Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
1. PENDAHULUAN
Neuropati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi
dan struktur dari saraf tepi. Etiologi dari neuropati abtara lain: trauma, radang
gangguan metabolik, kelainan struktur sekitar saraf dan lain-lain sebab. (Walton,
1977).
Banyak saraf tepi yang mudah terkena cedera mekanikal karena panjangnya
saraf tersebut dan perjalanannya yang berada di superfisial. Oleh karena itu kompresi
neuropati khas ditandai oleh terkenanya 1 saraf tepi pada tempat dimana secara
anatomi paling mudah terkena tekanan.
Dengan demikian tingkat kerusakan ditentukan oleh berbagai faktor, tetapi
yang paling penting adalah besar dan lamanya tenaga cedera dan komposisi serta
hubungan anatomi dari bagian saraf.
Penyempitan jalannya saraf secara anatomi, kebiasaan atau trauma berulang
yang berhubungan dengan pekerjaan dan keadaan-keadaan yang sangat rentan
terhadap cedera tekanan adalah faktor-faktor yang biasanya memperberat
perkembangan kompresi neuropati. Banyak penelitian melaporkan bahwa neuropati
saraf peroneus ataupun percabangannya sering terjadi, hanya insiden ygpasti belum
diketahui.(Vinken, 1975)
2. ANATOMI
N. Peroneus communis dibentuk oleh gabungan 4 divisi postereor bagian atas
pleksus sakral yaitu dari L4—5 dan S1-2. Pada paha, saraf ini merupakan komponen
N.sciatic sampai bagian atas daerah popliteal, dimana N.Peroneus communis mulai
berjalan sendiri. Cabang pertama merupakan saraf sensoris yang meliputi
cabangcabang artikular superior daninterior ke sendi lutut dan N.Cutaneous suralis
lateralis, yang mana bergabung dengan N.Cutaneous suralis medial (cabang N.Tibial)
membentuk N. Suralis yang mensarafi kulit tungkai bawah bagian dorsal, malleolus
eksterna dan sisilateral kaki serta jari ke 5. Tiga cabang terakhir dari N. Peroneal
communis adalah N.Recurrent articular, N.Peroneus superficial dan N.Peroneus
profunda. N.Recurrent articular bersama A.Recurrent tibialis anterior mensarafi
tibiofibular dan sendi lutut serta M.Tibialis anterior. N.Peroneal superficial turun
sepanjang septum intermuskular untuk mensarafi otot-otot peroneus longus dan
brevis, cabang cutaneous tungkai bawah bagian depan dan ujung cabang cutaneous
yang menuju ke dorsum kaki, sebagai ibu jari kaki dan jari kaki ke 2 sampai ke 5 terus
naik sampai ke phalange ke 2 (2002 digitized by USU digital library)
N.peroneus profunda turun ke bagian anterior tungkai bawah. Cabangcabang
muskularnya mensarafi otot-otot tibialis anterior extensor digitorum longus, extensor
hallucis longus dan peroneus tertius. Filamen articularnya mensarafi tibiofibular
inferior dan sendi pergelangan kaki. Sedangkan cabang terminal menuju ke kulit 2 jari
kaki pertama, M.extensor digitorum brevis dan sendi sendi kecil jari kaki. N.Peroneus
communis mudah terkena cedera, karena secara anatomi berjalan melingkar collum
fibula dekat periosteum yang hanya ditutupi oleh kulit dan jaringan subcutaneous.
Saraf ini berjalan ke distal melewati suatu terowongan (tunnel) yang berpangkal pada
M.Peroneus longus dan suatu archus fibrosus yang dibentuk terutama oleh
aponeurosis soleus,sehingga secara anatomis membuatnya rentan terhadap stretch
injury.
N.Peroneus superficial dan profunda cenderung keatas tepi jaringan fibrous
selama plantar flexi dan inversi kaki.
Sensasi rasa yang berubah pada jari tangan atau jari tangan yang
melemah.
4. ETIOLOGI
Trauma atau cedera Salah satu kondisi yang paling umum dan sering
menyebabkan kerusakan pada saraf adalah terjadinya cedera atau trauma.
Kondisi ini bisa terjadi karena aktivitas maupun kecelakaan.
Diabetes Ini adalah kondisi yang juga sering dikaitkan dengan neuropati. Jika
gejala neuropati perifer muncul pada orang yang menderita diabetes, maka
kondisi ini lebih dikenal dengan istilah neuropati diabetes. Kondisi ini biasanya
lebih parah jika diabetes yang diderita tidak dikendalikan, penderita mengalami
obesitas, atau hipertensi.
Penyakit autoimun Beberapa penyakit autoimun bisa menjadi penyebab
munculnya neuropati, misalnya rheumatoid arthritis, penyakit lupus sistemik, dan
sindrom Sjogren.
Infeksi Beberapa infeksi virus maupun bakteri juga bisa menyebabkan
munculnya neuropati, misalnya HIV/AIDS, penyakit Lyme, dan sifilis.
Tumor Salah satu akibat dari keberadaan tumor adalah menekan saraf-saraf
yang ada di sekitarnya. Dalam hal ini, neuropati bisa muncul ketika terdapat
tumor, baik yang jinak maupun ganas, di jaringan sekitar saraf.
Penyakit keturunan Neuropati juga bisa terjadi sebagai akibat dari penyakit
keturunan, misalnya ataksia Friedreich, porfiria dan penyakit Charcot-Marie-
Tooth.
Uremia Kondisi ketika terjadi penumpukan sisa metabolisme tubuh di dalam
darah akibat kondisi gagal ginjal yang akhirnya bisa mengakibatkan munculnya
neuropati.
Iskemia Hambatan aliran darah ke saraf juga bisa menyebabkan kerusakan
saraf jangka panjang.
Defisiensi vitamin Neuropati juga bisa muncul akibat kekurangan beberapa
vitamin, terutama defisiensi vitamin B12 dan folat, serta beberapa vitamin B
lainnya.
Obat-obatan Beberapa obat-obatan untuk terapi kanker, seperti vincristine dan
antibiotik seperti metronidazole dan isoniazid, bisa menyebabkan kerusakan
pada bagian saraf.
Alkoholisme Mengonsumsi minuman keras berlebihan bisa menyebabkan
kerusakan pada saraf. Biasanya pecandu minuman keras mengalami
kekurangan nutrisi dan vitamin.
Racun Beberapa racun dan toksin bisa menyebabkan kerusakan pada saraf
manusia, misalnya senyawa emas, arsenik, timah, merkuri, dan pestisida.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Elektromiografi (EMG). Tes ini digunakan untuk mengukur fungsi saraf.
Tes velositi konduksi saraf (NVC). Tes yang berfungsi mengukur
kecepatan sinyal yang melalui saraf.
Biopsi saraf. Pengambilan sampel jaringan melalui prosedur operasi
untuk diperiksa di bawah mikroskop.
6. Patogenesis
menurut (Brushart, 2002)
Grade 1 (Neuropraksia)
Kerusakan yang paling ringan, terjadi blok fokal hantaran saraf, gangguan
umumnya secara fisiologis, struktur saraf baik. Karena tidak terputusnya
kontinuitas aksoplasmik sehingga tidak terjadi degenerasi wallerian. Pemulihan
komplit terjadi dalam waktu 1 – 2 bulan.
Grade II (aksonometsis)
Kerusakan pada akson tetapi membrana basalis (Schwann cell tube), perineurium
dan epineurium masih utuh. Terjadi degenerasi wallerian di distal sampai lesi,
diikutu dengan regenerasi aksonal yang berlangsung 1 inch per bulan. Regenerasi
bisa tidak sempurna seperti pada orang tua.
Grade III
Seperti pada grade II ditambah dengan terputusnya membrana basalis (Schwann
cell tube). Regenerasi terjadi tetapi banyak akson akan terblok oleh skar
endoneurial. Pemulihan tidak sempurna.
Grade IV
Obliterasi endoneurium dan perineurium dengan skar menyebabkan kontinuitas
saraf berbagai derajat tetapi hambatan regenerasi komplit.
Grade V
Saraf terputus total, sehingga memerlukan operasi untuk
penyembuhan.Universitas Sumatera Utaraf. Grade VIKombinasi dari grade II-IV
dan hanya bisa didiagnosa dengan pembedahan.
7. Pathway
8. ASUHAN KEPERAWATAN MELIPUTI
A. Pengkajian
a. Tanggal pengkajian
b. Waktu
c. Ruang
I. Identitas
Nama, Umur, Jenis kelamin, Alamat, Pekerjaan, Tanggal masuk,No. RM, Diagnosa
Medis
II. Identitas Penanggung jawab
Nama, alamat, umur, pekerjaan, dan hubungan dengan pasien
III. Keluhan Utama
Pasien mengatakan mati rasa pada area tertentu atau kulit terasa tebal.
IV. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan badan lemas dan sebelumnya klien sempat tidak
sadarkan diri. Keluhan disertai dengan kaki atau tangan teraka kaku atau mati rasa.
V. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien memiliki riwayat penyakit hipertensi, penyakit diabetes atau pernah jatuh
VI. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien ada yang memiliki riwayat penyakit hipertensi, penyakit diabetes atau
penyakit yang menular atau menurun sebelumnya.
VII. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran
2) TTV
3) TB dan BB
4) Pemeriksaan head to toe yang meliputi: kepala, rambut, mata, hidung, mulut, gigi,
leher, jantung.
5) Pemeriksaan Dada - Paru : inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.
6) Abdomen : inspeksi, palpasi,perkusi, auskultasi.
7) Punggung : CVA = Nyeri tekan (-)
8) Alat Kelamin
9) Anus
10) Ekstremitas Atas dan Bawah
VIII. Pemeriksaan Laboratorium
Nilai Normal
B. DIAGNOSA
NO DIAGNOSA NOC NIC
1 Intoleransi Aktivitas b.d Toleransi Aktivitas Terapi Aktivitas
Kelemahan Klien diharapkan mampu Aktivitas yang dilakukan :
untuk menyeimbangkan -: Monitor program aktivitas klien.
- Data Subjektif : - Denyut nadi saat
- Bantu klien untuk melalukan
a) klien mengatakan mengalami beraktivitas. aktivitas yang biasanya ia lakukan.
lemah salah satu anggota - Jumlah pernafasan saat - Jadwalkan klien untuk latihan-
gerak, mati rasa dan terasa beraktivitas. latihan fisik secara rutin.
kaku - Tekanan darah sistolik - Bantu klien dengan aktivitas-
saat beraktivitas. aktivitas fisik.
- Data Obejektif : - Tekanan darah diastolic - Monitor respon fisik, sosial, dan
a) Aktivitas klien dibantu saat beraktivitas. spiritual dari klien terhadap
perawat dan keluarga - Warna kulit. aktivitasnya.
b) Klien terlihat lemah - Kekuatan tubuh bagian - Bantu klien untuk memonitor
Level Aktifitas : Level atas. kemajuan dari pencapaian tujuan.
3(membutuhkan bantuan
- Kekuatan tubuh bagian
orang lain). bawah. Pengajaran : Penentuan Aktivitas
Kekuatan otot berkurang dan Latihan
Daya Tahan Tubuh Aktivitas yang dilakukan :
Klien diharapkan mampu- Ajarkan klien tentang :
untuk menyeimbangkan a.
: Tujuan dan kegunaan aktivitas dan
- Aktivitas latihan.
- Daya tahan otot b. Bagaimana cara melakukan suatu
- Hemoglobin aktivitas.
- Hematocrit c. Bagaimana cara memonitor
- Glukosa darah toleransi aktivitas.
- Serum elektrolit d. Bagaimana menjaga latihan.
- Rasa lelah - Berikan informasi kepada klien
bagaiamana teknik-teknik untuk
menyimpan energi.
- Berikan informasi-informasi seputar
Perawatan Diri : kesehatan fisik klien.
Aktivitas-aktivitas sehari-
hari Mengontrol berat badan
Klien diharapkan mampu Aktivitas yang dilakukan :
untuk menyeimbangkan -: Diskusikan dengan klien hubungan
- Pola makan. antara intake maknan, latihan,
- Berjalan. peningkatan berat badan dan
- Aktivitas kehilangan berat badan
- Diskusikan dengan klien kondisi
pengobatan yang mempengaruhi
berat badan
- Diskusikan hubungan resiko berat
badan normal dan tidak normal
- Beri informasi kepada klien tentang
berat badan yang ideal
- Diskusikan bersama klien metode
tentang intake makanan sehari-hari
- Minta informasi dari klien, apakah
ada dukungan luar yang
mempengaruhi berat badannya
- Kaji peningkatan keseimbangan
makanan
2 Ketidakseimbangan nutrisi Ssetetelah dilakukan Manajemen Nutrisi
kurang dari kebutuhan askep …. jam klien kaji pola makan klien
tubuh b/d intake nutrisi in menunjukan status Kaji adanya alergi makanan.
adekuat nutrisi Kaji makanan yang disukai oleh
adekuatdibuktikan klien.
dengan BB stabil tidak Kolaborasi dg ahli gizi untuk
terjadi mal nutrisi, penyediaan nutrisi terpilih
tingkat energi adekuat, sesuai dengan kebutuhan klien.
masukan nutrisi Anjurkan klien untuk
adekuat meningkatkan asupan
nutrisinya.
Yakinkan diet yang dikonsumsi
mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi dan
pentingnya bagi tubuh klien.
Monitor Nutrisi
Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan.
Monitor respon klien terhadap
situasi yang mengharuskan
klien makan.
Monitor lingkungan selama
makan.
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak bersamaan
dengan waktu klien makan.
Monitor adanya mual muntah.
Monitor adanya gangguan
dalam proses mastikasi/input
makanan misalnya perdarahan,
bengkak dsb.
Monitor intake nutrisi dan
kalori.
3 Kerusakan integritas Setelah dilakukan Kerusakan mobilitas fisik b/d Setelah
jaringanfaktor mekanik: askep .... jam Wound nyeri, intoleransi aktifitas, Askep .
perubahan sirkulasi, healing meningkat: penurunan kekuatan otot teridenti
imobilitas dan penurunan Dengan criteria level
sensabilitas (neuropati) Luka mengecil dalam Joint mo
ukuran dan Self care:
peningkatan granulasi Dengan c
jaringan Aktivitas
meningk
ROM no
Melapor
peningka
kemamp
bergerak
Klien b
aktivitas
Kebersih
terpenuh
dibantu
atau kelu
Nyeri Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
akut askep …. Kaji tingkat nyeri
b/d jam tingkat secara komprehensif
agen kenyamanan dg termasuk lokasi,
injuri KH: karakteristik, durasi,
fisik Klien mengatakan frekuensi, kualitas
nyeri berkurang Observasi reaksi
(skala 2-3) nonverbal dari
ekspresi wajah ketidaknyamanan.
tenang Gunakan teknik
v/s dbn (TD 120/80 komunikasi terapeutik
mmHg, N: 60-100 untuk mengetahui
x/mnt, RR: 16- pengalaman nyeri klien
20x/mnt) sebelumnya.
Klien dapat istirahat Kontrol lingkungan
dan tidur yang mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan.
Kurangi presipitasi
nyeri.
Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologis/non
farmakologis)..
Ajarkan teknik non
farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri..
Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri.
Evaluasi tindakan
pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
Kolaborasi dengan
dokter bila ada
komplain tentang
pemberian analgetik
tidak berhasil.
Monitor penerimaan
klien tentang
manajemen nyeri.
Administrasi
analgetik :.
Cek program
pemberian analogetik;
jenis, dosis, dan
frekuensi.
Cek riwayat alergi..
Tentukan analgetik
pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal.
Monitor TTV sebelum
dan sesudah pemberian
analgetik.
Berikan analgetik tepat
waktu terutama saat
nyeri muncul.
Evaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan
gejala efek samping.
2 PK : Infeksi Setelah dilakukan askep Pantau tanda dan gejala
… jam perawat akan infeksi primer &
menangani / sekunder
mengurangi komplikasi Bersihkan lingkungan
defsiensi imun setelah dipakai pasien
lain.
Batasi pengunjung bila
perlu.
Intruksikan kepada
keluarga untuk mencuci
tangan saat kontak dan
sesudahnya.
Gunakan sabun anti
miroba untuk mencuci
tangan.
Lakukan cuci tangan
sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan.
Gunakan baju dan
sarung tangan sebagai
alat pelindung.
Pertahankan teknik
aseptik untuk setiap
tindakan.
Lakukan perawatan
luka dan dresing infus
setiap hari.
Amati keadaan luka dan
sekitarnya dari tanda –
tanda meluasnya infeksi
Tingkatkan intake
nutrisi.dan cairan
Berikan antibiotik
sesuai program.
Monitor hitung
granulosit dan WBC.
Ambil kultur jika perlu
dan laporkan bila
hasilnya positip.
Dorong istirahat yang
cukup.
Dorong peningkatan
mobilitas dan latihan.
Ajarkan keluarga/klien
tentang tanda dan
gejala infeksi.
3 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan askep Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari …. jam klien kaji pola makan klien
kebutuhan tubuh b/d menunjukan status Kaji adanya alergi
intake nutrisi in nutrisi makanan.
adekuat adekuatdibuktikan Kaji makanan yang
dengan BB stabil tidak disukai oleh klien.
terjadi mal nutrisi, Kolaborasi dg ahli gizi
tingkat energi adekuat, untuk penyediaan
masukan nutrisi nutrisi terpilih sesuai
adekuat dengan kebutuhan
klien.
Anjurkan klien untuk
meningkatkan asupan
nutrisinya.
Yakinkan diet yang
dikonsumsi
mengandung cukup
serat untuk mencegah
konstipasi.
Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi dan pentingnya
bagi tubuh klien.
Monitor Nutrisi
Monitor BB setiap hari
jika memungkinkan.
Monitor respon klien
terhadap situasi yang
mengharuskan klien
makan.
Monitor lingkungan
selama makan.
Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak
bersamaan dengan
waktu klien makan.
Monitor adanya mual
muntah.
Monitor adanya
gangguan dalam proses
mastikasi/input
makanan misalnya
perdarahan, bengkak
dsb.
Monitor intake nutrisi
dan kalori.
4 PK: Hipo / Setelah dilakukan askep Managemen
Hiperglikemi …… jam diharapkan Hipoglikemia:
perawat akan Monitor tingkat gula
menangani dan darah sesuai indikasi
meminimalkan episode Monitor tanda dan
hipo / hiperglikemia. gejala hipoglikemi ;
kadar gula darah < 70
mg/dl, kulit dingin,
lembab pucat,
tachikardi, peka
rangsang, gelisah, tidak
sadar , bingung,
ngantuk.
Jika klien dapat
menelan berikan jus
jeruk / sejenis jahe
setiap 15 menit sampai
kadar gula darah > 69
mg/dl
Berikan glukosa 50 %
dalam IV sesuai
protokol
K/P kolaborasi dengan
ahli gizi untuk dietnya.
Managemen
Hiperglikemia
Monitor GDR sesuai
indikasi
Monitor tanda dan gejala
diabetik ketoasidosis ;
gula darah > 300
mg/dl, pernafasan bau
aseton, sakit kepala,
pernafasan kusmaul,
anoreksia, mual dan
muntah, tachikardi, TD
rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia,
keletihan, pandangan
kabur atau kadar
Na,K,Po4 menurun.
Monitor v/s :TD dan
nadi sesuai indikasi
Berikan insulin sesuai
order
Pertahankan akses IV
Berikan IV fluids sesuai
kebutuhan
Konsultasi dengan
dokter jika tanda dan
gejala Hiperglikemia
menetap atau
memburuk
Dampingi/ Bantu
ambulasi jika terjadi
hipotensi
Batasi latihan ketika gula
darah >250 mg/dl
khususnya adanya
keton pada urine
Pantau jantung dan
sirkulasi ( frekuensi &
irama, warna kulit,
waktu pengisian kapiler,
nadi perifer dan kalium
Anjurkan banyak minum
Monitor status cairan
I/O sesuai kebutuhan
4 Kerusakan integritas Setelah dilakukan askep Wound care
jaringanfaktor .... jam Wound healing Catat karakteristik
mekanik: perubahan meningkat: luka:tentukan ukuran
sirkulasi, imobilitas Dengan criteria dan kedalaman luka,
dan penurunan Luka mengecil dalam dan klasifikasi
sensabilitas ukuran dan pengaruh ulcers
(neuropati) peningkatan granulasi Catat karakteristik
jaringan cairan secret yang
keluar
Bersihkan dengan
cairan anti bakteri
Bilas dengan cairan
NaCl 0,9%
Lakukan nekrotomi
K/P
Lakukan tampon yang
sesuai
Dressing dengan kasa
steril sesuai kebutuhan
Lakukan pembalutan
Pertahankan tehnik
dressing steril ketika
melakukan perawatan
luka
Amati setiap perubahan
pada balutan
Bandingkan dan catat
setiap adanya
perubahan pada luka
Berikan posisi
terhindar dari tekanan
5 Kerusakan mobilitas Setelah dilakukan Terapi Exercise
fisik b/d nyeri, Askep .... jam dapat :Pergerakan sendi
intoleransi aktifitas, teridentifikasi Mobility Pastikan keterbatasan
penurunan kekuatan level gerak sendi yang
otot Joint movement: aktif. dialami
Self care:ADLs Kolaborasi dengan
Dengan criteria hasil: fisioterapi
Aktivitas fisik Pastikan motivasi klien
meningkat untuk mempertahankan
ROM normal pergerakan sendi
Melaporkan perasaan Pastikan klien untuk
peningkatan kekuatan mempertahankan
kemampuan dalam pergerakan sendi
bergerak Pastikan klien bebas
Klien bisa melakukan dari nyeri sebelum
aktivitas diberikan latihan
Kebersihan diri klien Anjurkan ROM
terpenuhi walaupun Exercise aktif: jadual;
dibantu oleh perawat keteraturan, Latih ROM
atau keluarga pasif.
Exercise promotion
Bantu
identifikasi program
latihan yang sesuai
Diskusikan dan
instruksikan pada klien
mengenai latihan yang
tepat
Exercise terapi
ambulasi
Anjurkan dan Bantu
klien duduk di tempat
tidur sesuai toleransi
Atur posisi setiap 2 jam
atau sesuai toleransi
Fasilitasi penggunaan
alat Bantu
9.
DAFTAR PUSTAKA
Baker AB.Clinical neurology. Philadelphia: Harper & Row, 1987 vol.4: 48-49
th
104-110
Dyck PJ.Peripheral neuropathy. Philadelphia : WB Sounders, 1975 vol 1 dan 2:
nd
1977:116-118
rd
11: 315-316
th
reprinted from muscle and nerve 1986; 9:825-836. 2002 digitized by USU digital library 1
PERONEAL NEUROPATHY
Dr ISKANDAR JAPARDI
Fakultas Kedokteran
Bagian Bedah
MY BLOG
WIDDY ANNISA
LIHAT PROFIL LENGKAPKU
▼ 2013 (1)
O ▼ SEPTEMBER (1)
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PENYAKIT DIABETES ...
Kamis, 26 September 2013
PENDAHULUAN
Pola hidup masyarakat yang cenderung semakin meningkat, berbagai macam penyakit
semakin dikenal oleh masyarakat. Salah satu diantaranya adalah apa yang dinamakan diabetes
mellitus atau yang lebih dikenal masyarakat dengan kencing manis (Rahmatsyah Lubis, 11 Juli 2006).
Meningkatnya prevalensi diabetes mellitus di beberapa negara berkembang karena peningkatan
kemakmuran di negara yang bersangkutan, akhir-akhir ini banyak disoroti. Peningkatan pendapatan
per kapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar menyebabkan peningkatan
prevalensi penyakit ganeratif, seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus dan
lain-lain (Suyono, 2003: 573).
Diabetes mellitus merupakan suatu keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai macam
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, yang disertai lesi pada membrane
basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron (Mansjoer arief, 2001: 580). Penyakit
diabetes mellitus merupakan penyakit degeneratif yang memerlukan upaya penanganan yang tepat
dan serius. Menurut data organisasi kesehatan dunia (WHO),
Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia
setelah India, Cina dan Amerika Serikat (www.Diabetes Mellitus News.com). Dengan prevalensi 8,4
% dari total penduduk, diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta pengidap diabetes mellitus
dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta penderita. Berdasarkan data
Departemen Kesehatan jumlah pasien Diabetes Mellitus rawat inap maupun rawat jalan di rumah
sakit menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin dan 4 % wanita hamil menderita
Diabetes Mellitus Gestasional (www.depkes.go.id).
1.2 TUJUAN
2. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan diabetes mellitus
Pada Karya Tulis ini penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Terdiri dari : Latar Belakang, Tujuan, Rumusan Masalah, Metode Penulisan dan Sistematika
Penulisan.
Pada Bab ini membahas tentang beberapa permasalahan yang disampaikan pada Sub-bab
permasalahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sebagai organ, pankreas memiliki dua fungsi yang penting, yaitu fungsi eksokrin yang
memegang peranan penting dalam fungsi pencernaan, dan fungsi endokrin yang menghasilkan
hormon insulin, glukagon, somastatin dan pankreatik polipeptida. Fungsi endokrin adalah untuk
mengatur berbagai aspek metabolisme bahan makanan yang terdiri dari karbohidrat, lemak dan
protein. Komponen endokrin pankreas terdiri dari kurang lebih 0,7 sampai 1 juta sel endokrin yang
dikenal sebagai pulau-pulau langerhans. Sel pulau dapat dibedakan sebagai :
a. Sel alfa (lebih kurang 20% dari sel pulau) yang menghasilkan glukagon
b. Sel beta (lebih kurang 80 % dari sel pulau) yang menghasilkan hormon insulin dari proinsulin.
Proinsulin berupa polipeptida yang berbentuk rantai tunggal dengan 86 asam amino. Proinsulin
berubah menjadi insulin dengan kehilangan 4 asam amino dan dengan rantai asam amino dari ke-33
sampai ke-63 yang menjadi peptida penghubung (connecting peptide)
c. Sel D (lebih kurang 3-5% dari sel pulau ) yang menghasilkan somatostatin.
Pada awalnya, diduga bahwa sekresi insulin seluruhnya diatur oleh konsentrasi gula darah
tetapi juga oleh hormon lain dan mediator automik.
Insulin adalah peptida dengan BM kira-kira 6000. polipeptida ini terdiri dari 51 asam amino
tersusun dalam 2 rantai, rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino.
Antara rantai A dan B terdapat 2 jembatan disulfida yaitu antara A-7 dengan B-7 dan A-20 dengan B-
19. Selain itu masih terdapat jembatan disulfida antara asam amino ke-6 dan ke-11 pada rantai A.
Sekresi insulin umumnya dipacu oleh asupan glukosa dan disfosforisasi dalam sel beta
pankreas. Karena insulin adalah protein, degradasi pada saluran cerna jika diberikan peroral. Karena
itu perparat insulin umumnya diberikan secara suntikan subkutan. Gejala hipoglikemia merupakan
reaksi samping insulin yang paling serius dan umum dari kelebihan dosis insulin, reaksi samping
lainnya berupa lipodistropi dan reaksi alergi. Manfaat insulin :
Menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan juga dalam otot dan mencegah penguraian
glikogen
Insulin bekerja dengan jalan terikat dengan reseptor insulin yang terdapat pada membran sel
target. Terdapat dua jenis mekanisme kerja insulin. Pertama, melibatkan proses fosforilase yang
berasal dari aktifitas tirosin kinase yang menyebabkan beberapa protein intrasel seperti glucose
transporter-4, transferin, reseptor low-density lipoprotein (LDL), dan reseptor insulin-like growth
factor II (IGF-II), akan bergerak kepermukaan sel. Bergeraknya reseptor-reseptor ini kepermukaan sel
akan memfasilitasi transport berbagai bahan nutrisi ke jaringan yang menjadi target dari hormon
insulin. Kedua, melibatkan proses hidrolisis dari glikolipid membran oleh aktifitas fosfolipase C.
Dalam proses ini dilibatkan second messenger seperti IP3, DAG atau glukosamin yang menyebabkan
respon intrasel dengan jalan mengaktifkan protein kinase.
2.2 PENGERTIAN
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin
baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Diabetes Melitus adalah merupakan penyakit metabolik kronik yang terjadi akibat kurangnya
produksi insulin dengan adanya kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. (Medical
Surgical Nursing, Brunner and Suddarth, 1998).
Diabetes Melitus adalah sekumpulan penyakit genetik dan gangguan heterogen yang secara
klinis ditandai dengan ketidaknormalan dalam keseimbangan kadar glukosa yaitu hiperglikemia
(Lewis, 2000, hal. 1367).
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Silvia. Anderson Price, 1995)
Diabetes melitus adalah gangguan metabolik kronik yang tidak dapat disembuhkan, tetapi
dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan ketidak ade kuatan penggunaan insulin (Barbara
Engram; 1999, 532)
Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik yang komplek yang melibatkan kelainan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makro vaskuler, mikro
vaskuler dan neurologis (Barbara C. Long, 1996).
Disebut juga Juvenile Diabetes, berkembang pada masa kanak-kanak dan sebelum usia 30
tahun. Memerlukan therapi insulin karena pankreas tidak dapat memproduksi insulin atau
produksinya sangat sedikit.
Biasanya terjadi di atas usia 35 tahun ke atas. Terjadi resistensi terhadap kerja insulin normal
karena interaksi insulin dengan reseptor. Insulin pada sel kurang efektif sehingga glukosa tidak dapat
masuk sel dan berkurangnya produksi insulin relatif.
Kehamilan normal yang disertai dengan peningkatan insulin resistan (ibu hamil gagal
mempertahankan euglycemia). Faktor risiko GDM: riwayat keluarga DM, kegemukan, dan glikosuria.
GDM ini meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus, polisitemia, dan
makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin lebih besar sehingga
merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia. Frekuensi GDM kira-kira 3--5% dan para ibu
tersebut meningkat risikonya untuk menjadi DM di masa mendatang.
d. Diabetes Melitus tipe lain :
DNA mitokondria
pankreatitis
pankreatopati fibrokalkulus
4) Endokrinopati :
akromegali
sindrom Cushing
feokromositoma
hipertiroidisme
6) Infeksi :
Diabetes Melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas. Kombinasi faktor
genetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan (misalnya, infeksi virus) diperkirakan turut
menimbulkan destruksi sel beta.
a. Faktor-faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecendrungan genetik ke arah terjadinya Diabetes Melitus tipe I. Kecendrungan
genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leococyte antigen)
tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen trasplantasi dan
proses imun lainnya.
b. Faktor-faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon ini merupakan
respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing (Smeltzer Suzanne
C, 2001).
Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui
mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa
juga, virus ini menyerang melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam
sel beta. Diabetes Melitus akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan
menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM.
Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah alloxan, pyrinuron
(rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur). Bahan lain adalah sianida yang berasal
dari singkong (Maulana Mirza, 2009).
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin
pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam
proses terjadinya resistensi insulin (Smeltzer Suzanne C, 2001).
Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya
diabetes tipe II. Menurut Hans Tandra (2008), faktor-faktor ini adalah:
Beberapa ras tertentu, seperti suku Indian di Amerika, Hispanik, dan orang Amerika di Afrika,
mempunyai resiko lebih besar terkena diabetes tipe II. Kebanyakan orang dari ras-ras tersebut
dulunya adalah pemburu dan petani dan biasanya kurus. Namun, sekarang makanan lebih banyak
dan gerak badannya makin berkurang sehingga banyak mengalami obesitas sampai diabetes.
b. Obesitas
Lebih dari 8 diantara 10 penderita diabetes tipe II adalah mereka yang kelewat gemuk.
Makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot akan makin resisten terhadap kerja insulin,
terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul di daerah sentral atau perut
(central obesity). Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke
dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah.
Makin kurang gerak badan, makin mudah seseorang terkena diabetes. Olahraga atau
aktivitas fisik membantu kita untuk mengontrol berat badan. Glukosa darah dibakar menjadi energi.
Sel-sel tubuh menjadi lebih sensitif terhadap insulin. Peredaran darah lebih baik. Dan resiko
terjadinya diabetes tipe II akan turun sampai 50%.
d. Penyakit Lain
Beberapa penyakit tertentu dalam prosesnya cenderung diikuti dengan tingginya kadar
glukosa darah. Akibatnya, seseorang juga bisa terkena diabetes. Penyakit-penyakit itu antara lain
hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, penyakit pembuluh darah perifer, atau infeksi kulit
yang berlebihan.
e. Usia
Resiko terkena diabetes akan meningkat dengan bertambahnya usia, terutama di atas 40
tahun. Namun, belakangan ini, dengan makin banyaknya anak yang mengalami obesitas, angka
kejadian diabetes tipe II pada anak dan remaja pun meningkat.
2.5 PATOFISIOLOGI
Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel
yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan
baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari.
Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein (Suyono,1999).
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme
sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak.
Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin.
Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan
sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat
kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah
meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang
batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa
menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang
menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan
keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria
mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan
merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel
sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi
menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa
lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang
dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah
meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha
mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau
aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma
yang disebut koma diabetik (Price,1995).
Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan
mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga
berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Menurut Sujono & Sukarmin (2008) manifestasi klinis pada penderita DM, yaitu:
2. Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar dan keluarnya air yang
menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehisrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel
akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik
(sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antidiuretic hormone) dan
menimbulkan rasa haus.
3. Polifagia (peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori hilang kedalam air kemih, penderita mengalami
penurunan berat badan. Untuk mengkompensasi hal ini penderita seringkali merasa lapar yang luar
biasa.
4. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes lama, katabolisme
protein diotot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
1. Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan antibody,
peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun dan penurunan aliran darah
pada penderita diabetes kronik.
2. Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah ginjal, lipatan kulit seperti di ketiak
dan dibawah payudara, biasanya akibat tumbuhnya jamur.
3. Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama candida.
4. Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami gangguan akibat kekurangan
bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel saraf rusak terutama
bagian perifer.
5. Kelemahan tubuh
6. Penurunan energi metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung
secara optimal.
7. Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari protein
dan unsur makanan yang lain. Bahan protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel
sehingga bahan yang diperlukan untuk penggantian jaringan yang rusak mengalami gangguan.
8. Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan seksualitas menurun karena kerusakan
hormon testosteron.
9. Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa oleh hiperglikemia.
a. Glukosa darah
Sebagai persiapan, penderita diminta puasa selama 10 jam dan tidak boleh lebih. Pemeriksaan
sebaiknya dilakukan pagi hari karena ada efek diurnal hormon terhadap glukosa. Yang digunakan
sebagai sampel biasanya serum atau plasma. Bila Whole blood yang digunakan sebagai sampel nilai
kadar glukosa umumnya lebih rendah 15% dibanding glukosa plasma atau serum.
b. HBAIC (Glucosated Haemoglobin AIC) meningkat yaitu terikatnya glukosa dengan Hb. (Normal :
3,8-8,4 mg/dl).
f. Elektrolit :
Kalium : Normal
g. Hemoglobin Glikosilat : kadar meningkat 2 – 4 kali dari normal yang mencerminkan kontrol
diabetes melitus yang kurang selama 4 bulanterakhir.
h. Gas Darah Arteri : Biasanya menunjukkan pH rendahdan penurunanpada HCO2 ( Asidosis
Metabolik ) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
j. Ureum / kreatinin : Mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi /penurunan fungsi ginjal ).
k. Amilase darah : Mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pankreatitis akut sebagai
penyebab dari DKA.
l. Insulin darah : Mungkin menurun / bahkan sampai tidak ada ( tipe I ) atau normal sampai tinggi (
tipe II ), mengindikasikan infusiensi insulin, gangguan dalam penggunaannya.
o. Urin : gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
p. Kultur dan sensitivitas : Kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernapasan dan
infeksi pada luka.
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa
darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik
pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi
hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
1. Diet
c. Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.
Keterangan :
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi.
JI : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita,
penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR= berat
badan normal) dengan rumus:
Kurus (underweight)
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang
bekerja biasa adalah:
2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam sesudah makan,
berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah
reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan
glikogen baru
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak menjadi
lebih baik.
3. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk penyuluhan
kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet,
poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
4. Obat
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan
efektivitas insulin, yaitu:
b. Insulin
1) DM tipe I
2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
3) DM kehamilan
8) DM operasi
9) DM patah tulang
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan
absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain:
lokasi suntikan
ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding perut, lengan, dan paha. Dalam
memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan
setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah suntikan
insulin karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
3). Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi insulin.
Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini berarti suntikan intramuskuler
akan lebih cepat efeknya daripada subcutan.
Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi
apabila terdapat penurunan dari u –100 ke u – 10 maka efek insulin dipercepat.
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-kasus dengan
degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk
terapi koma diabetik.
2.9 KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah
1. Akut
Ditandai dengan penebalan dan kerusakan membran basal pembuluh kapiler, sering terjadi pada
penderita IDDM dan bertanggung jawab dalam terjadinya neuropati, retinopati diabetik.
d. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh pada gastro
intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner, 1990).
a. Neuropati diabetik
Diabetes dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem syaraf otonom, medula spinalis atau
sistim saraf pusat.
b. Retinopati diabetik
Disebabkan karena perubahan dalam pembuluh darah kecil pada retina selain retinopati,
penderita diabetes juga dapat mengalami pembentukan katarak yang diakibatkan hiperglikemi yang
berkepanjangan sehingga menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.
c. Nefropati diabetik
Perubahan struktur dan fungsi ginjal. Empat jenis lesi yang sering timbul adalah pyelonefritis,
lesi-lesi glomerulus, arterisclerosis, lesi-lesi tubular yang ditandai dengan adanya proteinuria yang
meningkat secara bertahap sesuai dengan beratnya penyakit.
d. Proteinuria
e. Kelainan koroner
Kriteria yang melandasi penegakan diagnosa DM adalah kadar glukosa darah yang
meningkat secara abnormal. Kadar gula darah plasma pada waktu puasa yang besarnya di atas 140
mg/dl atau kadar glukosa darah sewaktu diatas 200 mg/dl pada satu kali pemeriksaan atau lebih
merupakan criteria diagnostik penyakit DM.
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria,
polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan
impotensia pada pasien pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas,
pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis
DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali
saja abnormal , belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis klinis DM. Diperlukan pemastian
lebih lanjut dengan menddapatkan sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa > 200
mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang abnormal.126
mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu
diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgBB, dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum
selama/dalam waktu 5 menit
diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa; selama pemeriksaan subyek yang
diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) > 200 mg/dl , atau
(Puasa berarti tidak ada masukan kalori sejak 10 jam terakhir ) atau
3. Kadar glukosa plasma > 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO**
* Kriteria diagnostik tsb harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali untuk keadaan
khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis atau berat badan
yang menurun cepat.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 KESIMPULAN
DM yaitu kelainan metabolik akibat dari kegagalan pankreas untuk mensekresi insulin
(hormon yang responsibel terhadap pemanfaatan glukosa) secara adekuat. Akibat yang umum
adalah terjadinya hiperglikemia.
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa
dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang
tidak adekuat (Brunner & Suddart).
Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi, meningkat setelah makan dan kembali normal
dalam waktu 2 jam. Kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya
berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2
jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya.
4.2 SARAN
Bagi penderita diabetes mellitus diharapkan selalu menjaga gaya hidup karena ini sangat
berpengaruh terhadap keparahan dari penyakit itu sendiri maka dari itu penderita penyakit diabetes
mellitus haus selalu menjaga kandungan gula dalam darah dengan tidak mengkonsumsi makanan
yang mengandung kadar glukosa yang tinggi. Untuk dari itu penderita bisa menggantinya dengan
gula jagung. Pederita juga harus harus rajin dalam olahraga karena itu sangat penting bagi kesehatan
anda.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito & Moyet (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Guthrie, Diana W. Guthrie ,Richard A. 2002. Management of Diabetes Mellitus, A guide to the
pattern approach. 6th ed. New York : Springer Publishing
Johnson, M.,et all, 2008, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention
Project, Mosby.
Lanywati, Endang (2007). Diabetes Melitus Penyakit Kencing Manis. Yokyakarta: kanisius.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2008, Nursing Interventions Classification (NIC) econd Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Jakarta: EGC.
Sujono & Sukarmin (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eksokrin & Endokrin
pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wilkinson, Judith M. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Nic Noc. Jakarta: EGC.
1 komentar:
1.
Balas
Beranda
musik
Popular Posts
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PENYAKIT DIABETES MELITUS
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pola hidup masyarakat yang cenderung semakin
meningkat, berbagai macam penyakit semakin dikena...
Blogger templates
Blogger news
Blogroll
About
Copyright © 2016 MY BLOG | Designed for Database of Logos - wholesale watches, Services
locations, http://www.collegetextbookprice.com