Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
DASAR TEORI
2.1 Air
Air merupakan substansi kimia dengan rumus H2O, artinya satu
molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada
satu atom oksigen. Air memiliki sifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak
berbau pada kondisi standar. Air dapat memunculkan reaksi yang membuat
senyawa organik untuk melakukan replikasi. Semua makhluk hidup
bergantung pada keberadaan air. Hal tersebut karena air merupakan zat pelarut
yang penting dan bagian penting dalam metabolisme. Selain itu air juga
dibutuhkan dalam proses fotosintesis dan respirasi (Rahmat, 2009).
4
berlangsung terus menerus ini merupakan suatu siklus (Triatmodjo, 2013).
Siklus hidrologi dapat dilihat pada Gambar 2.1
Sumber : http://ilmulingkungan.com/daur-hidrologi-air/
Gambar 2.1 Siklus Hidrologi
2.3 Presipitasi
Presipitasi sangat penting di dalam siklus hidrologi. Presipitasi
merupakan peristiwa jatuhnya uap air yang terkondensasi pada atmosfer yang
sesuai. Presipitasi mempunyai wujud padat (salju dan es), aerosol (embun dan
kabut), dan cair (hujan). Proses terjadinya presipitasi diawali ketika sejumlah
uap air di atmosfer bergerak menuju ketempat yang lebih tinggi karena adanya
beda tekanan uap air. Uap air ini bergerak dari tekanan uap air yang lebih
besar menuju ke tekanan uap air yang lebih rendah. Pada ketinggian tertentu
uap air akan mengalami penjenuhan dan apabila hal ini diikuti dengan adanya
kondensasi terhadapnya maka uap air tersebut akan berubah bentuk menjadi
butiran-butiran air hujan. Udara diatmosfer mengalami proses pendinginan
melalui beberapa cara, antara lain, oleh pertemuan antara dua massa udara
dengan suhu yang berbeda atau oleh antara massa udara dengan objek atau
benda dingin. Namun pada umumnya sebab terjadinya proses pendinginan
5
yang paling umum adalah gerakan massa udara ke tempat yang lebih tinggi
sebagai respon adanya beda tekanan udara pada dua tempat yang memiliki
ketinggian yang berbeda (Weisberg, 1981).
Secara singkat dan sederhana, terjadinya hujan apabila berlangsung
tiga kejadian sebagai berikut (Mason, 1975):
1) Kenaikan massa uap air ke tempat yang lebih tinggi sampai saatnya
atmosfer menjadi penuh.
2) Terjadinya kondensasi atas partikel-partikel uap air di atmosfer.
3) Partikel-partikel uap air tersebut bertambah besar sejalan dengan waktu
untuk kemudian jatuh ke bumi dan permukaan laut karena gaya
gravitasi.
Hujan juga dapat terjadi karena adanya pertemuan antara dua massa
air, basah dan kering. Tiga tipe hujan yang umumnya dijumpai di daerah
tropis dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Hujan konvektif, tipe hujan yang disebabkan adanya beda panas yang
diterima permukaan tanah dengan panas yang diterima oleh lapisan
udara di atas permukaan tanah tersebut.
2. Hujan frontal, tipe hujan ini umumnya disebabkan oleh bergulungnya
dua massa udara yang berbeda suhu dan kelembaban. Massa udara
lembab yang hangat dipaksa bergerak ke tempat yang lebih tinggi yang
akhirnya terjadi proses pendinginan dan kondensasi.
3. Hujan orografik, jenis hujan yang umum terjadi di daerah pegunungan,
yaitu ketika massa udara bergerak ketempat yang lebih tinggi mengikuti
bentangan lahan pegunungan hingga akhirnya mengalami proses
kondensasi.
6
Adapun kategori hujan menurut besar air yang turun (mm) selama
periode tertentu.
Tabel 2.1 Kategori Hujan
Gambar 2.2 Arus udara di kepulauan Indonesia (diadaptasi dari Tjasyono, 1991)
---------- = Januari = Juli
Curah hujan di Indonesia dipengaruhi oleh monsun yang ditimbulkan
oleh adanya tekanan udara tinggi dan rendah di daratan Asia dan Australia
7
secara bergantian. Periode Desember, Januari, dan Februari bertiup angin dari
daerah tekanan udara tinggi di Asia yang mengalami musim dingin menuju
daerah tekanan udara rendah di Australia yang mengalami musim panas, angin
tersebut sering disebut monsun barat. Sedangkan pada bulan Juni, Juli, dan
Agustus terjadi sebaliknya dan disebut monsun timur atau munson tenggara.
Selanjutnya pada periode transisi antara monsun barat dan monsun timur atau
sebaliknya (Maret, April, Mei, September, Oktober, dan November) umumnya
arah angin berubah-ubah dan kecepatan angin biasanya berkurang. Periode ini
disebut musim pancaroba (Tjasyono, 1991).
2.4 Intersepsi
Intersepsi air hujan (rainfall interception loss) adalah proses ketika air
hujan jatuh pada permukaan vegetasi, tertahan beberapa saat, untuk kemudian
diuapkan kembali ke atmosfer atau diserap oleh vegetasi bersangkutan. Proses
intersepsi terjadi selama curah hujan berlangsung dan setelah hujan berhenti
hingga permukaan tajuk vegetasi menjadi kering kembali. Intersepsi dianggap
salah satu faktor yang penting dalam siklus hidrologi karena berkurangnya air
hujan jatuh langsung ke permukaan tanah oleh proses intersepsi adalah cukup
besar. Dari keseluruhan evapotranspirasi, intersepsi bervariasi berkisar 30-55
%. Oleh karenanya pengelola daerah aliran sungai harus memperhitungkan
intersepsi yang dapat mempengaruhi air lokal dan regional (Asdak, 2007).
Air hujan yang jatuh di atas permukaan vegetasi tidak langsung
mengalir kepermukaan tanah. Untuk sementara air hujan tertampung oleh
tajuk, batang dan cabang vegetasi. Setelah tempat-tempat tersebut jenuh maka
air akan jatuh ke permukaan tanah dan diganti dengan air hujan yang jatuh
selanjutnya. Besar air hujan yang tertampung di vegetasi dinamakan kapasitas
simpan intersepsi (canopy storage capacity) yang besarnya ditentukan oleh
bentuk, kerapatan, dan tekstur vegetasi. Air hujan yang tertahan oleh tajuk
vegetasi akan mencapai permukaan tanah melalui dua cara, yaitu air hujan
lolos dari sela-sela tajuk vegetasi (throughfall) dan melalui batang (stemflow).
8
Dengan demikian, intersepsi hujan adalah beda antara curah hujan total
dengan akumulasi air hujan lolos dan aliran batang (Persamaan 2.1).
Faktor yang mempengaruhi intersepsi yaitu vegetasi dan iklim. Yang
termasuk pada kelompok vegetasi adalah luas vegetasi, bentuk dan ketebalan
daun, serta cabang vegetasi. Faktor iklim termasuk jumlah dan jarak lama
waktu antara satu hujan dengan hujan berikutnya, intensitas hujan, kecepatan
angin, dan beda suhu antara permukaan tajuk dengan suhu atmosfer. Besar
hujan yang terintersepsi merupakan fungsi dari: 1) karakteristik hujan, 2)
jenis, umur dan kerapatan tegakan, dan 3) musim pada tahun yang
bersangkutan. Pada vegetasi yang sangat rapat, proses intersepsi mencapai 25-
35%. Intersepsi umumnya bernilai besar pada hujan yang tidak lebat. Sejalan
dengan bertambahnya intensitas hujan maka besar intersepsi akan semakin
kecil. Hal tersebut menunjukkan tidak ada angka standar untuk menunjukkan
besarnya intersepsi karena besarnya intersepsi sangat dipengaruhi oleh
keadaan iklim dan vegetasi setempat serta metode penelitian yang dilakukan
(Kittredge, 1948).
Pengukuran besarnya intersepsi dapat dilakukan dengan dua
pendekatan, yaitu pendekatan neraca volume dan pendekatan neraca energi.
Pendekatan neraca volume merupakan cara yang paling umum dilakukan yaitu
dengan mengukur curah hujan, aliran batang, dan air lolos. Intersepsi adalah
beda antara besarnya curah hujan total dan curah hujan bersih (aliran batang +
air lolos). Sedangkan cara yang kedua adalah perhitungan intersepsi dengan
memanfaatkan persamaan matematis dengan memasukkan parameter-
parameter meteorologi dan struktur tajuk serta tegakan yang diperoleh dari
pengukuran di lapangan (Penman, 1963).
Persamaan matematik dan Gambar 2.3 menunjukkan cara pengukuran
dan perhitungan besarnya intersepsi yang terjadi pada suatu plot percobaan:
9
Pg = curah hujan (mm)
Ic = air lolos, yaitu air hujan yang lolos lewat tajuk (mm)
Sf = aliran batang (mm)
Gambar 2.3 Pengukuran intersepsi tajuk (Ic) (diadaptasi dari Asdak, 2007)
10
pukulan butiran air dapat dikurangi. Air yang masuk di sela-sela kanopi
(interception) sebagian akan kembali ke atmosfer akibat evaporasi. Fungsi
perlindungan permukaan tanah terhadap pukulan butir air hujan sangat
penting, karena erosi yang terjadi di Indonesia penyebab utamanya adalah air
hujan. Semakin rapat penutupan, akan semakin kecil hancurnya agregat tanah
oleh pukulan butiran air hujan.
Batang tanaman juga menjadi penahan erosi air hujan dengan
merembeskan aliran air dari tajuk melewati batang (stemflow) menuju
permukaan tanah sehingga energi kinetiknya jauh berkurang. Batang juga
berfungsi memecah dan menahan laju aliran permukaan. Jika energi kinetik
aliran permukaan 10 berkurang, maka daya angkut materialnya berkurang
dan tanah akan relatif mampu untuk meresapkan air. Beberapa jenis tanaman
yang ditanam dengan jarak rapat, batangnya mampu membentuk pagar
sehingga memecah aliran permukaan. Partikel tanah yang ikut bersama aliran
air permukaan akan mengendap di bawah batang dan lama-kelamaan akan
membentuk bidang penahan aliran permukaan yang lebih stabil (Foth, 1995).
11
2. Vegetasi
Vegetasi yang rapat menutupi tanah dari tetesan air hujan dan mereduksi
efek limpasan di permukaan tanah. Selain itu, perakaran tanaman dan
bahan organik dalam tanah dapat meningkatkan porositas tanah sehingga
memungkinkan lebih banyak air meresap dalam tanah.
3. Kemiringan dan ukuran daerah tangkapan
Pengamatan pada petak surface runoff menunjukkan bahwa petak
dengan lereng curam akan lebih banyak dibandingkan dengan petak pada
lereng yang landai.
2.7 Infiltrasi
Infiltrasi merupakan proses masuknya air dari permukaan kedalam
tanah. Infiltrasi berpengaruh terhadap saat mulai terjadinya aliran permukaan
atau runoff. Infiltrasi dari segi hidrologi penting, karena hal ini menandai
peralihan air permukaan yang bergerak cepat ke air tanah yang bergerak
lambat dari air tanah (Hardjowigeno, 1993). Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi laju infiltrasi menurut Suripin (2001) antara lain, dalamnya
genangan di atas permukaan tanah dan tebal lapisan yang jenuh, kelembaban
tanah, pemantapan tanah oleh curah hujan, penyumbatan oleh bahan yang
halus (bahan endapan), struktur tanah, tumbuh-tumbuhan, pemantapan oleh
orang dan hewan, udara yang terdapat dalam tanah, topografi, intensitas
hujan, kekasaran permukaan, mutu air, suhu udaradan adanya kerak di
permukaan.
12
pegunungan Assam, namun perkebunan teh umumnya dikembangkan di
daerah pegunungan yang beriklim sejuk. Meskipun dapat tumbuh subur di
dataran rendah, tanaman teh tidak akan memberikan hasil dengan mutu yang
baik. Semakin tinggi daerah penanaman teh, maka akan semakin tinggi
mutunya (Ghani, 2002).
Usaha perkebunan teh pertama di Indonesia dipelopori oleh ahli teh
Jacobus Lodewijk pada tahun 1828. Sejak saat itu teh merupakan komoditas
yang menguntungkan sehingga pada masa pemerintahan Van den Bosch, teh
menjadi salah satu tanaman yang harus ditanam rakyat melalui politik tanam
paksa. Setelah Indonesia merdeka, usaha perkebunan dan perdagangan teh
diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia (Somantri, 2011).
Ada tiga jenis teh yang dihasilkan di Indonesia, yaitu; teh hitam, teh
hijau, dan teh oolong. Teh hijau diperoleh tanpa proses fermentasi, teh hitam
diperoleh melalui proses fermentasi, dan teh oolong diperoleh secara semi
fermentasi (Setiawati, 1991).
13