Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Oleh:
Sugiono
Sinopsis
Hamid, seorang anak dari keluarga sederhana. Telah yatim semenjak kecil. Untuk
menghidupi diri dan ibunya, ia meminta ibunya membuatkan kue untuk ia jual keliling
kampung.
Hamid dipertemukan pada sebuah keluarga berhati malaikat yang baru beberapa
waktu menempati sebuah rumah milik orang Belanda. Engku Ja’far, istri dan seorang anak
gadis bernama Zainab dalam rumah surge itu. Karena merasa ibu kepada Hamid dan ibunya,
mereka kemudian menjalin ikatan keluarga layaknya keluarga sedarah. Hamid disekolahkan
Saat itulah saat pertama kali hamid dan zainab mengakrabkan diri, mereka telah
seperti abang dan adik. Di sekolah, Hamidlah yang menjaga zainab. Hamid sangat dikenal
santun budi dan memang itulah yang diajarkan oleh kedua orang tuanya. Pelajaran agama
sangat ketat dalam pendidikan hamid. Bahkan sewaktu ayahnya masih hidup, beliau selalu
Pertemuan hamid dan zainab adalah takdir Allah swt. Seiring waktu benih-benih cinta
hamid kepada zainab mulai tumbuh mekar. Hamid tak bisa mengelak hadirnya rasa yang
ibunya bahwa agaknya sulit untuk mengikatkan diri pada zainab karena beberapa hal.
Pertama, ikatan keluarga yang sudah begitu kuat sehingga akan malu rasanya. Kedua,
perbedaan derajat yang sangat mencolok antara keluarga zainab yang berdarah biru
sementara hamid dan keluarganya berasal dari keluarga sederhana. Hal yang paling tidak
memungkinkan adalah, Hamid justru diminta untuk membujuk zainab agar menerima
lamaran dari orang lain yang disetujui oleh ibu zainab. Sementara itu zainab juga menolak
dan memberikan jawaban fifty-fifty kepada hamid yang juga sama-sama tak sanggup
Mekkah setelah Engku ja’far wafat dan disusul oleh ibu hamid beberapa waktu kemudian.
Tanpa pemberitahuan, hamid meninggalkan rumah, zainab dan kenangan di rumah. Demi
Mekkah, di kediaman seorang syekh. Ia dinilai oleh teman kenalannya sebagai seorang yang
Setahun berjalan, takdir mempertemukan ia dengan Saleh, istri dari Rosna, teman
dekat zainab. Rosna adalah tempat zainab mencurahkan isi hatinya bahkan kisah cintanya
pada hamid. Hamid mendengar kisah yang dinukilkan dari Rosna, istrinya tentang cerita
Zainab kepadanya.
Sejak kehadiran Saleh, ketenangan Hamid mulai terusik. Setelah mendengar kabar
tentang nama zainab, hamid berubah murung dan menampakkan kesedihan. Hamid pada
akhirnya mulai sakit-sakitan. Ketika akan melakukan ibadah haji, sakit hamid bertambah-
mengabarkan kematian zainab. Hamid berlinang air mata, dibawah kakbah di multazam.
Hamid berdoa:
“ya Rabbi, ya Tuhanku, yang maha pengasih dan penyayang, bahwasanya dibawah
lindungan kakbah, rumah Engkau yang suci dan terpilih ini, saya menadahkan tangan
memohon karunia. Kepada siapakah saya akan pergi memohon ampun, kalau bukan kepada
Engkau, ya Tuhan.
Tidak ada seutas talipun tempat saya bergantung lain daripada tali Engkau, tidak ada satu
Berilah kelapangan jalan buat saya, hendak pulang kehadirat Engkau, saya hendak menuruti
orang-orang yang dahulu dari saya, orang-orang yang bertali hidupnya dengan hidup saya.
Ya Rabbi, Engkaulah yang maha kuasa, kepada engkaulah kami sekalian akan kembali…
Analisis dakwah
Novel Hamka ini memiliki pesan-pesan dakwah yang sangat sarat sekali. Berikut ini
penulis akan mencoba menguraikan pesan-pesan dakwah dalam novel di bawah lindungan
Pertama, dalam novel ini buya hamka ingin menyampaikan tentang betapa
pentingnya menjaga fitrah cinta. Ketertarikan kepada lawan jenis adalah fitrah suci manusia
yang dititipkan oleh Tuhan sebagai tajalli cintanya dan rahmatnya. Fitrah ini, menurut Hamka
harus dirawat dengan cara yang Islami, yakni cinta yang dikontrol oleh agama. Sosok Hamid
adalah sosok ideal bagaimana mengelola dan mengontrol cinta yang bertahta dalam hati.
Meskipun rasa cintanya kepada Zainab telah mekar sedemikian rupa namun ia memilih untuk
tidak serampangan dalam menuruti rasanya. Apalagi ketika ternyata ibu dari zainab sudah
menyetujui seorang lelaki yang akan coba masuk dalam kehidupan zainab. Sebagai seorang
anak yang telah banyak menerima rasa iba dari keluarga engku ja’far, maka dengan
akhlaknya yang terpuji ia memilih menyimpan rasanya demi keluarga tersebut. Sebab jika
hamid menuruti perasaannya, maka akan berakibat rusaknya hubungan kekeluargaan yang
sudah dibina. Ajaran ini relevan bagi generasi saat ini dimana budaya pacaran merajalela.
Kedua, dalam novel ini digambarkan bagaimana rasa saling mengasihi itu tercipta
dengan indah. Sebagai muslim kita tentu sudah sangat akrab dengan hadis-hadis yang
membicarakan tentang ukhuwah islamiyah, bahwa umat islam sama seperti bangunan, atau
seperti satu tubuh yang apabila bagian tubuh yang lain sakit maka seluruh tubuh akan
idealitas ajaran Islam khususnya hadis tentang umat Islam seperti satu tubuh.
Ketiga, Hamka ingin menampik bahwa perbedaan strata sosial bukan hal yang
kemudian menimbulkan gap antara yang kaya dan miskin. Bahwa miskin dan kaya bukanlah
mensyukuri nikmat Allah swt. Hal ini dijelaskan dalam al-Quran bahwa barang siapa
bersyukur kepada Allah maka Allah akan menambah nikmatnya, dan barang siapa kufur
maka azab Allah sangatlah pedih. Kesyukuran adalah ajaran mulia dari agama Islam. Ia
adalah senjata hidup tenang dan bahagia di dunia ini. Inilah yang ditunjukkan oleh dua
keluarga yang kemudian membentuk keluarga besar tanpa sekat darah biru dan darah non
biru.
Keempat, novel ini juga menggambarkan sifat heroic yang lumayan sulit kita temukan
padanannya dalam kehidupan keseharian kita saat ini. Rasa tolong menolong nyaris tergerus
habis dalam kehidupan perkotaan yang cenderung individualis. Contoh pertolongan Engku
Ja’far untuk keluarga Hamid sangat mengesankan. Membiayai pendidikan seorang anak
yatim dan kemudian piatu adalah hal langka dalam masyarakat kita. Padahal Nabi sendiri
pernah memuji rumah yang di dalamnya ada anak-anak yatim. Maksudnya anak-anak yatim
Kelima, peran kedua orang tua dalam pendidikan anak. Peran orang tua sangat
ditekankan dalam novel ini, Hamka mencoba untuk mengedukasi para orangtua lewat novel
ini, doa-doa dan tirakat yang seringkali dilakukan oleh ayah Hamid sebelum mennggal adalah
upaya luar biasa dari orang tua demi kebaikan keluarga terutama anak. Nasehat-nasehat dan
penekanan akan pentingnya ilmu agama juga sangat kental dalam novel ini. Seakan-akan
Hamka ingin mengajarkan kepada orang tua bahwa ilmu agama itu menjadi hal yang sangat