Sie sind auf Seite 1von 17

NurseLine Journal

Vol. 1 No. 1 Mei 2016 ISSN 2540-7937

STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN PENYANDANG DIABETES MELITUS YANG


PERNAH MENGALAMI EPISODE HIPOGLIKEMIA

(PHENOMENOLOGY STUDY THE EXPERIENCE OF PERSONS WITH DIABETES MELLI-


TUS WHO HAD EXPERIENCED OF HYPOGLYCEMIA EPISODES IN DEPOK CITY)

Jon Hafan Sutawardana1*, Yulia2, Agung Waluyo3


1
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember
Jl. Kalimantan No. 37 Jember 68121
*e-mail: afans_agl@yahoo.com
2,3
Program Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Medikal Bedah
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok, 16424

ABSTRAK

Kata kunci: Hipoglikemia adalah komplikasi akut diabetes melitus yang seringkali terjadi secara berulang
Diabetes yang ditandai dengan gula darah kurang dari 70 mg/dl. Penyandang diabetes melitus akan
Pasien menghadapi situasi dilematik dimana mereka diharuskan memperoleh terapi obat penurun
Ketakutan gula darah untuk mengontrol kadar gula darah tetap normal, namun juga menghadapi
E p i s o d e kekhawatiran akan efek samping terapi yang dapat menyebabkan komplikasi hipoglikemia.
hipoglikemia Situasi tersebut akan berdampak secara psikologis yaitu ketakutan akan serangan ulang
hipoglikemia yang menciptakan perasaan traumatis bagi penyandang diabetes melitus.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang pengalaman
penyandang diabetes melitus yang pernah mengalami episode hipoglikemi di Persadia Kota
Depok. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan
fenomenologi terhadap enam partisipan yang pernah mengalami episode hipoglikemi.
Pengambilan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan catatan lapangan. Metode
content analysis Colaizzi digunakan untuk mengembangkan tema sehingga memperoleh
enam tema yaitu penurunan fungsi fisik sementara sebagai respon hipoglikemia, perasaan
traumatis ketika mengalami hipoglikemia, pemahaman partisipan terhadap penyebab
hipoglikemia, kesadaran untuk pencegahan hipoglikemia, keyakinan internal menjadi sumber
koping utama dalam menghadapi hipoglikemia, dan kebutuhan pelayanan keperawatan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam meningkatkan edukasi pada
pasien yang mengalami hipoglikemia.

ABSTRACT

Keywords: Hypoglycemia is an acute complication of diabetes mellitus which frequently occur re-
Diabetic peatedly identified by blood glucose level less than 70 mg/dl. Diabetic patients experi-
Patient ence dilemmatic situation where they are required to obtain diabetes drug therapy to
Fear control blood sugar level remain normal, but facing another concerns about the side
Episode of hypogly- effects of treatment which can lead to complication of hypoglycemia. This condition will
cemia affect the psychological fearness of repeated attacks that result a traumatic feelings in
diabetic patients. The study aimed to gain in depth understanding of diabetic patients
experiences who had experienced of hypoglycemia episodes in Persadia Depok. This
160 NurseLine Journal Vol. 1 No. 1 Mei 2016: 159-175

was a qualitative research which applied phenomenology method and involved six par-
ticipants with diabetes mellitus experienced hypoglycemia episodes. Data were collected
using in-depth interview and field notes. A Colaizzi's content analysis method was oper-
ated across data and revealed 6 themes: decline in physical function while in response to
hypoglycemia, traumatic feelings when experiencing hypoglycemia, participants' un-
derstanding that caused of hypoglycemia, awareness of hypoglycemia prevention, inter-
nal beliefs became the main source of coping strategy to face hypoglycemia and nursing
care needs. The results of this study suggested a need of improvement in nursing educa-
tion for patients with hypoglycemia.

PENDAHULUAN berada pada peringkat ke 7 dengan jumlah penderita


mencapai 7,6 juta jiwa. Berdasarkan kecendrungan
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit statistik selama 10 tahun terakhir, IDF
metabolik yang bersifat kronik, ditandai dengan memprediksikan bahwa pada tahun 2030 Indonesia
meningkatnya kadar glukosa darah sebagai akibat dari akan berada pada peringkat ke enam dengan jumlah
adanya gangguan penggunaan insulin, sekresi insu- penderita mencapai 12 juta jiwa (IDF, 2012).
lin, atau keduanya (Smeltzer et al, 2010; ADA, 2013). Prevalensi nasional diabetes melitus yang
Insulin adalah hormon yang disekresi dari pankreas berada di perkotaan lebih tinggi dibandingkan yang
dan dibutuhkan dalam proses metabolisme glukosa. berada di pedesaan (Kemenkes RI, 2007).
Saat insulin tidak bekerja sebagaimana fungsinya Berdasarkan hasil pengukuran gula darah pada
maka terjadi penumpukan glukosa di sirkulasi darah penduduk berusia di atas 15 tahun yang bertempat
atau hiperglikemia (Price & Wilson, 2006). tinggal di perkotaan adalah 5,7%. Sebanyak 13
Berdasarkan standard of medical care in dia- provinsi mempunyai prevalensi DM di atas prevalensi
betes, klasifikasi diabetes dijabarkan secara lengkap nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Riau,
berdasarkan penyebabnya (ADA, 2013). Diabetes tipe Lampung, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa
1 adalah tubuh sangat sedikit atau tidak mampu Tengah, Jawa Timur, Banten, Kalimantan Barat,
memproduksi insulin akibat kerusakan sel beta Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, dan
pankreas ataupun adanya proses autoimun. Umumnya Maluku Utara (Kemenkes RI, 2007). Dari hasil
DM tipe 1 menyerang di usia anak-anak dan remaja. penelitian Riskesdas pada tahun 2007, diperoleh
Diabetes tipe 2 adalah hasil dari gangguan sekresi pravalensi total DM tipe 2 di Provinsi Jawa Barat
insulin progresif yang menyebabkan terjadinya padadaerah perkotaan mencapai 4,2% dengan
resistensi insulin. DM tipe spesifik lain terjadi sebagai persentase toleransi glukosa terganggu (TGT)
hasil kerusakan genetik spesifik sekresi insulin dan mencapai 7,8%. Sementara itu untuk survei di daerah
pergerakan insulin ataupun pada kondisi-kondisi lain. pedesaan menunjukkan bahwa prevalensi DM
Diabetes gestasional adalah diabetes yang terjadi mencapai 1,1% (Kemenkes RI, 2007).
selama kehamilan (ADA, 2013; Alberti, 2010). Di Kota Depok memiliki angka diabetes yang
antara tipe diabetes yang memiliki jumlah terbesar cukup tinggi. Berdasarkan data Kementerian
adalah DM tipe 2 dengan prosentase 90% - 95% dari Kesehatan RI dan bekerjasama dengan WHO dalam
keseluruhan penderita diabetes (IDF, 2012). Rahjeng & Kusumawardhani (2007) menunjukkan
Prevalensi DM tipe 2 paling besar ditemukan bahwa prevalensi penderita diabetes di Kota Depok
pada populasi urban di negara-negara berkembang, pada rentang usia 25-64 tahun adalah sebesar 8%
dimana diperkirakan jumlahnya akan meningkat dengan prevalensi tertinggi pada rentang usia 55-64
sebesar 100% pada tahun 2030 (Wild et al, 2004). tahun yakni sebesar 21,5%. Sedangkan prevalensi
Perubahan demografik yang paling berperan dalam untuk kadar glukosa darah puasa di atas normal adalah
meningkatkan prevalensi DM adalah peningkatan sebesar 6,1% pada rentang usia 25-64 tahun.
proporsi penduduk berusia 65 tahun atau lebih (Sue Prevalensi tertinggi diperoleh pada rentang usia 55-
Kirkman et al, 2012; Wild et al, 2004). Estimasi IDF 64 tahun yakni sebesar 15,2%. Sedangkan untuk
di tahun 2012 menunjukkan bahwa China merupakan prevalensi gula darah sewaktu di atas normal mencapai
negara dengan prevalensi diabetes tertinggi di dunia 3,2% pada rentang usia 25-64 tahun, dengan
dengan jumlah penderita mencapai 92,3 juta jiwa, prevalensi tertinggi pada rentang usia 55-64 tahun
diikuti dengan India sebanyak 63 juta jiwa, dan yakni sebesar 7%.
Amerika Serikat 24,1 juta jiwa. Indonesia sendiri Secara umum diabetes melitus memerlukan
Studi Fenomenologi Pengalaman Penyandang Diabetes 161

perawatan jangka panjang yang membutuhkan Hipoglikemi yang tidak tertangani dengan baik dapat
pengawasan. Tanpa pengelolaan yang baik maka akan memperberat penyakit diabetes bahkan menyebabkan
terjadi peningkatan gula darah yang dapat kematian (ADA, 2013; Cryer, 2005; Ferry, 2013;
menimbulkan komplikasi pada banyak organ dan Phillips, 2009).
jaringan (Doriguzzi, 2012). Berdasarkan Textbook of Hipoglikemia dapat terjadi pada saat pasien
Diabetes, komplikasi yang dapat ditimbulkan berupa berada pada ruang perawatan klinis maupun dapat
komplikasi metabolik akut dan kronik (Cryer, 2010). menyerang tanpa disadari pada saat pasien menjalani
Komplikasi akut terjadi pada saat kadar glukosa darah perawatan di rumah (Gibson, 2009; Tsai et al, 2011).
plasma mengalami perubahan yang relatif akut. Hipoglikemi pada orang DM dapat disebabkan oleh
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain; hipoglikemi, beberapa hal, di antaranya: pemberian dosis insulin
ketoasidosis diabetik dan hiperosmolar non ketotik. yang berlebih, perhitungan dosis insulin yang tidak
Hipoglikemia dapat terjadi seumur hidup selama pro- sesuai dengan intake makanan, penggunaan obat
gram pengobatan yang disebabkan karena efek hipoglikemi oral jenis sulfonilurea sebagai obat untuk
samping pemberian obat stimulus insulin dalam tubuh menstimulasi produksi insulin tubuh, makan terlalu
maupun obat insulin dari luar (Cryer, 2010). sedikit atau terlewatkan waktu makan, dan aktivitas
Ketoasidosis diabetik dan hiperosmolar non ketotik, fisik yang berlebih (Phillips, 2009; Smeltzer et al,
keduanya dapat terjadi karena kadar insulin yang 2010). Survei United Kingdom Prospective Diabe-
sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemia dan tes Study (UKPDS) yang meneliti penyandang DM
glukosiuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan pada semua tipe selama 6 tahun, menunjukkan hasil
lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas bahwa 76% hipoglikemi yang dialami responden
(Smeltzer et al, 2010). akibat penggunaan insulin, 45% akibat dari
Sedangkan komplikasi kronik adalah penggunaan konsumsi obat sulfonilurea, dan 3%
peningkatan gula darah yang berlangsung terus- akibat dari tidak adekuatnya diet (Cefalu, 2005).
menerus dan lama yang berdampak pada terjadinya Hipoglikemia diklasifikasikan sebagai ringan,
angiopati diabetik yaitu gangguan pada semua sedang dan berat berdasarkan tanda dan gejala serta
pembuluh darah di seluruh tubuh. Pada komplikasi kebutuhan bantuan dari luar (Frederick, Cox, &
kronik, terjadi gangguan berupa: mikroangiopati Clarke, 2003). Hipoglikemi ringan dan sedang
(retinopati, nefropati) dan makroangiopati (jantung menimbulkan gejala keringat dingin, tubuh terasa
koroner, luka kaki diabetik, stroke) ataupun terjadi gemetar, jantung berdebar, kecemasan, sulit
pada keduanya (neuropati, rentan infeksi, amputasi) berkonsentrasi, dan rasa lapar. Pasien DM dapat
(Smeltzer et al, 2010). Setiap tahunnya lebih dari menolong dirinya sendiri dengan cara meminum atau
empat juta orang meninggal akibat diabetes, dan jutaan makan yang mengandung gula. Hipoglikemia berat
orang mengalami efek buruk dari diabetes atau berada sering muncul tanpa dirasakan, menimbulkan gejala
dalam kondisi komplikasi jangka panjang dan keletihan fisik, kebingungan, perubahan perilaku,
komplikasi jangka pendek yang mengancam jiwa koma, kejang sampai terjadi kematian. Kondisi ini
terutama kondisi hipoglikemia (IDF, 2011). membutuhkan bantuan penatalaksanaan medis secara
Hipoglikemia adalah episode cepat (Cryer et al, 2003; Frederick et al, 2003).
ketidaknormalan konsentrasi glukosa dalam plasma Hipoglikemia membutuhkan penanganan
darah yang menunjukkan nilai kurang dari 3,9 mmol/ dengan cepat dan tepat sehingga tidak berdampak
l (70 mg/dl) dan merupakan komplikasi akut DM yang merusak organ utama manusia terutama otak (Amiel
seringkali terjadi secara berulang (Cryer, 2005). Ada et al, 2008; Bonds et al, 2010). Penurunan kadar
sedikit variasi nilai kadar gluksa darah dalam glukosa di bawah nilai < 55 mg/dl akan berdampak
mendefinisikan hipoglikemia. Menurut Smeltzer et al secara akut pada fungsi otak karena otak sangat
(2010) hipoglikemia terjadi ketika kadar glukosa tergantung dengan glukosa dan otak tidak mampu
kurang dari 50-60 mg/dl, menurut Wiliams & Hop- menyimpan cadangan glukosa untuk proses
per (2007) < 50 mg/dl, Dunning (2009) < 54 mg/dl metabolismenya (Zammitt & Frier, 2005). Sel otak
dan (Cryer, 2010); Ferry (2013) <= 70 mg/dl. akan mengalami iskemia apabila tidak mendapatkan
Berdasarkan American Diabetes Association suplai oksigen dan glukosa 4-6 menit, serta akan
Workgroup on Hypoglycemia, (2005) sesuai menimbulkan kerusakan otak yang bersifat irrevers-
perkembangan ilmu pengetahuan dan banyak riset ible jika lebih dari 10 menit (Liang et al, 2009 ).
tentang hipoglikemia, nilai <= 70 mg/dl adalah nilai Selain secara fisiologis telah diketahui bahwa
rujukan yang sekarang digunakan untuk hipoglikemia akan mengancam kehidupan, secara
mendefinisikan hipoglikemia (ADA, 2005). psikologis hipoglikemi juga memberi dampak negatif
162 NurseLine Journal Vol. 1 No. 1 Mei 2016: 159-175

bagi pasien dan pengelolaan diabetes melitusnya. Dari menolong atau merawat diri sendiri saat hipoglikemi
hasil observasi dan wawancara studi pendahuluan terjadi. Pasien diajarkan dalam mengatur waktu
yang telah dilakukan oleh peneliti pada 12 orang kebutuhan makan, membatasi jumlah karbohidrat
penyandang DM di kota Depok dan seorang pasien yang dimakan, sering memonitor gula darah dan
DM yang sedang mengalami perawatan di salah satu belajar mengenali hubungan penurunan tingkat gula
RS di Jakarta diperoleh bahwa hipoglikemia pada darah dengan gejala hipoglikemi. Namun hasil studi
pasien sering terjadi pada saat pasien lupa makan pasien DM di Hongkong yang mendapatkan terapi
tetapi tetap mengkonsumsi obat jenis sulfonylurea. insulin dan pernah mengalami hipoglikemia
Mereka beranggapan bahwa obat oral yang mereka menemukan hasil kontradiktif terhadap strategi
konsumsi dapat menyembuhkan DM, sehingga mereka pencegahan hipoglikemia tersebut. Penelitian yang
selalu disiplin untuk mengkonsumsinya pagi dan sore dilakukan pada 120 pasien DM di Hongkong yang
tanpa diikuti dengan asupan makanan yang sesuai. mendapatkan terapi insulin, menemukan bahwa 18
Terkadang hipoglikemia juga terjadi saat aktivitas responden (15%) mengalami peningkatan ketakutan
yang berlebihan seperti olahraga yang terlalu lama. dan kekhawatiran terhadap pengalaman hipoglikemia.
Hampir semua penyandang DM yang pernah memiliki Pada penelitian tersebut, 42,5% dari total sampel
pengalaman mengalami hipoglikemia mengatakan dilaporkan melakukan kontrol gula darah secara ru-
adanya ketakutan dan kecemasannya terhadap tin. Menariknya, dari 18 responden yang mengalami
pengalaman hipoglikemia. Penyandang DM ketakutan dan kekhawatiran terhadap pengalaman
merasakan, saat terjadi hipoglikemi penanganannya hipoglikemia, ditemukan 8 responden melakukan
lebih sulit dan lebih mengancam nyawa daripada kontrol gula darah secara rutin (Shiu & Wong, 2002).
hiperglikemi. Begitu menakutkannya pengalaman Dari kedua penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa
menghadapi serangan hipoglikemia sehingga membuat dengan melakukan pengontrolan gula darah secara
penyandang DM lebih memilih mengalami keadaan rutin tidak menjamin bahwa seorang pasien akan
hiperglikemia dibandingkan mengalami hipoglikemia. merasa mampu dan siap dalam menerapkan strategi
Penelitian Richmond (1996) dan Shiu & Wong (2002) mencegah hipoglikemia.
menemukan bahwa responden yang mengalami Pengalaman hipoglikemia adalah pengalaman
peningkatan rata-rata ketakutan terhadap hipoglikemi unik yang mungkin akan dirasakan berbeda setiap
mengalami kegelisahan, kecendrungan meningkatkan individu dalam mempersepsikannya (Richmond,
kadar glukosa darah dengan makan yang berlebihan 1996). Terkadang pasien merasa enggan untuk
atau mengurangi dosis injeksi insulin. Hasil menceritakan pengalamannya terhadap orang lain
konsorsium tentang hipoglikemia yang dilakukan oleh (Shiu & Wong, 2002). Di Indonesia, peneliti juga
American Diabetes Association tahun 2005 belum menemukan publikasi riset terkait persepsi dan
melaporkan bahwa orang dengan DM memiliki pengalaman pasien menghadapi hipoglikemia. Dengan
ketakutan yang lebih terhadap hipoglikemia adanya perubahan paradigma pelayanan kesehatan
dibandingkan saat mereka mengalami komplikasi yang berfokus pada pasien (patient-centred) daripada
kronik diabetes. berfokus hanya pada penyakit maka tenaga kesehatan
Penyandang DM atau yang sering disebut khususnya perawat harus memiliki pemahaman yang
diabetisi akan menghadapi situasi dilematik dalam komprehensif terhadap pengalaman hipoglikemi dari
pencegahan komplikasi hiperglikemi maupun perspektif diabetisi (Cryer, 2008; Stewart, 2001).
hipoglikemi (Wu, Juang, & Yeh, 2011). Situasi Pemahaman itu dapat dijadikan perawat sebagai salah
dilematik yang dihadapi adalah pasien diharuskan satu sumber dalam melengkapi pengkajian proses
untuk mencegah hiperglikemi dengan keperawatan secara holistik bahwa perawat melihat
mempertahankan kadar gula darah normal melalui pasien secara menyeluruh meliputi aspek bio-psiko-
pengelolaan terapi insulin, mengkonsumsi obat oral sosio dan spiritual. Sejalan dengan fenomena tentang
ataupun dengan modifikasi gaya hidup seperti melalui begitu kompleksnya masalah yang dihadapi pasien
olahraga dan diet dengan teratur. Di lain hal, pasien dalam mengontrol gula darahnya termasuk
juga menghadapi ketakutan dan kekhawatiran akan pengalaman yang menakutkan jika menghadapi
efek samping terapi yang dapat menyebabkan hipoglikemia, peneliti tertarik untuk menggali
komplikasi hipoglikemia (Wu et al, 2011). pengalaman pasien tersebut dari segi perspektif pasien.
Penelitian Cefalu (2005) & Doriguzzi (2012)
menjelaskan bahwa strategi utama dalam mengontrol METODE
hipoglikemia adalah memberikan edukasi pada pasien
tentang gejala awal hipoglikemia, bagaimana Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
Studi Fenomenologi Pengalaman Penyandang Diabetes 163

studi fenomenologi. Metode kualitatif digunakan untuk dalam pengelolaan diabetes mandiri, serta klien akan
mempelajari pengalaman aktual partisipan yang dengan tenang menceritakan pengalamannya terkait
bermanfaat dalam menyediakan informasi dan mengisi hipoglikemia. Penlitian ini dilakukan pada penyandang
beberapa gaps pada riset-riset yang telah ada. Melalui DM yang terdaftar sebagai anggota Persadia di
pendekatan induktif dari riset kualitatif, membantu Wilayah Kota Depok dan dilaksanakan pada bulan
pemahaman peneliti dalam menggali pengalaman Februari sampai dengan Juli 2013.
pasien (Morse & Field, 1995; van Manen, 1990). Sebelum wawancara dilakukan, peneliti akan
Pendekatan fenomenologi membantu peneliti memastikan partisipan dapat menceritakan
memahami pengalaman hidup seseorang dan interaksi pengalamannya terkait hipoglikemia dengan baik dan
dengan lingkungan sekitarnya (Morse & Field, 1995). tidak sedang mengalami gangguan fungsi kognitif
Studi fenomenologi bertujuan untuk menjelaskan menggunakan alat ukur short portable mental status
konsep dan makna mendasar dari suatu fenomena yang questionnaire (SPMSQ) terutama pada calon
dialami seseorang. Pendekatan ini memudahkan partisipan yang berusia di atas 65 tahun. Berdasarkan
peneliti dalam mengeksplorasi makna utama dari penelitian Fletcer (2012) menyatakan bahwa sebanyak
pengalaman klien yang berfokus pada hal-hal yang 5% lansia yang berusia di atas 65 tahun telah
terjadi atas kesengajaan atau kesadaran penuh dari mengalami dimensia. Berdasarkan hal tersebut,
partisipan (Creswell, 2013; Denzin & Lincoln, 2000). partisipan dengan nilai SPMSQ kurang dari atau sama
Pada penelitian ini, peneliti berusaha untuk dengan 2 memenuhi syarat untuk menjadi partisipan.
menjabarkan dan mengeksplorasi secara luas dan Setelah memenuhi kriteria inklusi, partisipan diminta
mendalam tentang pengalaman penyandang DM yang untuk menandatangani lembar persetujuan (informed
pernah mengalami episode hipoglikemia yang consent) setelah diberikan penjelasan mengena
tergabung dalam organisasi Persadia di Kota Depok. penelitian yang akan dilakukan. Peneliti memiliki
Partisipan dalam penelitian ini adalah penyandang DM tanggung jawab profesional untuk menjamin bahwa
yang tergabung dalam organisasi PERSADIA di penelitian yang dilakukan menjaga prinsip etik dan
Depok dimana telah mengijinkan peneliti untuk menghormati hak-hak manusia. Penerapan prinsip etik
merekrut anggotanya untuk turut serta dalam proses diperlukan untuk menjamin perlindungan terhadap
penelitian mulai awal sampai akhir penelitian selesai. hak-hak partisipan (Polit & Beck, 2012).
Kriteria inklusi penelitian ini antaralain: 1) penyandang Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang
DM yang telah terdiagnosis diabetes melitus minimal dilakukan di Persadia Kota Depok sebelumnya,
sejak 6 bulan; 2) penyandang DM sedang menjalani didapatkan calon partisipan yang memiliki
perawatan di rumah; 3) pernah memiliki pengalaman pengalaman hipoglikemia adalah 11 orang. Namun
hipoglikemia minimal 1 kejadian atau lebih; 4) Usia dari jumlah tersebut yang memenuhi kriteria inklusi
>18 tahun; 5) bersedia menjadi partisipan dengan dan bersedia berpartisipasi serta menyetujui
menandatangani surat kesediaan sebagai partisipan; keikutsertaan dalam proses penelitian sebanyak 8 or-
6) dapat menceritakan pengalamannya dengan baik. ang. Dari 8 orang calon partisipan, rata-rata usia >
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah partisipan 65 tahun sehingga sebelum wawancara dimulai,
yang mengalami komplikasi akut yang membahayakan peneliti melakukan pemeriksaan SPMSQ terlebih
seperti koma diabetikum. dahulu pada seluruh partisipan. Peneliti telah
Pada penelitian ini, teknik sampling yang melakukan uji wawancara pada dua partisipan yang
digunakan peneneliti adalah menggunakan teknik pernah mengalami episode hipoglikemia dan
purposive sampling. Peneliti berusaha melibatkan memenuhi kriteria inklusi pada tanggal 12 Juni 2013
partisipan yang memenuhi kriteria yang telah untuk memastikan peneliti mampu dan kompeten
ditetapkan, sehingga dapat dipastikan data yang dalam proses penelitian ini. Hal ini dibuktikan dengan
diperoleh akan sesuai dengan konteks fenomena yang melakukan konsultasi trankrip verbatim pada
diteliti. Pada penelitian ini dipilih partisipan yang telah pembimbing untuk menilai kemampuan wawancara
terdiagnosis selama minimal enam bulan. Menurut peneliti, apakah transkrip verbatim sudah mampu
Kott (2008) bahwa pada rentang waktu tersebut, menjawab tujuan penelitian.
penyandang DM sudah mampu menyesuaikan diri Penelitian ini mencapai saturasi data pada
secara psikologis dengan kondisinya dan telah dapat partisipan ke-6. Saturasi data tersebut dicapai karena
melaksanakan managemen gaya hidup setelah informasi yang disampaikan oleh partisipan ke-6
terdiagnosis DM. Pada penelitian ini juga dipilih sudah disampaikan oleh partisipan-partisipan
partisipan yang menjalani perawatan di rumah dengan sebelumnya dan tidak ditemukan informasi baru. Tidak
alasan bahwa partisipan akan secara aktif terlibat ada partisipan yang mengalami komplikasi akut dari
164 NurseLine Journal Vol. 1 No. 1 Mei 2016: 159-175

DM sehingga penelitian dapat dilaksanakan dengan partisipan beragama Islam. Didapatkan berbagai
baik. Untuk calon partisipan lain yang telah dimintai pengalaman penyandang DM dalam menghadapi epi-
persetujuan menjadi partisipan namun tidak diikutkan sode hipoglikemia dalam 6 tema utama:
dalam penelitian, maka peneliti mengucapkan
terimakasih serta memberikan penjelasan bahwa Penurunan Fungsi Fisik Sementara Sebagai Respon
proses pengumpulan data dihentikan karena informasi Hipoglikemia
yang dibutuhkan sudah cukup. Kemudian, peneliti Hipoglikemia merupakan komplikasi akut
melakukan analisis data dengan menggunakan con- dari DM yang memberikan manifestasi klinis adanya
tent analyzis dari Colaizzi yaitu membuat transkripsi penurunan fungsi fisik sementara yang dirasakan oleh
verbatim, membaca transkrip secara berulang-ulang, penyandang DM. Penurunan fungsi fisik tersebut
mengumpulkan penyataan signifikan, menentukan arti dirasakan sementara jika penyandang DM
setiap pernyataan yang penting, mengumpulkan kata mendapatkan pertolongan sesegera mungkin dari
kunci, mengelompokkan ke dalam kategori, kemudian dirinya sendiri (serangan ringan dan sedang) atau
disusun dan dikelompokkan menjadi tema hasil membutuhkan bantuan dari orang lain (serangan
penelitian. Untuk menjamin kebenaran data maka berat). Hal sebaliknya dapat terjadi jika penyandang
peneliti mempertimbangan prinsip-prinsip berikut: DM mendapat serangan berat tetapi tidak diketahui
kredibilitas (credibility), kestabilan data (dependabil- oleh orang lain sehingga berdampak terhadap
ity), objektivitas (confirmability), dan validitas (trans- kematian.
ferability) Dari hasil wawancara terungkap bahwa
pengalaman menghadapi episode hipoglikemia itu
HASIL akan dirasakan berbeda pada setiap partisipan,
tergantung dari seberapa berat serangan tersebut.
Penelitian ini telah melibatkan enam orang Respon yang dirasakan pada awal serangan adalah
partisipan penderita DM yang telah memenuhi kriteria adanya kelemahan fisik partisipan. Mayoritas
inklusi penelitian dimana salah satu kriterianya adalah partisipan mengungkapkan bahwa mereka merasakan
partisipan minimal telah terdiagnosis DM sejak enam badan terasa lemas yang terjadi secara spontan, sesaat
bulan yang lalu, dan tidak sedang menjalani perawatan serangan itu muncul sehingga kekuatan fisik menurun
di rumah sakit saat penelitian dilakukan. Semua secara signifikan. Respon tersebut diikuti oleh tubuh
partisipan yang turut serta dalam penelitian ini adalah terasa gemetar dan keluarnya keringat dingin,
penyandang DM yang sedang menjalani perawatan pandangan berkunang-kunang serta merasa tidak enak
mandiri di rumah masing-masing. Adapun data badan.
karakteristik partisipan yang sudah dilakukan Penurunan fungsi fisik lain yang berhasil
wawancara antara lain partisipan berjenis kelamin diidentifikasi dari partisipan adalah adanya perubahan
laki-laki sebanyak 5 orang, dan perempuan sebanyak kognitif. Hal ini terungakap dari partisipan 1 bahwa
1 orang. Semua partisipan dengan jenis DM tipe 2, berulangkali partisipan menyatakan sewaktu
rata-rata lama partisipan menderita DM adalah 20 wawancara, mereka merasakan konsentrasinya
tahun, dengan rentang terlama menderita DM adalah terganggu yaitu merasa ingatannya tidak beraturan
35 tahun dan yang terbaru 7 tahun. Dari keseluruhan dan mudah lupa. Selain itu, peneliti juga menemukan
partisipan, sebanyak dua orang menyatakan pernah perubahan fungsi fisik lain yaitu kesadaran menurun.
dirawat di rumah sakit akibat hipoglikemia, satu or- Mayoritas partisipan menyatakan saat serangan tidak
ang menyatakan pernah dirawat di rumah sakit akibat dalam kondisi sadarkan diri dan partisipan juga
penyakit selain DM, tiga orang menyatakan tidak mengungkapkan ketidakmampuan melakukan sesuatu
pernah dirawat di rumah sakit. Sebanyak satu orang beberapa menit setelah serangan. Sedangkan
berlatar pendidikan S2, tiga orang S1, dua orang penurunan fisik terakhir yang berhasil ditemukan
SMA. Status marital partisipan didapatkan 6 peneliti antara lain adanya pencernaan terganggu dan
partisipan berstatus sudah menikah. Berhubungan bicara terganggu. Pencernaan terganggu hanya dialami
dengan riwayat pekerjaan, mayoritas partisipan dan diungkapkan oleh partisipan 1 dan 2 bahwa dia
merupakan pensiunan, sebanyak tiga orang dengan merasa mual dan tidak nafsu makan sesaat setelah
latar belakang pensiunan PNS, dua orang sebagai serangan hipoglikemia. Sedangkan untuk partisipan
pensiunan wartawan swasta, dan satu orang partisipan 6 dan 3 mengungkapkan tidak bisa bicara dan bicara
sebagai wiraswasta. Rata-rata usia partisipan adalah tidak terkontrol. Berikut salah satu petikan pernyataan
72,2 tahun dimana partisipan termuda berusia 65 yang menggambarkan tema penurunan fisik sementara
tahun dan yang tertua berusia 77 tahun. Keseluruhan saat menghadapi kondisi hipoglikemia:
Studi Fenomenologi Pengalaman Penyandang Diabetes 165

"Saya kok ngerasa badan saya lemas menceritakan bahwa saat mengalami hipoglikemia
begitu ya, terus gemeter, keluar keringat berat, terutama saat kesadaran mulai menurun, mereka
dingin. Pokoknya pikiran terganggu merasakan tanda gejala seperti badan terasa dingin
lah, konsentrasi ga ada. Ya saya pasrah semua sekujur tubuh dan pasrah kepada Allah SWT
aja saat itu, mau mati atau apa kek jika ajal menjemput. Sedangkan partisipan 1
bodoh amat deh". (P1: L.65-67) menceritakan ketidakberdayaannya terhadap apa yang
dialami tersebut membuatnya seperti menghadapi
Perasaan Traumatis Ketika Mengalami kematian dan yang hanya bisa dilakukannya hanya
Hipoglikemia pasrah terhadap Allah SWT sehingga berharap
Perasaan traumatis merupakan pengalaman kejadian itu tidak terulang lagi.
emosional yang menyakitkan, menyedihkan, atau Sedangkan partisipan 5 mengungkapkan
mengejutkan yang dialami individu yang sering bahwa hipoglikemia adalah pengalaman yang sangat
menghasilkan efek mental dan fisik yang buruk bagi dirinya. Apa yang pernah dirasakan oleh
berkelanjutan. Hal ini dapat disebabkan karena partisipan 5 membuatnya merasa jera dan tidak ingin
ketakutan yang berlebih terhadap stresor yang terulang kembali. Berikut ini salah satu pernyataan
dianggap sebagai ancaman dalam hidupnya. Tema ini yang diungkapkan oleh partisipan terkait tema
menggambarkan perasaan partisipan saat mengingat perasaan traumatis saat menghadapi hipoglikemia:
kembali pengalamannya menghadapi kondisi
hipoglikemia. Pengalaman hipoglikemia menjadikan "gula darah itu kan yang bahaya saat
partisipan merasa trauma terhadap kejadian tersebut gula darah ngedrop bukan saat gula
karena hampir semua partisipan mengungkapkan rasa darahnya sedang tinggi. itu yang pal-
ketakutannya terhadap kondisi hipoglikemia dan tidak ing saya takutkan, dan ga kepengen
menginginkan hal itu mucul dalam kehidupannya terjadi lagi". (P2: L.211-213)
kembali. Akibatnya kecendrungan partisipan untuk
menaikkan gula darahnya atau lebih memilih berada Pemahaman partisipan terhadap penyebab
dalam kondisi hiperglikemia dibandingkan hipoglikemia
hipoglikemia. Tema "pemahaman partisipan terhadap
Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan penyebab hipoglikemia" teridentifikasi setelah peneliti
bahwa Partisipan 1, 2, 3, 5 dan 6 mengungkapkan melakukan clustering kategori-kategori yang
ketakutan terhadap hipoglikemia. Mereka mengindikasikan perilaku partisipan yang dapat
mengungkapkan bahwa keluhan yang dirasakan saat menyebabkan terjadinya episode hipoglikemia.
terjadi hiperglikemia tidak seberat saat mengalami Pemahaman terhadap penyebab hipoglikemia ini
hipoglikemia yang sudah diungkapkan pada tema muncul setelah mayoritas partisipan mengalami
sebelumnya. Mereka merasakan bahwa keluhan hipoglikemia berulang. Dari pengalaman tersebut
hiperglikemia itu paling parah adalah rasa pusing saja partisipan mencoba mempelajari bagaimana
seperti yang sudah diungkapkan oleh partisipan 5, hipoglikemia itu bisa terjadi dan sebab apa yang
yang pernah memiliki kadar gula darah sampai 360 mendasari kejadian tersebut. Berdasarkan ungkapan
mg/dl dan partisipan 1 mengungkapkan hiperglikemia partisipan saat mengalami kondisi hipoglikemia,
terkadang tidak merasakan keluhan apa-apa walaupun terdapat tiga kategori yang menunjukkan penyebab
partisipan ini pernah mengalami kadar gula darah hipoglikemia, yaitu: tidak makan menjadi penyebab
sampai 350 mg/dl. Hal senada yang dikeluhakan hipoglikemia, kesalahan waktu minum obat dan
partisipan 3 saat mengalami hipoglikemia adalah keyakinan yang salah tentang kegunaan obat.
ketakutan terhadap dampak lain saat sedang Wawancara yang dilakukan oleh peneliti
mengalami hipoglikemia. Partisipan 5 mengungkapkan menunjukkan partisipan 1 dan 3 mempersepsikan
harus menjalani pemeriksaan menyeluruh seperti bahwa penyebab hipoglikemia karena pola makan
pemeriksaan jantung, paru-paru dan ginjal terkait yang terganggu. Partisipan 1 menceritakan bahwa saat
kadar gula darah saat itu mencapai 40 mg/dl. tubuhnya mulai lapar dan badan mulai terasa tidak
Selain memunculkan respon ketakutan, enak maka dia bisa mengalami hipoglikemia.
partisipan juga mengungkapkan bahwa pengalaman Pernyataan senada juga diungkapkan oleh partisipan
hipoglikemia ini membuat partisipan sampai merasa 3 bahwa saat dia mengalami hipoglikemia dikarenakan
seolah-olah berada dalam kondisi sedang mengalami dia sering lupa makan. Situasi tersebut dipicu oleh
proses kematian. Hal ini yang telah teridentifikasi dari keluhan mulut terasa pahit karena konsumsi obat
pernyataan partisipan 1, 3 dan 5. Partisipan 3 dan 5 jantung yang sampai 10 macam sehingga nafsu
166 NurseLine Journal Vol. 1 No. 1 Mei 2016: 159-175

terhadap makan juga menurun. hipoglikemia berat. Mayoritas partisipan saat mulai
Penyebab lain yang diungkapkan partisipan merasakan adanya gejala hipoglikemia,
2 dan 3 saat mengalami episode hipoglikemia adalah mempersiapkan diri untuk mengkonsumsi makanan
kesalahan waktu minum obat. Partisipan 2 ringan seperti permen, kue manis dan ada juga yang
menyatakan, sebab terjadinya hipoglikemia mempersiapkan makan terlebih dahulu sebelum
dikarenakan obat yang dikonsumsi melebihi dosis yang berpegian. Partisipan 3 lebih menyukai jika harus
seharusnya. Partisipan kurang memahami waktu menyediakan segelas teh manis untuk dibawanya saat
pemberian obat terutama saat bulan puasa datang. ada kegiatan di Persadia. Sebab menurutnya minuman
Obat jenis sulfonilurea dengan dosis satu kali dalam manis itu lebih cepat diserap oleh tubuh saat
24 jam tetap dikonsumsi saat mau berbuka dan saat mengalami hipoglikemia.
mau bersaur sehingga terjadi kelebihan dosis yang Kewaspadaan terhadap serangan ulang dalam
menyebabkan mengalami hipoglikemia. Sedangkan menghadapi hipoglikemia juga dialami oleh mayoritas
partisipan 3 mengungkapkan bahwa kebiasaan dia saat partisipan yang menceritakan pengalamannya bahwa
meminum obat adalah dengan tidak membuang penyandan DM itu harus memperhatikan dan berjaga-
bungkus obatnya sehingga saat orang lain tidak jaga terhadap sebab-sebab yang membuat dirinya dulu
mengetahui kebiasaannya dan membuang bungkus mengalami hipoglikemia. Seperti yang telah
obat tersebut maka partisipan bisa terlupa untuk diungkapkan oleh partisipan 2, bahwa kejadian
meminum obat. hipoglikemia yang pernah dialaminya adalah karena
Sedangkan hal lain yang dialami partisipan 5 kesalahan waktu minum obat sehingga dia sekarang
adalah keyakinan bahwa DM itu bisa disembuhkan lebih berhati-hati dalam mengkonsumsi obat setiap
dengan obat. Akibatnya dalam kesehariannya dia harinya. Selain itu upaya mandiri yang dilakukan
selalu rutin minum obat jenis sulfonilurea tanpa mayoritas partisipan dengan selalu melakukan medi-
mempertimbangkan asupan makanan yang masuk cal check-up minimal satu tahun sekali, mengontrol
sehingga terjadilah hipoglikemia. Pernyatan yang gula darah mandiri dan menjaga pola makan yang
dinyatakan oleh partisipan yang menggambarkan tema disesuaikan dengan konsumsi obat setiap hari akan
ini adalah: membantu dalam menjaga agar hipoglikemia dapat
dihindari oleh penyandang DM. Berikut adalah
"Ini keyakinan saya kalau saya minum ungkapan partisipan 3 sebagai gambaran tema
obat lalu saya puasa mestinya gulanya kesadaran untuk pencegahan hipoglikemia:
kan bagus,… Prekk… terus
hipoglikemia, karena Saya itu puasa ga "Karena saya udah terbiasa ya,
puasa minum obat, saya itu disiplin kayaknya ya anggap aja itu suatu hal
kok". (P5: L.33-36) yang pasti. Serangan hipo ini pasti
akan datang lagi dan kita harus
Kesadaran Untuk Pencegahan Hipoglikemia berjaga-jaga, bersiap-siap apa yang
Kesadaran penyandang DM dalam harus kita lakukan. Jadi harus tau cara
pencegahan hipoglikemia tumbuh dari pemahamannya mengatasinya. Misalnya dengan
mengenali penyebab hipoglikemia dan perasaan minum teh manis begitu.". (P3:L.377-
traumatis terhadap serangan pertama yang pernah 380)
dialaminya. Pengalaman tersebut membuat partisipan
sadar akan bahaya hipoglikemia jika tidak Keyakinan Internal Menjadi Sumber Koping
mendapatkan penanganan dengan benar. Bayangan Utama Dalam Menghadapi Hipoglikemia
akan dampak kematian yang bisa dialami akibat Sumber koping merupakan suatu pilihan
hipoglikemia membuat partisipan selalu menjaga dan koping dan strategi seseorang dalam menghadapi
mempersiapkan diri jika hipoglikemia itu akan kembali stresor. Kondisi traumatis terhadap pengalaman
menyerang dikemudian hari. Gambaran pengalaman hipoglikemia yang sudah diungkapkan sebelumnya
yang diceritakan partisipan menunjukkan adanya menjadi stressor utama bagi partisipan dalam
upaya untuk mengatasi serangan ulang, respon mempersiapkan strategi koping yang membantu
kewaspadaan terhadap episode hipoglikemia dan dirinya untuk dapat kembali bangkit. Sumber koping
kemandirian dalam mengatur gaya hidup pribadi. tersebut bisa berasal dari dalam diri (internal cop-
Kategori upaya untuk mengatasi serangan ulang ing) maupun berasal dari luar (external coping).
diungkapkan oleh mayoritas partisipan dari Hipoglikemia dapat terjadi sewaktu-waktu
pengalamannya setelah pernah mengalami dan terkadang tanpa dirasakan oleh penyandang DM
Studi Fenomenologi Pengalaman Penyandang Diabetes 167

yang mengalaminya. Dari pengalaman yang sudah dalam kondisi blank ya istri saya. Jadi
diungkapkan oleh partisipan dalam proses wawancara, ya kalau misalnya pergi sendiri atau
menyatakan bahwa saat partisipan masih sadar dan kegiatan macam-macam saya merasa
mampu untuk mengenali gejala dini dari hipoglikemia lemes seperti ada tanda-tanda hipo,
maka orang pertama yang bisa menolongnya adalah otomatis saya sendiri cari kue kalau ga
dirinya sendiri. Maka hal pertama yang harus mereka gitu ya makan permen gitu". (P4: L.203-
lakukan adalah dengan mempersiapkan makan- 207)
makanan yang mengandung gula seperti permen,
membawa teh manis saat beraktivitas senam dan Kebutuhan Pelayanan Keperawatan
kegiatan-kegiatan lain. Baru setelah itu, jika ada Tema ini menjelaskan bahwa penyandan DM
serangan yang lebih berat dan partisipan merasa tidak sebagai individu penerima pelayanan kesehatan
mampu melawannya sendiri maka saat itu mendambakan sebuah bentuk pelayanan yang prima,
membutuhkan bantuan orang lain terutama keluarga komprehensif dan tidak membeda-bedakan dari aspek
terdekat. Strategi untuk membangkitkan semangat finansial dan sosial. Partisipan mengharapkan bahwa
partisipan sendiri dilakukan dengan usaha setiap orang itu perlu mendapatkan pelayanan yang
menumbuhkan keyakinan diri. Keyakinan ini hanya sama terlepas dari perbedaan status ekonomi yang
bisa dibentuk oleh penyandang DM sendiri yang dimilikinya. Tema ini dibentuk dari kategori-kategori
memiliki kebulatan tekat untuk membawa kondisinya majunya profesi keperawatan, kebutuhan psiko-sosial
tetap stabil. dan kebutuhan pendekatan interpersonal. Kategori
Dukungan lain yang dibutuhkan oleh majunya profesi keperawatan dibentuk dari pernyataan
penyandang DM adalah dukungan dari keluarga inti partisipan 5 yang menggambarkan harapan mengenai
seperti istri/suami dan anak. Partisipan 3 menceritakan peningkatan kualitas keperawatan yang lebih baik.
pengalamannya saat mengalami hipoglikemia bahwa Harapan ini muncul saat partisipan 5 menjalani
disaat tidak merasakan dan tidak mampu mengontrol perawatan di RS X yang mana melihat tugas perawat
dirinya orang pertama yang hadir untuk membantunya saat itu masih secara penuh dibawah kendali dokter.
adalah istrinya. Kemudian istri bergegas untuk Perawat seolah-olah bekerja seperti robot yang lupa
meminta bantuan anaknya untuk membawanya ke akan peran perawat yang sebenarnya yaitu bekerja
Rumah Sakit. Setelah kejadian tersebut istri dan sesuai dengan ilmu yang didapatkan saat berada di
anaknya menjadi lebih perhatian dan memperhatikan bangku perkuliahan.
perilakunya sehari-hari. Selain dukungan keluarga inti, Kebutuhan lain yang diharapkan oleh
partisipan saat mengalami episode hipoglikemia juga penyandang DM adalah kebutuhan psikologis dan
mendapatkan dukungan dari orang lain seperti sosial. Hal ini tergambarkan dari partisipan 4 dan 5
saudara, tetangga maupun teman sejawat diabetisi saat bahwa perawat dalam bekerja seyogyanya selalu
di Persadia. melakukan pendekatan psikis disamping pendekatan
Tumbuhnya semangat hidup partisipan juga fisik, memahami kondisi finansial dan sosial pasien.
melalui dukungan orang lain yang didapatkan dari Pendekatan ini sangat penting dan dibutuhkan oleh
pembelajaran sesama diabetisi yang mempunyai penyandang DM terutama yang sudah memiliki durasi
pengalaman yang sama. Keikutsertaannya dalam DM yang cukup lama. Hal lain yang juga diungkapkan
kegiatan senam di Persadia menjadikan sosialisai oleh partisipan 4 bahwa hendaknya perawat itu lebih
penyandang DM menjadi lebih baik, saling berkumpul berkerja sesuai dengan perannya misalkan peran
dan bertukar pengalaman menjadi motivasi tersendiri perawat sebagai pelindung pasien. Partisipan 4 sesuai
bagi mereka. Begitu pentingnya sumber koping bagi pengalamannya, melihat sistem pelayanan kesehatan
kehidupan penyang DM terutama keyakinan yang sekarang seperti sebuah bisnis untuk memperkaya diri
dibangun oleh diri memperkuat kesadaran diri saja sehingga kurang memperhatikan aspek finansial
terhadap pencegahan episode hipoglikemia terutama dan sosial yang melekat pada diri seseorang yang
belajar mengenali gejala awal dari hipoglikemia. sangat membutuhkan pelayanan kesehatan.
Berikut ini adalah salah satu ungkapan yang mewakili Kebutuhan pendekatan interpersonal
tema ini: tergambarkan oleh partisipan 6 bahwa perawat
seharusnya berkerja menggunakan pendekatan yang
"Saat saya masih dalam kondisi sadar baik yaitu sebelum melakukan dan sesudah tindakan
dan saat itu saya merasakan ada gejala misalkan menggunakan komunikasi terapeutik
hipo yang bisa menolong saya itu ya sebelum memasang infus ataupun tindakan
saya sendiri. Tapi kalau udah berada pemeriksaan tanda-tanda vital. Perawat terkesan tidak
168 NurseLine Journal Vol. 1 No. 1 Mei 2016: 159-175

menghormati hak-hak klien sebagai penerima sel tidak memperoleh asupan glukosa yang adekuat.
pelayanan yang mengharapkan sebuah kenyamanan Jika kondisi tersebut disertai dengan menurunnya
dalam proses tindakan saat mulai masuk dan keluar kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl maka
dari Rumah Sakit. Berikut ini adalah pernyataan yang berakibat pada rendahnya produksi energi, yang
mewakili tema kebutuhan pelayanan keperawatan: kemudian muncul gejala awal sebagai kelemahan fisik,
mudah lelah, dan mengantuk (Cryer, 2010).
"kalau untuk perawat dalam Mekanisme awal yang terjadi pada kondisi
menghadapi pasien DM, kalau bisa hipoglikemia adalah reaksi sympathoadrenal-sympa-
berusaha untuk memahami kondisi thetic neural yaitu tubuh akan berespon dengan
finansial, sosial pasien. harus ekstra mensekresi hormon eprinefrine, noreprinefrine,
sabar, pahami dulu sehingga solusinya glukagon, kortisol dan growth hormone (Hillson,
itu bisa dijangkau dan bisa diterima, 2002). Pelepasan hormon epinefrin inilah yang
terjangkau dalam bidang finansial, menyebabkan respon berupa takikardia, palpitasi,
diterima dalam arti pendekatannya". tremor, serta keluarnya keringat dingin. Epinefrin juga
(P4: L.418-422) berperan dalam meningkatkan glukoneogenesis di
ginjal, dimana pada keadaan hipoglikemia dapat
PEMBAHASAN meningkatkan produksi glukosa kurang lebih 25 %
dari kebutuhan tubuh (Wiliams & Hopper, 2007).
Pengalaman hipoglikemia yang digambarkan Perubahan kognitif yang diungkapkan oleh
oleh partisipan dalam penelitian ini terangkum dalam empat partisipan adalah adanya konsentrasi yang
6 tema yaitu penurunan fungsi fisik sementara sebagai terganggu sesaat setelah keluhan kelemahan fisik itu
respon hipoglikemia, perasaan traumatis ketika muncul. Beberapa menit kemudian kondisi ini akan
mengalami hipoglikemia, pemahaman partisipan diikuti oleh adannya kesadaran yang menurun.
terhadap penyebab hipoglikemia, kesadaran untuk Partisipan banyak mengungkapkan bahwa setelah
pencegahan hipoglikemia, keyakinan Internal menjadi konsentrasinya terganggu, tiba-tiba partisipan sudah
sumber koping utama dalam menghadapi kehilangan kontrol dirinya dan tidak mampu
hipoglikemia, serta kebutuhan pelayanan keperawatan. melakukan sesuatu apapun. Hal ini sesuai dengan teori
yang ada bahwa partisipan sudah berada dalam
Perubahan Fungsi Fisik Sebagai Respons mekanisme respon neuroglikopenik yaitu disfungsi
Hipoglikemia cerebral akibat hilangnya suplai glukosa (Masharani
Dampak hipoglikemi digambarkan oleh & Gitelman, 2007). Manifestasi yang muncul
partisipan melalui perubahan-perubahan fungsi fisik berdasarkan teori yang ada antara lain bingung,
yang dirasakan. Perubahan fisik yang diungkapkan mengantuk, sulit bicara, inkoordinasi, perilaku yang
oleh partisipan tentunya juga bervariasi. Perubahan menyimpang (tidak wajar), gangguan visual, dan
fungsi fisik tersebut meliputi kelemahan fisik, parestesi. Keadaan ini dapat berkembang ke dalam
perubahan kognitif, kesadaran menurun, pencernaan hipoglikemia berat yang ditandai dengan gangguan
terganggu dan bicara terganggu. kesadaran, koma bahkan kematian (Cryer, 2010; Cryer
Kelemahan fisik menjadi keluhan pertama et al, 2003). Memperkuat teori tersebut bahwa dari
yang diungkapkan partisipan ketika menceritakan identifikasi karakterisitik partisipan menunjukkan
pengalamannya mengalami hipoglikemia. Hampir mayoritas kadar gula darah terendah yang pernah
semua partisipan mengungkapkan gejala kelemahan dialami oleh partisipan adalah 50 mg/dl dan ada yang
fisik yang mencakup badan lemas, badan gemetar, sampai di angka 40 mg/dl dan 37 mg/dl. Masharani
keluar keringat dingin, pandangan berkunang-kunang & Gitelman, (2007) mengatakan bahwa gangguan
dan rasa tidak enak badan. Serangan yang dialami fungsi otak sudah dapat terjadi pada kadar glukosa
oleh partisipan juga sering kali secara tiba-tiba darah 50 mg/dl (2,8 mmol/L) atau kurang dari nilai
(spontan). Hal ini tejadi sebagai manifestasi dari tersebut.
respon kounter-regulasi tubuh terhadap kondisi Melihat dari rata-rata usia partisipan adalah
hipoglikemia. Menurut Smeltzer et al, (2010) sebab 72,2 tahun dan rata-rata lama menderita diabetes 20
utama terjadinya kelemahan fisik adalah kurangnya tahun tentunnya para partisipan memang beresiko
uptake glukosa oleh sel sel tubuh. Hal ini sebagai tinggi terhadap serangan hipoglikemia. Beberapa
dampak rendahnya jumlah insulin ataupun kondisi literatur menyebutkan bahwa usia merupakan faktor
resistensi insulin sehingga minimnya atau menurunnya resiko terhadap timbulnya hipoglikemia, dimana lansia
fungsi insulin di sistem sirkulasi tubuh akan membuat memiliki resiko mengalami hipoglikemia dengan
Studi Fenomenologi Pengalaman Penyandang Diabetes 169

frekuensi yang lebih besar. Matyka et al, (2006) Pada paragraf sebelumnya telah diuraikan
menunjukkan bahwa orang yang sudah lanjut usia bahwa mayoritas partisipan mengungkapkan
yang mengalami DM lebih rentan terhadap kejadian ketakutannya akan pengalaman hipoglikemia.
hipoglikemia dan frekuensi episode hipoglikemia pada Ketakutan itu memicu partisipan untuk lebih memilih
lansia lebih disebabkan adanya penurunan fungsi kadar gula yang lebih tinggi dari nilai normal demi
mekanisme counterregulatory jika dibandingkan pada menghindari hipoglikemia terjadi lagi. Wu et al (2011)
usia dewasa. Sedangkan lama durasi diabetes menunjukkan bahwa dari hasil penelitiannya, pasien
berkaitan dengan resiko kejadian dan frekuensi yang pernah mengalami hipoglikemia berat
berulang hipoglikemia, dimana episode hipoglikemia mengekspresikan ketakutannya terhadap hipoglikemia
yang berulang dapat menimbulkan kerusakan pada daripada hiperglikemia. Pilihan tersebut tentunya juga
glukosensitif. Pasien diabetes yang lama memiliki mempunyai konsekuensi negatif terhadap
kecenderungan berkurangnya intensitas keluhan kelangsungan hidup pasien diabetes bahwa mereka
otonomik atau bahkan menghilang disebabkan oleh akan cenderung mengalami hiperglikemia
kegagalan yang progresif aktivasi sistem saraf berkepanjangan dan meningkatkan resiko terhadap
otonomik, sehingga sering terjadi hipoglikemia yang terjadinya berbagai komplikasi baik akut maupun
tidak disadari atau unawareness (Smeltzer et al, 2010). kronis (Cryer, 2010).
Hal ini sejalan dengan dari identifikasi rata-rata Penyandang DM yang pernah mengalami
kejadian hipoglikemia partisipan pada setiap tahunnya hipoglikemia akan dihadapkan pada masalah dilematik
munjukkan minimal 1-2 kali kejadian hipoglikemia antara keinginan untuk menstabilkan kadar gula
berat selebihnya masih bersifat ringan. Menurunnya darahnya yang tinggi dengan meminum obat
sinyal merasakan tanda dan gejala awal serangan hipoglikemik oral ataupun injeksi insulin, namun di
hipoglikemia membuat efek yang ditimbulkan dari sisi lain ketakutan akan hipoglikemia berulang akan
serangan tersebut menjadi lebih berat, koma dan memaksa mereka untuk lebih memilih meningkatkan
sampai meninggal (Cryer et al., 2003). AACE (2011) kadar gula darahnya. Lundkvist, at al (2005)
menemukan hipoglikemia di luar rumah sakit cukup menemukan adanya korelasi yang signifikan antara
tinggi yakni mencapai lebih dari setengah dari frekuensi mengalami hipoglikemia dengan
keseluruhan pasien yang menjalani rawat jalan. Sur- kekhawatiran dan ketakutan dalam menghadapi
vey ini melibatkan 2530 orang diabetesi dengan DM hipoglikemia. Studi lain menunjukkan bahwa
tipe 2 selama dua bulan dan menemukan 55% pasien menurunnya frekuensi hipoglikemia akan menurunkan
mengalami hipoglikemia di luar rumah sakit. Dari derajat kecemasan dan depresi seiring dengan
kejadian tersebut mayoritas pasien yang mengalami meningkatnya managemen perawatan diri penyandang
hipoglikemia adalah saat sedang aktif beraktivitas, diabetes melitus (Stargardt et al, 2009).
yakni saat bekerja (42%), berolahraga (26%), dan Hal ini tentu patut menjadi perhatian bagi
mengemudi (19%). Dengan begitu banyak masalah tenaga kesehatan dan menemukan solusi terbaik bagi
yang dihadapi penyandang DM maka upaya yang kelangsungan hidup penyandang DM agar mampu
harus dilakukan adalah dengan meningkatkan menontrol ketakutan terhadap serangan ulang
kewaspadaan terhadap serangan hipoglikemia dengan hipoglikemia. Tujuan dari penatalaksanaan diabetes
mengenali tanda dan gejala awal serangan tersebut. adalah untuk mempertahankan kadar gula darah stabil
dan mencegah adanya komplikasi akut dan kronik yang
Perasaan Traumatis Ketika Mengalami ditimbulkannya. Perawatan pada penyandang DM
Hipoglikemia membutuhkan pendekatan yang komprehensif yang
Perasaan traumatis merupakan pengalaman meliputi keseimbangan dalam memberikan terapi
yang tidak menyenangkan yang dipicu akibat peristiwa medis, nutrisi, latihan/aktifitas fisik dan monitoring
penuh tekanan yang luar biasa. Perasaan traumatis kadar gula darah. Hasil akhir yang diharapkan adalah
yang dialami mayoritas partisipan adalah berupa meningkatnya kemandirian pasien dalam menjaga
perasaan takut terhadap serangan ulang yang mungkin gaya hidupnya, meningkatnya motivasi dan kepatuhan
dirasakan akan lebih berbahaya daripada serangan terhadap terapi diabetes serta meningkatnya kualitas
sebelumnya. Hal lain yang diungkapkan tiga partisipan hidup penyandang DM (Cox & Gonder-Frederick,
merasakan bahwa saat berada dalam kondisi 1992 dalam Erol & Enc, 2011).
hipoglikemia, partisipan membayangkan seperti Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
berada dalam proses kematian dan satu partisipan dengan menumbuhkan self-efficacy penyandang DM
mengungkapkan bahwa hipoglikemia itu adalah yang memiliki ketakutan terhadap serangan ulang
pengalaman yang buruk dalam hidupnya. hipoglikemia. Pemahaman yang baik terhadap teori
170 NurseLine Journal Vol. 1 No. 1 Mei 2016: 159-175

self efficacy akan berdampak terhadap perubahan ketidakpahaman tentang penyebab hipoglikemia
positif perilaku, kognitif dan lingkungan pada individu selama ini walaupun sebagian besar partisipan
(Quigley, 2005). Penelitian yang dilakukan Shiu and memiliki pendidikan terakhir sarjana. Berdasarkan
Wong (2002) yang bertujuan untuk menyelidiki hasil riset menunjukkan bahwa hanya 13% pasien dia-
persepsi dan pengalaman pasien yang mendapatkan betes yang memiliki pengetahuan tentang
terapi insulin terhadap ketakutan terhadap hipoglikemia. Kurangnya pengetahuan dalam
hipoglikemia menemukan bahwa teori self effycacy mengidentifikasi dan intepretasi gejala awal
seharusnya dapat dijadikan conceptual framework, hipoglikemia menjadi penyebab pasien mengalami
sebagai pedoman praktek perawat dalam mendukung hipoglikemi berat (Pace et al, 2006).
pasien dalam mengontrol gula darah dengan baik. Upaya promotif seperti pendidikan kesehatan
Penelitian ini menyimpulkan bahwa implikasi bagi harus diberikan sedini mungkin atau sejak pertama
praktek keperawatan telah teridentifikasi, termasuk pasien terdiagnosa diabetes agar penyandang DM
memfasilitasi baik teknis dan psikososial self-efficacy, memiliki pemahaman yang baik berkaitan dengan
mengkaji secara total situasi kehidupan klien, monitoring glukosa darah, komplikasi akut maupun
memperkuat kompetensi dalam keterampilan konseling kronik, pengelolaan peningkatan dan penurunan
dan membentuk hubungan terapeutik dengan klien glukosa darah (Smeltzer et al, 2010). Terbinanya
(Shiu & Wong, 2002). hubungan yang baik antara pasien dengan tenaga
kesehatan melalui komunikasi terapeutik juga berperan
Pemahaman Terhadap Penyebab Hipoglikemia dalam meningkatkan pengetahuan pasien diabetes.
Pemahaman terhadap penyebab hipoglikemia Komunikasi timbal balik antara perawat dan pasien
masih dirasakan berbeda-beda pada setiap individu dapat dilakukan dalam layanan konsultasi berkaitan
yang memiliki pengalaman hipoglikemia. Itu dapat dengan peningkatan pengetahuan tentang
dilihat dari kategori-kategori yang muncul pada tema hipoglikemia. Beberapa faktor juga turut berperan
ini yaitu tidak makan menjadi penyebab hipoglikemia, dalam peningkatan pengetahuan tentang hipoglikemia,
kesalahan waktu minum obat, dan keyakinan yang misalnya peran keluarga dalam asuhan keperawatan,
salah tentang kegunaan obat. Hal ini dapat dilihat pada kemampuan pasien menyerap informasi, dan
pengalaman yang diceritakan oleh partisipan 1 yang sebagainya.
mengatakan bahwa sebelum terjadi serangan Pengetahuan dan pemahaman tentang
hipoglikemia itu saya masih belum tahu apa itu hipoglikemia memberikan dasar terhadap pengenalan,
hipoglikemia. Saya baru mengetahui hipoglikemia intepretasi gejala awal hipoglikemia dan pengambilan
setelah saya mengalami itu. Kemudian pada partisipan keputusan berupa intervensi baik secara mandiri
ke 5 mengatakan bahwa kalau saya itu rajin minum maupun dengan bantuan orang lain (cryer, 2010).
obat maka gula darah saya akan turun. Partisipan ini Penyandang DM yang memiliki pengetahuan dan
sebelum mengalami serangan berfikiran bahwa pemahaman hipoglikemia yang baik memiliki
penyakit diabetes melitus ini adalah penyakit gula kemampuan identifikasi terhadap respon tubuh akibat
darah yang tinggi sehingga dia berusaha untuk penurunan glukosa darah yang memerlukan tindakan
menurunkan gula darah tersebut tanpa mengetahui yang cepat dan tepat. Hipoglikemia berat dapat
efek penggunaan obat penurun gula darah. Akibatnya dihindari dengan penanganan secara cepat dan tepat,
dia mengalami hipoglikemia berat hingga dibawa ke namun tindakan yang tidak sesuai dengan pengetahuan
Rumah Sakit dan mendapatkan perawatan selama 1 yang tepat akan menimbulkan keadaan yang lebih
minggu. berbahaya (Dunning, 2009). Selain itu, pendidikan
Berdasarkan hasil temuan di atas yang baik tanpa diimbangi oleh kepercayaan dan
menunjukkan bahwa pengetahuan dan pemahaman motivasi diri yang baik juga tidak akan mampu untuk
klien DM tentang hipoglikemia itu sangat kurang. mencegah terjadinya hipoglikemia berulang.
Kurangnya informasi yang didapatkan dari pemberi Penyandang DM seyogyanya harus membangun
pelayanan kesehatan menjadi penyebab permasalahan kepercayaan diri sehingga fluktuasi gula darah yang
tersebut. Mayoritas partisiapan mengatakan bahwa dialaminya dapat terkontrol oleh self efficacy yang
informasi yang mereka dapatkan dari hasil seminar- dimilikinya. Hal ini sejalan dengan apa yang
seminar, penyuluhan di klinik kesehatan maupun diungkapkan Bandura bahwa self efficacy yang tinggi,
informasi yang diberikan dari Persadia masih bersifat akan mendorong individu untuk giat dan gigih
umum tentang diabetes melitus saja dan tidak spesifik melakukan upayanya. Sebaliknya individu dengan self
membahas masalah komplikasi akut khususnya efficacy yang rendah, akan diliputi perasaan keragu-
hipoglikemia. Hal ini yang menimbulkan raguan akan kemampuannya. Jika individu tersebut
Studi Fenomenologi Pengalaman Penyandang Diabetes 171

dihadapkan pada kesulitan, maka akan memperlambat obyektif dan terbuka terhadap berbagai informasi
dan melonggarkan upayanya, bahkan dapat menyerah termasuk informasi kesehatan (Notoatmodjo, 2003).
(Pajares & Urdan, 2006). Pengalaman hipoglikemia terbukti memiliki dampak
yang luas bagi pasien, mencakup dampak sosial,
Kesadaran Untuk Pencegahan Hipoglikemia emosional, dan dampak fisik (termasuk kematian).
Pengalaman hipoglikemia dapat menciptakan Hipoglikemia dapat dipicu oleh ketidaktepatan dalam
ketakutan yang akhirnya menimbulkan perasaan perawatan mandiri seperti lupa tidak makan,
traumatis. Kondisi tersebut menumbukan kesadaran penggunaan dosis obat yang tidak tepat, peningkatan
bagi partisipan untuk mencegah agar supaya kejadian aktivitas fisik berlebih, atau penurunan asupan
tersebut tidak terulang kembali. Hal itu dapat dilihat makanan (Hegney, 2011). Pengalaman hipoglikemia
dari sub tema yang muncul pada tema ini adalah dalam berbagai tingkatan juga terbukti menurunkan
adanya kewaspadaan penyandang DM dan optimalisasi penggunaan fasilitas dan jasa tenaga
kemandirian penyandang DM untuk secara aktif kesehatan oleh pasien dan keluarganya, disamping
melakukan pemeriksaan kondisi tubuhnya. juga memberikan tekanan psikologis yang berat baik
Kewaspadaan itu muncul dari pengalaman tidak bagi pasien maupun keluarganya (Currie, 2006). Rasa
menyenangkan yang dialami sebelumnya. Respons takut yang timbul akibat pengalaman hipoglikemia
yang muncul dari kewaspadaan adalah adanya juga terbukti secara signifikan menurunkan kualitas
perubahan perilaku positif yang dialami partisipan hidup pasien. Hal ini terjadi karena rasa takut akan
untuk selalu menjaga kondisi fisiknya tetap stabil. hipoglikemia akan menurunkan efektivitas kontrol
Perilaku tersebut ditunjukkan melalui kegiatan- glikemik pasien yang kemudian memicu timbulnya
kegiatan positif seperti mengikuti senam 3 kali dalam berbagai komplikasi (Norfeldt, 2005). Dengan
1 minggu dan juga mengikuti acara-acara seminar. meningkatnya kesadaran terhadap penyebab
Perubahan perilaku sadar terhadap pencegahan hipoglikemia maka akan menciptakan kesadaran baru
hipoglikemia berulang salah satunya dipengaruhi oleh dalam mengontrol kadar gula darah dalam kondisi
tingkat pendidikan partisipan yang memiliki stabil.
karakterisitik pendidikan sarjana.
Tingkat pendidikan adalah salah satu faktor Keyakinan Internal Menjadi Sumber Koping
penentu terjadinya perubahan perilaku dan daya serap Utama Dalam Menghadapi Hipoglikemia
informasi (Notoatmodjo, 2003). Seseorang yang Sumber koping merupakan suatu evaluasi
berpendidikan tinggi berarti telah mengalami proses terhadap pilihan koping dan strategi seseorang yang
belajar yang lebih panjang sehingga proses itu maka dilakukan saat menghadapi kondisi hipoglikemia. Pada
akan banyak perubahan perilaku yang akan dapat penelitian ini didapatkan bahwa partisipan yang
dipelajari dan begitu juga akan banyak informasi yang memiliki pengalaman dalam menghadapi hipoglikemia
akan dipahami. Tidak banyak riset yang menunjukkan memiliki pilihan koping dan strategi sendiri dalam
adanya korelasi langsung antara tingkat pendidikan memilih koping yang tepat dalam hidupnya seperti
dengan kemampuan dalam menyadari adanya episode dukungan keluarga, lingkungan, pelayanan kesehatan
hipoglikemia, namun lebih mengkaitkan dengan dan keyakinan internal yang berasal dari diri sendiri.
pengetahuan. Palaian et al (2006) mengkaitkan Sumber koping yang menjadi pilhan utama partisipan
pengaruh konseling terhadap peningkatan adalah keyakinan internal yang ada dalam dirinya
pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam sendiri. Mayoritas partisipan menunjukkan
pengelolaan hipoglikemia. Pace et al (2006) juga pengalaman hipoglikemia sebagai pelajaran diri,
mengkaitkan faktor pengetahuan pencegahan sebagai motivasi untuk tidak terulang lagi serta dapat
hipoglikemia dalam pengelolaan diabetes. lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Pengetahuan tentang hipoglikemia dapat diperoleh dari Keyakinan internal diri atau positive belief
pengalaman pasien sendiri atau dari sumber informasi ini biasa disebut juga sebagai self efficacy. Menurut
lain, walaupun pada jenis pendidikan formal tertentu Bandura (1997 dalam Stuart & Laraia (2006) self
pengetahuan tentang hipoglikemia dipelajari, sehingga efficacy merupakan kapabilitas dari kepercayaan diri
tingkat pendidikan bukan merupakan variabel yang individu. Individu yang mempunyai self efficacy yang
dominan terhadap kemampuan pasien dalam tinggi akan memberikan efek terhadap pemikiran,
mendeteksi episode hipoglikemia. Apabila dikaitkan motivasi, suasana hati serta kesehatan fisik individu
dengan konsep pendidikan di atas, penelitian ini tidak tersebut sehingga stressor dianggap sebagai tantangan.
sesuai dengan teori bahwa semakin tinggi pendidikan Albal & Kultu (2010) menjelaskan bahwa Individu
semakin mudah menerima pengaruh luar yang positif, dengan self efficacy yang tinggi cenderung mempunyai
172 NurseLine Journal Vol. 1 No. 1 Mei 2016: 159-175

keyakinan positif terhadap kesulitan yang didapat serta Dari sudut pandang partisipan yang pernah
mempunyai ekspektasi tinggi untuk sukses menjalani proses perawatan di Rumah Sakit
Dukungan lain yang dianggap partisipan menyatakan bahwa pada intinya tugas perawat adalah
penting adalah dukungan keluarga. Dukungan masih bersifat perpanjangan tangan dokter saja yang
keluarga adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi hanya bekerja dibawah instruksi penuh dokter. Hal
individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat ini diketahui dari salah satu partisipan yang
dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada mengungkapkan bahwa tugas perawat itu hanya
orang lain yang memperhatikan, menghargai dan seperti robot, yang hanya berkerja seperti mesin tidak
mencintainya (Setiadi, 2008). Dukungan keluarga berkerja berdasarkan ilmu dan logika. Partisipan lain
sangat bermanfaat dalam pengendalian seseorang mengungkapkan bahwa perawat bekerja tanpa ada
terhadap tingkat kecemasan, ketakutan dan dapat pula komunikasi yang baik kepada pasien, bekerja hanya
mengurangi tekanan-tekanan yang ada pada konflik berfokus pada pendekatan fisik tanpa ada pendekatan
yang terjadi pada dirinya. Dukungan tersebut berupa psikis, kurang sabar, tidak melihat kekuatan finansial
dorongan, motivasi, empati, ataupun bantuan yang pasien dan perawat hanya menjalankan tugas rutinitas
dapat membuat individu yang lainnya merasa lebih saja semisal memasang infus, oksigen, pemeriksaan
tenang dan aman. Sumber koping lain yang diperlukan gula darah, dan mengukur tanda tanda vital. Selesai
diabetisi yang mengalami hipoglikemia adalah sosial mejalankan tugasnya, maka perawat akan
support seperti tetangga, atau orang lain yang juga melaporkannya kepada dokter kembali. Melihat begitu
dapat diperoleh dari pembelajaran terhadap orang lain buruknya penilaian para partisipan terhadap kerja
yang mengalami sakit yang sama. perawat yang berada di lingkungan rumah sakit,
Pengalaman tak terduga (vicarious experi- sehingga memunculkan harapan yang begitu besar dari
ences) dalam hal ini yaitu observasi terhadap orang para partisipan untuk meningkatkan kualitas profesi
lain. Melihat orang lain mencapai kesuksesan juga keperawatan.
penting sebagai sumber self efficacy. Orang lain dapat Partisipan yang pernah menjalani perawatan
menjadi role models dan memberikan informasi di Rumah Sakit juga menyatakan bahwa perawatan
tentang kesulitan dalam perilaku tertentu. Seseorang harus berlanjut meskipun pasien sudah pulang dari
akan menggunakan indikator observasi, yang dapat rumah sakit. Hal ini dilakukan dengan cara
mengukur kemampuan sendiri dan memperkirakan memberikan perawatan di rumah, sehingga pasien dan
kesuksesan mereka. Observasi terhadap orang lain keluarga akan memperoleh manfaat dari kehadiran
merupakan sumber yang lebih membangunkan self perawat. Sebanyak tiga partisipan yang tidak pernah
efficacy dibandingkan dengan pengalaman langsung menjalani perawatan di Rumah Sakit menyatakan
(Lenz & Baggett, 2002). bahwa diabetesi tidak dapat untuk dilepas sendiri tanpa
pendampingan, oleh karenanya kehadiran perawat
Kebutuhan Pelayanan Keperawatan untuk selalu mengontrol dan mendampingi pasien
Untuk lebih meningkatkan pemahaman sangatlah dibutuhkan. Hal ini diperkuat dengan hasil
perawat tentang sudut pandang partisipan sebagai wawancara yang mengindikasikan kurangnya
penerima pelayanan, maka dalam wawancara peneliti pengetahuan partisipan dan keluarga tentang bahaya
juga mengkaji pengalaman partisipan dalam menerima hipoglikemia, sehingga masih memerlukan kontak
pelayanan dari perawat. Beberapa pertanyaan secara rutin dengan tenaga medis. Sebagaimana telah
dikemukakan oleh peneliti berkaitan dengan dijelaskan pada bagian sebelumnya, bahwa ada
pengalaman partisipan ini. Tema ini dikaji oleh peneliti tahapan yang harus dilalui jika seseorang ingin
guna lebih meningkatkan manfaat penelitian, sebagai merubah perilakunya. Evaluasi dan monitoring
masukan bagi perawat yang menekuni bidang terhadap tahap perubahan inilah yang memerlukan
perawatan diabetes agar mampu memberikan asuhan kehadiran tenaga kesehatan, khususnya perawat agar
keperawatan yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan proses berubah berjalan lancar sesuai dengan yang
oleh pasien. Dari hasil wawancara diketahui bahwa diharapkan (Cefalu, 2005). Penelitian Kitis (2006)
tiga partisipan menyatakan pernah dirawat dan tiga menunjukkan hasil pentingnya kunjungan rumah oleh
partisipan menyatakan tidak pernah dirawat di rumah perawat bagi penyandang DM. Penelitian ini
sakit. Berdasarkan kumpulan pernyataan partisipan mengungkapkan bahwa setelah kunjungan rutin
dan hasil dari proses clustering kategori yang telah selama enam bulan, didapatkan hasil yang signifikan
dilakukan oleh peneliti, didapatkan dua sub tema, secara statistik dalam hal penurunan HbA1C, glukosa
yaitu: majunya profesi keperawatan dan bentuk darah puasa, glukosa darah post prandial, serta
pelayanan perawat yang diharapkan. tekanan darah sistolik. Temuan ini tentunya
Studi Fenomenologi Pengalaman Penyandang Diabetes 173

mengindikasikan pentingnya dilakukan kunjungan telah diketahui bahwasannya penyandang DM yang


rumah oleh perawat dalam rangka meningkatkan pernah mengalami hipoglikemia menunjukkan dampak
adaptasi perilaku pasien terhadap penyakit diabetes. psikologis berupa ketakutan terhadap serangan ulang
maka pelayanan keperawatan hendaknya memberikan
SIMPULAN pendekatan interpersonal pada individu melalui
edukasi secara berkelanjutan, memberikan motivasi
Berdasarkan hasil penelitian dapat dan penguatan terhadap kepercayaan diri pasien
disimpulkan pengalaman klien DM yang pernah sehingga penyandang DM mampu menghadapi
mengalami episode hipoglikemia adalah sebagai hipoglikemia yang dapat menyerangnya setiap saat.
berikut: Bagi pengembangan ilmu keperawatan bahwa hasil
Gambaran pengalaman penyandang DM yang pernyataan-pernyataan yang didapatkan dari
pernah mengalami hipgolikemia diwakili oleh 6 tema, partisipan, peneliti mengidentifikasi adanya kesesuaian
yaitu: penurunan fungsi fisik sementara sebagai respon antara konteks situasi yang dialami penyandang DM
hipoglikemia, perasaan traumatis ketika mengalami dengan teori self efficacy bahwa penyandang DM yang
hipoglikemia, pemahaman partisipan terhadap memiliki tingkat konfidensi yang baik akan
penyebab hipoglikemia, kesadaran untuk pencegahan memberikan dampak perubahan perilaku yang baik
hipoglikemia, keyakinan internal menjadi sumber pula dalam mencegah episode hipoglikemia berulang.
koping utama dalam menghadapi hipoglikemia, dan Berdasarkan kondisi ini, maka perlu adanya
kebutuhan pelayanan keperawatan. pengembangan pengkajian keperawatan yang berfokus
Perubahan fungsi fisik sementara yang pada self efficacy yang dimiliki oleh pasien DM
dirasakan oleh partisipan saat mengalami episode sehingga dapat membantu dalam memperbaiki
hipoglikemia meliputi adanya kelemahan fisik, perilaku self care terutama dalam mengontrol kadar
perubahan kognitif, penurunan kesadaran, gangguan gula darah mandiri.
pencernaan dan gangguan dalam proses bicara. Bagi penelitian selanjutnya perlu dilakukan
Perasaan traumatis merupakan stressor bagi penelitian kembali tentang pengalaman episode
penyandang DM yang pernah memiliki penengalaman hipoglikemia pada penyandang diabetes melitus tipe
hipoglikemia. 1. Hal ini perlu dilakukan karena penyandang DM
Pemahaman partisipan terhadap penyebab tipe 1 dari hasil berbagai riset terkait episode
hipoglikemia berbeda-beda walaupun latar belakang hipoglikemia menunjukkan onset yang lebih sering
pendidikan tinggi tidak menjamin seseorang tidak dibandingkan dengan DM tipe 2. Dengan adanya
mengalami hipoglikemia kembali. penelitian ini, diharapkan tema yang didapatkan dari
Kesadaran untuk pencegahan hipoglikemia hasil penelitian dapat menggambarkan pengalaman
akan muncul setelah penyandang DM mengalami yang berbeda dari pengalaman mengalami episode
hipoglikemia terlebih dahulu. hipoglikemia dari 2 tipe DM tersebut.
Kayakinan diri merupakan sumber koping
yang paling utama bagi penyandang DM dalam KEPUSTAKAAN
menghadapi kondisi hipoglikemia karena dengan
menumbuhkan keyakinan yang kuat untuk tetap Albal, E., & Kultu, Y. 2010. The relationship between
belajar, mengenali gejala awal hipoglikemia maka the depression coping self efficacy level and
kejadian hipoglikemia akan dapat dicegah. perceived sosial support resources. Jornal of
Kebutuhan pelayanan keperawatan sangat psychiatric nursing. May 23, 2013.
diharapkan oleh para penyandang DM selain dari American Association of Clinical Endocrinologists
pelayanan medis itu sendiri. Penyandang DM (AACE). 2011. AACE 2011: survey reveals
mengharapkan bahwa pelayanan kesehatan itu harus more than half of diabetes patients experi-
memegang teguh prinsip menghargai orang lain, ence low blood sugar. Florida: American As-
pemberian informasi dan pendekatan fisik dan psikis sociation of Clinical Endocrinologists.
yang tepat serta dalam pemberian pelayanan kesehatan American Diabetes Association (ADA). 2005.
juga harus mempertimbangkan aspek finansial dan Workgroup on hypoglycemia defining and re-
sosial. porting hypoglycemia in diabetes. Diabetes
Care.
SARAN American Diabetes Association (ADA). 2013. Stan-
dards of medical care in diabetes-2013. Dia-
Bagi institusi pelayanan keperawatan bahwa betes Care, 36, S11-66.
174 NurseLine Journal Vol. 1 No. 1 Mei 2016: 159-175

Amiel, S.A., Dixon, T., Mann, R., & Jameson, K. sulin therapy. Asian nursing research, 5(4),
2008. Hypoglycaemia in type 2 diabetes. [Ar- 222-228.
ticle]. Diabetic medicine, 25(3), 245-254. doi: Ferry, R. 2013. Hypoglycemia (low blood sugar).
10.1111/j.1464-5491.2007.02341.x. Retrieved April 04, 2013, from:
Alberti, K.G.M.M. 2010. Textbook of diabetes (4th w w w. e me d i c i n e h e a l t h . c o m/
ed.). The Atrium, Southern Gate, Chichester, low_blood_sugar_hypoglycemia/article.
West Sussex: Wiley-Blackwell. Fletcer, K. 2012. Nursing standard of practice proto-
Bonds, D.E., Miller, M.E., Bergenstal, R.M., Buse, col: Recognition and management of demen-
J.B., Byington, R.P., Cutler, J.A., & Sweeney, tia.
M.E. 2010. The association between symp- Frederick, L.A.G., Cox, D.J., & Clarke, W.L. 2003.
tomatic, severe hypoglycaemia and mortal- Helping patients understand, recognize, and
ity in type 2 diabetes: Retrospective epide- avoid hypoglycemia (2nd ed.): Alexandria:
miological analysis of the ACCORD study. American Diabetes Association.
BMJ (Clinical research ed.), 340, b4909- Gibson, H. 2009. Hypoglycaemia unawareness. Prac-
b4909. tice nursing, 20(5), 240-244.
Cefalu, C.A.C.W.T. 2005. Controlling hypoglycemia Hegney, D.G. 2011. The Experience of Hypoglycaemia
in type 2 diabetes: Which agent for which and Strategies Used For Its Management by
patient? [Article]. Journal of family practice, Community-Dwelling Adults with Diabetes
54(10), 855-862. Mellitus: A Systematic Review. International
Creswell, J.W. 2013. Qualitative inquiry and research Journal of Evidence Based Healthcare, 10(3),
design: Choosing among five approaches 169-180.
(Second ed.). Thousand Oaks, California: Hillson, R. 2002. Practical diabetes care (2th ed.):
Sage Publication, Inc. Oxford University Press.
Cryer, P.E., Davis, S.N., & Shamoon, H. 2003. Hy- International Diabetes Federation (IDF). 2011. Glo-
poglycemia in diabetes. Diabetes care, 26(6), bal diabetes plan, from http://www.idf.org/
1902-1912. global-diabetes-plan.
Cryer, P.E. 2005. Mechanisms of hypoglycemia-as- International Diabetes Federation (IDF). 2012. IDF.
sociated autonomic failure and its component Diabetes atlas. Country summary table: Es-
syndromes in diabetes. Diabetes, 54(12), timates for 2012 5th. from www.idf.org/
3592-3601. diabetesatlas.
Cryer, P.E. 2008. The barrier of hypoglycemia in dia- Kemenkes RI. 2007. Riset kesehatan dasar 2007.
betes. Diabetes, 57(12), 3169-3176. Jakarta: Kementerian kesehatan RI.
Cryer, P.E. 2010. Textbook of diabetes (4th ed.). The Kitis, Y. 2006. The Effects of Home Monitoring by
Atrium, Southern Gate, Chichester, West Public Health Nurse on Individuals' Diabe-
Sussex: Wiley-Blackwell. tes Control. Applied Nursing Research, 19(3),
Currie, C.J. 2006. Multivariate models of health re- 134-143
lated utility and the fear of hypoglycaemia in Kott, K.B. 2008. Self efficacy, outcome expectation,
people with diabetes. Dissertation. Oxford self care behavior, and glycosylated hemo-
University. Proquest science journals. http:// globin level in persons with type 2 diabetes
www.proquest.com/en-US/catalogs/data- (Dissertation, Marquette University, Milwau-
bases/detail/pq_science_journals.shtml kee, Wisconsin). Diunduh dari Proquest Digi-
Denzin, N.K., & Lincoln, Y.S. 2000. Handbook of tal Dissertations, http://www.proquest.com/
qualitative research (Second ed.). Thousand en-US/catalogs/databases/detail/pqdt.shtml.
Oaks California: Sage Publications, Inc. Lenz, E.R., & Baggett, L.M.S. 2002. Self efficacy in
Doriguzzi, D. 2012. Managing hypoglycemia in pa- nursing: Research and measurement perspec-
tients with type 2 diabetes. Clinician reviews. tives. NY: Sringer Publishing Company.
Dunning, T. 2009. Care of people with diabetes. A Liang, Y., Jiang, J., Mao, Q., Zhang, S., & Xu, W.
manual of nursing practice (3th ed.). The 2009. Therapeutic window of selective pro-
Atrium, Southern Gate, Chichester, West Sus- found cerebral hypothermia for resuscitation
sex, PO19 8SQ, United Kingdom: of severe cerebral ischemia in primates.
Blackwell's publishing. Lundkvist, J., Berne, C., Bolinder, B., & Jonsson, L.
Erol, O., & Enc, N. 2011. Hypoglycemia fear and 2005. The Economic and quality of Life im-
self-efficacy of turkish patients receiving in- pact oh hypoglycemia. European Health Eco-
Studi Fenomenologi Pengalaman Penyandang Diabetes 175

nomics. vanced nursing, 39(2), 155-163. doi:


Masharani, U., & Gitelman, S.E. 2007. Hypoglicemic 10.1046/j.1365-2648.2002.02255.x.
Disorders. Grenspan's Basic & Clinical En- Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., & Cheever,
docrinology. eighth edition. United States Of K.H. 2010. Brunner & suddarth's textbook
America: The McGraw-Hill Companies. of medical-surgical nursing (12th ed.). Phila-
Morse, J.M., & Field, P.A. 1995. Qualitative research delphia: Wolters Kluwer Health; Lippincott
methods for health professionals (2nd ed.): Wiliams & Wilkins.
Thousand Oaks CA: Sage. Stargardt, T., Gonder-Frederick, L., Krobot, K., &
Norfeldt, S. 2005. Fear and other disturbances of se- Alexander, C.M. 2006. Fear of hypoglyce-
vere hypoglycaemia in children and adoles- mia: defining a minimum clinically important
cents. Journal of pediatric endocrinology and difference in patients with type 2 diabetes.
metabolism, 18(1), 83-91. Health quality of life outcomes.
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan perilaku Stuart, G.W., & Laraia M.T. 2006. Principles and
kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. practice of psychiatric nursing sevent edition.
Pace, A.E., Vigo, K.O., Caliri, M.H.L., & Fernandes, Philadelphia : Mosby.
A.P.M. 2006. Knowledge on diabetes melli- Sue Kirkman, M., Briscoe, V.J., Clark, N., Florez,
tus in self care process. Disponible en H., Haas, L.B., Halter, J.B., & Swift, C.S.
castellano, Page; 14 (5), 728 -734. 2012. Diabetes in older adults: A consensus
Pajares, F., & Urdan. 2006. Self efficacy beliefs of report. journal of the american geriatrics so-
adolescent. USA: Information age publish- ciety, 60(12), 2342-2356. doi: 10.1111/
ing. jgs.12035.
Palaian, S., Acharya, L.D., & Rao, P.G.M. 2006. Stewart, M. 2001. Towards a global definition of pa-
Knowledge, attitude, and practice outcome: tient centred care. BMJ, 322(7284), 444-445.
Evaluating the impact of counseling in hos- doi: 10.1136/bmj.322.7284.444.
pitalized diabetic patient in india. P&T Tsai, S.H., Lin, Y.Y., Hsu, C.W., Cheng, C.S., & Chu,
Around the World, Page; 31 (7), 383 -395. D.M. 2011. Hypoglycemia revisited in the
Phillips, A. 2009. Revisiting hypoglycaemia. Practice acute care setting. Yonsei medical journal,
nursing, 20(10), 516-518. 52(6), 898-908. doi: 10.3349/
Polit, D.F., & Beck, C.T. 2012. Nursing research, ymj.2011.52.6.898.
generating and assessing evidence for nurs- Van Manen, M. 1990. Researching the lived experi-
ing practice. Baltimore: Wolters Kluwer ence: Human science for an actionsensitive
Health. science. Albany: State University of New
Price, S.A., & Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi: York Press.
Konsep klinis proses-proses penyakit (6 ed. Wild, S., Gojka, R., Green, A., Sicree, R., & King,
Vol. 2). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran H. 2004. Global Prevalence of diabetes: Es-
EGC. timates for the year 2000 and projections for
Quigley, M. 2005. Information security & ethics: So- 2030. Diabetes care, 27(5), 1047-1053.
cial & organizational issues. US: IRM Press. Wiliams, L.S., & Hopper, P.D. 2007. Understanding
Rahjeng, E., & Kusumawardhani, N. 2007. Monitor- medical surgical nursing (3th ed.). Philadel-
ing and evaluation of the integrated commu- phia: F. A. Davis Company.
nity-based intervention for the prevention of Wu, F.L., Juang, J.H., & Yeh, M.C. 2011. The di-
noncummunicable diseases in Depok, West lemma of diabetic patients living with
Java, Indonesia. Jakarta: Kementrian hypoglycaemia. Journal of clinical nursing,
kesehatan RI & colaboration with WHO. 20(15/16), 2277-2285. doi: 10.1111/j.1365-
Richmond, J. 1996. Effects of hypoglycaemia: Pa- 2702.2011.03725.x.
tients' perceptions and experiences. British Zammitt, N.N., & Frier, B.M. 2005. Hypoglycemia
Journal of Nursing, 5(17), 1054-1059. in type 2 diabetes: Pathophysiology, fre-
Setiadi. 2008. Konsep dan proses keperawatan quency, and effects of different treatment mo-
keluarga. Yogyakarta: Graha ilmu. dalities. Diabetes care, 28(12), 2948-2961
Shiu, A.T., & Wong, R.Y. 2002. Fears and worries
associated with hypoglycaemia and diabetes
complications: perceptions and experience of
Hong Kong Chinese clients. Journal of ad-

Das könnte Ihnen auch gefallen