Sie sind auf Seite 1von 53

2.

1 Acute Kidney Injury(AKI)


2.1.1 Definisi
AKIN mendefinisikan AKI sebagai penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba (dalam 48
jam) ditandai dengan peningkatan serum kreatinin (SCr) >0.3 mg/dL (>25 μmol/L) atau
meningkat sekitar 50% dan adanya penurunan output urin < 0.5 mL/kg/hr selama >6 jam
(Molitoris et al, 2007).
Suatu kondisi penurunan fungsi ginjal yang menyebabkan hilangnya kemampuan
ginjal untuk mengekskresikan sisa metabolisme, menjaga keseimbangan elektrolit dan cairan
(Eric Scott, 2008).
Secara konseptual AKI adalah penurunan cepat (dalam jam hingga minggu) laju
filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung reversibel, diikuti kegagalan ginjal
untuk mengekskresi sisa metabolisme nitrogen, dengan/ tanpa gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit (Brady et al, 2005).
Penurunan tersebut dapat terjadi pada ginjal yang fungsidasarnya normal (AKI
“klasik”) atau tidak normal (acute onchronic kidney disease).Dahulu, hal di atas disebut
sebagai gagal ginjal akut dan tidak ada definisi operasional yang seragam, sehingga
parameter dan batas parameter gagal ginjal akut yang digunakan berbeda-beda pada berbagai
kepustakaan. Hal itu menyebabkan permasalahan antara lain kesulitan membandingkan hasil
penelitian untuk kepentingan meta-analisis, penurunan sensitivitas kriteria untuk membuat
diagnosis dini dan spesifisitas kriteria untuk menilai tahap penyakit yang diharapkan dapat
menggambarkan prognosis pasien (Mehta et al, 2003)
Atas dasar hal tersebut, Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI) yang beranggotakan
para nefrolog dan intensives di Amerika pada tahun 2002 sepakat mengganti istilah ARF
menjadi AKI.Penggantian istilah renal menjadi kidney diharapkan dapat membantu
pemahaman masyarakat awam, sedangkan penggantian istilah failure menjadi injury
dianggap lebih tepat menggambarkan patologi gangguan ginjal. Kriteria yang melengkapi
definisi AKI menyangkut beberapa hal antara lain (1) kriteria diagnosis harus mencakup
semua tahap penyakit; (2) sedikit saja perbedaan kadar kreatinin (Cr) serum ternyata
mempengaruhi prognosis penderita; (3) kriteria diagnosis mengakomodasi penggunaan
penanda yang sensitif yaitu penurunan urine output (UO) yang seringkali mendahului
peningkatan Cr serum; (4)penetapan gangguan ginjal berdasarkan kadar Cr serum, UO dan

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 1


LFG mengingat belum adanya penanda biologis (biomarker) penurunan fungsi ginjal yang
mudah dan dapat dilakukan di mana saja (Rusli R, 2007).

2.1.2 Klasifikasi Etiologi


Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan patogenesis AKI, yakni
(1) penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa menyebabkan gangguan pada
parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%); (2) penyakit yang secara langsung menyebabkan
gangguan pada parenkim ginjal (AKI renal/intrinsik,~40%); (3) penyakit yang terkait dengan
obstruksi saluran kemih (AKI pascarenal,~5%). Angka kejadian penyebab AKI sangat
tergantung dari tempat terjadinya AKI. Salah satu cara klasifikasi etiologi AKI dapat dilihat
pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi etiologi AKI (Robert Sinto, 2010)


AKI Prarenal I. Hipovolemia
- Kehilangan cairan pada ruang ketiga, ekstravaskular
- Kerusakan jaringan (pankreatitis), hipoalbuminemia,
obstruksi
- usus
- Kehilangan darah
- Kehilangan cairan ke luar tubuh
- Melalui saluran cerna (muntah, diare, drainase), melalui
saluran
- kemih (diuretik, hipoadrenal, diuresis osmotik), melalui kulit
- (luka bakar)
II. Penurunan curah jantung
- Penyebab miokard: infark, kardiomiopati
- Penyebab perikard: tamponade
- Penyebab vaskular pulmonal: emboli pulmonal
- Aritmia
- Penyebab katup jantung
III. Perubahan rasio resistensi vaskular ginjal sistemik
- Penurunan resistensi vaskular perifer
- Sepsis, sindrom hepatorenal, obat dalam dosis berlebihan

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 2


- (contoh: barbiturat), vasodilator (nitrat, antihipertensi)
- Vasokonstriksi ginjal
- Hiperkalsemia, norepinefrin, epinefrin, siklosporin,
takrolimus,
- amphotericin B
- Hipoperfusi ginjal lokal
- Stenosis a.renalis, hipertensi maligna
IV. Hipoperfusi ginjal dengan gangguan autoregulasi ginjal
- Kegagalan penurunan resistensi arteriol aferen
- Perubahan struktural (usia lanjut, aterosklerosis, hipertensi
- kronik, PGK (penyakit ginjal kronik), hipertensi maligna),
- penurunan prostaglandin (penggunaan OAINS, COX-2 inhibi
- tor), vasokonstriksi arteriol aferen (sepsis, hiperkalsemia,
- sindrom hepatorenal, siklosporin, takrolimus, radiokontras)
- Kegagalan peningkatan resistensi arteriol eferen
- Penggunaan penyekat ACE, ARB
- Stenosis a. renalis
V. Sindrom hiperviskositas
- Mieloma multipel, makroglobulinemia, polisitemia
AKI Renal I. Obstruksi renovaskular
- Obstruksi a.renalis (plak aterosklerosis, trombosis, emboli,
- diseksi aneurisma, vaskulitis), obstruksi v.renalis (trombosis,
- kompresi)
II. Penyakit glomerulus atau mikrovaskular ginjal
- Glomerulonefritis, vaskulitis
III. Nekrosis tubular akut (Acute Tubular Necrosis, ATN)
- Iskemia (serupa AKI prarenal)
- Toksin
- Eksogen (radiokontras, siklosporin, antibiotik, kemoterapi,
- pelarut organik, asetaminofen), endogen (rabdomiolisis,
hemolisis,
- asam urat, oksalat, mieloma)
IV. Nefritis interstitial

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 3


- Alergi (antibiotik, OAINS, diuretik, kaptopril), infeksi
(bakteri,
- viral, jamur), infiltasi (limfoma, leukemia, sarkoidosis),
- idiopatik
V. Obstruksi dan deposisi intratubular
- Protein mieloma, asam urat, oksalat, asiklovir, metotreksat,
sulfonamida
VI. Rejeksi alograf ginjal
AKI pascarenal I. Obstruksi ureter
- Batu, gumpalan darah, papila ginjal, keganasan, kompresi
eksternal
II. Obstruksi leher kandung kemih
- Kandung kemih neurogenik, hipertrofi prostat, batu,
keganasan, darah
III. Obstruksi uretra
- Striktur, katup kongenital, fimosis

2.1.3 Klasifikasi AKI


ADQI mengeluarkan sistem klasifikasi AKI dengan kriteria RIFLE yang terdiri dari 3
kategori (berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau penurunan LFG atau kriteria UO)
yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal dan 2 kategori yang menggambarkan
prognosis gangguan ginjal, seperti yang terlihat pada tabel 2. (Rusli R, 2007).

Tabel 2.Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE, ADQI Revisi 2007


Kategori Peningkatan kadar SCr Penurunan LFG Kriteria UO
Risk >1,5 kali nilai dasar >25% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,
>6 jam
Injury >2,0 kali nilai dasar >50% nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,
>12 jam
Failure >3,0 kali nilai dasar >75% nilai dasar <0,3 mL/kg/jam, >24
jam
Loss Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 4


minggu

End stage Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3


Bulan

2.1.4 Patofisiologi
Patofisiologi Aki dapat dibagi menjadi mikrovaskular dan komponen tubular seperti
yang terdapat didalam gambar (Bonventre, 2008) berikut ini:

Gambar 1. Patofisiologi AKI (Bonventre, 2008)

Patofisiologi dari AKI dapat dibagi menjadi komponen mikrovaskular dan tubular,
bentuk lebih lanjutnya dapat dibagi menjadi proglomerular dan komponen pembuluh medulla
ginjal terluar. Pada AKI, terdapat peningkatan vasokonstriksi dan penurunan vasodilatasi
pada respon yang menunjukkan ginjal post iskemik. Dengan peningkatan endhotelial dan
kerusakan sel otot polos pembuluh, terdapat peningkatan adhesi leukosit endothelial yang
menyebabkan aktivasi system koagulasi dan obstruksi pembuluh dengan aktivasi leukosit dan
berpotensi terjadi inflamasi.
Pada tingkat tubuler, terdapat kerusakan dan hilangnya polaritas dengan diikuti oleh
apoptosis dan nekrosis, obstruksi intratubular, dan kembali terjadi kebocoran filtrate
glomerulus melalui membrane polos dasar.Sebagai tambahan, sel-sel tubulus menyebabkan
mediator vasoaktif inflamatori, sehingga mempengaruhi vascular untuk meningkatkan

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 5


kerjasama vascular.Mekanisme positif feedback kemudian terjadi sebagai hasil kerjasama
vascular untuk menurunkan pengiriman oksigen ke tubulus, sehingga menyebabkan mediator
vasoaktif inflamatori meningkatkan vasokonstriksi dan interaksi endothelial-leukosit.
Bonventre (2008)

2.1.5 Pendekatan Diagnosis


1. Pemeriksaan Klinis
Petunjuk klinis AKI prarenal antara lain adalah gejala haus, penurunan UO dan berat
badan dan perlu dicari apakah hal tersebut berkaitan dengan penggunaan OAINS, penyekat
ACE dan ARB. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda hipotensi ortostatik dan
takikardia, penurunan jugular venouspressure (JVP), penurunan turgor kulit, mukosa kering,
stigmata penyakit hati kronik dan hipertensi portal, tanda gagal jantung dan
sepsis.Kemungkinan AKI renal iskemia menjadi tinggi bila upaya pemulihan status
hemodinamik tidak memperbaiki tanda AKI.Diagnosis AKI renal toksik dikaitkan dengan
data klinis penggunaan zat-zat nefrotoksik ataupun toksin endogen (misalnya mioglobin,
hemoglobin, asam urat).Diagnosis AKI renal lainnya perlu dihubungkan dengan gejala dan
tanda yang menyokong seperti gejala trombosis, glomerulonefritis akut, atau hipertensi
maligna.

AKI pascarenal dicurigai apabila terdapat nyeri sudut kostovertebra atau suprapubik
akibat distensi pelviokalises ginjal, kapsul ginjal, atau kandung kemih.Nyeri pinggang kolik
yang menjalar ke daerah inguinal menandakan obstruksi ureter akut.Keluhan terkait prostat,
baik gejala obstruksi maupun iritatif, dan pembesaran prostat pada pemeriksaan colok dubur
menyokong adanya obstruksi akibat pembesaran prostat.Kandung kemih neurogenik dapat
dikaitkan dengan pengunaan antikolinergik dan temuan disfungsi saraf otonom (Robert Sinto,
2010).

2. Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan urinalisis, dapat ditemukan berbagai penanda inflamasi glomerulus,
tubulus, infeksi saluran kemih, atau uropati kristal. Pada AKI prarenal, sedimen yang
didapatkan aselular dan mengandung cast hialin yang transparan. AKI pascarenal juga
menunjukkan gambaran sedimen inaktif, walaupun hematuria dan piuria dapat ditemukan
pada obstruksi intralumen atau penyakit prostat. AKI renal akan menunjukkan berbagai cast
yang dapat mengarahkan pada penyebab AKI, antara lain pigmented“muddy brown”

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 6


granular cast, cast yang mengandung epitel tubulus yang dapat ditemukan pada ATN; cast
eritrosit pada kerusakan glomerulus atau nefritis tubulointerstitial; cast leukosit dan
pigmented “muddy brown” granular cast pada nefritis interstitial (Schrier et al, 2004).
Hasil pemeriksaan biokimiawi darah (kadar Na, Cr, urea plasma) dan urin
(osmolalitas urin, kadar Na, Cr, urea urin) secara umum dapat mengarahkan pada penentuan
tipe AKI, seperti yang terlihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3. Kelainan analisis urin (Robert Sinto, 2010)

Pemeriksaan yang cukup sensitif untuk menyingkirkan AKI pascarenal adalah


pemeriksaan urin residu pascaberkemih.Jika volume urin residu kurang dari 50 cc, didukung
dengan pemeriksaan USG ginjal yang tidak menunjukkan adanya dilatasi pelviokalises, kecil
kemungkinan penyebab AKI adalah pascarenal. Pemeriksaan pencitraan lain seperti foto
polos abdomen, CT-scan, MRI, dan angiografi ginjal dapat dilakukan sesuai indikasi.
Pemeriksaan biopsi ginjal diindikasikan pada pasien dengan penyebab renal yang
belum jelas, namun penyebab pra- dan pascarenal sudah berhasil disingkirkan. Pemeriksaan
tersebut terutama dianjurkan pada dugaan AKI renal non-ATN yang memiliki tata laksana
spesifik, seperti glomerulonefritis, vaskulitis, dan lain lain (Brady HR, 2005).

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 7


2.1.6 Penatalaksanaan
1. Terapi nutrisi
Kebutuhan nutrisi pasien AKI bervariasi tergantung dari enyakit dasarnya dan kondisi
komorbid yang dijumpai. Sebuah sistem klasifikasi pemberian nutrisi berdasarkan status
katabolisme diajukan oleh Druml pada tahun 2005 dan telah dimodifikasi oleh Sutarjo seperti
pada tabel berikut:

Tabel 4. Kebutuhan nutrisi klien dengan AKI (Sutarjo, 2008)

2. Terapi Farmakologi: Furosemid, Manitol, dan Dopamin


Dalam pengelolaan AKI, terdapat berbagai macam obat yang sudah digunakan selama
berpuluh-puluh tahun namun kesahihan penggunaannya bersifat kontoversial. Obatobatan
tersebut antara lain diuretik, manitol, dan dopamin. Diuretik yang bekerja menghambat
Na+/K+-ATPase pada sisi luminal sel, menurunkan kebutuhan energi sel thick limb Ansa
Henle. Selain itu, berbagai penelitian melaporkan prognosis pasien AKI non-oligourik lebih
baik dibandingkan dengan pasien AKI oligourik.Atas dasar hal tersebut, banyak klinisi yang
berusaha mengubah keadaan AKI oligourik menjadi non-oligourik, sebagai upaya
mempermudah penanganan ketidakseimbangan cairan dan mengurangi kebutuhan
dialisis.Meskipun demikian, pada keadaan tanpa fasilitas dialisis, diuretik dapat menjadi
pilihan pada pasien AKI dengan kelebihan cairan tubuh. Beberapa hal yang harus

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 8


diperhatikan pada penggunaan diuretik sebagai bagian dari tata laksana AKI adalah: (Mohani,
2008)
a. Pastikan volume sirkulasi efektif sudah optimal, pastikan pasien tidak dalam keadaan
dehidrasi. Jika mungkin, dilakukan pengukuran CVP atau dilakukan tes cairan dengan
pemberian cairan isotonik 250-300 cc dalam 15- 30 menit. Bila jumlah urin bertambah,
lakukan rehidrasi terlebih dahulu.
b. Tentukan etiologi dan tahap AKI. Pemberian diuretik tidak berguna pada AKI pascarenal.
Pemberian diuretik masih dapat berguna pada AKI tahap awal (keadaan oligouria kurang
dari 12 jam).

Pada awalnya, dapat diberikan furosemid i.v. bolus 40mg. Jika manfaat tidak terlihat,
dosis dapat digandakan atau diberikan tetesan cepat 100-250 mg/kali dalam 1-6 jam atau
tetesan lambat 10-20 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 1 gram/hari. Usaha tersebut
dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian cairan koloid untuk meningkatkan translokasi
cairan ke intravaskuler. Bila cara tersebut tidak berhasil (keberhasilan hanya pada 8-22%
kasus), harus dipikirkan terapi lain. Peningkatan dosis lebih lanjut tidak bermanfaat bahkan
dapat menyebabkan toksisitas (Robert, 2010).

Secara hipotesis, manitol meningkatkan translokasi cairan ke intravaskuler sehingga


dapat digunakan untuk tata laksana AKI khususnya pada tahap oligouria.Namun kegunaan
manitol ini tidak terbukti bahkan dapat menyebabkan kerusakan ginjal lebih jauh karena
bersifat nefrotoksik, menyebabkan agregasi eritrosit dan menurunkan kecepatan aliran
darah.Efek negatif tersebut muncul pada pemberian manitol lebih dari 250 mg/kg tiap 4 jam.
Penelitian lain menunjukkan sekalipun dapat meningkatkan produksi urin, pemberian manitol
tidak memperbaiki prognosis pasien (Sja’bani, 2008).

Dopamin dosis rendah (0,5-3 μg/kgBB/menit) secara historis digunakan dalam tata
laksana AKI, melalui kerjanya pada reseptor dopamin DA1 dan DA2 di ginjal. Dopamin
dosis rendah dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah ginjal, menghambat Na+/K+-
ATPase dengan efek akhir peningkatan aliran darah ginjal, LFG dan natriuresis. Sebaliknya,
pada dosis tinggi dopamin dapat menimbulkan vasokonstriksi.

Faktanya teori itu tidak sesederhana yang diperkirakan karena dua alasan yaitu
terdapat perbedaan derajat respons tubuh terhadap pemberian dopamin, juga tidak terdapat

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 9


korelasi yang baik antara dosis yang diberikan dengan kadar plasma dopamin. Respons
dopamin juga sangat tergantung dari keadaan klinis secara umum yang meliputi status
volume pasien serta abnormalitas pembuluh darah (seperti hipertensi, diabetes mellitus,
aterosklerosis), sehingga beberapa ahli berpendapat sesungguhnya dalam dunia nyata tidak
ada dopamin “dosis renal” seperti yang tertulis pada literatur.

Dalam penelitian dan meta-analisis, penggunaan dopamin dosis rendah tidak terbukti
bermanfaat bahkan terkait dengan efek samping serius seperti iskemia miokard, takiaritmia,
iskemia mukosa saluran cerna, gangrene digiti, dan lain-lain. Jika tetap hendak digunakan,
pemberian dopamin dapat dicoba dengan pemantauan respons selama 6 jam.Jika tidak
terdapat perubahan klinis, dianjurkan agar menghentikan penggunaannya untuk menghindari
toksisitas.Dopamin tetap dapat digunakan untuk pengobatan penyakit dasar seperti syok,
sepsis (sesuai indikasi) untuk memperbaiki hemodinamik dan fungsi ginjal (Robert Sinto,
2010).

2.1.7 Komplikasi dan Penatalaksanan


Pengelolaan komplikasi yang mungkin timbul dapat dilakukan secara konservatif,
sesuai dengan anjuran yang dapat dilihat pada tabel berikut

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 10


Tabel 5. Penatalaksanaan Komplikasi AKI (Robert, 2010)

2.2 Gagal Ginjal Akut dan


Kronik
2.2.1 Pengertian

Gagal ginjal akut


terjadi ketika ginjal tidak

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 11


mampu mengangkut sampah metabolik tubuh atau ginjal gagal melakukan fungsi regulernya

Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat
gangguan eksresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrine, metabolik, cairan,
elektrolit dan asam basa.

Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara
bertahap (Doenges, 1999; 626) Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan
fungsi tidak dimulai.Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau
penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun. (Barbara C Long,
1996; 368)

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)

Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)

2.2.2 Etiologi

 Gagal Ginjal Akut


1. Kondisi Pre Renal (hipoperfusi ginjal)
Kondisi pra renal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya laju
filtrasi glumerulus. Kondisi klinis yang umum yang menyebabkan terjadinya hipoperfusi
renal adalah :

a. Penipisan volume
b. Hemoragi
c. Kehilangan cairan melalui ginjal (diuretik, osmotik)
d. Kehilangan cairan melalui saluran GI (muntah, diare, selang nasogastrik)

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 12


e. Gangguan efisiensi jantung
f. Infark miokard
g. Gagal jantung kongestif
h. Disritmia
i. Syok kardiogenik
j. Vasodilatasi
k. Sepsis
l. Anafilaksis
m. Medikasi antihipertensif atau medikasi lain yang menyebabkan vasodilatasi

2. Kondisi Intra Renal (kerusakan aktual jaringan ginjal)


Penyebab intra renal gagal ginjal akut adalah kerusakan glumerulus atau tubulus ginjal
yang dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :

a. Cedera akibat terbakar dan benturan


b. Reaksi transfusi yang parah
c. Agen nefrotoksik
d. Antibiotik aminoglikosida
e. Agen kontras radiopaque
f. Logam berat (timah, merkuri)
g. Obat NSAID
h. Bahan kimia dan pelarut (arsenik, etilen glikol, karbon tetraklorida)
i. Pielonefritis akut
j. glumerulonefritis

3. Kondisi Post Renal (obstruksi aliran urin)


Kondisi pasca renal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi di
bagian distal ginjal. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi sebagai berikut :

a. Batu traktus urinarius


b. Tumor
c. BPH
d. Striktur
e. Bekuan darah

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 13


 gagal ginjal kronis

a. Diabetus mellitus
b. Glumerulonefritis kronis
c. Pielonefritis
d. Hipertensi tak terkontrol
e. Obstruksi saluran kemih
f. Penyakit ginjal polikistik
g. Gangguan vaskuler
h. Lesi herediter
i. Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)

Tabel 5. Penyebab gagal ginjal di Indonesia

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 14


2.2.3 Patofisiologi

1. Gagal ginjal Akut

Iskemia atau Nefrotoksin

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 15


Kerusakan sel Kerusakan
penurunan aliran
tubulus glomerulus
darah ginjal

Perubahan berat
Penurunan aliran
jenis urine
darah glomerulus

Obstruksi Penurunan
tubulus ultrafiltrasi
Peningkatan glomerulus
pelepasan Nacl
ke mukosa denia
Kebocoran
filtrat
Penurunan
GFR

Penurunan
Ketidakseimbangan produksi energi
elektrolit metabolik
2. Gagal Ginjal
produksi

Reaksi tinggi
Penurunan
terhadap penurunan
pemasukan diet
curah

Reaksi tinggi terhadap infeksi

2. Gagal Ginjal Kronis

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 16


Terdapat empat tahapan klinik dari gagal ginjal akut sebagai berikut :

1. Periode Awal

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 17


Merupakan awal kejadian penyakit dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.

2. Periode Oliguri
Pada periode ini volume urin kurang dari 400 ml/24 jam, disertai dengan peningkatan
konsentrasi serum dari substansi yang biasanya diekskresikan oleh ginjal (urea, kreatinin,
asam urat, kalium dan magnesium).Pada tahap ini untuk pertama kalinya gejala uremik
muncul, dan kondisi yang mengancam jiwa seperti hiperkalemia terjadi.

3. Periode Diuresis
Pasien menunjukkan peningkatan jumlah urin secara bertahap, disertai tanda perbaikan
glumerulus.Nilai laboratorium berhenti meningkat dan akhirnya menurun.Tanda uremik
mungkin masih ada, sehingga penatalaksanaan medis dan keperawatan masih diperlukan.
Pasien harus dipantau ketat akan adanya dehidrasi selama tahap ini. Jika terjadi dehidrasi,
tanda uremik biasanya meningkat.
4. Periode Penyembuhan
Merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan berlangsung selama 3 - 12 bulan
Nilai laboratorium akan kembali normal
Namun terjadi penurunan GFR permanen 1% - 3%

Gagal ginjal Kronis

1. Penurunan GFR
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan
klirens kreatinin. Akibt dari penurunan GFR, maka klirens kretinin akan menurun,
kreatinin akn meningkat, dan nitrogen urea darh (BUN) juga akan meningkat.

2. Gangguan klirens renal


Banyak maslah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glumeruli
yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens (substansi darah yang seharusnya
dibersihkan oleh ginjal)

3. Retensi cairan dan natrium


Ginjal kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara
normal.Terjadi penahanan cairan dan natrium; meningkatkan resiko terjadinya edema,
gagal jantung kongestif dan hipertensi.

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 18


4. Anemia
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adequate,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk
terjadiperdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI.

5. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat


Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal balik, jika
salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya GFR, maka terjadi
peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar kalsium. Penurunan
kadar kalsium ini akan memicu sekresi paratormon, namun dalam kondisi gagal ginjal,
tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon, akibatnya kalsium di
tulang menurun menyebabkab perubahan pada tulang dan penyakit tulang.

6. Penyakit tulang uremik(osteodistrofi)


Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon.Pada
waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga
utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun
dalam keadaan penurunan GFR / daya saring.Metode adaptif ini memungkinkan ginjal
untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak.Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai
poliuri dan haus.Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa.Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi
ginjal telah hilang 80% - 90%.Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.( Barbara C Long, 1996, 368)

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya


diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah.Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap
sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat.
Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).

Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu:

1. Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 19


Di tandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan
penderita asimtomatik.

2. Stadium 2 (insufisiensi ginjal)


Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate besarnya
25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas normal,
kadar kreatinin serum mulai meningklat melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul
nokturia dan poliuri.

3. Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)


Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari
normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum
dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri. (Price,
1992: 813-814).

2.2.4 Gejala

Adapun gejala yang ditimbulkan pada penderita gagal ginjal yaitu :

1. Tekanan darah meningkat karena overload cairan dan produksi hormon vasoaktif
diciptakan oleh ginjal melalui RAS (renin-angiotensin system), meningkatkan risiko
seseorang mengembangkan hipertensi dan atau penderitaan dari [gagal jantung
(kongestif)
2. Urea terakumulasi, yang mengarah keazotemiadan akhirnyauremia(gejala mulai dari
kelesuan ke perikarditis danensefalopati). Urea diekskresikan oleh keringat dan
mengkristal pada kulit ("frost uremic").
3. Kalium terakumulasi dalam darah (dikenal sebagai hiperkalemia dengan berbagai gejala
termasuk malaise dan berpotensi fatal aritmia jantung s)
4. Erythropoietin sintesis menurun (berpotensi menyebabkan anemia, yang menyebabkan
kelelahan)
5. Overload volume yang Fluida - gejala dapat berkisar dari ringan edema untuk
mengancam kehidupan edema paru
6. Hyperphosphatemia - karena ekskresi fosfat berkurang, terkait dengan hipokalsemia
(karena 1,25 hidroksivitamin D 3 ]] defisiensi), yang karena stimulasi faktor pertumbuhan
fibroblast -23-

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 20


7. Belakangan ini berkembang menjadi hiperparatiroidisme sekunder, osteodistrofi ginjal
dan kalsifikasi vaskular yang berfungsi juga mengganggu jantung.
8. Metabolik asidosis, karena akumulasi sulfat, fosfat, asam urat dll ini dapat menyebabkan
aktivitas enzim diubah oleh kelebihan asam yang bekerja pada enzim dan eksitabilitas
juga meningkat membran jantung dan saraf dengan promosi (hiperkalemia) karena
kelebihan asam (asidemia)

2.2.5Manifestasi Klinik

a. Sistem kardiovaskuler
• Hipertensi
• Pitting edema
• Edema periorbital
• Pembesaran vena leher
• Friction sub pericardial

b. Sistem Pulmoner
• Krekel
• Nafas dangkal
• Kusmaull
• Sputum kental dan liat

c. Sistem gastrointestinal
 Anoreksia, mual dan muntah
 Perdarahan saluran GI
 Ulserasi dan pardarahan mulut
 Nafas berbau ammonia

d. Sistem muskuloskeletal
 Kram otot
 Kehilangan kekuatan otot
 Fraktur tulang

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 21


e. Sistem Integumen
 Warna kulit abu-abu mengkilat
 Pruritis
 Kulit kering bersisik
 Ekimosis
 Kuku tipis dan rapuh
 Rambut tipis dan kasar

f. Sistem Reproduksi
 Amenore
 Atrofi testis.

2.2.6 Diagnosis

a. Laboratorium

1. LED: meninggi, yang diperberat oleh adanya anemia, dan hipoalbuminemia. Anemia
normositer normokrom, dan jumlah retikulosi yang rendah.
2. Ureum dan kreatinin: meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin
kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena perdarahan saluran
cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih.
Perbandingan ini berkurang: ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah protein,
dan tes Klirens Kreatinin yang menurun.
3. Hiponatremi: umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia: biasanya terjadi pada
gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya dieresis.

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 22


4. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin D3 pada
GGK.
5. Phosphat alkaline meninggi akibat gangguan metabolism tulang, terutama isoenzim
fosfatase lindi tulang
6. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia: umumnya disebabkan gangguan metabolism
dan diet rendah protein.
7. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolism karbohidrat pada gagal ginjal
(resitensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).
8. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolism lemak, disebabkan peninggian hormone
insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
9. Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH yang menurun, BE
menurun, HCO3 menurun, PCO2 menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam
organic pada gagal ginjal.

b. Pemeriksaan lain

1. Foto polos abdomen: untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau adanya
suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita
diharapkan tidak puasa.
2. IVP (Intra Vena pielografi): untuk menilai system pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan
ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu, misalnya usia lanjut,
diabetes mellitus, dan nefropati asam urat.
3. USG: untuk menilai besar dan bentuk ginajl, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih, dan prostat.
4. Renogram, untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (vascular,
parenkim, ekskresi) serta sisa fungsi ginjal.
5. EKG, untuk melihat kemungkina hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).

2.2.7Penatalaksanaan/Terapi

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 23


1. Stage 1 dan 2
Pada CKD stage 1 fungsi ginjal sebenarnya normal tapi terdapat beberapa tanda adanya
kelainan pada ginjal. CKD stage 2 ditandai dengan menurunnya sebagian fungsi ginjal, GFR
60 89mls/min/1.73m2

Pengkajian Awal pada CKD stage 1+2:


Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi resiko peningkatan kelainan ginjal pada klien, dan
untuk mengurangi resiko terkait. Yang perlu dikaji adalah
a. Hematuria
b. Proteinuria
Jika pengkajian pertama menemukan adanya peningkatan kreatinin maka penting bagi kita
untuk memastikan kestabilan nilainya. Ulangi test 14 hari berikutnya.

Managemen CKD stage 1+2 :


Dalam 12 bulan pencapaian yang harus didapat adalah :
a. Kreatinin : perubahan signifikan pada eGFR telah ditentukan sebagai short-term eGFR
fall>15% atau [creatinine] meningkat >20%; atau yang terbaru berdasar NICE guideline
adnya kehilangan GFR 1y dari 5ml/min, atau kehilangan dalam 5y dari 10ml/min.
b. Urinary protein for ACR or PCR : pertahankan nilai ACR 30 atau PCR 50 bagi klien
dengan tekana darah yang tinggi(dan suffix 'p' pada CKD stage)
c. Tekanan darah: maksimal 140/90 (130-139/90), atau maksimal 130/80 (120-129/80) bagi
pasien dengan proteinuria: urinary ACR>30 atau PCR>50.
d. Resiko Kardiovaskular : berikan eduksi dalam hal kebiasaan merokok, olahraga teratur
dan gaya hidup.

2. Stage 3
Dalam CKD stage 3 ini nilai eGFR 30-60%: eGFR 45-59 (3A) atau 30-44 (3B).
Pengkajian awal CKD stage 3
a. Pengakajian klinis : khususnya untuk sepsis, gagl jantung, hipovolemi, memeriksa adanya
pembesaran kandung kemih

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 24


b. Review ulang medikasi: periksa apakah diperlukan perubahan dosis obat ketika GFR
terjadi penurunan, untuk mencegah nephrotoxic drug.
c. Tes Urin : adanya hematuria atau proteinuria menunjukkan adanya kelainan ginjal yang
progresif
d. Pencitraan: perlu dilakuakan bila klien diindikasikan adanya obstruksi pada sistem ginjal
Manajemen CKD stage 3
Dalam 6 sampai 12 bulan targetnya adalah :
a. Creatinine and K :pertimbangkan turunnya nilai eGFR yang tib-tiba >25% sebagai ARF.
NICE menyarankan untuk meminta advis dari specialist ketika GFR turun lebih 1y dari
5ml/min, atau 5y dari 10ml/min.
b. Hb – bila di bawah 110 g/l, terapi spesifik perlu dilakukan. Hb turun secara progresif
mengindikasikan turunnya GFR.
c. Urinary protein for ACR or PCR : pertahankan nilai ACR 30 atau PCR 50 bagi klien
dengan tekana darah yang tinggi(dan suffix 'p' pada CKD stage)
d. Tekanan darah: maksimal 140/90 (130-139/90), atau maksimal 130/80 (120-129/80) bagi
pasien dengan proteinuria: urinary ACR>30 atau PCR>50.
e. Resiko Kardiovaskular : berikan eduksi dalam hal kebiasaan merokok, olahraga teratur
dan gaya hidup.
f. Immunization - influenza dan pneumococcal
g. Medication review – review teratur terhadap jenis-jenis obat yang diberikan untuk
mencegah nephrotoxic drugs

3. Stage 4+5
Tanda CKD stage4 adalah adanya penurunan fungsi ginjal yang parah, 15-30% (eGFR 15-
29ml/min/1.73m2).Tanda CKD stage 5 adalah adanya penurunan fungsi ginjal yang
sangat parah (endstage atau ESRF/ESRD), <15% (eGFR kurang dari 15 ml/min).
Pengkajian awal CKD stage 4
a. Pengakajian klinis : khususnya untuk sepsis, gagl jantung, hipovolemi, memeriksa adanya
pembesaran kandung kemih
b. Review ulang medikasi: periksa apakah diperlukan perubahan dosis obat ketika GFR
terjadi penurunan, untuk mencegah nephrotoxic drug.

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 25


c. Tes Urin : adanya hematuria atau proteinuria menunjukkan adanya kelainan ginjal yang
progresif
d. Tes darah : Ca, PO4, Hb
e. Pencitraan: perlu dilakuakan bila klien diindikasikan adanya obstruksi pada sistem ginjal
Manajemen CKD stage 4 dan 5
Dalam 3 bulan :
a. Kretainin dan K : waspadai hiperkalemia
b. Hb : Hb rendah, waspadai penyebab lain selain ginjal
c. Ca dan PO4 : obat oral phospat seringkali dibutuhkan
d. Urinary protein for ACR or PCR : pertahankan nilai ACR 30 atau PCR 50 bagi klien
dengan tekanan darah yang tinggi(dan suffix 'p' pada CKD stage)
e. Tekanan darah: maksimal 140/90 (130-139/90), atau maksimal 130/80 (120-129/80) bagi
pasien dengan proteinuria: urinary ACR>30 atau PCR>50.
f. Resiko Kardiovaskular : berikan eduksi dalam hal kebiasaan merokok, olahraga teratur
dan gaya hidup.
g. Immunization - influenza dan pneumococcal, dan imunisasi Hepatitis B jika transplantasi
ginjal akan dilakukan
h. Medication review – review teratur terhadap jenis-jenis obat yang diberikan untuk
mencegah nephrotoxic drugs
i. Jika klien osteoporosis: jangan menggunakan bisphosphonates karena bisa mengarah ke
renal osteodystrophy.

Gambar 2. CKD stages

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) dikelompokkan menurut stadium, yaitustadium I, II,


III, dan IV.Pada stasium IV dimana terjadi penurunan fungsi ginjal yang berat tetapi belum
menjalani terapi pengganti dialisis biasa disebut kondisi pre dialisis. Umumnya pasien

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 26


diberikan terapi konservatif yang meliputi terapi diet dan medikamentosa dengan tujuan
mempertahankan sisa fungsi ginjal yang secara perlahan akan masuk ke stadium V atau fase
gagal ginjal. Status gizi kurang masih banyak dialami pasien PGK. Penelitian keadaan gizi
pasien PGK dengan Tes Kliren Kreatinin (TKK) _ 25 ml/mt yng diberikan terapi konservatif
di Poliklinik Ginjal Hipertensi RSCM, dijumpai 50 % dari 14 pasien dengan status gizi
kurang. Faktor penyebab gizi kurang antara lain adalah asupan makanan yang kurang sebagai
akibat dari tidak nafsu makan, mual dan muntah.

Untuk mencegah penurunan dan mempertahankan status gizi, perluperhatian melalui


monitoring dan evaluasi status kesehatan serta asupan makanan oleh tim kesehatan. Pada
dasaranya pelayanan dari suatu tim terpadu yang terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi serta
petugas kesehatan lain diperlukan agar terapi yang diperlukan kepada pasien optimal. Asuhan
gizi (Nutrition Care) betujuan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi agar mencapai status gizi
optimal, pasien dapat beraktivitas normal, menjaga keseimbangn cairan dan elektrolit, yang
pada
akhirnya mempunyai kualitas hidup yang cukup baik.

Penatalaksanaan Diet pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik pre dialisis

stadium IV dengan TKK < 25 ml/mt pada dasarnya mencoba


memperlambatpenurunan fungsi ginjal lebih lanjut dengan cara mengurang beban kerja
nephron dan menurunkan kadar ureum darah. Standar diet pada Penyakit Ginjal Kronik Pre
Dialisis dengan terapi konservatif adalah sebagai berikut:

1. Syarat Dalam Menyusun Diet


Energi 35 kkal/kg BB, pada geriatri dimana umur > 60 tahun cukup 30kkal/kg BB,
dengan ketentuan dan komposisi sebagai berikut:

Karbohidrat sebagai sumber tenaga, 50-60 % dari total kalori, Proteinuntuk


pemeliharaan jaringan tubuh dan mengganti sel-sel yang rusak sebesar 0,6 g/kg BB. Apabila
asupan energi tidak tercapai, protein dapat diberikan sampai dengan 0,75 g/kg BB. Protein
diberikan lebih rendah dari kebutuhan normal, oleh karena itu diet ini biasa disebut Diet
Rendah Protein. Pada waktu yang lalu, anjuran protein bernilai biologi tinggi/hewani hingga

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 27


_ 60 %, akantetapi pada saat ini anjuran cukup 50 %. Saat ini protein hewani dapat dapat
disubstitusi dengan protein nabati yang berasal dari olahan kedelai sebagai lauk pauk untuk
variasi menu, Lemak untuk mencukupi kebutuhan energy diperlukan ± 30 % diutamakan
lemak tidak jenuh, Kebutuhan cairan disesuaikan dengan jumlah pengeluaran urine sehari
ditambah IWL ± 500 ml,
Garam disesuaikan dengan ada tidaknya hipertensi serta penumpukan cairan dalam tubuh.
Pembatasan garam berkisar 2,5-7,6 g/hari setara dengan 1000-3000 mg Na/hari, Kalium
disesuaikan dengan kondisi ada tidaknyahiperkalemia 40-70 meq/hari, fosfor yang dianjurkan
_ 10 mg/kg BB/hari, Kalsium 1400-1600 mg/hari

2. Bahan Makanan yang Dianjurkan

 Sumber Karbohidrat: nasi, bihun, mie, makaroni, jagng, roti,


kwethiau, kentang, tepung-tepungan, madu, sirup, permen, dan gula.
 Sumber Protein Hewani: telur, susu, daging, ikan, ayam.
 Bahan Makanan Pengganti Protein HewaniHasil olahan kacang kedele yaitu tempe, tahu,
susu kacang kedele,dapat dipakai sebagai pengganti protein hewani untuk pasien
yangmenyukai sebagai variasi menu atau untuk pasien vegetarian asalkan kebutuhan
protein tetap diperhitungkan. Beberapakebaikan dan kelemahan sumber protein nabati
untuk pasienpenyakit ginjal kronik akan dibahas.
 Sumber Lemak: minyak kelapa, minyak jagung, minyak kedele,margarine rendah garam,
mentega.
 Sumber Vitamin dan MineralSemua sayur dan buah, kecuali jika pasien mengalami
hipekalemiperlu menghindari buah dan sayur tinggi kalium dan perlupengelolaan khusus
yaitu dengan cara merendam sayur dan buahdalam air hangat selama 2 jam, setelah itu air
rendaman dibuang,sayur/buah dicuci kembali dengan air yang mengalir dan untukbuah
dapat dimasak menjadi stup buah/coktail buah.

3. Bahan Makanan yang Dihindari

 Sumber Vitamin dan MineralHindari sayur dan buah tinggi kalium jika pasien
mengalamihiperkalemi. Bahan makanan tinggi kalium diantaranya adalahbayam, gambas,
daun singkong, leci, daun pepaya, kelapa muda,pisang, durian, dan nangka.Hindari/batasi

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 28


makanan tinggi natrium jika pasien hipertensi,udema dan asites. Bahan makanan tinggi
natrium diantaranyaadalah garam, vetsin, penyedap rasa/kaldu kering, makanan
yangdiawetkan, dikalengkan dan diasinkan.

Sumber Protein Pada Penyakit Ginjal Kronik


Protein berasal dari bahasa Yunani, yaitu proteos berarti yang utama ataudidahulukan.
Jumlah dan jenis protein yang diberikan pada pasien PGK pre dialisis dalam bentuk diet
Rendah Protein sangat penting untuk diperhatikan karena protein berguna untuk mengganti
jaringan yang rusak, membuat zat antibodi, enzim dan hormon, menjaga keseimbangan asam
basa, air, elektrolit, serta menyumbang sejumlah energi tubuh. Protein dibuat dari 20 asam
amino penyusun protein, 11 diantaranya dapat disintesis oleh tubuh, dan 9 sisanya disebut
asam amino esensial yang diperoleh dari bahan makanan, yaitu Leusin, Isoleusin, Valin,
Triptofan, Fenilalanin, Metionin, Treonin, Lisin dan Histidin. Dari asam amino, 8 diantaranya
dibutuhkan oleh orang dewasa, sedangkan Histidin dibutuhkan oleh anak-anak yang sedang
dalam masa pertumbuhan.

Bahan makanan yang mengandung semua asam amino disebut lengkap protein,
seperti telur, daging, ikan, susu, unggas, keju. Oleh karena itu, protein hewani biasa disebut
sebagai protein bernilai biologi tinggi.Bahan makanan nabati, misalnya beras dan kacang-
kacangan, mengandung asam amino esensial yang terbatas atau tidak lengkap.Oleh karena
itu, dikatakan mengandung protein bernilai biologi rendah.Kedelai dan hasil olahannya, yaitu
tempe, tahu dan susu kedelai, mengandung asam amino esensial walaupun ada 1 asam amino
yang kurang, terbatas fungsinya hanya untuk pemeliharaan, tidak untuk pertumbuhan
(LimitingAmino Acid) yaitu metionin. Demikian pula asam amino esensial lisin kurang pada
beras dan triptopan kurang pada jagung, akan tetapi apabila bahan makanan yang
mengandung asam amino terbatas dikonsumsi secara bersamaan dalam hidangan sehari-hari,
dapat saling melengkapi kekurangan dalam asam amino esensial. Sebagai contoh, nasi yang
terbatas lisin dimakan bersamaan dengan
tempe yang terbatas pada metionin didapatkan campuran yang memungkinkan saling
melengkapi dalam asam aminonya untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh.

Metode penilaian kualitas protein dahulu menggunakan Protein EfficiencyRatio


(PER) yang berdasarkan respon pertumbuhan pada pemberian sejumlahprotein.Saat ini,

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 29


penilaian mutu protein digunakan Protein Digestibility Corrected Amino Acid Score
(PDCAAS) yang menggambarkan jumlah asamamino dari protein dan tingkat daya cernanya
pada manusia. Dengan metode ini,protein kedelai mempunyai nilai yang sama dibandingkan
dengan putih telur danprotein susu, kecuali asam amino methionin yang harus
ditambah.Sumber protein dari kacang-kacangan dan produk kedelai, seperti tempe,tahu, susu
acang juga mengandung kalium dan fosfor yang cukup tinggi, sehinggauntuk mencegah
hiperkalemia dan hiperfosfatemia tetap dibutuhkan pengikatfosfor dan kalium yang adekuat.
Produk kedelai cukup aman untuk selingan
pengganti protein hewani sebagai variasi menu dengan jumlah sesuai anjuran. Akan tetapi
tidak untuk suplemen atau tambahan sehingga melebihi kebutuhan.Susu kacang kedelai dapat
pula digunakan sebagai pengganti susu sapi. Hal positif yang didapat dari protein nabati
adalah mengandung phytoestrogen yang disebut isoflavon yang memberikan banyak
keuntungan pada PGK.Penelitian-penelitian yang telah dilakukan didapatan protein dari
kedelai dapat menurunkan proteinuria, hiperfiltrasi, dan proinflamato cytokines yang
diperkirakan dapat menghambat penurunan fungsi ginjal lebuh lanjut. Penelitian lain
mengenai diet dengan protein nabati pada pasien PGK adalah dapat menurunkan ekresi urea,
serum kolesterol total dan LDL sebagai pencegah kelainan pada jantung yang sering dialami
pada pasien PGK. Pada binatang percobaan dengan penurunan fungsi ginjal yang diberi
casein dibandingkan dengan protein kedelai setelah 1-3 minggu didapatkab menunda
penurunan fungi ginjal lebih lanjut.

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 30


Contoh Menu (Modifikasi)
Pasien PGK dengan terapi konservatif komposisi protein hewani:nabati =
50%: 50%. Menu dibuat untuk pasien PGK pre HD pria 62 tahun dengan
BB 66 kg dan TB 173 cm.

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 31


Diet Rendah Natrium
Diet rendah natrium atau garam adalah makanan dengan cara membatasi atau
menghindari garam
Tujuan Diet rendah garam :
1. Membantu menghilangkan retensi garam / air dalam jaringan tubuh.
2. Menurunkan TEKANAN DARAH TINGGI / HIPERTENSI.
Bagaimana Cara Memilih Bahan Makanan :
1. Bahan Makanan yang Dihindari :
 Makanan kaleng (sarden, corned, sosis, dll)
 Saos tomat, kecap keju
 Otak, ginjal, ham, daging asap, jeroan
 Ikan asin, telur asin
 Makanan yang diawetkan dengan garam dapur
 Roti, roti bakar, biskuit, krakers dan kue
 Abon, dendeng
 Margarin mentega biasa
 Keju kacang tanah
 Acar, asinan buah / sayuran dalam kaleng
 Petis, tauco, terasi, vetsin, sodakue, baking powder.
CATATAN :Pemakaian garam dapur diperbolehkan dengan batas dibawah standar normal
kurang lebih 1/4 sendok teh garam per hari.

2. Bahan Makanan yang Dianjurkan :


 Semua bahan makanan segar dan alami yang di olah tanpa garam
 Beras, kentang, singkong, terigu, hunkwe, gula jagung, dll
 Semua kacang-kacangan dan hasil olahan yang di olah tanpa garam, seperti : tahu,
tempe,
 kacang hijau, kacang tanah, kacangtolo
 Semua sayuran dan buah segar tanpa diawetkan
 Mentega, margarine, tawar tanpa garam
 Bumbu alami : jahe, kunyit, laos, dll.

Cara Memasak :

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 32


Rasa makanan dapat dipertinggi dengan menggunakan bumbu yang rendah
garam :
seperti : gula, cuka, bawang merah, bawang putih, jahe kunyit, salam, laos, dll.
Makanan yang dikukus, ditumis, dipanggang, digoreng lebih enak dari pada
makanan direbus.

Makanan yang dapat Membantu menurunkan Tekanan Darah Tinggi /


HIPERTENSI ?
 Jus tomat
 Jus belimbing buah
 Jus bawang putih
 Jus ketimun
 Jus apel
 Perbanyak konsumsi makanan berserat.

Hipertensi dan terapi

Pada hipertensi yang disebabkan karena kelebihan cairan di ekstra selmaka terapi
yang diberikan adalah pemberian diuretika untuk menurunkan edema, serta dengan
memantau intake dan output cairan, mengukur lingkar perut setiaphari, dan penimbangan BB
untuk mendeteksi diniadanya edema.

Sedangkan pada hipertensi sebagai etiologi pada gangguan ginjal,ditangani


hipertensinya dengan pemberian obat anti hipertensi.

CONTOH MENU SEHARI

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 33


Pagi: nasi, telur dadar, tumis kacang panjang
Pukul 10.00 :bubur kacang hijau
siang :nasi, ikan acar kuning, tempe bacem, sayur lodeh, pepaya
Sore :nasi, daging pesmal, keripik tempe, cah sayuran, pisang

Kiat mencapai Kadar Normal


 Batasi asupan garam dan hindari makanan asin
 Turunkan berat badan agar mencapai betar badan ideal dengan cara mengurangi asupan
energy (bagi yang mempunyai kelebihan berat badan)
 Berhenti merokok dan minum minuman beralkohol
 Usahakan untuk sedikit lebih santai dengan cara berekreasi dan usahakanberolah raga.

Cara penghitungan GFR

Cara pengukuran GFR secara tidak langsung mengukur bahan tertentu.bahan bahan
tersebut adalah inulin dan kreatinin.yang paling baik adalah inulin,tapi yang paling mudah
adalah penghitungan berdasarkan berdasarkan kadar kreatinin.sejingga GFR diukur dari
clierance creatinin test (CCT)

dengan memakai rumus Cockcroft-Gault.


Dimana hasil CCT=nilai GFR:
CCT terhitung pada laki-laki= {(140-umur) x berat badan} / (72 x kreatinin darah)
CCT terhitung pada perempuan= {(140-umur) x berat badan} / (72 x kreatinin
darah) dikali 0,85

Dengan memakai rumus van slike


CCT= (kreatinin urin X volume urin dalam menit) / kadar kreatinin plasma
Saran: bila hasil penghitungan dengan cara ini menghasilkan fungsiginjal dibawah 40%,
maka anda bisa mengulang pemeriksaan laboratorium Hb,ureum dan kretinin serta
menghitung ulang fungsi ginjal anda. Bila dari 2 kalipenghitungan menunjukkan hasil yang
sama/kurang lebih sama maka sebaiknyaanda berobat ke dokter. Bila hasilnya menunjukkan
fungsi ginjal anda sudah dibawah 25% dan mempunyai gejala GGK lain yang jelas maka
anda harus segeraberobat ke dokter umum/dokter ahli penyakit dalam/ginjal. Hal lain yang

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 34


perludiketahui, apabila fungsi ginjal yang tersisa sudah dibawah 40%, maka seringterjadi
akselerasi/percepatan progresifitas penurunan fungsi ginjal dalam wakturelatif singkat
daripada progresifitas penurunan sebelumnya. Oleh karena ituakselerasi ini perlu di 'rem'
dengan pengaturan makanan (diet) ditambah obatobatan,dan yang terpenting sering
melakukan kontrol ke dokter atau dokter ahlipenyakit ginjal.

Hemodialisis
Dialisis
Dialisis diperlukan apabila sudah sampai pada tahap akhir kerusakanginjal atau gagal
ginjal terminal (End Stage Renal Disease).Biasanya terjadi apabila kerusakan ginjal sudah
mencapai 85 – 90 persen.Seperti halnya ginjal sehat, tindakan dialisis juga menjaga agar
tubuh berada dalam keseimbangan. Tindakan dialisis dilakukan untuk membuang sisa–sisa
metabolisme, dan kelebihan cairan agar tidak menumpuk di dalam tubuh, menjaga level yang
aman dari unsur – unsur kimiawi dalam tubuh seperti potasium dan sodium. Selain itu
tindakan dialisis juga untuk membantu mengkontrol tekanan darah.Bila ginjal gagal
melakukan fungsinya, sehingga bermacam- macam produk sisa termasuk garam dan air
menumpuk dalam tubuh, perlu dilakukan dialisis untuk mengeluarkan produk-produk sisa
tersebut. Proses dialysis sesungguhnya menggunakan sifat-sifat dari membran
semipermeabel, di mana membran tersebut hanya dapat dilalui oleh zat-zat dengan berat
molekul yang kecil dan tidak dapat ditembus oleh zat-zat dengan berat molekul besar.
Melalui membran semipermeabel tersebut kelebihan air, macam-macam produk sisa yang
menumpuk dalam tubuh ataupun zat-zat toksik lainnya dapat dikeluarkan dari tubuh
penderita gagal ginjal ataupun untuk meningkatkan kerja ginjal pada terapi keracunan. Untuk
melangsungkan proses dialisis diperlukan suatu cairan yang mirip dengan cairan ekstraseluler
ideal. Cairan ini disebut cairan dialisis yang mengandung elektrolit dan dekstrosa.
Prinsip dialisis :
Bila 2 macam cairan dengan kepekatan yang berbeda dibatasi olehmembran
semipermeabel maka oleh karena proses konveksi dan difusi, kepekatan cairan akan berubah.
Cairan yang kurang pekat akan menjadi lebih pekat dan yang pekat menjadi kurang pekat.
Pada proses dialisis, cairan dialisis dialirkan pada salah satu sisi permukaan dari membran
semipermeabel, sedangkan darah pasien dialirkan dalam arah yang berlawanan terhadap
aliran cairan dialisis pada sisi lain dari membran tersebut. Dalam proses tersebut akan terjadi
pertukaran ion antara darah dan cairan dialisis. Dengan menaikkan osmolaritas, cairan dialisis
(menaikkan konsentrasi dekstrosa) dapat membantu mengeluarkan kelebihan air dari dalam

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 35


tubuh. Dengan mengurangi konsentrasielektrolit tertentu dapat mengeluarkan elektrolit
dalamDarahdengan selektif, sehingga dapat mengoreksi keseimbanganelektrolit.

Ada dua macam pengobatan dengan dialisis, yaitu hemodialisis dan peritoneal dialisis.

 Peritoneal dialisis

Pada peritoneal dialisis, sebagai membran semipermeabel adalah peritoneum (selaput


perut).Cairan dialisat adalah cairan yang mempunyai komposisi zat terlarut yang mirip
dengan plasma darah.Cara : cairan dialisat dialirkan ke dalam rongga perut, dibiarkan selama
30 menit di dalam rongga perut. Disini terjadi proses konveksi dan difusi, sehingga sampah
metabolisme dan racun tubuh akan berpindah ke cairan dialisat; kemudian cairan dialisat
dikeluarkan. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai sampah metabolisme dan racun tubuh
berkurang.Pada proses dialisis intraperiotoneal, cairan dialisis dimasukkan dengan kateter ke
dalam peritoneum, sehinggapertukaran ion terjadi sepanjang membran peritoneal. Pada
interval waktu tertentucairan dialisis tersebut harus diganti atau dapat disirkulasi kembali
melalui suatu adsorbent
chamber.

Peritoneal dialisis
Hemodialisis :
Hemodialisis adalah suatu cara untuk memisahkan darah dari sampahmetabolisme
dan racun tubuh bila ginjal sudah tak berfungsi. Disini digunakan ginjal buatan yang
berbentuk mesin hemodialisis.

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 36


Cara kerja :
Darah dikeluarkan dari tubuh melalui pipa-pipa plastik menuju mesin ginjalbuatan
(mesin hemodialisis). Setelah darah bersih dari sisa metabolisme dan racun tubuh, darah akan
kembali ke tubuh. Pada GGA dilakukan hemodialisis sampai fungsi ginjal membaik.Pada
GGKberat, dilakukan hemodialisis 2-3 kali seminggu, diulang seumur hidup atau sampai
dilakukan cangkok ginjal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hemodialisis:


1. Aliran darah Secara teori seharusnya aliran darah secepat mungkin. Hal-hal yang
membatasi kemungkinan tersebut antara lain : tekanan darah, jarum. Terlalu besar aliran
darah bisa menyebabkan syok pada penderita.
2. Luas selaput/ membran yang dipakai
Yang biasa dipakai : 1-1,5 cm2. Tergantung dari besar badan/ berat badan.
3. Aliran dialisat
Semakin cepat aliran dialisat semakin efisien proses hemodialisis,menimbulkan borosnya
pemakaian cairan.
4. Temperatur suhu dialisat
Temperature dialisat tidak boleh kurang dari 360C karena bisa terjadi spasme dari vena
sehingga aliran darah melambat dan penderita menggigil. Temperatur dialisat tidak boleh
lebih dari 420C karena bisamenyebabkan hemolisis.

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 37


Pada proses hemodialisis ini digunakan membran buatan semipermeable yang
berfungsi sebagai ginjal buatan. Juga dipergunakan suatu mesin untuk mengalirkan darah
pasien melalui salah satu sisi permukaan dari membran semipermeabel sebelum
dikembalikan ke sirkulasi darah tubuh pasien. Pada saat yang sama cairan hemodialisis
dipompakan ke dalam mesin dan dialirkan melalui sisi lain dari permukaan semipermeabel,
sehingga terjadi pertukaran ion antara darah pasien dengan cairan hemodialisis. Melalui
membran semipermeabel yang mengandung lubang-lubang kecil tersebut produk-produk sisa
dari darah pasien seperti urea, kreatinin, fosfat, kalium dan lainnya termasuk kelebihan air
serta garam dari tubuh akanlewat dan masuk ke dalam cairan hemodialisis yang mengalir
dengan arah berlawanan dari aliran darah pasien.

Walaupun demikian, protein dan sel-sel darah tidak dapat menembus melalui lubang-
lubang kecil dalam membran semi-permeabel tersebut.Bakteri dan virus yang mungkin
mengkontaminasi cairan hemodialisis juga tidak dapat masuk ke dalam aliran darah pasien
melalui membran tersebut karena
ukurannya lebih besar dari lubang-lubang
kecil tersebut.

Konsep Teori Hemodialisis


Pengertian
Menurut Price dan Wilson (1995)
dialisa adalah suatu proses dimana
solutedan air mengalami difusi secara

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 38


pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju kompartemen lainnya.
Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua tehnik utama yang digunakan dalam
dialisa. Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan air dari plasma ke
larutandialisa sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu.
Sedangkan menurut Tisher dan Wilcox (1997) hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan
larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel (dializer) ke dalam
dialisat.Dializer juga dapat dipergunakan untuk memindahkan sebagian besar volume
cairan.Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik
menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui
membran.Dengan memperbesar jalan masuk pada vaskuler, antikoagulansi dan produksi
dializer yang dapat dipercaya dan efisien, hemodialisa telah menjadi metode yang dominan
dalam pengobatan gagal ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat(Tisher & Wilcox, 1997).
Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus
yangdinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk
membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah
mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah, maka dibuat suatu
hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan (NKF,
2006).

Indikasi
Price dan Wilson (1995) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk yang
jelasberdasarkan kadar kreatinin darah untuk menentukan kapan pengobatan harus dimulai.
Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan berdasarkan kesehatanpenderita yang terus
diikuti dengan cermat sebagai penderita rawat jalan.Pengobatan biasanya dimulai apabila
penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja purna waktu, menderita neuropati perifer atau
memperlihatkan gejala klinis
lainnya. Pengobatan biasanya juga dapat dimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100
ml pada pria , 4 mg/100 ml pada wanita dan glomeluro filtration rate (GFR) kurang dari 4
ml/menit. Penderita tidak boleh dibiarkan terus menerus berbaring ditempat tidur atau sakit
berat sampai kegiatan sehari-hari tidak dilakukan lagi.

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 39


Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003)secara
ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang
dari 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit
walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan
adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem paru,
hiperkalemia, asidosis metabolik
berulang, dan nefropatik diabetik. Kemudian Thiser dan Wilcox (1997) menyebutkan bahwa
hemodialisa biasanya dimulai ketika brsihan kreatinin menurun dibawah 10 mL/menit, ini
sebanding dengan kadar kreatinin serum 8–10 mg/dL. Pasien yang terdapat gejala-gejala
uremia dan secara mental dapat membahayakan dirinya juga dianjurkan dilakukan
hemodialisa.Selanjutnya Thiser dan Wilcox (1997) juga menyebutkan bahwa indikasi relatif
dari hemodialisa adalah azotemia simtomatis berupa ensefalopati, dan toksin yang dapat
didialisis. Sedangkan indikasi khusus adalah perikarditis uremia, hiperkalemia, kelebihan
cairan yang tidak responsif
dengan diuretik (oedem pulmonum), dan asidosis yang tidak dapat diatasi.

Kontra Indikasi
Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalahhipotensi
yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak
organik.Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak
mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas
hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah
penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan
ensefalopati dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003).

Tujuan
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa
antara lain :
a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolisme
dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.
b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan
sebagai urin saat ginjal sehat.
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 40


d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatanyang lain.

Proses Hemodialisa
I. Pra Hemodialisa
II.
A. Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum menyiapkan mesin HD :
- Mesin diperiksa harus dalam keadaan siap pakai.
- Hubungkan mesin dengan aliran listrik.
- Hubungkan mesin dengan saluran air.
- Drain line ditempatkan di saluran pembuangan tidak dalam keadaan tersumbat.
- Jerigen tempat cairan dialisat terisi sesuai jumlah yang dibutuhkan untuk satu kali
dialisa.

B. Menyiapkan dialisat
Dialisat adalah cairan yang digunakan pada proses HD, terdiri dari camuran air dan
elektrolit yang mempunyai konsentrasi hampir sama dengan serum normal dan mempunyai
tekanan osmotic yang sama dengan darah.

Fungsi Dialisat :
- Mengeluarkan dan menampung cairan serta sisa-sisa metabolisme dari tubuh.
- Mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialisa
Dialisat :
 Dialisat konsentrat
 Berisi larutan pekat, sebelum dipakai harus dicampur kontinyu dalam
 perbandingan tertentu oleh mesin.
 Mudah pemakaiannya.
 Kesalahan pengenceran sangat kecil.
 Sulit transport dan penyimpanan.
 Bentuk kering atau puyer.
 Mudah menyimpan.
 Sulit mendapatkan komposisi yang benar.

Kandung Cairan Dialist :

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 41


Dialisat mengandung macam-macam garam / elektrolit / zat antara lain :
a. NaCl / Sodium Chloride.
b. CaCl2 / Calium Chloride.
c. Mgcl2 / Magnesium Chloride.
d. NaC2H3O2 3H2O / acetat atau NaHCO3 / Bilkarbonat.
e. KCl / potassium chloride, tidak selalu terdapat pada dialisat.
f. Dextrose.

Menyiapkan / mencampur Dialisat


1. Batch Sistem
Sebelum HD dimulai, dialisat disiapkan dulu dalam suatu tempat denganjumlah tertentu
sesuai kebutuhan.
2. Proportioning system.
Adalah system penyediaan dialisat dimana dialisat dibuat / dicampursecara otomatis
oleh mesin selama HD berlangsung.
- DBC / Dialysate Batch Concentrate dan air dicampur denganperbandingan tertentu.
- Biasanya perbandingan air : DBC adalah 34 : 1.

C. Menyiapkan Air
Air untuk dialisat seharusnya tidak mengandung zat / elektrolit /mikroorganisme dan
benda asing lainnya karena itu untuk mendapatkan air yang ideal untuk dialysis maka
dilakukan tindakan pengolahan air / water treatment.

Pengolahan air / water treatment :


1. Saringan / filter
a. Penyaring sedimen, untuk menyaring partikel.
- Pre filter (100 U)
- Sebelum masuk ke mesin HD (5 U)
- Sebelum masuk selang dialyzer (1 U)
b. Penyaring penyerap / adsorption filter
- Arang / carbon : untuk menyerap zat-zat chlorine bebas, chloraming, bahan organic atau
pyrogen.
- Besi :untuk menyerap besi dan mangan. Alat ini harus sering dibersihkan atau diganti secara

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 42


berkala.

2. Sistem Reverse Osmosis


Air dengan tekanan cukup tinggi dialirkan melalui alat yang mempunyai membran
semi permeable sehingga dihasilkan air yang murni bebas (kesadahan / CaCO kurang dari 1,8
mg/L). Sistem pengolahan air inicukup mahal, sehingga tidak semua unit HD dapat
memilikinya.

D. Menyiapkan Alat-alat dan Obat-obatan

1. Peralatan kedokteran

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 43


- Tensimeter dan stethoscope - Gunting
- Timbangan berat badan - Bengkok
- Tabung oksigen lengkap - Gelas ukuran
- Alat KG - Zeil / karet untuk alas tangan
- Slym Zuiger - Sarung tangan
- Tromol (duk, kassa, klem) - Kassa
- Bak spuit, kom kecil - Plester / band aid
- Korentang dan tempatnya - Verband
- Klem-klem (besar dan kecil)

2. Alat-alat khusus
- Dyalizer - Infus set
- Blood line - Spuit 1 cc, 3 cc, 20 cc.
- AV fistula - Conducturty meter
- Dialisat pekat

3. Obat-obatan
- Lidocain, Novocain - Sodium bikarbonat
- Alcohol, betadin - Obat-obatan penyelamat hidup
- Heparin, protamin

4. Lain-lain
- Surat izin dialysis
- Formulir hemodialisa
- Treveling hemodialisa
- Traveling dialysis
- Formulir-formulir : laboratorium, radiology dan lain-lain

E. Menjalankan Mesin HD

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 44


1. Periksa saluran listrik dan saluran air
2. Hubungkan slang water inlet ke kran air dan slang water outlet ke lubang pembuangan
3. Hubungkan kabel power dengan stop kontak
4. Siapkan cairan dialisat dalam jerigen sebanyak yang dibutuhkan, perhatikan cairan yang
diperlukan apakah standar atau free potassium
5. Hidupkan mesin dengan posisi rinse selama 15 menit, bila mesin mengandung formalin, maka
posisi rinse lebih lama (30 menit)
6. Setelah rinse selesai, masukan slang untuk concentrate ke dalam jerigen dialisat.
7. Lampu temperatur, lampu conductivity dan lampu concentrate di mesin akan warna merah,
tunggu lampu 2 tersebut sampai warna hijau.
8. Pindahkan tombol ke posisi dialisa bila lampu sudah berwana hijau.
9. Mesin HD siap digunakan.

F. Menyiapkan Sirkulasi Darah

Yaitu menyiapkan dialyzer dan blood lines pada mesin HD


Hal-hal yang harus dilakukan :
1. Soaking yaitu melembabkan dialyzer (hubungkan dialyzer dengan sirkulasi dialisat).
2. Rinsing yaitu membilas dialyzer dan blood lines
3. Priming yaitu dialyzer dan blood lines.

G. Menyiapkan pasien

1. Persiapan mental
- Memberitahu pada pasien bahwa akan dilakukan HD
- Memberi penjelasan dan motivasi mengenai proses HD dan komplikasi yang mungkin terjadi
selama HD.
2. Persiapan fisik
- Menimbang berat badan
- Observasi keadaan umum
- Observasi tanda-tanda vital

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 45


- Mengatur posisi
3. Mengisi izin hemodialisa
- Izin / persetujuan HD
- Harus tertulis
- Pasien dan keluarga harus mendapatkan infomasi yang jelas tentang HD
- Izin HD merupakan dasar pertanggung jawaban yang sah bagi dokter kepada pasien dan
keluarga.
- Surat izin HD disimpan pada rekam medis

II. Proses Pelaksanaan Hemodialisa

A. Menyiapkan sarana hubungan sirkulasi


Untuk menghubungkan sirkulasi darah dari mesin dengan sirkulasi sistemikdilakukan
dengan :
a. Cara Sementara
Yaitu punksi V femoralis untuk inlet dan untuk outlet dapat dipilih salah
satu vena di tangan.
b. Cara permanent
Yaitu dengan membuat shunt antara lain
- c-mino shunt
- seribner shunt

B. Antikoagulansia
Yaitu obat yang diperlukan untuk mencega pembekuan darah selama HD. Obat yang
digunakan adalah heparin.
Pemakaian heparin :
- Intermiten : diberikan selama 1 jam
- Continous : terus-terusan selama HD berjalan
- Minimal : diberikan pada waktu menyiapkan sirkulasi darah
- Regional : pada ABL diberikan heparin pada BL diberikan protamin
- Dosis heparin : 1000 unit / jam

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 46


- Dosis awal : diberikan pada waktu punksi ke sirkulasi sisemik dan pada waktu darah mulai
ditarik.
- Dosis selanjutnya diberikan ke sirkulasi ekstra corporeal

III. Post Hemodialisa


A. Persiapan Untuk mengakhiri HD
- Alat/obat yang disiapkan - Alat penekan
- Deppers - Sarung tangan
- Bethadin - Ember
- Plester

B. Hal-hal yang dilakukan setelah HD selesai


Setelah HD selesai maka mesin harus dibersihkan baik bagian diluarmaupun dalam.
Cara membersihkan :
1. Bagian luar mesin
Seluruh permukaan dan slang dialisat bagian luar dilap dengan larutan chlorine 0,5 % lalu
dilap basah dan dikeringkan.
2. Bagian dalam mesin
Disesuaikan dengan protocol pembersihan masing-masing tipe mesin Suatu mesin
hemodialisa yang digunakan untuk tindakan hemodialisa berfungsi mempersiapkan cairan dialisa
(dialisat), mengalirkan dialisat dan aliran darah melewati suatu membran semipermeabel, dan
memantau fungsinya termasuk dialisat dan sirkuit darah korporeal.Pemberian heparin
melengkapi antikoagulasi sistemik.Darah dan dialisat dialirkan pada sisi yang berlawanan untuk
memperoleh efisiensi maksimal dari pemindahan larutan.Komposisi dialisat, karakteristik dan
ukuran membran dalam alat dialisa, dan kecepatan aliran darah dan larutan mempengaruhi
pemindahan larutan (Tisher & Wilcox, 1997).

Dalam proses hemodialisa diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatusaringan sebagai
ginjal tiruan yang disebut dializer, yang digunakan untuk menyaring dan membersihkan darah
dari ureum, kreatinin dan zat-zat sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh.Untuk

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 47


melaksanakan hemodialisa diperlukan akses vaskuler sebagai tempat suplai dari darah yang akan
masuk ke dalam mesin hemodialisa (NKF, 2006).

Suatu mesin ginjal buatan atau hemodializer terdiri dari membrane semipermeabel yang
terdiri dari dua bagian, bagian untuk darah dan bagian lainuntuk dialisat. Darah mengalir dari
arah yang berlawanan dengan arah darah ataupun dalam arah yang sama dengan arah aliran
darah. Dializer merupakan sebuah hollow fiber atau capillary dializer yang terdiri dari ribuan
serabut kapiler halus yang tersusun pararel. Darah mengalir melalui bagian tengah tabung-tabung
kecil ini, dan cairan dialisat membasahi bagian luarnya. Dializer ini sangat kecildan kompak
karena memiliki permukaan yang luas akibat adanya banyak tabung kapiler (Price & Wilson,
1995).

Menurut Corwin (2000) hemodialisa adalah dialisa yang dilakukan di luartubuh.Selama


hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter masuk ke dalam sebuah mesin
yang dihubungkan dengan sebuah membran semipermeabel (dializer) yang terdiri dari dua
ruangan. Satu ruangan dialirkan darah dan ruangan yang lain dialirkan dialisat, sehingga
keduanya terjadi difusi.Setelah darah selesai dilakukan pembersihan oleh dializer darah
dikembalikan ke dalam tubuh melalui arterio venosa shunt (AV-shunt). Selanjutnya Price dan
Wilson (1995) juga menyebutkan bahwa suatu sistem dialisa terdiri dari dua sirkuit, satu untuk
darah dan satu lagi untuk cairandialisa.Darah mengalir dari pasien melalui tabung plastik (jalur
arteri/blood line), melalui dializer hollow fiber dan kembali ke pasien melalui jalur vena. Cairan
dialisa membentuk saluran kedua.

Air kran difiltrasi dan dihangatkan sampai sesuai dengan suhu tubuh, kemudian dicampur
dengan konsentrat dengan perantaraan pompa pengatur, sehingga terbentuk dialisat atau bak
cairan dialisa.Dialisat kemudian dimasukan ke dalam dializer, dimana cairan akan mengalir di
luar serabut berongga sebelum keluar melalui drainase. Keseimbangan antara darah dan dialisat
terjadi sepanjang membran semipermeabel dari hemodializer melalui proses difusi, osmosis, dan
ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi terutama dicapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik antara
darah dengan dialisat.Perbedaaan tekanan hidrostatik dapat dicapai dengan meningkatkan
tekanan positif di dalam kompartemen darah dializer yaitu dengan meningkatkan resistensi

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 48


terhadap aliran vena, atau dengan menimbulkan efek vakum dalam ruang dialisat dengan
memainkan pengatur tekanan negatif.Perbedaaan tekanan hidrostatik diantara membran dialisa
juga meningkatkan kecepatan difusi solut. Sirkuit darah pada sistem dialisa dilengkapi dengan
larutan garam atau NaCl 0,9 %, sebelum dihubungkan dengan sirkulasi penderita. Tekanan darah
pasien mungkin cukup untuk mengalirkan darah melalui sirkuit ekstrakorporeal (di luar tubuh),
atau mungkin juga memerlukan pompadarah untuk membantu aliran dengan quick blood (QB)
(sekitar 200 sampai 400ml/menit) merupakan aliran kecepatan yang baik. Heparin secara terus-
menerus dimasukkan pada jalur arteri melalui infus lambat untuk mencegah pembekuan darah.
Perangkap bekuan darah atau gelembung udara dalam jalur vena akanmenghalangi udara atau
bekuan darah kembali ke dalam aliran darah pasien. Untuk menjamin keamanan pasien, maka
hemodializer modern dilengkapi dengan monitor-monitor yang memiliki alarm untuk berbagai
parameter (Price & Wilson,1995).

Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikandengan


kebutuhan individu.Tiap hemodialisa dilakukan 4 – 5 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu.
Hemodialisa idealnya dilakukan 10 – 15 jam/minggu dengan QB 200–300 mL/menit. Sedangkan
menurut Corwin (2000) hemodialisa memerlukan waktu 3 – 5 jam dan dilakukan 3 kali
seminggu.Pada akhir interval 2 – 3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam, air, dan pH
sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel
darah merah rusak dalam proses hemodialisa.

Komplikasi Hemodialisa
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selamatindakan
hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain:
a. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannyahemodialisa sampai
mendekati waktu berakhirnya hemodialisa.Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi
(penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
b. Hipotensi

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 49


Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisat
natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan berat
cairan.
c. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa,penurunan kalsium,
magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien
hemodialisa.
d. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapatdiakibatkan dari osmol-
osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang
mengakibatkan suatu gradient osmotik diantara kompartemen-kompartemen ini.Gradien osmotik
ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri.Sindrom ini
tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan
azotemia berat.
e. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perludimonitor pada pasien
yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
f. Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit.Fungsi trombositdapat dinilai dengan
mengukur waktu perdarahan.Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor
risiko terjadinya perdarahan.
g. Ganguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntahyang disebabkan
karena hipoglikemia.Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala.
h. Infeksi atau peradangan
bisa terjadi pada akses vaskuler.
i. Pembekuan darah
bisa disebabkan karena dosis pemberian heparinyang tidak adekuat ataupun kecepatan
putaran darah yang lambat.

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 50


BAB III
PENUTUP & KESIMPULAN

Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, jelaslah bahwa ginjal merupakan organ terpenting di dalam
tubuh manusia. Akan tetapi, pengetahuan manusia akan pentingnya fungsi ginjal sangatlah
rendah.Gagal ginjal akut adalah gagalnya fungsi ginjal yang berlangsung dalam waktu relatif
singkat (beberapa hari atau beberapa minggu). Sedangkan gagal ginjal kronik adalah penyakit
gagal ginjal yang prosesnya bertahap dan memakan waktu relatif lama.Penyebab utamanya
adalah penyakit gula, glomerulonefritis, infeksi, kelainan bawaan, dan sumbatan oleh batu
saluran kemih.Jika kondisi ginjal sangat parah, pekerjaannya perlu dibantu dengan mesin cuci
darah (dialisis) untuk membersihkan sampah yang berbahaya di dalam tubuh.
AKIN mendefinisikan AKI sebagai penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba (dalam 48
jam) ditandai dengan peningkatan serum kreatinin (SCr) >0.3 mg/dL (>25 μmol/L) atau
meningkat sekitar 50% dan adanya penurunan output urin < 0.5 mL/kg/hr selama >6 jam
(Molitoris et al, 2007). Suatu kondisi penurunan fungsi ginjal yang menyebabkan hilangnya
kemampuan ginjal untuk mengekskresikan sisa metabolisme, menjaga keseimbangan elektrolit
dan cairan (Eric Scott, 2008).

DAFTAR PUSTAKA

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 51


American Journal of Kidney Disease. 2006. Hemodialysis Guidelines. Diakses dari
http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/pdf/12-50-0210_JAG_DCP_Guidelines
HD_Oct06_SectionA_ofC.pdf pada tanggal 12 Mei 2012

Anderton,J.L.2001.Atlas Bantu NEFROLOGI.Jakarta : Hipokrates

Astiawanti, Prima. 2008. Perbedaan Pola Gangguan Hemostasis Antara Penyakit Ginjal Kronik
Prehemodialisis Dengan Diabetes Mellitus dan Non Diabetes Mellitus. Diakses dari
http://www.pernefri.org/1-kamus-ginjal.php pada tanggal 12 Mei 2012.

Bonventre, Joseph, MD, PhD. Pathophysiology of Acute Kidney Injury. Nephrology rounds
(2007), Volume 6 Issue 7.
Brady HR, Brenner BM. Acute renal failure. Dalam Kasper DL, Fauci AS, Longo DL,
Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editor.Harrison’s principle of internal medicine.
Ed 16. New York: McGraw-Hill, Inc; 2005.p.1644-53.
Darusalam,Dany.2010.Penetapan Diagnosa, Penanganan serta Pengobatan Penyakit Gagal
Ginjal.diakses pada 30 Maret 2012. 07:00.http:// Penetapan- diagnosa- penanganan-
serta - pengobatan- penyakit- gagal- ginjal.html

Ensiklopedia bebas.2008.Gagal Ginjal Kronis.diakses pada 30 Maret 2012.08:00.http://gagal-


ginjal-kronis.html

Japaries,Willie.2002.Penyakit Ginjal.Jakarta : Arcan

Jihan.2011.Askep Gagal Ginjal Akut dan Kronik.diakses pada 29 Maret 2012.13:00.http://askep


gagal-ginjal-akut-dan-kronik.html
Mohani CI. Diuretika pada kasus dengan oligouria.Dalam Dharmeizar, Marbun MBH, editor.
Makalah lengkap the 8th Jakarta nephrology & hypertension course and symposium on
hypertension. Jakarta: PERNEFRI; 2008.p.9-10.
Molitoris BA, Levin A, Warnock DG, et al; Acute Kidney Injury Network. Improving outcomes
from acute kidney injury. J Am Soc Nephrol. 2007;18(7): 1992-1994.

Farmakoterapi – Gagal Ginjal 52


Farmakoterapi – Gagal Ginjal 53

Das könnte Ihnen auch gefallen