

Penatalaksanaan post Operasi PSARP


Pemberian antibiotik intravena selama 3 hari, salep antibiotik diberikan
selama 8–10 hari. Setelah 10 hari post operasi dilakukan anal dilatasi dengan
heger dilatation, 2x sehari dan tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan
anal dilator yang dinaikan sampai mencapai ukuran ynag sesuai dengan
umurnya. Businasi dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk. Dilatasi
anus bisa dilakukan oleh orang tua di rumah, mula-mula dengan jari
kelingking kemudian dengan jari telunjuk selama 2–3 bulan berikutnya.
Penutupan kolostomi dapat dilakukan 2–3 bulan setelah pembedahan definitif
(Saxena, 2004).

Umur Ukuran Frekuensi Dilatasi


1-4 bulan 12 Tiap 1 hari 1 x dalam 1 bulan
4-12 bulan 13 Tiap 3 hari 1x dalam 1 bulan
8-12 bulan 14 Tiap 1 minggu 2x dalam 1 bulan
1-3 tahun 15 Tiap 1 minggu 1x dalam 1 bulan
3-12 tahun 16 Tiap 1 bulan 1x dalam 3 bulan
Tabel 1. Penatalaksanaan post op PSARP.

Untuk menilai fungsi anus maka digunakan sistem skroring Klotz, yaitu :
N Variable Kondisi Skor
o.
1. Defekasi 1-2 x sehari 1
2 hari sekali 1
3-5 x sehari 3-5 x sehari 2
3 hari sekali 3 hari sekali 2
> 4 hari sekali > 4 hari sekali 3
2. Kembung Tidak pernah 1
Kadang-kadang 2
Terus-menerus 3
3. Konsistensi Normal 1
Lembek 2

21
Encer 3
4. Perasaan ingin BAB Terasa 1
Tidak terasa Tidak terasa 3
5. Soiling Tidak pernah 1
Terjadi bersama flatus 2
Terus-menerus 3
6. Kemampuan menahan >1 menit 1
feses yang akan keluar
<1 menit 2
Tidak bisa menahan 3
7. Komplikasi Tidak ada 1
Komplikasi minor Komplikasi minor 2
Komplikasi mayor Komplikasi mayor 3
Tabel 2.Sistem skoring Klotz.

Keterang :
Nilai skoring Klotz adalah 7 – 21.
7 : Sangat baik
8-10 : Baik
11-13 : Cukup
>14 : Kurang

Pencegahan Komplikasi post Operasi PSARP


Tindakan pencegahan timbulnya komplikasi paska tidakan defenitif
PSARP adalah perawatan luka secara baik dan benar sehingga mengurangi
resiko infeksi, melalukan dilatasi rutin pada anus dengan cara colok dubur,
konsumsi makanan bergizi dan menghindari makanan yang mudah
menyebabkan konstipasi.

K. Prognosis
Prognosis baik apabila gejala obstruksi segera diatasi. Penyulit pasca
bedah seperti kebocoran anastomosis, atau striktur anastomosis umumnya
dapat diatasi.

22
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : By. Z
Umur : 1 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Padang
No. MR :-
Tanggal masuk / Pukul : 4 desember 2017

3.2 Anamnesa (Alloanamnesa)


Keluhan Utama :
Seorang bayi perempuan umur 1 hari datang ke IGD dengan keluhan tidak
ada lubang anus.

Riwayat Penyakit Sekarang :


 Seorang bayi perempuan umur 1 hari datang ke IGD dengan keluhan tidak
ada lubang anus.
 Orang tua juga mengatakan perut semakin kembung yang dirasakan sejak
lahir.
 Pasien tidak ada buang angin sejak lahir.
 Pasien tidak ada BAB sejak lahir.
 Pasien muntah sejak beberapa jam yang lalu, muntah berwarna kehijauan
dengan frekuensi 3x
 Pasien rewel kemudian diam untuk beberapa saat, namun tidak lama
kemudian pasien kembali rewel
 Saat hamil, ibu pasien tidak pernah melakukan ANC dan juga tidak pernah
melakukan USG.

23
.
Gambar 8: atresia ani

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Pasien tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga :


 Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang serupa dengan
pasien

Riwayat Persalinan :
 Pasien lahir normal serta cukup bulan dengan ditolong oleh bidan, saat
dilahirkan pasien menangis spontan, BB 2.800 gr, TB 48 cm dan
pemeriksaan anus tidak dilakukaan saat setelah melahirkan.
 Mekonium tidak keluar

Riwayat Psikososial dan Kebiasaan :


Orang tua pasien bekerja sebagai pedagang

24
3.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sakit sedang
1. Vital Signs :
a. Kesadaran : Composmentis
b. Tekanan Darah :-
c. Frekuensi Nadi : 120 x/menit , reguler
d. Frekuensi Napas : 46 x/menit
e. Suhu : 36,7 ºC

2. Status Gizi :
BB : 2.800 gr
TB : 48 cm
3. Status Generalisata :
a. Kulit : Ikterik (-), sianosis (-)
b. Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening (KGB) submandimula, sepanjang
M.sternocleidomastoideus, supra/infraclavikula kiri dan kanan,
axilla kiri dan kanan, serta inguinal kiri dan kanan.
c. Kepala :
- Bentuk : normochepal
- Rambut : hitam, mudah rontok (-), mudah dicabut (-)
- Wajah : edema (-), simetris
- Mata : konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
- Telinga : normotia, sekret (-/-)
- Hidung : deformitas (-), napas cuping hidung (-)
- Mulut : mukosa bibir lembab, sianosis (-)
d. Leher :
- Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening (KGB)
- Benjolan/massa (-)
- JVP 5 – 2 cmH2O
e. Paru-paru :

25
- Inspeksi :
- Dinding dada : sikatrik (-), pelebaran pembuluh
darah (-), jenis pernapasan abdominotorakal,
gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, irama
pernapasan teratur.

- Palpasi :
- Fremitus kiri sama dengan kanan
- Perkusi : Sonor
- Auskultasi : Suara napas vesikular,
rhonki(-), wheezing (-)
f. Jantung :
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus cordis teraba di RIC V linea
midclavicularis sinistra.
- Perkusi : Batas jantung :
- Batas kanan : RIC IV linea sternalis dextra
- Batas kiri : RIC V linea midclavicularis sinistra
- Pinggang : RIC III linea parasternalis sinistra
-Auskultasi : S1 dan S2 reguler,irama : murni,
bunyi jantung tambahan (-), bising jantung (-)
g. Abdomen :
- Inspeksi : Distensi (+), Darm contour (-), Darm
steivung (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) meningkat, Pekak hepar
(+), Borborigmi (-), Metalic sound (-)
- Palpasi :
- Superfisial : Muscle rigid (-), Nyeri tekan (+),

Nyeri lepas (-)

26
- Profunda :
a. Hepar : tidak teraba
b. Limpa : tidak teraba
c. Ginjal : bimanual (-), ballotement (-), nyeri
ketok CVA (-)
- Perkusi : Hipertympani

h. Ekstremitas :
- Superior :
- Inspeksi : edema (-/-), sianosis (-)
- Palpasi : perabaan hangat
- Tes sensibilitas : sensibilitas halus normal dan
sensibilitas kasar normal.
- Inferior :
- Inspeksi : edema (-/-), sianosis (-)
- Palpasi : perabaan hangat, palpasi A.dorsalis pedis,
A.tibialis posterior, dan A.poplitea kuat angkat.
- Tes sensibilitas : sensibilitas halus normal dan
sensibilitas kasar normal.
4. Status Lokalisata :

Regio Anal :

- Inspeksi : Anus (-)

Fistula (+)

Regio Genetalia Eksterna :

- Inspeksi : Perempuan, tidak ada kelainan

Tidak terlihat sisa feses pada area genitalia

- Palpasi : Orificium uretra eksterna tidak ada


Kelainan tidak ada

27
3.4 Pemeriksaan Penunjang
1. USG
2. X-ray 2 posisi

Gambar 9. Gambaran radiologi atresia ani

3.5 Diagnosa Kerja


Atresia Ani

3.6 Penatalaksanaan
a. IGD :
- Dekompresi
- Rehidrasi
b. Pembedahan :
- Colostomy
- PSARP

28
3.7 Komplikasi
a. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
b. Obstruksi intestinal
c. Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan
d. Komplikasi jangka panjang :
 Eversi mukosa anal
 Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis
 Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid
 Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training
 Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi
 Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi

29
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Atresia ani atau anus imperforata atau malformasi anorektal adalah
suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna. Penyebab dari
atresia ani ini dapat dipengaruhi beberapa faktor, seperti genetik, gangguan
organigenesis, berhubungan dengan syndrom Down dan VACTERL dan
dapat dipengaruhi oleh putusnya saluran cerna atas dengan anus. Atresia ani
juga dapat dibagi dengan atresia ani letak rendah dan atresaia ani letak tinggi.
Prinsip tatalaksana dari atresia ani ini adalah tergantung dri klasifikasinya.
Pada kasus telah dilaporkan seorang pasien bayi perempuan umur 1 hari
datang ke IGD RSI Siti Rahmah, dengan dagnosis akhir yaitu atresia ani.
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Penatalaksanaan di IGD adalah dekompresi dan rehidrasi,
sedangkan tindakan pembedahan untuk pasien tersebut adalah colostomy dan
PSARP.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Bedah UGM. Atresia Ani. http://www.bedahugm.net. [diakses tanggal 3


November 2012].
2. Grosfeld J, O’Neill J, Coran A, Fonkalsrud E. Pediatric Surgery 6th edition.
Philadelphia: Mosby elseivier, 2006; 1566-99.
3. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and Practice of
Pediatric Surgery Vol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005;
1395-1434
4. Boocock G, Donnai D. Anorectal Malformation: Familial Aspects and
Associated Anomalies. Archives of Disease in Childhood, 1987, 62, 576-579.
http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?artid=1778456&blobtype=
pdf [diakses 3 November 2012]
5. FK UII. Atresia Ani. Fakultas Kedokteran Unversitas Islam Indonesia, 2006.
[diakses 3 November 2012]
6. Levitt M, Pena A. Anorectal Malformation. Orphanet Journal of Rare
Diseases 2007, 2:33. http://www.ojrd.com/content/2/1/33 [diakses 3
November 2012]
7. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and Practice of
Pediatric Surgery Vol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005;
1395-1434
8. Anonim. Anorectal Malformation A parent’s Guide. Departement of
Paediatric Surgery Starship Hospital Auckland, 2006.
http://www.starship.org.nz/General%20Surgery%20PDFs/anorect.pdf
[diakses 3 November 2012]
9. University of Michigan. Imperforate Anus. Departement of Surgery
University of Michigan
http://www.medcyclopaedia.com/library/topics/volume_vii/a/anorectalmalfor
mation [diakses 3 November 2012]
10. Kella N, Memon S, Qureshi G. Urogenital Anomalies Associated with
Anorectal Malformation in Children. World Journal of Medical Sciences 1 (2)
2006; 151-154 http://www.idosi.org/wjms/1(2)2006/20.pdf [diakses 3
November 2012]
11. De Jong, Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

31

Das könnte Ihnen auch gefallen