Sie sind auf Seite 1von 6

ANALISIS DAKWAH DALAM NOVEL ‘DI

BAWAH LINDUNGAN KAKBAH’


KARYA BUYA HAMKA
Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Kepemimpinan dan Dakwah
Dosen Pengampu: Ahmad Mujib El-Shirazy, MA.

Oleh:

Sugiono

FAKULTAS AGAMA ISLAM


JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2018
TUGAS MATA KULIAH KEPEMIMPINAN DAN DAKWAH

ANALISIS DAKWAH DALAM NOVEL DI BAWAH LINDUNGAN KAKBAH


KARYA BUYA HAMKA
Oleh: Sugiono

“Plants only love”. –Rumi

Sinopsis

Hamid, seorang anak dari keluarga sederhana. Telah yatim semenjak kecil. Untuk

menghidupi diri dan ibunya, ia meminta ibunya membuatkan kue untuk ia jual keliling

kampung.

Hamid dipertemukan pada sebuah keluarga berhati malaikat yang baru beberapa

waktu menempati sebuah rumah milik orang Belanda. Engku Ja’far, istri dan seorang anak

gadis bernama Zainab dalam rumah surge itu. Karena merasa ibu kepada Hamid dan ibunya,

mereka kemudian menjalin ikatan keluarga layaknya keluarga sedarah. Hamid disekolahkan

oleh Engku Ja’far bersama Zainab disebuah sekolah tergolong favorit.

Saat itulah saat pertama kali hamid dan zainab mengakrabkan diri, mereka telah

seperti abang dan adik. Di sekolah, Hamidlah yang menjaga zainab. Hamid sangat dikenal

santun budi dan memang itulah yang diajarkan oleh kedua orang tuanya. Pelajaran agama

sangat ketat dalam pendidikan hamid. Bahkan sewaktu ayahnya masih hidup, beliau selalu

melakukan tirakat untuk keselamatan dan kemaslahatan keluarganya.

Pertemuan hamid dan zainab adalah takdir Allah swt. Seiring waktu benih-benih cinta

hamid kepada zainab mulai tumbuh mekar. Hamid tak bisa mengelak hadirnya rasa yang

merisaukan sekaligus membahagiakan itu.


Tetapi sebelum cinta itu dipupuk lebih dalam, hamid telah mendapatkan nasehat dari

ibunya bahwa agaknya sulit untuk mengikatkan diri pada zainab karena beberapa hal.

Pertama, ikatan keluarga yang sudah begitu kuat sehingga akan malu rasanya. Kedua,

perbedaan derajat yang sangat mencolok antara keluarga zainab yang berdarah biru

sementara hamid dan keluarganya berasal dari keluarga sederhana. Hal yang paling tidak

memungkinkan adalah, Hamid justru diminta untuk membujuk zainab agar menerima

lamaran dari orang lain yang disetujui oleh ibu zainab. Sementara itu zainab juga menolak

dan memberikan jawaban fifty-fifty kepada hamid yang juga sama-sama tak sanggup

mengungkapkan rasa pada zainab.

Hamid akhirnya membawa cintanya diam-diam dalam perantauannya ke tanah suci

Mekkah setelah Engku ja’far wafat dan disusul oleh ibu hamid beberapa waktu kemudian.

Tanpa pemberitahuan, hamid meninggalkan rumah, zainab dan kenangan di rumah. Demi

menjaga kesucian cintanya, ia mengasingkan diri melanjutkan pelajaran agamanya di

Mekkah, di kediaman seorang syekh. Ia dinilai oleh teman kenalannya sebagai seorang yang

sangat santun, ramah, dan pandai.

Setahun berjalan, takdir mempertemukan ia dengan Saleh, istri dari Rosna, teman

dekat zainab. Rosna adalah tempat zainab mencurahkan isi hatinya bahkan kisah cintanya

pada hamid. Hamid mendengar kisah yang dinukilkan dari Rosna, istrinya tentang cerita

Zainab kepadanya.

Sejak kehadiran Saleh, ketenangan Hamid mulai terusik. Setelah mendengar kabar

tentang nama zainab, hamid berubah murung dan menampakkan kesedihan. Hamid pada

akhirnya mulai sakit-sakitan. Ketika akan melakukan ibadah haji, sakit hamid bertambah-

tambah. Ia terpaksa ditandu oleh dua orang badui dalam tawafnya.


Ketika ia sedang melakukan ibadah suci itu, dating surat kawat dari Rosna,

mengabarkan kematian zainab. Hamid berlinang air mata, dibawah kakbah di multazam.

Hamid berdoa:

“ya Rabbi, ya Tuhanku, yang maha pengasih dan penyayang, bahwasanya dibawah

lindungan kakbah, rumah Engkau yang suci dan terpilih ini, saya menadahkan tangan

memohon karunia. Kepada siapakah saya akan pergi memohon ampun, kalau bukan kepada

Engkau, ya Tuhan.

Tidak ada seutas talipun tempat saya bergantung lain daripada tali Engkau, tidak ada satu

pintu yang akan saya ketuk, lain dari pintu Engkau.

Berilah kelapangan jalan buat saya, hendak pulang kehadirat Engkau, saya hendak menuruti

orang-orang yang dahulu dari saya, orang-orang yang bertali hidupnya dengan hidup saya.

Ya Rabbi, Engkaulah yang maha kuasa, kepada engkaulah kami sekalian akan kembali…

Setelahnya, hamid juga berpulang kerahmatullah.

Analisis dakwah

Novel Hamka ini memiliki pesan-pesan dakwah yang sangat sarat sekali. Berikut ini

penulis akan mencoba menguraikan pesan-pesan dakwah dalam novel di bawah lindungan

kakbah karya Buya Hamka.

Pertama, dalam novel ini buya hamka ingin menyampaikan tentang betapa

pentingnya menjaga fitrah cinta. Ketertarikan kepada lawan jenis adalah fitrah suci manusia

yang dititipkan oleh Tuhan sebagai tajalli cintanya dan rahmatnya. Fitrah ini, menurut Hamka

harus dirawat dengan cara yang Islami, yakni cinta yang dikontrol oleh agama. Sosok Hamid

adalah sosok ideal bagaimana mengelola dan mengontrol cinta yang bertahta dalam hati.

Meskipun rasa cintanya kepada Zainab telah mekar sedemikian rupa namun ia memilih untuk
tidak serampangan dalam menuruti rasanya. Apalagi ketika ternyata ibu dari zainab sudah

menyetujui seorang lelaki yang akan coba masuk dalam kehidupan zainab. Sebagai seorang

anak yang telah banyak menerima rasa iba dari keluarga engku ja’far, maka dengan

akhlaknya yang terpuji ia memilih menyimpan rasanya demi keluarga tersebut. Sebab jika

hamid menuruti perasaannya, maka akan berakibat rusaknya hubungan kekeluargaan yang

sudah dibina. Ajaran ini relevan bagi generasi saat ini dimana budaya pacaran merajalela.

Kedua, dalam novel ini digambarkan bagaimana rasa saling mengasihi itu tercipta

dengan indah. Sebagai muslim kita tentu sudah sangat akrab dengan hadis-hadis yang

membicarakan tentang ukhuwah islamiyah, bahwa umat islam sama seperti bangunan, atau

seperti satu tubuh yang apabila bagian tubuh yang lain sakit maka seluruh tubuh akan

merasakan kesengsaraan serupa. Keluarga engku Ja’far menggambarkan representasi

idealitas ajaran Islam khususnya hadis tentang umat Islam seperti satu tubuh.

Ketiga, Hamka ingin menampik bahwa perbedaan strata sosial bukan hal yang

kemudian menimbulkan gap antara yang kaya dan miskin. Bahwa miskin dan kaya bukanlah

keadaan, melainkan pemikiran. Kaya dan miskin seseorang tergantung bagaimana ia

mensyukuri nikmat Allah swt. Hal ini dijelaskan dalam al-Quran bahwa barang siapa

bersyukur kepada Allah maka Allah akan menambah nikmatnya, dan barang siapa kufur

maka azab Allah sangatlah pedih. Kesyukuran adalah ajaran mulia dari agama Islam. Ia

adalah senjata hidup tenang dan bahagia di dunia ini. Inilah yang ditunjukkan oleh dua

keluarga yang kemudian membentuk keluarga besar tanpa sekat darah biru dan darah non

biru.

Keempat, novel ini juga menggambarkan sifat heroic yang lumayan sulit kita temukan

padanannya dalam kehidupan keseharian kita saat ini. Rasa tolong menolong nyaris tergerus

habis dalam kehidupan perkotaan yang cenderung individualis. Contoh pertolongan Engku
Ja’far untuk keluarga Hamid sangat mengesankan. Membiayai pendidikan seorang anak

yatim dan kemudian piatu adalah hal langka dalam masyarakat kita. Padahal Nabi sendiri

pernah memuji rumah yang di dalamnya ada anak-anak yatim. Maksudnya anak-anak yatim

piatu yang diperlakukan sebagaimana Hamid.

Kelima, peran kedua orang tua dalam pendidikan anak. Peran orang tua sangat

ditekankan dalam novel ini, Hamka mencoba untuk mengedukasi para orangtua lewat novel

ini, doa-doa dan tirakat yang seringkali dilakukan oleh ayah Hamid sebelum mennggal adalah

upaya luar biasa dari orang tua demi kebaikan keluarga terutama anak. Nasehat-nasehat dan

penekanan akan pentingnya ilmu agama juga sangat kental dalam novel ini. Seakan-akan

Hamka ingin mengajarkan kepada orang tua bahwa ilmu agama itu menjadi hal yang sangat

penting bagi anak-anak.

Das könnte Ihnen auch gefallen