Sie sind auf Seite 1von 18

BAB 1

PENDAHULUAN

Sindroma nefrotik adalah manifestasi klinis dari penyakit glomerulus yang


ditandai dengan proteinuria >40 mg/m2/jam dan trias gejala klinis yang ditemukan
berhubungan dengan protein yang terbuang dari urin, yaitu hipoalbuminemia, oedem, dan
hyperlipidemia.[1]

Angka kejadian sindroma nefrotik pada anak sebesar 2-3 kasus per 100.000 anak
per tahun pada usia 16 tahun kebawah. Di negara barat penyebabnya lebih sering bersifat
idiopatik dan angka kejadian lebih tinggi pada negara berkembang yang disebabkan
paling banyak oleh malaria.[1] Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak
berusia kurang dari 14 tahun.[5] Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1.[IDAI]
Pada pemeriksaan biopsi histopatologi sindroma nefrotik yang paling sering ditemukan
pada anak-anak adalah minimal change nephrotic syndrome (MCNS), focal segmental
glomerulonefritis (FSGN), membranous nephropathy.[2]

1
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Ginjal


Ginjal adalah organ berpasangan yang terletak ruang retroperitoneal, terletak
sedikit lebih tinggi dari umbilikus. Pada neonates aterm dan berat lahir normal, panjang
dan berat ginjal kurang lebih 6 cm dan 24 g. Sisi posterolateral ginjal di batasi oleh otot
quadratus lumborum dan psoas. Pada bagian anterior dibatasi oleh bagian prosterior dari
lapisan peritoneum.[3] Ginjal diperdarahi oleh arteri renalis dextra sinistra yang
merupakan cabang langsung dari aorta abdominalis. Arteri renalis bercabang menjadi
arteri lobaris saat di medulla sampai ke intermedularis junction. Di intermedularis
junction membentuk arteri arcuata. Arteri interlobaris berasal dari percabangan arteri
arcuata yang akan membentuk arteri afferent pada glomerulus. Pada dinding pembuluh
darah arteri afferent dan bagian dinding tubulus distal yang berdekatan dengan
glomerulus , terdapat sel otot dan macula densa yang membentuk apparatus
juxtaglomerular yang mengatur sekresi renin. Arteri efferen memperdarahi bagian vasa
recta, tubulus dan medulla. Aliran darah balik ginjal melalui vena renalis yang
merupakan cabang dari vena cava inferior.[1]
Ginjal memiliki lapisan luar dan dalam, yaitu kortex dan medulla. Pada lapisan
kortex, terdapat glomerulus, tubulus proksimal dan tubulus distal serta duktus kolektifus,
dan pada lapisan medulla terdapat lengkung Henle, vasa recta dan bagian terminal duktus
kolektifus.[3]
Embriologi ginjal lengkap pada usia gestasi 36-40 minggu, tetapi maturasi
fungsinya terus terjadi selama decade pertama kehidupan. Setiap ginjal memliki kurang
lebih 1 miliar nefron (setiapnya termasuk glomerulus dan tubulus-tubulus). Jumlahnya
dapat menjadi patofisiologi signifikan sebagai faktor resiko yang dapat menjadi
hipertensi dan disfungsi ginjal progresif.[1]

2
1.1. Histologi Glomerulus
Glomerulus merupakan kumparan kapiler yang berfungsi sebagai filter ginjal.
Kapiler glomerulus disusun oleh sel endothelial dan memiliki sitoplasma tipis yang
memiliki fenestrasi.[1]
Sel podosit adalah sel epitelial yang terdiferensiasi khusus dan terletak di luar
dinding kapiler glomerulus. Perpanjangan sel podosit berterminasi pada membran basalis
glomerulus yang membentuk suatu celah diafragma yang menjadi barier penghalang
protein yang biasa disebut fenestra. Fungsi lain secara struktural untuk menunjang
kapiler-kapiler glomerulus dan mensistesis dan memperbaiki membran basalis
glomerulus.[3]
Membran basal glomerulus terdiri dari lapisan tipis diantara sisi sel mesangial dan
sel endotalial dan pada sisi sel epitelial. Membran ini terdiri dari 3 lapisan: bagian pusat
elektron-lamina densa, lamina rara interna dan lamina rara eksterna.[1]

3
1.2. Fisiologi Glomerulus
Glomerulus merupakan kumparan kapiler darah yang adalah bagian dari nefron
yang berfungsi untuk mengfiltrasi plasma dari protein. Saat aliran darah melewati
glomerulus, plasma bebas protein terfilter melewati kapiler ke kapsula bowman. Proses
ini dikenal dengan istilah filtrasi glomerulus, yang merupakan langkah pertama
terbentuknya urin. Rata-rata, 125 ml plasma yang terfiltrasi dari glomerulus tiap
menitnya, yang dalam sehari terbentuk 180 liter. Semua komponen dalam darah yaitu
H2O, nutrien, elektrolit, dan lain-lain ikut terfiltrasi kecuali protein dan sel darah.[4]

4
Dinding pembuluh kapiler glomerulus terbentuk dari selapis sel endotelial.
Lapisan ini memiliki pori-pori yang disebut fenestra yang bersifat seratus kali lebih
permeabel terhadap H2O daripada dinding pembuluh darah yang lain. Membran basal
bersifat aseluler seperti lapisan gelatin yang terdiri dari kolagen dan glikoprotein yang
letaknya berada di antara glomerulus dan kapsula Bowman. Protein plasma yang
berukuran besar tidak dapat terfiltrasi, karena tidak dapat melewati fenestra, tetapi ukuran
pori-pori ini cukup besar untuk dilewati oleh albumin, protein plasma terkecil. Akan
tetapi karena membran basalis memiliki komponen glikoprotein yang bersifat negatif dan
albumin dan protein plasma yang lain juga bersifat negatif, mereka tidak dapat terfiltrasi.
Oleh sebab itu, protein plasma hampir-hampir tidak dapat terfiltrasi.[4]
Proses filtrasi dapat terjadi dengan adanya gaya yang mendorong plasma untuk
melalui fenestra membran glomerulus. Tidak ada mekanisme transport aktif maupun
pengeluaran energi yang terlibat dalam proses filtrasi plasma melewati membran
glomerulus ke kapsula Bowman. Gaya pasif yang terbentuk dari tekanan darah pada
pembuluh darah kapiler glomerulus, tekanan osmotik plasma koloid, dan tekanan
hidrostatik kapsula Bowman.[6]
2.4 Sindroma Nefrotik
2.4.1 Definisi dan Klasifikasi
Sindroma nefrotik merupakan kumpulan empat penermuan gejala dan laboratorium
berupa: (1) edema, (2) Proteinuria, (3) hipoalbuminemia. (4) hiperlipidemia. Sindroma
nefrotik adalah manifestasi dari berbagai perjalanan penyakit pada ginjal. Walaupun
demikian, penyebab tersering pada anak-anak di bawah usia 16 tahun masih idiopatik.[2]
Pada pemeriksaan biopsi, mayoritas yang ditemukan adalah minimal-change
nephrotic syndrome (MCNS), focal segmental glomerulosclerosis (FSGS), dan
membranous nephropathy pada anak-anak.[2]
Sindroma nefrotik juga dapat diklasifikasikan berdasarkan respon penyakit terhadap
pengobatan steroid oral, yaitu sensitif steroid, steroid independent, dan steroid resistant.[1]
2.4.2 Etiologi dan Patofisiologi
Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti
penyakit sistemik seperti lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch Schonlein,
infeksi (HIV, hepatitis B dan C, sifilis, toxoplasmosis, malaria), obat-obatan atau toksik

5
(NSAID, litium, ampisilin, penisilin, heroin, mercury), keganasan (limfoma, leukemia),
alergen (beberapa makanan tertentu, sengatan lebah), dan obesitas.[IDAI dan Netter] Walaupun
demikian, etiologi tersering pada anak-anak adalah idiopatik. Sindroma nefrotik juga
dapat berhubungan dengan beberapa penyebab glomerulpnefritis, seperti lupus nefritis,
membranoproliferatif glomerulonefritis (MPGN), dan imunoglobulin A nefropati. Semua
ini dapat menyebabkan gangguan imunologi dan faktor-faktor inflamasi yang bersirkulasi
dan terdeposisi yang dapat mempengaruhi permeabilitas kapiler glumerulus atau
menyebabkan kerusakan pada lapisan filtrasi glomerulus baik pada glomerular basement
membrane (GBM) ataupun pada sel podosit. Karena pada keduanya merupakan barier
terhadap filtrasi terutama protein, yang jika terjadi peningkatan permeabilitas pada
dinding kapiler glomerulus dapat menyebabkan bocornya protein yang berujung pada
proteinuria masif dan hipoalbuminemia.[2]
Pada pemeriksaan mikroskop elektron, dapat ditemukan penipisan, retraksi dan
vakuolisasi pada lapisan tersebut dan pada beberapa kasus tertentu dapat dijumpai
penumpukan sel imun kompleks. Pada pemeriksaan mikroskop cahaya dapat tidak
ditemukan kelainan (minimal change), proliferasi sel mesangial atau ekspansi matriks,
yang merupakan beberapa morfologi dari focal and segmental glomerulosclerosis
(FSGS), atau penebalan pada GBM. [2]
Keadaan proteinuria yang terjadi menyebabkan penurunan kadar protein plasma
yang menyebabkan penurunan tekanan onkotik. Keadaan ini menyebabkan kebocoran
atau penarikan cairan plasma ke interstisial, membentuk edem. Keadaan ini juga
menyebabkan penurunan volume intravaskular, yang mencetus sintesis vasopresin (anti
diuretik hormon) dan faktor natriuretik atrial bersamaan dengan aldosteron yang
mengakibatkan peningkatan retensi sodium dan air di tubulus. Oleh karena itu, retensi
natrium dan air terjadi sebagai konsekuensi penurunan volume intravaskular.[Nelson] Hal
ini akan berujung pada perubahan tekanan darah ortostatik, takikardi, dan dapat
ditemukan hasil laboratorium yang menunjukkan hemokonsentrasi akibat dari
hipovolemi.[2]

6
Hiperlipidemia merupakan hasil dari peningkatan sintesis lipoprotein di liver,
disebabkan oleh tekanan onkotik yang rendah pada vena porta dan hilangnya lipoprotein
densitas tinggi pada urin. Profil lipid yang meningkat adalah kolesterol, trigliserida, low-
density lipoprotein (LDL), dan very-low-density lipoprotein (VLDL).[2]

2.4.3 Manifestasi Klinis


1. Edem[1,2]
Munculnya edema dapat terjadi secara tiba-tiba dan berbahaya. Edema tampak ketika
akumulasi cairan melebihi 3% sampai 5% dari berat badan. Edem sering muncul di regio
periorbital dan biasa paling terlihat pada pagi hari. Sifat edema berfluktuasi terhadap

7
perubahan posisi dan aktivitas, dimana pada extrimitas bawah dapat terlihat bengkak
pada siang hari. Edem juga dapat terbentuk pada bagian yang bergantung, seperti regio
sacrum, dan genitalia. Efusi pleura biasanya asimtomatik, tetapi jika sudah banyak
terakumulasi akan menyebabkan gangguan pernapasan. Asites dapat menyebabkan hernia
umbilikal dan inguinal dan dapat menyebabkan komplikasi yang lebih serius seperti
peritonitis bakterialis spontan. Dinding usus yang edem dapat menyebabkan penurunan
nafsu makan, kolik abdomen, dan diare yang dimana jika terjadi secara kronik, dapat
menyebabkan kehilangan protein secara enteropati.
2. Jantung berdetak kencang
3. Gangguan pernapasan
4. Hepatomegali
5. Lemas
6. Mual
7. Penurunan nafsu makan
8. Oligouria atau kencing berbusa
9. Garis putih pada dasar kuku, rambut menjadi kusam, dan tulang rawan telinga
menjadi rapuh merupaka akibat dari keadaan hipoalbumin yang berlangsung kronik.

2.4.4 Diagnosis[5]

Sindroma nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala:

1. Preteinuria masif (>40mg/m2 LPB/jam atau 50mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin


pada urin sewaktu>2mg/mg atau dipstick ≥2+)
2. Hipoalbuminemia <2,5g/dL
3. Dapat disertai hiperkolesterolemia >200mg/dL
4. Edem

2.4.5 Pemeriksaan penunjang[5]

1. Urinalisis. Biakan urin hanya dilakukan bila didapatkan gejala klinis yang mengarah
kepada infeksi saluran kemih.

8
2. Protein urin kuantitatif, dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin
pada urin pertama pagi hari.
3. Pemeriksaan darah
a. Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit,
hematokrit, LED)
b. Albumin dan kolesterol serum
c. Ureum, kreatinin serta creatinin clearence
d. Kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus eritematosus sistemik pemeriksaan
ditambahkan dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody), dan anti ds-
DNA.
2.4.6 Tatalaksana[5]
Sebelum pengobatan steroid dimulai, lakukan pemeriksaan-pemeriksaan berikut:
1. Pengukuran berat badan dan tinggi badan
2. Pengukuran tekanan darah
3. Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti lupus
eritematosis sistemik, purpura Henoch-Schonlein.
4. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun cacingan. Setiap infeksi perlu
dieradikasi terlebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai.
5. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH selama 6
bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat
antituberkulosis (OAT).

Diet[2.8]

Pasien biasanya diterapi dengan diet rendah sodium, diuretik dan statin untuk
menurunkan hiperlipidemia. Tujuan terapi diet untuk mengendalikan gejala yang
berhubungan dengan sindroma nefrotik (edema, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia),
menurunkan resiko progresifitas penyakit ke gagal ginjal, dan menjaga cadangan nutrisi.

Sebuah studi menunjukkan diet protein 0.8 mg/kg/hari dapat menurunkan


proteinuria tanpa memperparah penurunan albumin serum. Protein yang dikonsumsi
50%-60% harus bersifat high biologic value (HBV), dan konsumsi energi harus berkisar
100-150kcal/kg/hari pada anak-anak agar penggunaan protein menjadi optimal.

9
Rekomendasi lain untuk batasan konsumsi protein sesuai anjuran recomendation daily
allowance terhadap konsumsi protein. Restriksi garam kurang lebih 2-3 gram per hari.
Dampak dari sindroma nefrotik salah satunya adalah hiperkolesterolemia yang dapat
menyebabkan penyakit kardiovaskular. Pada pasien anak-anak yang sering terjadi relaps
atau sindroma nefrotik resisten memiliki resiko aterosklerosis prematur. Diet rendah
lemak diimbangi dengan obat penurun kolesterol dapat mengurangi kolesterol total, LDL
dan trigliserid pada pasien sindroma nefrotik.

Diuretik

Restriksi cairan pada pasien edem berat dianjurkan. Pemberian loop diuretic
seperti fuosemid 1-3mg/kgbb/hari, dan bisa dikombinasikan dengan spironolakton
(antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4mg/kgbb/hari.

Glukokortikoid

Pengobatan regimen dasar adalah prednison 60mg/m2LPB atau 2mg/kg berat


(maksimal 80mg/hari) dalam dosis terbagi, untuk menginduksi remisi. Dosis prednison
diukur sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan). Dosis inisial
diberikan selama 4 minggu.

Jika terjadi remisi selama 4 minggu pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu kedua
dengan dosis 40mg/m2LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5mg/kgbb/hari, secara altering (selang
seling), 1 kali sehari setelah makan pagi. Jika terjadi gangguan enteral akibat edem pada
usus sehingga mengganggu penyerapan, obat dapat diganti dengan metilprednisolon yang
diberkan secara parenteral. Urin pertama pagi hari harus selalu dipantau setiap hari
10
dengan menggunakan uji dip stick. Dikatakan remisi jika selama tiga hari berturut-turut
hasil uji dip stick didapatkan protein negatif.

Dikatakan kambuh jika hasil uji dip stick didapatkan hasil protein urin ≥+2
selama 3 hari berturut-turut dan terdapat edema. Pengobatan relaps diberikan dosis
penuh sampai terjadi remisi (maksimal 4 minggu ) dilanjutkan dengan dosis alternating
selama 4 minggu. Pada pasien yang didapatkan hasil protein urin ≥+2 selama 3 hari
berturut-turut tanpa disertai dengan edema dapat dicari penyebab pemicunya, biasanya
infeksi saluran napas atas. Setelah pemberian antibiotik setelah 5-7 hari, proteinuria
menghilang maka tidak diperlukan pemberian terapi prednison.

Pasien dikatakan dependen steroid jika saat menghentikan penggunaan steroid atau dalam
2 minggu setelah menghentikan terapi steroid terjadi relaps. Resistensi steroid diartikan
jika dalam 8 minggu terapi standart steroid tidak terjadi remisi. Beberapa pasien dengan
resistensi steroid menunjukkan remisi dengan penggunaan metilprednisolon parenteral.

Tatalaksana SN dependen steroid:

1. Pemberian steroid jangka panjang


Pada pasien dependen steroid, setelah remisi dengan prednison dosis penuh,
diteruskan dengan dosis 1.5mg/kgbb secara alternating. Kemudia dosis diturunkan
perlahan 0.2mg/kgbb setiap 2 minggu. Penurunan dosis dilakukan sampai dosis
terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1-0,5mg/kgbb. Dosis ini
disebut dosis threshold dan dipertahankan selama 6-12 bulan, kemudian dicoba untuk
dihentikan.
2. Pemberian levamisol

11
Levamisol sebagai steroid sparing agent yang diberikan dengan dosis 2.5mg/kgbb
dosis tunggal, selang sehari, selama 4-12 bulan. Efek sampingnya adalah mual,
muntah, hepatotoksik, vasculitic rash, dan neutropenia yang reversibel.
3. Pengobatan dengan sitostatik
Obat sitostatik yang paling sering digunakan adalah siklofosfamid (CPA) atau
klorambusil. Siklofosfamid diberikan peroral dengan dosis 2-3mg/kgbb/hari dosis
tunggal. Efek sampingnya adalah mual, muntah, depresi sumsum tulang, alopesia,
sistitis hemoragik, azospermia, dan jangka panjang menyebabkan keganasan.
Penggunaan terapi ini membutuhkan pemantauan darah tepi. Klorambusil diberikan
dengan dosis 0.2-0.3mg/kgbb/hari selama 8 minggu. Penggunaan klorambusil terbatas
karena memiliki efek toksik berupa kejang dan infeksi.
4. Pengobatan dengan sikosporin (CyA), atau mikofenolat mofetil
SN idiopatik yang tidak berespon dengan pengobatan steroid atau sitostatik dengan
dosis 4-5mg/kgbb/hari. CyA dapat menimbulkan dan mempertahankan remisi,
sehingga pemberian steroid dapat dikurangi atau dihentikan, tetapi jika CyA
dihentikan biasanya akan relaps kembali.
Mikofenolat mofetil (MMF) diberikan pada pasien yang tidak memberikan respons
dengan levamisol atau sitostatik dengan dosis 800-1200mg/m2LPB atau 25-
30mg/kgbb bersamaan dengan penurunan dosis steroid selama 12-24 bulan. Efek
sampingnya adalah nyeri abdomen, diare, leukopenia.

Pengobatan SN dengan kontraindikasi steroid:


Beberapa kondisi yang merupakan kontraindikasi steroid, yaitu tekanan darah tinggi,
peningkatan ureum dan atau kreatinin, infeksi berat, maka diberikan sitostatik CPA oral.
Siklofosfamid dapat diberikan peroral dengan dosis 2-3mg/kgbb/hari dosis tunggal,
maupun secara intravena. CPA oral diberikan selama 8 minggu. CPA puls diberikan
dengan dosis 500-750mg/m2LPB, yang dilarutkan dalam 250ml larutan NaCl 0.9%,
diberikan selam 2 jam. CPA puls diberikan sebanyak 7 dosis, dengan interval 1 bulan
(total durasi pemberian CPA puls adalah 6 bulan)[5]

12
Pengobatan SN resisten steroid:
Pada pasien SNRS sebelum dimulai pengobatan sebaiknya dilakukan biopsi ginjal untuk
melihat gambaran patologi anatomi, karena gambaran patologi anatomi mempengaruhi
prognosis.
1. Siklofosfamid (CPA)
Pada SN resisten steroid yang mengalami remisi dengan pemberian CPA 2-
3mg/kgBB/hari dosis tunggal selama 3-6 bulan, bila terjadi relaps dapat diberikan
bersamaan dengan prednison dengan dosis 40mg/m2LPB/hari dosis alternating
kemudian ditapering off dengan dosis 1mg/kgbb/hari selama 1 bulan, dilanjutkan
dengan 0,5mg/kgbb/hari selama 1 bulan, karena SN yang resisten steroid dapat
menjadi sensitif kembali. Namun bila pada pemberian steroid dosis penuh tidak
terjadi remisi (terjadi resisten steroid) atau menjadi dependen steroid kembali,
dapat diberikan siklosporin. [5]
2. Siklosporin (CyA)
Pada SN resisten steroid, CyA dilaporkan dapat menimbulkan remisi. Efek
samping CyA adalah hipertensi, hiperkalemia, hipertrikosis, hipertrofi gingiva,
dan juga bersifat nefrotoksik yaitu menimbulkan lesi tubulointertisial. Olehkarena
itu pada pemakaian CyA perlu pemantauan:[5]
- Kadar CyA dalam darah: dipertahankan antara 150-250nanogram/mL
- Kadar kreatinin darah berkala
- Biopsi ginjal setiap 2 tahun
Dosis siklosporin 4-5mg/kgbb/hari (100-150mg/m2LPB).

13
3. Metilprednisolon puls
Pemberian metilprednisolon puls selama 82 minggu diberikan bersamaan dengan
prednison oral dengan dosis maksimum 60mg dan siklofosfamid 2-2,5
mg/kgbb/hari atau klorambusil 0,18-0,22 mg/kgbb/hari 8-12 minggu.
Metilprednisolon dosis 30mg/kgbb (maksimum 1000mg) dilarutkan dalam 50-100
mL glukosal 5% diberikan dalam 24 jam.[5]

Imunisasi
Pada pasiend SN yang mendapat pengobatan kortikosteroid ≥2mg/kgbb.hari atau total
≥20mg/hari, selama lebih dari 14 hari, merupakan pasien imunokompromais.[7] Pada
pasien SN dalam keadaan seperti ini hanya boleh diberikan vaksi virus mati, seperti IPV

14
(inactivated polio vaccine). Setelah penghentian prednison selama 6 minggu dapat
diberikan vaksin hidup, seperti polio oral, campak, MMR, varisela.
Semua anak dengan SN sangat dianjurkan untuk mendapat imunisasi terhadap infeksi
pneumokokus dan varisela.[5]

Indikasi Biopsi Ginjal[9]


1. Pada presentasi awal
- Awitan sindrom nefrotik pada usia <1 tahun atau lebih dari 16 tahun
- Terdapat hematuria nyata, hematuria mikroskopik persisten, atau kadar
komplemen C3 serum yang rendah
- Hipertensi menetap
- Penurunan fungsi ginjal yang tidak disebabkan oleh hipovolemia
2. Setelah pengobatan inisial
- SN resisten steroid
- Sebelum memulai terapi siklosporin

2.4.7 Komplikasi[10]
1.2.1. Infeksi
Anak menjadi rentan terkena infeksi terutama pada kulit, paru-paru dan peritoneum.
Hal ini disebabkan karena kadar imunoglobulin yang rendah, defisiensi protein,
gangguan opsonisasi pada bakteri, dan akibat pengobatan imunosupresif jangka
panjang.
1.2.2. Trombosis
Kelainan koagulasi dan sistem fibrinolitik dapat menyebabkan hiperkoagulasi dan
mengakibatkan meningkatnya masalah tromboemboli. Angka kejadian ini mencapai
1.8% pada anak. Hal ini disebabkan akibat hilangnya protein fibrinolisis dan
meningkatnya sintesis protein prokoagulan.
1.2.3. Pertumbuhan abnormal dan nutrisi
Pertumbuhan berat badan dapat berkurang atau dapat berhenti pada anak dengan SN
yang tidak terkontrol. Terjadinya malnutrisi protein, kalori, kurang nafsu makan,
dan malabsorbsi akibat edem pada saluran cerna.

15
1.2.4. Anemia
Anemia ringan kadang ditemukan pada pasien SN yang bersifat mikrositik
hipokrom, karena defisiensi besi yang tipikal. Pada beberapa pasien terdapat
penurunan transferin serum karena hilangnya protein di urin dalam jumlah besar.

2.4.8 Prognosis

Pada beberapa kasus, 4 minggu pertama setelah pengobatan pasien akan mengalami
perbaikan atau remisi. Tetapi 80% anak yang mengalami remisi setelah 4 minggu
pengobatan mengalami relaps dalam 1 tahun, 60% relaps setelah diberikan pengobatan
setelah 8 minggu, dan hanya 38% yang relaps setelah diberikan pengobatan untuk 12
minggu.[10] Pada pasien dengan SN yang responsif dengan steroid jarang berkembang
menjadi penyakit ginjal kronik dikemudian hari, penyakit ini jarang bersifat herediter.
Anak dengan SN resisten steroid memiliki prognosis yang lebih buruk. Penyakit ini dapat
berkembang menjadi insufisiensi ginjal, dapat menjadi penyakit ginjal stadium akhir yang
membutuhkan dialisis maupun transplantasi ginjal.[1]

16
BAB 3

KESIMPULAN

Sindroma nefrotik merupakan gangguan pada glomerulus yang memiliki kumpulan


empat penermuan gejala dan laboratorium berupa: (1) edema, (2) Proteinuria, (3)
hipoalbuminemia. (4) hiperlipidemia. Penyebab tersering pada anak-anak masih idiopatik.
Penyakit ini membutuhkan terapi jangka panjang dalam segi farmakologis dan nutrisi dan
pengawasan terus-menerus. Prognosis pasien SN tergantung dari respon penyakit terhadap terapi.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Kliegman R, Stanton B, Geme J, Schor N, Behrman R. Nelson textbook of pediatrics


19th Ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011.
2. Florin TA, Ludwig S, Aronson PL, Werner HC. Netter’s Pediatrics. Philadelphia :
Elsevier Saunders; 2011.
3. Kumar V, Abbas A, Fausto N, Aster JC. Robbins and Cotran pathologic basis of disease.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2010
4. Sherwood L. Fisiologi manusia; dari sel ke sistem. Edisi II. Jakarta; ECG.2001
5. Trihono PP, Alatas H, Tambunan T, Pardede SO. Konsensus tatalaksana sindrom nefrotik
idiopatik pada anak. Ed 2. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012
6. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology. 11th Ed. Mississippi: Elsevier
Saunders; 2006
7. American Academy of Pediatrics. Immunization in special clinical circumstances.
Dalam: Pickering LK, Baker CJ, Long SS, Mc Millan JA, penyunting. Red Book: 2006
Report of the Committee on Infrctious Diseases, edisi ke-27. Elk Grove Village:
American Academy of Pediatrics; 2006. h. 67-104.
8. Mahan LK, Escott-Stump S. Krause’s food and nutrition therapy. Ed 12. St. Louis:
Elsevier Saunders. 2008
9. Indian Pediatric Nephrology Group, Indian Academy of Pediatrics. Management of
steroid sensitive nephrotic syndrome: revised guidelines. Indian Pediatr 2008;45:203-14.
10. Atalas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO. Buku ajar nefrologi anak. Ed 2. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2002

18

Das könnte Ihnen auch gefallen

  • Sinusitis THT
    Sinusitis THT
    Dokument3 Seiten
    Sinusitis THT
    Truelly Chananta
    Noch keine Bewertungen
  • Kasus
    Kasus
    Dokument50 Seiten
    Kasus
    Truelly Chananta
    Noch keine Bewertungen
  • Cholelithiasis Radiologi
    Cholelithiasis Radiologi
    Dokument43 Seiten
    Cholelithiasis Radiologi
    Truelly Chananta
    Noch keine Bewertungen
  • Epidural Hematom
    Epidural Hematom
    Dokument19 Seiten
    Epidural Hematom
    Truelly Chananta
    Noch keine Bewertungen
  • Komplikasi
    Komplikasi
    Dokument2 Seiten
    Komplikasi
    Truelly Chananta
    Noch keine Bewertungen
  • Devin
    Devin
    Dokument41 Seiten
    Devin
    Truelly Chananta
    Noch keine Bewertungen
  • Penyuluhan TB Rico & Reyna
    Penyuluhan TB Rico & Reyna
    Dokument13 Seiten
    Penyuluhan TB Rico & Reyna
    Truelly Chananta
    Noch keine Bewertungen
  • Riwayat Psikiatri Pasien
    Riwayat Psikiatri Pasien
    Dokument17 Seiten
    Riwayat Psikiatri Pasien
    Truelly Chananta
    Noch keine Bewertungen
  • Sindrom Koroner Akut1
    Sindrom Koroner Akut1
    Dokument30 Seiten
    Sindrom Koroner Akut1
    Truelly Chananta
    Noch keine Bewertungen
  • Devin
    Devin
    Dokument41 Seiten
    Devin
    Truelly Chananta
    Noch keine Bewertungen
  • Periodik Paralisis
    Periodik Paralisis
    Dokument15 Seiten
    Periodik Paralisis
    Truelly Chananta
    Noch keine Bewertungen
  • Management
    Management
    Dokument36 Seiten
    Management
    Truelly Chananta
    Noch keine Bewertungen
  • Referat
    Referat
    Dokument41 Seiten
    Referat
    Truelly Chananta
    Noch keine Bewertungen
  • Kasus
    Kasus
    Dokument50 Seiten
    Kasus
    Truelly Chananta
    Noch keine Bewertungen
  • Chest
    Chest
    Dokument82 Seiten
    Chest
    Truelly Chananta
    Noch keine Bewertungen
  • Case
    Case
    Dokument37 Seiten
    Case
    Truelly Chananta
    Noch keine Bewertungen
  • Pre Eklamsia - DR - Taufiqy
    Pre Eklamsia - DR - Taufiqy
    Dokument38 Seiten
    Pre Eklamsia - DR - Taufiqy
    Shofa Aqida
    Noch keine Bewertungen
  • IPD Haji
    IPD Haji
    Dokument15 Seiten
    IPD Haji
    Truelly Chananta
    Noch keine Bewertungen
  • 03 Preeklampsia
    03 Preeklampsia
    Dokument39 Seiten
    03 Preeklampsia
    Ria Raissa Fala
    Noch keine Bewertungen
  • Ringkasan Anemia Hemolitik
    Ringkasan Anemia Hemolitik
    Dokument46 Seiten
    Ringkasan Anemia Hemolitik
    Truelly Chananta
    Noch keine Bewertungen
  • TB Paru
    TB Paru
    Dokument38 Seiten
    TB Paru
    Truelly Chananta
    Noch keine Bewertungen
  • CARDIAC ARREST KEHAMPILAN
    CARDIAC ARREST KEHAMPILAN
    Dokument20 Seiten
    CARDIAC ARREST KEHAMPILAN
    Truelly Chananta
    Noch keine Bewertungen
  • Referat Difteri THT
    Referat Difteri THT
    Dokument9 Seiten
    Referat Difteri THT
    Truelly Chananta
    Noch keine Bewertungen
  • KONJUNGTIVITIS
    KONJUNGTIVITIS
    Dokument32 Seiten
    KONJUNGTIVITIS
    Truelly Chananta
    Noch keine Bewertungen