Sie sind auf Seite 1von 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipokondriasis merupakan salah satu dari enam gangguan somatoform

yang diketegorikan dalam DSM-IV-TR. Hipokondriasis dibedakan dari kelainan

delusi somatik lainnya oleh karena gangguan ini dihubungkan dengan pengalaman

gejala fisik yang dirasakan oleh penderitanya, dimana gangguan somatoform

lainnya tidak menunjukkan gejala fisik di dalam dirinya. Gejala yang timbul bisa

saja merupakan pernyataan gejala fisik yang dilebih-lebihkan, yang justru akan

memperberat gejala fisik yang disebabkan oleh keyakinan bahwa pasien tersebut

sedang sakit dan keadaannya lebih buruk dari keadaan yang sebenarnya.

Hipokondriasis dan gangguan somatoform yang lain merupakan gangguan

psikiatri paling sulit dan kompleks untuk diterapi secara medis. Gangguan

somatoform sendiri adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik

dimana tidak ditemukan penjelasan medis yang adekuat.

Seperti kelainan psikiatri lain, gangguan somatoform membutuhkan

perencanaan terapi yang kreatif, kaya dan bersifat biopsikososial oleh klinisi yang

meliputi dokter umum, sub-spesialis dan ahli psikiatri professional. Strategi

penatalaksanaan pada hipokondriasis meliputi pencatatan gejala, tinjauan

psikososial dan psikoterapi.

1
Hipokondriasis adalah kekhawatiran berlebihan bahwa penderita

mengalami penyakit serius dan preokupasi terhadap tubuhnya yang tidak

sebanding dengan penyakit medis sebenarnya, serta yang muncul hampir

setiap saat (Puri et al., 2011). Hipokondriasis menurut Pedoman

Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia dan

Diagnostic and Stastical Manual of Mental Disorder, Fourth Edition, Text

Revision (DSM-IV-TR) diklasifikasikan sebagai gangguan somatoform. Ciri

utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang

berulang-ulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medik, meskipun

sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga sudah dijelaskan oleh

dokternya bahwa tidak ditemukan kelainan yang menjadi dasar keluhannya.

Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinan

kaitan antara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam kehidupan

yang dialaminya, bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala anxietas dan

depresi (Maslim, 2001).

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Hipokondriasis

Hipokondriasis adalah kekhawatiran berlebihan bahwa penderita

mengalami penyakit serius danpreokupasi terhadap tubuhnya yang tidak

sebanding dengan penyakit medis sebenarnya, serta yang muncul hampir

setiap saat (Puri et al., 2011).

Istilah hipokondriasis juga digunakan untuk menunjukkan tidak hanya

gangguan independen primer, tetapi juga kepribadian atau gejala pada

sejumlah gangguan psikiatrik misalnya depresi. Gejala-gejala hipokondriasi

sebenarnya paling sering terlihat sebagai gambaran gangguan depresif. Istilah

hipokondriasis berasal dari kepercayaan kuno bahwa keadaan tersebut

disebabkan oleh gangguan fisik nyata pada organ-organ di bawah (hipo-)

margo costalis (kondrika).

B. Epidemiologi

Suatu penelitian yang terbaru menyatakan bahwa prevalensi

hipokondriasis dalam enam bulan mencapai 4-6% dari keseluruhan populasi

medis umum, namun demikian angka presentase ini dapat mencapai 15%.

Prevalensi dari hipokondriasis di lini pelayanan umum adalah 0,8-4,5%.

Beberapa derajat preokupasi dengan penyakit ini mulai terlihat umum, karena

10-20% dari pasien yang sehat dan 45% dari pasien dengan tanpa gangguan

psikiatri umum memiliki kekhawatiran terkena suatu penyakit tertentu

(Kaplan et al., 1997).

3
Laki-laki dan wanita mempunyai perbandingan yang sama untuk

menderita hipokondriasis. Walaupun onset penyakit dapat terjadi pada

keseluruhan tingkatan umur, hipokondriasis paling sering terjadi pada umur

20 sampai 30 tahun. Hipokondriasis juga didapatkan pada 3% mahasiswa

kedokteran terutama pada dua tahun pertamanya, namun keadaan ini

hanyalah hipokondriasis yang bersifat sementara (Kaplan et al., 1997;

Memon, 2009).

Beberapa bukti menyatakan bahwa diagnosis hipokondriasis lebih

sering pada kelompok kulit hitam dibandingkan kulit putih, tetapi status

sosial, tingkat pendidikan, dan status perkawinan tampaknya tidak

mempengaruhi diagnosis (Memon, 2009).

C. Etiologi

1. Misinterpretasi gejala-gejala tubuh

Orang hipokondriakal meningkatkan dan membesarkan sensasi

somatiknya. Mereka memiliki ambang dan toleransi yang lebih rendah dari

umumnya terhadap gangguan fisik, dan menjadi tersinyal oleh hal tersebut

karena skema kognitif yang keliru (Kaplan et al., 1997).

2. Model belajar sosial

Gejala hipokondriasis dipandang sebagai keinginan untuk mendapatkan

peranan sakit oleh seseorang untuk menghadapi masalah yang tampaknya

berat dan tidak dapat dipecahkan (Kaplan et al.,1997).

3. Varian dari gangguan mental lain

4
Gangguan yang paling sering dihipotesiskan berhubungan dengan

hipokondriasis adalah gangguan depresif dan gangguan kecemasan

(Kaplan et al., 1997).

4. Psikodinamika

Menyatakan bahwa harapan agresif dan permusuhan terhadap oranglain

dipindahkan (melalui represi dan pengalihan) kepada keluhan fisik.

Hipokondriasis juga dipandang sebagai pertahanan dan rasa bersalah, rasa

keburukan yang melekat, suatu ekspresi harga diri yang rendah, dan tanda

perhatian terhadap diri sendiri (self-concern) yang berlebihan (Kaplan et

al., 1997).

D. Patofisiologi

Defisit neurokimia berhubungan dengan hipokondriasis dan gangguan

somatoform lain seperti gangguan somatisasi, konversi dan kelainan bentuk

tubuh terlihat sama dengan gangguan mood dan cemas (Kayet al., 2006).

Pada studi terakhir dari marker biologis, peneliti menemukan bahwa

terdapat penurunan level neurotropin 3 (NT-3) dan serotonin trombosit (5-

HT) dalam plasma dibandingkan dengan subjek kontrol. NT-3 adalah marker

dari fungsi neuronal sementara trombosit 5-HT adalah marker penting untuk

aktivitas serotonergik (Xionget al., 2011).

5
E. Gambaran Klinis

Pasien dengan gangguan hipokondriasis secara khas datang dengan

ketakutan dan perhatian terhadap penyakitnyadengan gejala yang dirasakan.

Pasien dengan hipokondriasis percaya bahwa mereka sedang menderita suatu

penyakit yang serius yang belum pernah dideteksi dan tidak dapat menerima

penjelasan akan gangguan yang dideritanya. Mereka terus menyimpan

keyakinan bahwa mereka memiliki penyakit yang serius. Orang dengan

hipokondriasis menjadi sangat sensitif terhadap perubahan ringan dalam

sensasi fisik, seperti sedikit perubahan dalam detak jantung dan sedikit rasa

sakit serta nyeri. Orang dengan hipokondriasis dapat menjadi marah saat

dokter mengatakan betapa ketakutan mereka sendirilah yang menyebabkan

gejala fisik tersebut. Mereka sering ‘belanja dokter’ dengan harapan bahwa

seorang dokter yang kompeten dan simpatik akan memperhatikan mereka

sebelum terlambat. Hipokondriasis biasanya disertai dengan gejala depresi

dan anxietas dan biasanya bersamaan dengan gangguan depresi dan

anxietas(Ebert et al., 2008).

Walaupun DSM-IV-TR membatasi bahwa gejala yang timbul telah

berlangsung paling sedikit 6 bulan, keadaan hipokondriasis yang sementara

dapat muncul setelah stress yang berat.Paling sering adalah akibat kematian

atau penyakit yang sangat serius dari seseorang yang sangat penting bagi

pasien ataupun penyakit serius yang pernah diderita oleh pasien namun telah

sembuh. Apabila keadaan diatas berlangsung kurang dari enam bulan, maka

didiagnosis sebagai gangguan somatoform yang tidak tergolongkan(Ebert et

al., 2008).

6
F. Pemeriksaan Psikiatri

Tidak adanya kelainan pada pemeriksaan fisik dan penunjang, mendukung

diagnosis hipokondriasis. Namun demikian, pasien tetap harus menerima

pemeriksaan fisik untuk meyakinkan tidak ada kelainan organik. Pada

pemeriksaan psikiatripasien hipokondriasis,didapatkan: (Kaplan et al., 1997;

Botella et al., 2000; Pilowsky et al., 1997).

1. Penampakan umum, kelakuan dan pembicaraan

a. Penampilan biasa, rapi

b. Kooperatif dengan pemeriksa, namun gelisah dan tidak mudah untuk

ditenangkan

c. Dapat menunjukkan gejala anxietas berupatangan dan dahi berkeringat,

suara yang tegang atau gemetar, dan tatapan mata yang tajam.

2. Status psikomotor

a. Tidak dapat beristrahat dengan tenang

b. Selalu bergerak mengubah posisi

c. Agitasi

d. Pergerakan lambat, apabila pasien kurang tidur

3. Mood dan afek

a. Bersemangat,atau cemas, depresi

b. Afek terbatas, dangkal, ketakutan, atau afek yang bersemangat.

4. Proses berpikir

7
a. Berbicara spontan dengan kadang-kadang secara tiba-tiba mengubah

topik yang sedang dibicarakan

b. Berespon terhadap pertanyaan tetapi dapat mengalihkan kecemasannya

pada hal lain

c. Tidak ada blocking

5. Isi pikiran

a. Preokupasi bahwa ia sedang sakit

b. Berbicara tentang apa yang dipikirkan bahwa dalam tubuhnya telah

terjadi kesalahan, kenapa bisa terjadi seperti demikian, dan bagaimana

ia merasakannya

c. Dapat merasa putus asa dan tidak ada lagi harapan tentang penyakitnya,

walaupun keadaan ini biasa juga tidak terjadi

d. tidak terdapat keinginan untuk bunuh diri, walaupun secara bersamaan

terdapat depresi

6. Fungsi kognitif

a. Penuh perhatian

b. Orientasi waktu, tempat dan orang : baik

c. Jarang mengalami kesulitan dalam konsentrasi, memori.

7. Insight

Dapat mengenali sensasi yang muncul pada tubuhnya

8. Daya nilai

a. Sering tidak terganggu

b. Dapat terganggu bila bersamaan dengan depresi

8
G. Laboratorium

Tidak ada pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi hipokondriasis.

Pemeriksaan laboratoriun hanya digunakan untuk menyingkirkan adanya

penyebab organik pada pasien (Botella et al., 2000; Pilowsky et al., 1997).

H. Tes Psikologi

Tes psikologi (contohnya MMPI) pada umumnya menunjukkan adanya

preokupasi akan gejala somatik dan dapat disertai dengan depresi dan

anxietas (Botella et al., 2000).

I. Kriteria Diagnosis

Diagnosis hipokondriasis(F45.2) berdasarkan PPDGJ-III, kedua hal ini

harus ada: (Maslim, 2001)

1. Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik

yang serius yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun

pemeriksaanyang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik

yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan

deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak sampai

waham);

2. Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa

dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang

melandasi keluhan-keluhannya.

9
Sementara itu, berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorder, Fourth Edition (DSM-IV-TR) hipokondriasis (F45.2) memiliki

kriteria sebagai berikut: (Sadocket al., 2007)

1. Preokupasi berupa ketakutan atau pikiran menderita penyakit serius

berdasarkan interprestasi yang keliru mengenai gejala yang dirasakan.

2. Preokupasi untuk memastikan kondisinya dengan pemeriksaann medis

tertentu.

3. Kepercayaan pada kriteria 1 bukanlah intensitas delusi (seperti gangguan

delusi, tipe somatik) dan tidak terpusat pada satu kelainan yang tampak

(seperti pada gangguan dismorfik).

4. Preokupasi yang menyebabkan distress yang signifikan secara klinis atau

gangguan dalam hubungan sosial, pekerjaan dan area penting lainnya.

5. Durasi gangguan tersebut paling tidak terjadi dalam 6 bulan.

6. Preokupasi tidak dapat diklasifikasikan dalam gangguan ansietas

menyeluruh, gangguan Obsessif kompulsif, gangguanpanik, episode

depresif mayor, anxietas perpisahan atau gangguan somatoform yang

lain.

J. Diagnosis Banding

Kelainan fisik pertama-tama harus segera disingkirkan, yaitu kelainan

dalam bidang neurogik, endokrinologi dan penyakit sistemik lainnya.

Diferensial diagnosis pada psikiatri untuk hipokondriasis adalah gangguan

somatoform lainnya, gangguan mood, kecemasan, dan gangguan psikotik

(Kaplan et al., 1997; Memon, 2009; DSM IV TR, 2000).

10
a. Gangguan somatisasi

Kelainan ini ditandai dengan onset yang dini (<30 hari), dapat

kambuh, mencakup keluhan fisik yang multiple. Pada kelainan somatisasi,

yang terjadi adalah preokupasi tentang bebepara gejala yang timbul, bukan

tentang penyakit yang mendasarinya.

Gejala yang timbul haruslah memenuhi pola yang spesifik untuk dapat

diklasifikasikan sebagia gangguan somatisasi yaitu perasaan nyeri yang

terjadi pada 4 tempat yang berbeda, yakni 2 gejala gastrointestinal yang

berbeda, 1 gejala seksual, dan 1 gejala neurologi. Gangguan somatisasi

dibedakan dengan penyakit sistemik dari banyaknya keluhan pada

beberapa organ tanpa adanya keterkaitan dan hubungan dengan kelainan

somatik yang ada.

Onset gangguan somatisasi lebih dini dari hipokondriasis (<15 hari

pada 50% kasus). Wanita lebih sering terkena, rasio wanita : laki-laki;

10:1. Perbedaan yang lain juga adalah pada gangguan somatisasi, pasien

lebih terfokus pada gejala dibandingkan dengan penyakit yang

mendasarinya.

b. Gangguan nyeri

Pasien dengan gangguan nyeri lebih terfokus pada nyeri yang muncul

dibandingkan penyakit yang mendasarinya.

c. Kondisi medis non psikiatri

Khususnya gangguan yang tampak dengan gejala yang tidak mudah

didiagnosis. Penyakit-penyakit tersebut adalah AIDS, endokrinopati,

miastenia gravis, skerosis multiple, penyakit degeneratif pada system

11
saraf, lupus eritematosus sistemik, dan gangguan neoplastik yang tidak

jelas.

d. Gangguan somatoform lainnya

Penderita hipokondrial biasanya mencari perhatian untuk anggapan

penyakitnya.

e. Gangguan depresi dan gangguan kecemasan

f. Gangguan buatan dengan gejala fisik berpura-pura

K. Penatalaksanaan

Pasien hipokondriasis biasanya menolak terapi psikiatrik. Beberapa

bersedia menerima terapi psikiatrik apabila dilakukan pada setting medis dan

dengan fokus menurunkan stress serta edukasi untuk menghadapi penyakit

kronik. Terapi perilaku-kognitif adalah terapi spesifik terpilih (Abramowitz,

2012).

Obat antidepresan, terutama tipe SSRI, dianjurkan oleh beberapa orang

ahli untuk semua pasien seperti ini, terutama jika sebagian besar gejala

hipokondrial dalam populasi umum disebabkan oleh depresi. Terapi

antidepresan tentu saja merupakan pilihan terapi lini kedua jika terapi

perilaku-kognitif gagal atau jika terdapat penyakit penyerta yang bermakna

atau gejala-gejala yang berat. Psikoterapi kelompok adalah pendekatan

psikoterapi terpilih meskipun tujuan utama terapi ini biasanya suportif bukan

kuratif(Abramowitz, 2012).

Secara keseluruhan, gejala pasien yang disebabkan alasan psikologis dan

sosial dan tidak adanya intervensi bedah atau medis spesifik yang dapat

12
menyembuhkan keinginan untuk sakit haruslah diingat. Tujuannya adalah

agar dapat fokus terhadap pasien secara menyeluruh. Pasien harus dipantau

secara teratur dan perhatian harus diberikan pada keadaan sosial dan personal

apapun yang dianggap menyebabkan timbulnya keluhan pasien(Abramowitz,

2012).

Intervensi medik spesifik sebaiknya dikurangi, misalnya pemeriksaan fisik

sederhana. Terapi utama adalah perhatian personal seorang dokter. Prosedur

teraputik diagnostik invasif dan rumit sebaiknya hanya dilakukan bila

terdapat manfaat nyata penggunaanya, dan kelainan insidental serta temuan

bermakna sebaiknya tidak diterapi(Abramowitz, 2012).

Manajemen stress bisa difokuskan pada keadaan dimana stress

berkontribusi pada kekhawatiran berlebihan terhadap kesehatan. Pasien

diminta untuk mengidentifikasikan stressor yang ada dan diajarkan teknik

manajemen stress untuk membantu pasien mampu menghadapi stressor yang

ada. Teknik yang diajarkan kepada pasien adalah teknik relaksasi dan

kemampuan untuk memecahkan masalah. Walaupun teknik ini tidak secara

langsung difokuskan terhadap terapi hipokondriasis, teknik ini mampu

mengurangi gejala yang muncul(Abramowitz, 2012).

L. Prognosis

Hipokondriasis biasanya berlangsung episodik dimana setiap episode

berlangsung selama beberapa bulan sampai beberapa tahun dan dipisahkan

oleh episode tenang yang sama panjangnya. Prognosis baik berhubungan

dengan status sosioekonomi yang tinggi, awal yang tiba-tiba, tidak adanya

13
gangguan kepribadian dan tidak adanya kondisi medis nonpsikiatri yang

menyertai (Sadock et al., 2007).

Pasien dengan riwayat psikologi premorbid yang baik yang biasanya

hanya pengalami hipokondriasis sementara pada penyakit yang akut atau

stress mempunyai prognosis yang baik dan dapat mengalami kesembuhan

yang sempurna. Sedangkan bila gejala disebabkan oleh gangguna anxietas

menyeluruh atau depresif, prognosis adalah lebih baik (Puriet al., 2011).

14
BAB III

KESIMPULAN

Hipokondriasis adalah kekhawatiran berlebihan bahwa penderita

mengalami penyakit serius danpreokupasi terhadap tubuhnya yang tidak

sebanding dengan penyakit medis sebenarnya, serta yang muncul hampir setiap

saat.Pasien dengan hipokondriasis percaya bahwa mereka sedang menderita suatu

penyakit yang serius yang belum pernah dideteksi dan tidak dapat menerima

penjelasan akan gangguan yang dideritanya. Mereka terus menyimpan keyakinan

bahwa mereka memiliki penyakit yang serius.Untuk menegakkan diagnosis pasti,

orang dengan hipokondriasis memiliki keyakinan yang menetap sekurang-

kurangnya satu penyakit fisik yang serius yang melandasi keluhan-keluhannya

dan tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter

bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-

keluhannya. Terapi untuk hipokondriasis meliputi terapi farmakologi yaitu

pemberian anti depresan dan psikoterapi. Prognosis pasien baik apabila status

sosioekonomi yang tinggi, awal yang tiba-tiba, tidak adanya gangguan

kepribadian dan tidak adanya kondisi medis nonpsikiatri yang menyertai.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abramowitz, J. S. 2012. Hypochondriasis: What is it and How do you treat


it? Dalam: http://beyondocd.org/is-it-and-how-do-you-treat-it. Diakses
tanggal: 2 November 2012.

American Psychiatric Association. 2000. Diagnostic and Statistical Manual


of Mental Disorders (DSM-IV-TR). 4th Edition. Washington DC:. American
Psychiatric Press.

Botella, C., dan P. M. Narvaez. 2000. "Cognitive behavioural treatment for


hypochondriasis". Dalam: International Handbook of Cognitive and
Behavioural Treatments for Psychological Disorders, UK: Pergamon.

Ebert, M. H., P. T. Loosen, B. Nurcombe, dan J. F. Leckman. 2008.


Hypochondriasis. Dalam: Current Diagnosis & Treatment: Psychiatry. Mc
Graw Hill.

Kaplan, H.I., Benjamin J. S., dan Jack A. G. 1997. Dalam: Kaplan dan
Sadock Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri. Jakarta:
Binarupa Aksara. Hal: 771-5.

Kay, J., A. Tasman. 2006. Chapter 54: Somatoform Disorders,


Hypochondriasis. Dalam: Essential of Psychiatry. John Wiley & Sons.

Maslim, R. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari


PPDGJ-III. Cetakan Pertama. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-
Unika Atmajaya. Halaman 84.

Memon, M.A. 2009.Hypochondriasis. Diambil dari:


http://emedicine.medscape.com/article/290955. Diakses tanggal 1
November 2012.

Puri, B. K., P. J. Laking, dan I. H. Treasaden. 2011. Bab: Gangguan


Disosiasi (Konversi) dan Somatoform, Gangguan Hipokondrial. Dalam:
Buku Ajar Psikiatri. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal 224-7.

Pilowsky, Issy. 1997. Abnormal Illness Behavior. Chichester, UK: John


Wiley and Sons.

Sadock, B. J., dan V. A. Sadock. 2007. Chapter 17: Somatoform Disorder,


Hypochondriasis. Dalam: Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of
Psychiatry. 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins Publisher. Hal 642-
3.

16
Xiong, G. L., dan Bienenfeld. 2011. Hypochondriasis. Diambil dari:
http://www.emedicine.medscape.com/article/290955-overview#showall.
Diakses tanggal : 31 Oktober 2012.

17

Das könnte Ihnen auch gefallen

  • Hipo
    Hipo
    Dokument17 Seiten
    Hipo
    Hayati Rizki Putri
    Noch keine Bewertungen
  • Rise
    Rise
    Dokument15 Seiten
    Rise
    Hayati Rizki Putri
    Noch keine Bewertungen
  • Peranan Progesteron Sebagai Penunjang Fase Luteal
    Peranan Progesteron Sebagai Penunjang Fase Luteal
    Dokument23 Seiten
    Peranan Progesteron Sebagai Penunjang Fase Luteal
    fujimeister
    Noch keine Bewertungen
  • Punya Kelompok Kita
    Punya Kelompok Kita
    Dokument35 Seiten
    Punya Kelompok Kita
    Hayati Rizki Putri
    Noch keine Bewertungen
  • Cover
    Cover
    Dokument5 Seiten
    Cover
    Hayati Rizki Putri
    Noch keine Bewertungen
  • Ganja
    Ganja
    Dokument2 Seiten
    Ganja
    Hayati Rizki Putri
    Noch keine Bewertungen
  • Infudasi Dan Glikosida
    Infudasi Dan Glikosida
    Dokument16 Seiten
    Infudasi Dan Glikosida
    Hayati Rizki Putri
    Noch keine Bewertungen
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokument14 Seiten
    Bab Ii
    Hayati Rizki Putri
    Noch keine Bewertungen
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokument1 Seite
    Daftar Isi
    Hayati Rizki Putri
    Noch keine Bewertungen
  • ARTI Fisiologi EKG
    ARTI Fisiologi EKG
    Dokument7 Seiten
    ARTI Fisiologi EKG
    Hayati Rizki Putri
    Noch keine Bewertungen
  • Bab I
    Bab I
    Dokument2 Seiten
    Bab I
    Hayati Rizki Putri
    Noch keine Bewertungen
  • Bab V
    Bab V
    Dokument1 Seite
    Bab V
    Hayati Rizki Putri
    Noch keine Bewertungen
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokument17 Seiten
    Bab Iii
    Hayati Rizki Putri
    Noch keine Bewertungen
  • ARti Bimekanik 1
    ARti Bimekanik 1
    Dokument10 Seiten
    ARti Bimekanik 1
    Hayati Rizki Putri
    Noch keine Bewertungen
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokument1 Seite
    Daftar Isi
    ThieFeezae
    Noch keine Bewertungen
  • Bab V
    Bab V
    Dokument1 Seite
    Bab V
    Hayati Rizki Putri
    Noch keine Bewertungen
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokument14 Seiten
    Bab Ii
    Hayati Rizki Putri
    Noch keine Bewertungen
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokument2 Seiten
    Daftar Pustaka
    Hayati Rizki Putri
    Noch keine Bewertungen
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokument35 Seiten
    Bab Ii
    Hayati Rizki Putri
    Noch keine Bewertungen
  • Bab IV Pembahasan
    Bab IV Pembahasan
    Dokument10 Seiten
    Bab IV Pembahasan
    Hayati Rizki Putri
    Noch keine Bewertungen
  • Masalah Dan Data Pendukung
    Masalah Dan Data Pendukung
    Dokument5 Seiten
    Masalah Dan Data Pendukung
    Hayati Rizki Putri
    Noch keine Bewertungen
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokument2 Seiten
    Daftar Pustaka
    Hayati Rizki Putri
    Noch keine Bewertungen
  • Bab V Penutup
    Bab V Penutup
    Dokument1 Seite
    Bab V Penutup
    Hayati Rizki Putri
    Noch keine Bewertungen
  • Keluhan Utama Lapsus
    Keluhan Utama Lapsus
    Dokument31 Seiten
    Keluhan Utama Lapsus
    Hayati Rizki Putri
    Noch keine Bewertungen
  • Chapter II
    Chapter II
    Dokument27 Seiten
    Chapter II
    Chacha Ntu Ya Melyza
    Noch keine Bewertungen
  • Bab III Laporan Kasus
    Bab III Laporan Kasus
    Dokument18 Seiten
    Bab III Laporan Kasus
    Hayati Rizki Putri
    Noch keine Bewertungen
  • Bab II Tinjauan Pustaka
    Bab II Tinjauan Pustaka
    Dokument25 Seiten
    Bab II Tinjauan Pustaka
    Hayati Rizki Putri
    100% (1)
  • Refer Et
    Refer Et
    Dokument12 Seiten
    Refer Et
    Hayati Rizki Putri
    Noch keine Bewertungen
  • Diagnosis Epilepsi Lengkap
    Diagnosis Epilepsi Lengkap
    Dokument12 Seiten
    Diagnosis Epilepsi Lengkap
    Fihmi Amy
    Noch keine Bewertungen