Sie sind auf Seite 1von 20

Hubungan antara Need for Uniqueness dan Intensi Membeli Customized Product

pada Konsumen Belanja Daring

The Correlation between Consumers’ Need for Uniqueness and Purchase Intention
in Online Customized Product

Halyda Anjani Dwijayanti dan Bertina Sjabadhyni


Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

ABSTRAK
Penelitian ini didasari oleh fenomena penerapan sistem customization pada
dunia bisnis online. Sistem tersebut dianggap dapat menjadi kunci kesuksesan sebuah
perusahaan dalam menarik minta konsumennya. Peneliti ingin mengetahui latar
belakang dan motivasi konsumen dalam membeli produk customized secara online.
Ternyata, dikemukakan oleh penelitian Tian dkk. (2001) bahwa terdapat kebutuhan
akan keunikan pada setiap diri konsumen, atau disebut dengan consumers’ need for
uniqueness. Peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan antara
consumers’ need for uniqueness dan intensi membeli konsumen pada produk yang
bersifat customized secara online. Penelitian ini dilakukan kepada 529 partisipan yang
seluruhnya sudah pernah berbelanja online. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara consumers’ need for uniqueness dan intensi
membeli pada produk customized secara online.

Kata kunci: uniqueness, intensi membeli, consumers’ need for uniqueness, online
customization.

ABSTRACT
This study is based on the phenomena of applying customization in the business world.
The system is believed to be the key of a successful way for a company to sell their
products to the consumers. Researcher wants to figure out the motivation behind
consumer decisions to buy an online customized product. Apparently, a research from
Tian et al. (2001) shows that there are needs for each consumes to be unique, or later to
be called as consumers’ need for uniqueness. The purpose of this study is to find out if
there is a significant correlation between consumers’ need for uniqueness and purchase
intention in an online customized products. This study conducted to 529 participants
which all of them have the experienced of online shopping. Result of the study shows
that there is a significant correlation between consumers’ need for uniqueness and
purchase intention in online customized product.

Keywords: consumers’ need for uniqueness, online customization, purchase intention

Hubungan antara…, Halyda Anjani Dwijayanti, FPsi UI, 2014


1. Pendahuluan
Pada era modern ini, aktivitas sehari-hari manusia banyak didukung oleh
berbagai inovasi dari dunia teknologi. Salah satu penemuan teknologi yang paling
fenomenal di seluruh dunia adalah internet. Melalui koneksi internet, manusia dapat
mencari informasi, melakukan komunikasi, serta berbagai kegiatan lainnya secara cepat
dan mudah. Saat ini, internet telah berkembang dengan sangat pesat di seluruh dunia,
termasuk di Indonesia. Menurut sebuah artikel di republika.co.id, terhitung bulan
Januari tahun 2014, sebanyak 63 juta masyarakat Indonesia telah menggunakan internet.
Bahkan, diperkirakan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, jumlah
pengguna internet di Indonesia akan mengalami peningkatan menjadi 82 juta orang
(antaranews.com). Pertambahan jumlah pengguna internet di Indonesia akan terus
berlanjut, seperti yang dinyatakan oleh MarkPlus Insight melalui risetnya bahwa pada
tahun 2015 pengguna internet di Indonesia diprediksi dapat menembus angka 100 juta
orang (the-marketeers.com).
Perkembangan internet yang begitu pesat mendorong para pelaku bisnis untuk
menggunakan teknologi tersebut sebagai media bisnis mereka. Internet menawarkan
arus informasi dan ilmu pengetahun yang bebas diakses, hal tersebut tentunya sangat
menguntungkan bagi para pelaku bisnis untuk memajukan usahanya. Di Indonesia,
membangun bisnis melalui internet, atau biasa disebut dengan bisnis daring (online)
dianggap sebagai salah satu cara berbisnis dengan prospek cukup besar. Dinyatakan
oleh artikel di suarapembaruan.com, konsumen Indonesia telah menjadi konsumen
belanja daring paling aktif di antara negara- negara di Asia Tenggara. Bahkan, transaksi
belanja daring di Indonesia diprediksi dapat mencapai angka 28.648 juta transaksi
dengan nilai US$ 776 juta (indotelko.com)
Belanja daring menawarkan begitu banyak keuntungan bagi para konsumennya.
Karena dilakukan secara daring, para konsumen dapat mengakses berbagai informasi
untuk membandingkan harga, melihat produk-produk terbaru, dan akses untuk
mendapatkan promosi atau penawaran menarik. Berdasarkan survei Visa, kenyamanan
untuk dapat berbelanja kapan saja dan dimana saja merupakan faktor utama bagi para
konsumen untuk melakukan transaksi belanja daring (suarapengusaha.com).
Saat melakukan suatu transaksi perbelanjaan, konsumen tidak begitu saja
memutuskan untuk membeli suatu produk. Ajzen (1988) menyatakan bahwa sebelum

Hubungan antara…, Halyda Anjani Dwijayanti, FPsi UI, 2014


seseorang memutuskan untuk menampilkan suatu tingkah laku, terjadi berbagai proses
kognitif yang membentuk suatu aspek penentu tingkah laku, yaitu intensi. Sama halnya
dalam tingkah laku berbelanja, intensi membeli merupakan hal mendasar yang dapat
memprediksi perilaku membeli pada seorang konsumen (Howard dan Sheth dalam
Tirtiroglu & Elbeck, 2008). Jika intensi membeli pada konsumen kuat, maka
kemungkinan terjadinya transaksi pembelian semakin tinggi, dan sebaliknya.
Berdasarkan teori tersebut, para pemilik bisnis harus berusaha untuk menarik
minat dan meningkatkan intensi konsumen dalam membeli produk yang ditawarkan.
Salah satunya adalah dengan mengembangkan berbagai inovasi dalam penjualan produk
sesuai dengan tren, gaya hidup, serta kebutuhan masyarakat. Sebagai manusia, tentunya
setiap konsumen memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Berdasarkan hal tersebut,
sebuah konsep dalam dunia bisnis diciptakan untuk memenuhi kebutuhan setiap
konsumennya yang bersifat heterogen. Seperti yang dinyatakan oleh Piller dan Muller
(2004), bahwa menawarkan produk yang bersifat standar kepada seluruh konsumen
tidak dapat memenuhi kebutuhan tiap-tiap individunya. Sistem yang disebut dengan
customization ini memberikan kesempatan bagi para konsumen untuk memodifikasi
berbagai aspek dari sebuah produk sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan
(Rokitnicki-Wojcik, 2008).
Customization bukanlah suatu konsep baru dalam dunia bisnis, awalnya
customized product hanya ditawarkan kepada konsumen dengan tingkat ekonomi tinggi
dikarenakan untuk memproduksi customized product dibutuhkan waktu dan usaha yang
lebih besar (Cho, 2007). Seiring dengan berkembangnya teknologi, saat ini perusahaan
dapat memenuhi permintaan masing-masing konsumennya dengan biaya yang lebih
rendah.
Selain itu, pada awalnya sistem customization hanya diterapkan pada tipe
perbelanjaan offline. Namun, saat ini sistem tersebut telah diadaptasi kedalam versi
daring, atau disebut dengan online customization. Sebagai contoh, perusahaan sepatu
Nike mengeluarkan produknya yang dinamakan NikeID dengan menggunakan sistem
online customization. Setiap konsumen dapat memodifikasi berbagai aspek dari model
sepatu yang diinginkan, seperti warna, motif, bentuk logo, letak logo, dan aspek
lainnya. Pada bisnis daring di Indonesia, sistem ini juga banyak diterapkan oleh
berbagai perusahaan seperti: aeroculata.com (menjual berbagai aksesoris berbahan dasar

Hubungan antara…, Halyda Anjani Dwijayanti, FPsi UI, 2014


emas dan perak), gazelle-shoes.com (menjual sepatu wanita), verrecompparel.com
(menjual stiker pelapis perangkat elektronik), dan masih banyak toko online lainnya.
Online customization memberikan pengalaman belanja baru bagi para konsumen.
Bahkan, karena tiap produk yang dihasilkan selalu berbeda dari produk lainnya, sistem
online customization dipercaya dapat menjadi strategi bagi penjual untuk bersaing
dengan perusahaan lain, karena melalui sistem tersebut dapat terbentuk hubungan
dengan konsumen secara individual. Seperti yang dinyatakan oleh Cho (2007), bahwa
membeli customized product dianggap dapat memberikan perasaan spesial bagi para
konsumen.
Keputusan seorang konsumen untuk membeli customized product dibandingkan
dengan produk standar tentunya didasari oleh alasan tertentu. Menurut Michel (2006),
alasan seorang konsumen membeli customized product adalah sekedar untuk
menghindari kekurangan dari produk standar yang dijual di pasaran. Namun di lain sisi,
Tian, Bearden, dan Hunter (2001) mengatakan bahwa terdapat suatu dorongan dalam
diri individu untuk membedakan dirinya dari orang lain, atau disebut dengan
counterconformity motivation. Cara yang dilakukan adalah dengan membeli produk
atau memperlihatkan produk yang dianggap dapat menunjukkan perbedaan dirinya
dengan orang lain (Tian dkk., 2001). Selanjutnya, Tian dkk. (2001) menyimpulkan
dorongan tersebut sebagai kebutuhan seorang konsumen untuk menjadi unik, atau
disebut dengan consumers’ need for uniqueness.
Jika dikaitkan dengan penjelasan diatas, customized product diasumsikan dapat
menjadi sarana bagi seorang konsumen dalam memenuhi kebutuhannya untuk menjadi
unik. Hal tersebut disebabkan karena customized product yang dibuat tentunya memiliki
perbedaan pada tiap produknya. Kepemilikan konsumen atas produk tersebut mungkin
merupakan suatu usaha dalam menunjukkan perbedaan dirinya dengan orang lain.
Sampai saat ini, peneliti belum menemukan penelitian yang terpublikasi mengenai
hubungan antara keduanya. Mengingat pentingnya untuk melihat intensi membeli pada
konsumen, peneliti menilai perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan consumers’
needs for uniqueness dan intensi membeli pada produk customized yang dijual secara
daring. Selain itu, pada penelitian ini juga akan dilihat dimensi tingkah laku consumers’
need for uniqueness yang paling berkorelasi dengan intensi membeli.

Hubungan antara…, Halyda Anjani Dwijayanti, FPsi UI, 2014


2. Tinjauan Teoritis
Belanja daring didefinisikan sebagai proses membeli barang atau jasa dari
pedagang yang menjual barang atau jasanya melalui internet (Jusoh & Ling, 2012).
Pada belanja daring terdapat suatu sistem bernama online customization yang
didefinisikan oleh Cho (2007) sebagai, “Personalization of products/services or
shopping experiences created by interactions between both firms and consumers based
on advanced technologies, such as the Internet.” (p. 6). Melalui sistem ini, konsumen
dapat mengembangkan dirinya dengan membuat produk lebih sesuai dengan
keinginannya. Selain itu, dinyatakan oleh Rust dan Chung (dalam Jenkins, 2010) bahwa
customization dapat meningkatkan kepuasan konsumen dan meningkatkan intensi
konsumen untuk tetap membeli produk di suatu perusahaan.
Menurut Ajzen (1988), intensi dapat menjadi dasar untuk meramalkan seberapa
kuat keinginan individu untuk menampilkan suatu tingkah laku, dan seberapa banyak
usaha yang dikerahkan individu untuk menampilkan tingkah laku tersebut. Berdasarkan
teori tersebut, Chen (2011) menyatakan bahwa tingkah laku membeli seorang konsumen
dapat ditentukan melalui intensi membelinya. Oleh Chen (2011), intensi membeli
didefinisikan sebagai, “consumer's plan to purchase a particular good or service in the
future. In other words, it is the consumer's willingness to shop for and buy products" (p.
6).
Selanjutnya, dikemukakan oleh Tian, Bearden, dan Hunter (2001) bahwa pada
diri setiap konsumen terdapat counterconformity motivation, yaitu motivasi konsumen
untuk membedakan dirinya dari orang lain dengan cara membeli sebuah produk atau
memperlihatkan produk yang dianggap dapat menunjukkan perbedaan dirinya dengan
orang lain. Motivasi tersebut kemudian dikembangkan menjadi sebuah konsep yang
disebut dengan consumers’ need for uniqueness, yang didefinisikan oleh Tian dkk.
(2001) sebagai, “the trait of pursuing differences relative to others through the
acquisition, utilization, and disposition of consumer goods for the purpose of
developing and enhancing one’s self image and social image” (p. 50).
Oleh Tian dkk. (2001), consumers’ need for uniqueness dikonseptualisasikan
menjadi tiga dimensi perilaku, yaitu creative choice, unpopular choice, dan avoidance
of similarity. Dimensi creative choice menunjukan bahwa konsumen cenderung untuk
membeli produk yang tidak banyak dipilih oleh orang lain. Sedangkan dimensi

Hubungan antara…, Halyda Anjani Dwijayanti, FPsi UI, 2014


unpopular choice menunjukan pemilihan atau penggunaaan produk oleh konsumen
yang tidak sepenuhnya sesuai dengan norma kelompok yang berlaku dan memiliki
risiko untuk tidak diterima oleh lingkungan sosial. Selanjutnya, dimensi yang terakhir
atau dimensi avoidance of similarity diungkapkan sebagai tingkah laku konsumen untuk
menghindari penggunaan produk yang banyak digunakan oleh orang lain, atau tingkah
laku konsumen untuk menghindari hal-hal yang dapat membuatnya terlihat sama
dengan orang lain.

2.1. Hipotesis
Ho : “Tidak terdapat hubungan antara need for uniqueness dan intensi membeli
customized product pada konsumen belanja daring.”
Ha : “Terdapat hubungan antara need for uniqueness dan intensi membeli customized
product pada konsumen belanja daring.”

3. Metode
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel responden usia 18-30 tahun,
sudah pernah berbelanja daring, dan memiliki tingkat pendidikan minimal SMA.
Peneliti menggunakan teknik pengambilan data dengan kuesioner berbasi
web/kuesioner daring. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebesar 529 sampel.
Consumers’ need for uniqueness diukur dengan alat ukur Consumers’ Need for
Uniqueness (Ruvio, Shoham, & Brencic, 2007), yang terdiri dari 12 item dan terbagi
dalam 3 dimensi yaitu creative choice, unpopular choice, dan avoidance of similarity.
Peneliti memilih untuk menggunakan skala Likert 1-6 pada alat ukur ini untuk
mencegah kecenderungan central tendency. Uji reliabilitas menunjukkan bahwa
koefisien reliabilitas coefficient alpha alat ukur consumers’ need for uniqueness secara
keseluruhan adalah 0.875, dan uji validitas dengan metode internal consistency
menghasilkan koefisien validitas antara 0.335-0.620.
Dalam pengukuran intensi membeli, peneliti menggunakan alat ukur Purchase
Intention yang dikembangkan oleh Ko (2012). Alat ukur ini terdiri dari tiga pernyataan
terkait dengan intensi konsumen untuk membeli sebuah produk. Pada dasarnya, Ko
(2012) menggunakan skala Likert 1-7 pada alat ukur Purchase Intention. Namun,
peneliti memutuskan untuk melakukan modifikasi dengan merubah skala menjadi 1-6.

Hubungan antara…, Halyda Anjani Dwijayanti, FPsi UI, 2014


Sama halnya dengan alat ukur Consumers’ Need for Uniqueness, peneliti ingin
menghindari efek central tendency. Hasil uji reliabilitas coefficient alpha menunjukkan
hasil koefisien reliabilitas sebesar 0.796, sementara uji validitas dengan metode internal
consistency menunjukkan koefisien validitas antara 0.519-0.796.

4. Hasil
Berikut merupakan gambaran umum karakteristik yang dimiliki responden
sebanyak 529:
Gambaran Umum Responden Penelitian (N=529)

Karakteristik N (%)

Jenis Kelamin
Perempuan 349 (66%)
Laki-laki 180 (34%)

Usia
18 tahun 4 (0.8%)
19 tahun 24 (4.5%)
20 tahun 62 (11.7%)
21 tahun 214 (40.5%)
22 tahun 151 (28.5%)
23 tahun 40 (7.6%)
24 tahun 22 (4.2%)
25 tahun 5 (0.9%)
26 tahun 3 (0.6%)
27 tahun 2 (0.4%
30 tahun 2 (0.4%)

Peneliti menggunakan teknik korelasi Pearson product moment dan didapatkan


koefisien korelasi sebesar r = 0.360, dengan p < 0.01 (2-tailed). Hubungan yang
signifikan ini membuat hipotesis null ditolak dan hipotesis alternatif diterima, sehingga
dapat diinterpretasikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara consumers’
need for uniqueness dan intensi membeli pada 529 responden. Koefisien korelasi yang
positif menunjukkan bahwa arah hubungan antara consumers’ need for uniqueness dan
intensi membeli memiliki hubungan yang positif. Dengan kata lain, semakin tinggi
consumers’ need for uniqueness, makan akan semakin tinggi intensi membeli
customized product secara daring. Berdasarkan kuat lemahnya hubungan variabel oleh
Guilford dan Fruchter (1978), korelasi sebesar r = 0.360 diartikan memiliki hubungan
yang lemah antara kedua variabel. Hasil dari coefficient of determinant atau r² = 0.1296
menunjukkan bahwa sebanyak 12.96% variasi skor intensi membeli dapat dijelaskan

Hubungan antara…, Halyda Anjani Dwijayanti, FPsi UI, 2014


dari consumers’ need for uniqueness subjek. Jika dilihat secara spesifik, berikut tabel
rangkuman yang berisi hasil korelasi masing-masing dimensi consumers’ need for
uniqueness dan intensi membeli:

Hasil Perhitungan Hubungan Dimensi CNFU dan Intensi Membeli


Dimensi r Sig (p) r²
Consumers’ need for
0.360 0.000** 0.1296
uniqueness
Creative choice 0.374 0.000** 0.1399
Unpopular choice 0.189 0.000** 0.0357
Avoidance of similarity 0.241 0.000** 0.0581
**Signifikan pada p < 0.01 (2-tailed)

Berdasarkan hasil perhitungan Pearson product moment, ketiga dimensi


consumers’ need for uniqueness memiliki korelasi yang signifikan dengan intensi
membeli dengan p < 0.01 (2-tailed). Hasil korelasi yang telah disebutkan sebelumnya
memiliki koefisien korelasi yang positif, hal ini menunjukkan bahwa hubungan masing-
masing variabel dengan intensi membeli berbanding lurus.
Selain menganalisis masing-masing dimensi consumers’ need for uniqueness
dan intensi membeli, peneliti juga menganalisa perbedaan mean consumers’ need for
uniqueness dan intensi membeli antara laki-laki dan perempuan dengan menggunakan
metode independent sample t-test. Berikut tabel yang menjabarkan hasil analisis
tersebut:
Hasil Uji t-test antara Laki-laki dan Perempuan
Mean
Jenis Kelamin Mean SD t Sig
Difference
Consumers’ Need for Laki-laki 39.36 9.744
3.15 3.430 0.001
Uniqueness Perempuan 42.51 10.151
Laki-laki 10.98 3.907
Intensi Membeli 0.02 0.040 0.968
Perempuan 11.00 3.750
*N responden laki-laki = 180 dan perempuan = 349

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai t = 3.430 dengan nilai p = 0.001,
dimana angka tersebut < 0.05. Hal ini menjelaskan bahwa terdapat perbedaan skor rata-
rata consumers’ need for uniqueness yang signifikan antara laki-laki dan perempuan.
Sedangkan pada intensi membeli, hasil uji t-test menunjukkan nilai t = 0.040 dengan
nilai p = 0.968, yang berarti nilai tersebut > 0.05. Maka, dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat perbedaan skor rata-rata intensi membeli yang signifikan antara laki-laki dan
perempuan. Peneliti juga melakukan analisis hubungan antara usia dan consumers’ need

Hubungan antara…, Halyda Anjani Dwijayanti, FPsi UI, 2014


for uniqueness, serta analisis hubungan usia dengan intensi membeli. Berikut tabel yang
menampilkan hasil analisis tersebut:

Hasil Uji Korelasi Usia dan Consumers’ Need for Uniqueness serta Intensi Membeli
Variabel r Sig (p) r²
Usia dan Consumers’ Need for Uniqueness 0.181 0.000** 0.03276
Usia dan Intensi Membeli 0.704 0.000** 0.49562
**Signifikan pada p < 0.01 (2-tailed)

Berdasarkan hasil perhitungan korelasi Pearson’s product moment antara usia


dan consumers’ need for uniqueness, diperoleh koefisien korelasi sebesar r = 0.181.
Berdasarkan hasil tersebut, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara consumers’ need for uniqueness dan usia pada 529 responden. Sama
halnya dengan hasil perhitungan korelasi antara intensi membeli dan usia menunjukkan
nilai koefisien korelasi sebesar r = 0.704 yang signifikan pada p < 0.01 (2-tailed). Hal
tersebut menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara intensi membeli
dan usia pada 529 responden. Berdasarkan koefisien korelasi tersebut, dapat dikatakan
bahwa sebesar 3.28% variasi skor consumers’ need for uniqueness dapat dijelaskan dari
faktor usia, serta 49.56% variasi skor intensi membeli dapat dijelaskan dari faktor usia.
Selanjutnya, peneliti melakukan analisis perbedaan mean consumers’ need for
uniqueness dan intensi membeli berdasarkan pemasukan per bulan responden. Berikut
tabel hasil analisisnya:
Hasil Uji Anova Oneway Berdasarkan Pemasukan per Bulan Responden
df F Sig.
Intensi Membeli Between Groups 5
Within Groups 523 3.489 0.004
Total 528
Consumers’ Need Between Groups 5
for Uniqueness Within Groups 523 2.660 0.022
Total 528

Berdasarkan tabel diatas pada variabel intensi membeli diperoleh nilai F sebesar
3.489 dan signifikan pada los 0.05. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
mean intensi membeli yang signifikan antara enam kelompok pemasukan per bulan
responden. Sedangkan pada pada variabel consumers’ need for uniqueness, diperoleh
nilai F sebesar 2.660 dan signifikan pada los 0.05. Hal tersebut juga menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan mean consumers’ need for uniqueness yang signifikan antara
enam kelompok pemasukan per bulan responden.

Hubungan antara…, Halyda Anjani Dwijayanti, FPsi UI, 2014


Terakhir, peneliti juga melakukan analisis hubungan antara consumers’ need for
uniqueness dan intensi membeli pada responden yang pernah membeli customized
product secara daring, juga kepada responden yang belum pernah membeli customized
product secara daring. Berikut hasil analisis tersebut:

Hasil Uji Korelasi antara CNFU dan Intensi Membeli pada Responden yang Pernah dan Belum
Pernah Membeli Customized Product secara Daring
Variabel r Sig (p) r²
CNFU dan Intensi Membeli Responden yang Pernah 0.270 0.000** 0.0729
Membeli
CNFU dan Intensi Membeli Responden yang Belum 0.385 0.000** 0.1482
Pernah Membeli
**Signifikan pada p<0.01 (2-tailed)

Berdasarkan hasil perhitungan korelasi Pearson’s product moment antara


consumers’ need for uniqueness dan intensi membeli pada responden yang pernah
membeli produk customized secara daring diperoleh koefisien korelasi sebesar r =
0.270. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara kedua variabel. Sama halnya dengan hasil perhitungan korelasi antara
consumers’ need for uniqueness dan intensi membeli pada responden yang belum
pernah membeli produk customized secara daring, diperoleh nilai koefisien korelasi
sebesar r = 0.385 yang signifikan pada p < 0.01 (2-tailed). Hal tersebut menunjukkan
bahwa juga terdapat hubungan yang signifikan antar kedua variabel. Jika ditinjau
berdasarkan nilai koefisien korelasinya, korelasi antara consumers’ need for uniqueness
dan intensi membeli pada responden yang belum pernah membeli produk customized
secara daring lebih besar sebanyak 0.115 poin.

5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan, diperoleh
kesimpulan bahwa hipotesis null ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Hasil
penelitian dan analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan
antara consumers’ need for uniqueness dan intensi membeli customized product yang
dilakukan secara daring.
Peneliti juga melakukan analisis korelasi masing-masing dimensi consumers’
need for uniqueness dan intensi membeli. Hasilnya menunjukkan bahwa ketiga dimensi
consumers’ need for uniqueness memiliki hubungan secara signifikan dengan intensi

Hubungan antara…, Halyda Anjani Dwijayanti, FPsi UI, 2014


membeli. Dimensi yang memiliki tingkat korelasi paling kuat adalah dimensi creative
choice, diikuti dengan dimensi avoidance of similarity, dan yang terakhir adalah
dimensi unpopular choice.
Selain itu, peneliti juga melakukan analisis perbedaan mean skor consumers’
need for uniqueness dan intensi membeli antara laki-laki dan perempuan. Hasilnya
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan mean skor consumers’ need for uniqueness
yang signifikan antara laki-laki dan perempuan. Sedangkan tidak terdapat perbedaan
mean skor intensi membeli yang signifikan antara laki-laki dan perempuan.
Selanjutnya, dilakukan analisis korelasi antara consumers’ need for uniqueness dan
intensi membeli dengan usia responden. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara consumers’ need for uniqueness dan usia, namun
memiliki tingkat korelasi yang sangat lemah. Sedangkan pada analisis hubungan intensi
membeli dan usia didapatkan tingkat korelasi yang kuat.
Peneliti juga melakukan analisis perbedaan mean skor consumers’ need for
uniqueness dan intensi membeli berdasarkan pemasukan per bulan responden yang
dibagi menjadi enam kategori. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan mean
skor intensi membeli maupun mean skor consumers’ need for uniqueness yang
signifikan antara enam kelompok pemasukan per bulan responden.
Sebagai analisis tambahan terakhir, peneliti melakukan analisis hubungan antara
consumers’ need for uniqueness dan intensi membeli pada responden yang pernah dan
belum pernah membeli customized product secara daring. Hasilnya menunjukkan
bahwa responden yang belum pernah membeli customized product secara daring
memiliki kekuatan korelasi yang lebih tinggi dengan intensi membeli produk tersebut
dibandingkan dengan responden yang sudah pernah membeli customized product secara
daring.

6. Diskusi
Pada analisis utama penelitian ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan
Pearson’s product moment correlation, terdapat hubungan yang positif secara
signifikan antara consumers’ need for uniqueness dan intensi membeli pada 529
responden. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi
consumers’ need for uniqueness maka akan semakin tinggi pula intensi membelinya.

Hubungan antara…, Halyda Anjani Dwijayanti, FPsi UI, 2014


Maka, semakin tinggi kebutuhan seorang konsumen untuk menjadi unik akan
meningkatkan intensinya dalam membeli customized product yang dilakukan secara
daring. Hal ini didukung oleh Tian, Bearden, dan Hunter (2001) yang menyatakan
bahwa membeli customized product adalah salah satu cara seorang konsumen untuk
memenuhi kebutuhannya menjadi unik, yaitu dengan menghindari konformitas. Seperti
yang sudah dijelaskan sebelumnya, Ajzen (1988) mengemukakan bahwa tingkah laku
individu, termasuk didalamnya tingkah laku mengonsumsi atau membeli seorang
individu dapat diprediksi melalui intensinya. Maka, dapat disimpulkan bahwa individu
dengan consumers’ need for uniqueness yang tinggi cenderung memiliki intensi
membeli yang tinggi pula dalam membeli customized product.
Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan antara consumers’ need for
uniqueness dan intensi membeli dengan kekuatan korelasi yang rendah. Seperti yang
telah dijelaskan pada tinjauan pustaka, consumers’ need for uniqueness dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Berdasarkan hasil perhitungan coefficient of
determination, 12.96% variasi skor intensi membeli dapat dijelaskan dari consumers’
need for uniqueness subjek, dan sekitar 87.04% dari intensi membeli seseorang yang
dapat dijelaskan karena faktor lain selain consumers’ need for uniqueness. Seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya bahwa terdapat beberapa faktor internal dan eksternal yang
secara signifikan memiliki hubungan dengan intensi membeli, seperti faktor sikap,
norma subjektif, internal perceived behavior control, dan external perceived behavior
control sebagai faktor internal. Sedangkan harga, merk (brand), dan promosi adalah
faktor eksternal yang memiliki hubungan secara signifikan dengan intensi membeli.
Selanjutnya, Nail (1986) dan Tepper (1997) dalam Tian dkk. (2001) mengungkapkan
bahwa counterconformity motivation memiliki hubungan yang signifikan dengan
tingkat consumers’ need for uniqueness seorang individu. Selain faktor-faktor yang
telah disebutkan, tidak menutup kemungkinan bahwa masih terdapat faktor-faktor lain
yang juga memiliki pengaruh pada hubungan antara consumers’ need for uniqueness
dan intensi membeli.
Hasil penelitian ini juga diperkirakan dapat dipengaruhi oleh gambaran
responden secara keseluruhan. Berdasarkan data pemasukan per bulan 529 responden,
dapat dilihat bahwa mayoritas responden memiliki pemasukan sebesar 0 – 3.000.000
per bulan. Hasil perolehan data tersebut sesuai dengan usia responden yang paling

Hubungan antara…, Halyda Anjani Dwijayanti, FPsi UI, 2014


banyak berada pada usia 21-22 tahun, yaitu secara umum
dapat dikatakan berada pada usia pelajar atau usia awal bekerja. Walaupun seorang
responden memiliki tingkat consumers’ need for uniqueness yang tinggi, namun jika ia
memiliki tingkat pemasukan perbulan yang tidak terlalu besar, hal tersebut diperkirakan
dapat memengaruhi intensinya dalam membeli produk customized terkait dengan
kemampuannya secara ekonomi untuk membeli produk tersebut.
Selain itu, jika ditinjau berdasarkan teori, produk yang bersifat customized
memang dapat menarik banyak konsumen (Piller & Müller, 2004), karena terdapat
berbagai keuntungan yang ditawarkan melalui produk tersebut. Misalnya perasaan puas
konsumen karena merasa diberikan pelayanan spesial saat membeli customized product
(Noble & Phillips dalam Cho, 2007), atau pengalaman belanjanya sendiri yang
dipersepsi menarik dan berbeda oleh para konsumen (Cho, 2007). Berdasarkan hal
tersebut, ada kemungkinkan bahwa konsumen melakukan pembelian customized
product karena berbagai keuntungan yang ditawarkan, terlepas dari tingkat consumers’
need for uniqueness dari tiap respondennya. Diperkirakan responden yang memiliki
tingkat consumers’ need for uniqueness rendah juga dapat memiliki tingkat intensi
membeli yang tinggi jika konsumen tersebut mempersepi keuntungan-keuntungan yang
telah dijelaskan.
Sebagai analisis tambahan, peneliti melakukan analisis terkait dengan
consumers’ need for uniqueness yang didalamnya terdapat tiga dimensi. Hasil analisis
menunjukkan bahwa ketiga dimensi consumers’ need for uniqueness
memiliki hubungan yang signifikan dengan intensi membeli, dimulai dari dimensi
creative choice yang memiliki nilai korelasi paling tinggi, kemudian dimensi avoidance
of similarity, dan yang terakhir dimensi unpopular choice.
Berdasarkan teori, dijelaskan bahwa dimensi creative choice adalah refleksi dari
usaha seorang konsumen untuk membedakan dirinya dengan orang lain melalui
konsumsi sebuah produk yang dianggap unik (Tian dkk., 2001). Dapat dilihat bahwa
pernyataan tersebut memiliki kesesuaian dengan penjelasan mengenai customized
product, yaitu produk yang diciptakan secara unik dan berbeda sesuai dengan keinginan
dan kebutuhan setiap konsumennya. Maka, dapat dikatakan bahwa dengan
mengonsumsi customized product, individu dapat memenuhi kebutuhan untuk
membedakan dirinya dengan orang lain. Kesesuaian tersebut dapat menjelaskan hasil

Hubungan antara…, Halyda Anjani Dwijayanti, FPsi UI, 2014


penelitian yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara dimensi creative
choice dan intensi membeli customized product yang dijual secara daring dengan nilai
korelasi paling tinggi dibandingkan dua dimensi lainnya.
Tian dkk. (2001) menjelaskan dimensi unpopular choice sebagai tingkah laku
konsumen dalam memilih produk atau merk yang memiliki risiko untuk tidak diterima
oleh lingkungan sosial (social disapproval), dengan tujuan untuk membedakan dirinya
dari orang lain. Konsumen meyakini bahwa tingkah laku tersebut dapat
mengembangkan citra dirinya (Heckert dalam Tian dkk., 2001). Selain itu, konsumen
juga meyakini bahwa ia akan tetap mendapatkan penerimaan sosial atas produk yang
dimilikinya seiring dengan berjalannya waktu, bahkan hal tersebut dapat menjadikannya
seorang pionir dalam bergaya (fashion leader) (Heckert dalam Tian dkk., 2001).
Dengan membeli customized product, konsumen memiliki kebebasan untuk memilih
produk sesuai dengan keinginannya, salah satunya dengan memilih produk dengan
desain yang dianggap seunik mungkin. Berdasarkan teori yang telah dijelaskan,
konsumen dengan consumers’ need for uniqueness yang tinggi dapat mempersepsi
produk customized sebagai sebuah media baginya untuk membedakan diri dari orang
lain melalui konsumsi produk yang unik dan berbeda.
Dimensi yang terakhir, yaitu dimensi avoidance of similarity dijelaskan sebagai
tingkah laku konsumen dalam menghindari pembelian atau produk yang bersifat umum
atau digunakan oleh banyak orang (Tian dkk., 2001). Telah dijelaskan sebelumnya
bahwa konsep online customization menawarkan produk yang berbeda untuk setiap
konsumen sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya (Noble & Phillips dalam Cho,
2007). Dengan membeli produk customized, konsumen dapat memenuhi kebutuhannya
untuk menjadi unik dengan memiliki produk yang dibuat sesuai dengan keinginannya,
atau dapat dikatakan tidak umum digunakan oleh banyak orang.
Peneliti juga melakukan analisis perbedaan mean consumers’ need for
uniqueness dan intensi membeli antara laki-laki dan perempuan. Analisis dilakukan
dengan menggunakan metode independent sample t-test. Hasilnya menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan skor mean consumers’ need for uniqueness yang signifikan antara
laki-laki dan perempuan. Responden perempuan memperoleh mean skor yang lebih
tinggi dibandingkan responden laki-laki, maka dapat disimpulkan bahwa perempuan
memiliki kebutuhan untuk menjadi unik yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Hal

Hubungan antara…, Halyda Anjani Dwijayanti, FPsi UI, 2014


tersebut bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Fotoohi, Sadeh,
Tabrizi, dan Javidigholipourmashhad (2011) yang menyatakan bahwa tidak ada
perbedaan consumers’ need for uniqueness yang signifikan antara laki-laki dan
perempuan. Hasil penelitian diperkirakan dapat dipengaruhi oleh perbedaan jumlah
responden laki-laki dan perempuan. Pada penelitian ini, responden laki-laki berjumlah
180 orang, sedangkan responden perempuan berjumlah 349 orang. Perbedaan jumlah
responden yang cukup besar ini diperkirakan dapat memengaruhi hasil penelitian.
Pada uji analisis perbandingan mean skor intensi membeli ditemukan bahwa
tidak terdapat perbedaan skor mean intensi membeli yang signifikan antara laki-laki dan
perempuan. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Dharmawirya dan Smith (2010) yang
menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan intensi membeli yang signifikan antara
laki-laki dan perempuan.
Selanjutnya, peneliti juga melakukan analisis perbedaan mean skor intensi
membeli berdasarkan pemasukan per bulan responden. Hasilnya membuktikan bahwa
terdapat perbedaan mean intensi membeli dan consumers’ need for uniqueness yang
signifikan antara enam kelompok pemasukan per bulan responden. Menurut Piller dan
Müller (2004), konsumen dengan daya beli yang tinggi memiliki kecenderungan untuk
mengekspresikan kepribadiannya melalui kepemilikan suatu produk yang dibuat khusus
untuk seorang konsumen (bersifat individual). Jika dikaitkan dengan hasil penelitian ini,
responden dengan pemasukan per bulan yang tinggi dapat dianggap memiliki daya beli
yang tinggi pula. Maka, kelompok responden tersebut diperkirakan memiliki tingkat
consumers’ need for uniqueness yang juga tinggi. Selain itu, tingkat pemasukan
responden tentunya berpengaruh juga terhadap intensinya dalam melakukan transaksi
perbelanjaan. Hal tersebut berkaitan dengan kemampuannya secara ekonomi untuk
membeli produk tersebut. Responden yang memiliki lebih banyak pemasukan per
bulannya diperkirakan akan lebih banyak mengeluarkan uang untuk membeli sebuah
produk, termasuk produk customized yang dijual secara online.
Selanjutnya, berdasarkan analisis hubungan antara consumers’ need for
uniqueness dan intensi membeli pada responden yang pernah dan belum pernah
membeli produk customized secara daring, diperoleh koefisien korelasi antar variabel
pada responden yang belum pernah membeli lebih kuat dibandingkan dengan responden
yang sudah pernah membeli. Hal tersebut mungkin dapat disebabkan oleh persepsi dari

Hubungan antara…, Halyda Anjani Dwijayanti, FPsi UI, 2014


para responden yang belum pernah membeli produk customized secara daring bahwa hal
tersebut merupakan pengalaman belanja yang baru dan menarik, dibandingkan oleh
sekelompok responden yang sudah pernah membeli produk customized secara daring
yang dapat dibilang secara umum telah mengetahui dan memahami sistem tersebut.

7. Saran
Peneliti menyarankan beberapa hal untuk penelitian selanjutnya, yaitu untuk
lebih memperhatikan penyebaran data demografis supaya lebih merata, karena hal
tersebut dapat berpengaruh terhadap hasil penelitian. Misalnya, jumlah responden laki-
laki dan perempuan harus lebih diperhatikan supaya lebih seimbang. Selain itu, Jika
ingin menggunakan kuesioner daring, disarankan untuk lebih memperketat kontrol saat
menyebarkan kuesioner, agar kuesioner diisi oleh responden dengan karakteristik yang
benar-benar sesuai. Selanjutnya, berdasarkan teori dikemukakan bahwa tingkah laku
berbelanja seorang konsumen dibentuk dari berbagai tahapan proses kognitif. Selain
intensi, terdapat proses kognitif lain seperti sikap atau norma subjektif individu yang
juga dianggap penting pembentukan tingkah laku berbelanja seorang konsumen. Kedua
aspek tersebut dapat dibahas dalam penelitian selanjutnya mengenai consumers’ need
for uniqueness dan tingkah laku berbelanja. Kemudian, Untuk penelitian selanjutnya
dapat dilakukan penelitian mengenai hubungan antara consumers’ need for uniqueness
dan intensi membeli pada produk customized yang dijual secara online antara laki-laki
dan perempuan. Berdasarkan hasil analisis tambahan, dapat dilihat bahwa tingkat
consumers’ need for uniqueness pada laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan skor
rata-rata yang signifikan. Diduga diantara laki- laki dan perempuan memiliki
kecenderungan yang berbeda pula terkait dengan kebutuhannya untuk menjadi unik dan
intensi membeli produk customized.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa consumers’ need for uniqueness memiliki
hubungan yang signifikan dengan intensi membeli produk customized yang dijual
secara online. Bagi para pelaku bisnis online, khususnya yang menerapkan sistem
online customization dapat menetapkan target pasar secara lebih spesifik berdasarkan
hasil penelitian, seperti kelompok usia mana yang sesuai untuk dijadikan target, atau
kelompok konsumen dengan tingkat ekonomi mana kah yang paling sesuai untuk
dijadikan target pasar bagi produk customized yang dijual secara online. Hasil penelitian

Hubungan antara…, Halyda Anjani Dwijayanti, FPsi UI, 2014


menujukkan bahwa dimensi creative choice memiliki korelasi yang signifikan dengan
intensi membeli customized product secara daring, dengan kekuatan korelasi paling
tinggi dibandingkan dua dimensi lainnya. Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi
para pemilik bisnis daring untuk lebih menekankan aspek creative choice dalam sistem
customization yang ditawarkannya. Sebagai contoh, berbagai pilihan aspek dari suatu
produk (misal: pilihan warna, motif, dll) diperbanyak agar konsumen dapat
menggunakan kreatifitasnya untuk menciptakan produk yang paling diinginkan. Hal
tersebut dapat menjadi strategi yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan konsumen
terkait dengan dimensi creative choice.

Daftar Pustaka
Aiken, L. R. & Groth-Marnat, G. (2006). Psychological testing and assesment, 12th
edition. USA: Pearson Education Group, Inc.
Ajzen, I. (1988). Attitudes, personality, and behavior. Chicago: Dorsey Press.
Armitage, C. J. Conner, M., Loach, J., & Willetts, D. (1999). Different perceptions of
control: Applying an extended theory of planned behavior to legal and illegal
drug use. Basic and Applied Social Psychology, 21(4)
Belk, R. W., (1988). Possessions and the extended self. Journal of Consumer Research,
15, 139-145
Budiman, A. S. (2013, Juli 5). 2014, Transaksi Online Capai 28.648 juta. Retreived
December 22, 2013, from: http://indotelko.com/kanal_industry?it=2014-
Transaksi-Online-Capai-28-648-juta
Chen, Y. T. (2011). The external factors that influence taiwanese college students’
athletic shoe purchase intention, Department of Kinesiology, 15-24
Cho, H. (2007). Consumer acceptance of online customization for apparel. Department
of Textiles and Consumer Sciences, 4-15
Cohen, R. J. & Swerdlik, M. (2010). Psychological testing and assessment: an
introduction to tests and measurements (7th ed.). New York: McGraw-Hill.
Dharmawirya, M. & Smith, B. A. (2012). Analysis of Consumer Repurchase Intention
towards Online Shopping in Indonesia’s Online Retail Business Market.
International Journal of e-Education, e-Business, e-Management and e-
Learning, 2(3), 202-205

Hubungan antara…, Halyda Anjani Dwijayanti, FPsi UI, 2014


Febrianto, H. (2014, Januari 12). Visa: Konsumen belanja online RI berusia muda.
Retrieved January 12, 2013, from sindonews:
http://nasional.sindonews.com/read/2014/01/27/34/830408/visa-konsumen-
belanja-online-ri-berusia-muda
Fishbein, M., & Ajzen, I. (1975). Belief, attitude, intention, and behavior: An
introduction to theory and research. Reading, MA: Addison-Wesley.
Gravetter, F. J. & Wallnau, L. B. (2007). Essential of statitstics for the behavioral
sciences (6th ed). USA: Thomson Wadsworth
Guilford, J. P. & Fruchter. (1978). Fundamental Statistics in Psychology and
Education, (6th ed). New York: McGraw-Hill.
Ilagan, S. V. (2009). Exploring the Impact of Culture in the Formation of Consumer
Trust in Internet Shopping. Department of Communication and Journalism, 3-15
Jenkins, E. L. (2010). The effect of customization of customer loyalty programs on
value and loyalty intention, 11-14
Jusoh, Z. M., & Ling, G. H. (2012). Factors influencing consumers’ attitude towards e-
commerce purchases through online shopping. Journal of Humanities and Social
Science, 2(4), 223-227.
Kaplan, R. M., & Saccuzzo, D., P. (2005). Psychological testing: Principles,
applications, and issues. Belmont: Wadsworth
Khairi, R. (2014, Maret 18). Belanja Online Kini Kian Digemari Konsumen Indonesia.
Retrieved April 1, 2014, from: http://suarapengusaha.com/2014/03/18/belanja-
online-kini-kian-digemari-konsumen-indonesia/
Ko, S. B. (2012). Predictors of purchase intention toward green apparel products in the
U.S and China. Human Sciences, 42-46
Kumar, R. (2005). Research methodology: A step by step guide for beginners. London:
SAGE Publications.
Levin, A. M., Levin, I. P., & Weller, J. A. (2005). A multi-attribute analysis of
preferences for online and offline shopping: differences across products,
consumers, and shopping stages. Journal of Electronic Commerce Research,
6(4), 281-286
Lynn, M., & Harris, J. (1997). The desire for unique consumer products: A new
individual differences scale. Psychology and Marketing, 14, 601-616.

Hubungan antara…, Halyda Anjani Dwijayanti, FPsi UI, 2014


Marketeers. (2013, Oktober 30). MarkPlus Insight: Pengguna Internet Indonesia 74 Juta
di Tahun 2013. Retreived December 22, 2013, from http://www.the-
marketeers.com/archives/Indonesia%20Internet%20Users.html#.U2KopK2Syk
R
Michel, S., Kreuzer, M., Kuhn, R., & Stringfellow, A. (2006). Mass-Customized
Products: Are They Bought for Uniqueness or to Overcome Problems with
Standard Products?. American Marketing Association
Nunnally, J. C. (1978). Psychometric theory (2nd ed.). New York: McGraw-Hill.
Piller, F. T., & Müller, M. (2004). A new marketing approach to mass customisation.
International Journal of Computer Integrated Manufacturing, 17(7), 583-593
Pitakasari, A. R. (2013, Oktober 30). Penggunaan Internet di Indonesia 95 Persen untuk
Sosmed. Retreived December 22, 2013, from
http://www.republika.co.id/berita/trendtek/internet/13/10/30/mvh7rm-
penggunaan-internet-di-indonesia-95-persen-untuk-sosmed
Prihantoro, A. (2013, Desember 4). Pengguna internet di indonesia capai 82 juta orang.
Retreived December 22, 2013, from
http://www.antaranews.com/berita/408061/pengguna-internet-di-indonesia-
capai-82-juta-orang
Ranganathan, C., & Jha, S. (2007). Examining Online Purchase Intentions in B2C E-
commerce: Integrating the Human-Computer Interactions, Behavioral, and
Consumerist Approaches. Information Resources Management Journal, 20(4),
48-64.
Rokitnicki-Wojcik, F. (2008). The role of product conspicuousness and consumers’
need for uniqueness on the customization of product attributes, 5-23
Ruvio, A., Shoham, A., & Brenčič. (2007). Consumers’ need for uniqueness: short-form
scale development and cross-cultural validation. International Marketing
Review, 34-39.
Snyder, C. R., & Fromkin, H. L. (1980). Uniqueness: The human pursuit of difference.
New York: Plenum.
Srinivasan, S. S., Anderson, R., & Ponnovalu, K. (2002). Customer loyalty in e-
commerce: an exploration of its antecedents and consequences. Journal of
Retailing, 78, 41-50

Hubungan antara…, Halyda Anjani Dwijayanti, FPsi UI, 2014


Tian, K. T., Bearden., W. O., & Hunter, G. L. (2001). Consumers’ Need for
Uniqueness: Scale Development and Validation. Journal of Consumer Research,
28(1), 50-66
Tian, K. T., & McKenzie, K. (2001). The long-term predictive validity of the
consumers’ need for uniqueness. Journal of Consumer Psychology, 10, 171-193.
Tirtiroglu, E., & Elbeck, M. (2008). Qualifying purchase intentions using queueing
theory. Journal of Applied Quantitative Methods. 166-171

Hubungan antara…, Halyda Anjani Dwijayanti, FPsi UI, 2014

Das könnte Ihnen auch gefallen