Sie sind auf Seite 1von 39

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI...................................................................................................................... i

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................ 2

1.1. Latar Belakang Masalah...................................................................................... 2

1.2. Tujuan ................................................................................................................. 3

1.3. Manfaat ............................................................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................ 4

2.1. Polycystic Kidney Disease (PKD) ........................Error! Bookmark not defined.

2.1.1. Anatomi dan Fisiologi Pankreas ...................Error! Bookmark not defined.

2.1.2. Epidemiologi .................................................Error! Bookmark not defined.

2.1.3. Etiopatogenesis .............................................Error! Bookmark not defined.

2.1.4. Manifestasi Klinis .........................................Error! Bookmark not defined.

2.1.5. Gambaran Radiologis....................................Error! Bookmark not defined.

2.2. Polycystic Liver Disease (PLD) ............................Error! Bookmark not defined.

2.2.1. Anatomi dan Fisiologi Liver .........................Error! Bookmark not defined.

2.2.2. Epidemiologi .................................................Error! Bookmark not defined.

2.2.3. Etiopatogenesis .............................................Error! Bookmark not defined.

2.2.4. Manifestasi Klinis .........................................Error! Bookmark not defined.

2.2.5. Gambaran Radiologis....................................Error! Bookmark not defined.

2.3. Polycystic Pancreas Disease (PPD) ......................Error! Bookmark not defined.

2.3.1. Anatomi dan Fisiologi Pankreas ................................................................. 4

2.3.2. Epidemiologi ............................................................................................... 5

2.3.3. Etiopatogenesis .............................................Error! Bookmark not defined.

2.3.4. Manifestasi Klinis ..................................................................................... 10


2.3.5. Gambaran Radiologis....................................Error! Bookmark not defined.

2.4. Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) .................Error! Bookmark not defined.

2.4.1. Anatomi Dan Fisiologi Ovarium...................Error! Bookmark not defined.

2.4.2. Epidemiologi .................................................Error! Bookmark not defined.

2.4.3. Etiopatogenesis .............................................Error! Bookmark not defined.

2.4.4. Manifestasi Klinis .........................................Error! Bookmark not defined.

2.4.5. Gambaran Radiologis....................................Error! Bookmark not defined.

BAB 3 KESIMPULAN ................................................................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 38


2

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Tumor kistik pankreas adalah jenis neoplasma yang langka, sering
terdeteksi secara kebetulan karena kebanyakan lesi ini kecil dan tanpa gejala.
Dengan pemeriksaan radiologi, lesi tumor kistik dari pankreas akan semakin
mudah di deteksi dan diklasifikasikan. Dibeberapa pusat referensi lebih dari 30%
reseksi pancreas di tujukkan ke arah tumor kista. Perbedaan yang akurat antara
tumor kista sangat penting karena dibutuhkan penatalaksanaan yang berbeda
tegantung dari tipe dan tingkatan dari histologi tumor. Berdasarkan kurang
tingginya frekuensi dari tanda klinis, laboratorium yang spesifik dan gambaran
yang overlap diantara tumor kistik yang berbeda, dan diantara lesi kista pancreas
non neoplastik dan neoplastik memiliki penatalaksanaan yang kompleks.
Pengetahuan tentang gejala pasien, kejadian terdahulu dan prediktor keganasan
oleh tumor kista pancreas sangat penting.

Ketika berhadapan dengan tumor kista pankreas, tujuan dari gambaran


adalah untuk membedakan kistik tumor dari lesi yang menyerupai tumor dan
untuk menganalisa karakteristik dari tumor kistik, membedakan tumor jinak yang
biasanya tidak dilakukan tindakan eksisi bedah, dari tumor ganas atau tumor
borderline yang memerlukan reseksi jika memungkinkan. Ini akan sangat sulit
untuk membedakan lesi kistik non-tumoral dari lesi neoplastik hanya berdasarkan
dari kriteria imaging saja. Untuk mendapatkan diagnosis yang tepat penting untuk
menghubungkan hasil imaging dengan riwayat klinis pasien dan ada tidaknya
gejala.

Banyaknya lesi dapat mengakibatkan kista pada pankreas, kebanyakan dari


kista tersebut adalah kista non-neoplastik. Sebanyak 10% dari tumor kista mulai
dari tumor kista yang jinak hingga ke yang paling ganas. Bagaimanapun semua
tumor pankreas termasuk ductal adenocarcinoma dapat menyerupai seperti lesi
kistik sebagai akibat dari perubahan degeneratif. Tipe klasik dari kista neoplastik
dari pankreas memiliki garis epithelium yang berbeda yang morfologinya
merupakan kriteria diagnostik utama dan memberikan nilai prognostik, sedangkan
bentuk makroskopik tidak terlalu berpengaruh.

1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui gambaran
pemeriksaan radiologis pada penyakit tumor kista pankreas. Penyusunan makalah
ini sekaligus dilakukan untuk memenuhi persyaratan kegiatan Program
Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.

1.3. Manfaat
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam
memberikan informasi mengenai penyakit tumor kista pankreas dan pemeriksaan
radiologisnya.
4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Pankreas


Pankreas terletak di abdomen bagian atas, menutupi vena cava inferior dan
aorta pada level vertebra lumbalis 1.1 Bagian “kepala” pancreas terletak pada
lekukan dari usus halus, sedangkan bagian “ekor” berada di sebelah limpa. Lobus
pancreas mengelilingi percabangan ductus yang kemudian percabangan ini akan
bersatu menjadi satu pembuluh yang membawa enzim-enzim pencernaan
(dihasilkan oleh pancreatic acinar cells) dan cairan kaya akan bicarbonate

(dihasilkan oleh pancreatic duct cells) dari pancreas menuju usus halus bagian
duodenum.

Gambar 13. Anatomi Pankreas

Proses pencernaan makanan akan merangsang respon fisiologis untuk


mengontrol proses pencernaan, absorpsi dan asimilasi zat nutrisi dari makanan
tersebut. Dalam hal ini, pankreas berperan sebagai organ integral, berkomunikasi
dengan organ lain melalui pelepasan berbagai hormon dan metabolit agar secara
efisien dalam menghasilkan dan menggunakan sumber energi. Setelah makanan
masuk, bagian exocrine pankreas (terdiri atas, acinar, duct dan centroacinar cells)
akan melepaskan enzim pencernaan untuk memfasilitasi pemecahan dan
penyerapan dari nutrisi makanan. Sebaliknya, bagian endocrine pankreas akan
melepaskan (α, β, δ dan pancreatic polypeptide cells) hormon yang mengontrol
aktivitas sel di dalam menggunakan dan menyimpan sumber energi (glukosa,
lemak dan protein) selama proses transisi metabolisme yaitu ketika makan,
berpuasa dan berolahraga.2

2.2.Epidemiologi
Kebanyakan dari tumor kistik pancreas terdeteksi secara tidak sengaja pada
pemeriksaaan radiologi. Serous cystadenoma (SCA) adalah tumor pancreas yang
langka, menyumbang 1-2% dari keseluruhan tumor pancreas exocrine, lebih
sering ditemukan pada wanita dengan umur rata-rata 57 tahun dan muncul secara
sporadic. Sumber lainnya mengatakan tumor ini sering muncul pada usia dekade
ke 7 dengan rasio wanita banding pria adalah 2(1,5-4,5):1.2 Sekitar 60-80%
pasien dengan syndrome von Hippel-Lindau akan mendapatkan SCA. Mucinous
cystic tumor sangat sering ditemukan pada wanita dengan puncak insiden pada
usia dekade 5. Intraductal Papillary Mucinous Neoplasm memiliki frekuensi yang
sedikit lebih tinggi pada pria dibandingkan dengan jenis kista pancreas lainnya.
Tumor Hamoudi sering ditemukan pada pasien wanita dengan rata-rata umur 20-
an, tetapi terdapat juga kasus yang melaporkan adanya kejadian ini pada anak 10
tahun dan orang yang lebih dari 79 tahun.

2.3.Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab sebenarnya kanker pankreas masih belum jelas. Penelitian


epidemiologi menunjukan adanya hubungan kanker pankreas dengan beberapa
faktor eksogen dengan dan faktor endogen pasien. Etiologi kanker pankreas
merupakan interaksi kompleks antara faktor endogen pasien dengan faktor
eksogen.

2.3.1. Faktor Endogen

5
a. Usia

Risiko berkembangnya kanker pankreas meningkat sesuai dengan


penambahan usia. Kanker pankreas cenderung terjadi pada orang-orang dengan
usia 40-60 tahun.

b. Jenis kelamin

Kanker pankreas lebih sering terdiagnosa pada laki-laki dibandingkan


perempuan. Insidensi pada laki-laki di negara berkembang 8,5/100.000 dan negara
belum berkembang 3,3/100.000 dan pada wanita di negara berkembang
5,6/100.000 dan negara belum berkembang 2,4/100.000.

c. Ras/Etnis

Lebih sering mengenai ras yang berkulit hitam. Orang Africa-Amerika


memiliki insidensi yang tinggi (17,6/100.000 untuk pria berkulit hitam dan
14,3/100.000 untuk wanita berkulit hitam). Risiko yang tinggi pada orang
Amerika yang berkulit hitam mungkin dikarenakan perbedaan ras dalam
metabolisme asap rokok, tingkat merokok yang tinggi, obesitas, asupan tinggi
kalori, konsumsi alkohol, diabetes dalam waktu yang lama,tingkat pendapatan
yang rendah (Yeo, 2015).

2.3.2. Faktor Eksogen

a. Merokok

Merokok mengakibatkan kanker pankreas sekitar 25-35%, berisiko 2-3 kali


menderita kanker pankreas. Meta analisis 83 penelitian epidemiologi mengenai
merokok dan kanker pankreas seluruhnya dengan Resiko Relatif (RR) adalah 1,74
(Yeo, 2015).

b. Obesitas dan Diet

Mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak berisko terhadap terjadinya


kanker pankreas. Dari 38 penelitian mengenai berat badan dan risiko kanker oleh
World Cancer Research Fund menyimpulkan bahwa obesitas dan abdominal yang

6
gemuk merupakan faktor risiko kanker pankreas. Tumorigenesis ditingkatkan oleh
jaringan adipose yang berlebih melalui metabolism glukosa abnormal,
hiperinsulinemia, dan perubahan inflamasi. Obesitas juga berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup setelah didiagnosis kanker pankreas. Faktor diet juga
berkontribusi terhadap kanker pankreas, yaitu makanan tinggi lemak dan kalori ,
mentega, daging merah, dan konsumsi buah dan sayur sebagai protektif.(Yeo,
2015).

c. Konsumsi Alkohol

Konsumsi alkohol berkontribusi terhadap terjadinya pankreatitis akut dan


berkembang menjadi pankreatitis kronik. Mengonsumsi alkohol menyebabkan
kerusakan parenkim pankreas melalui beberapa mekanisme: (Yeo, 2015).

(1) Peningkatan acetaldehyde merupakan oksidatif dari metabolism alkohol.

(2) Regulasi imunosupresif dan inflammatory.

(3) Berkurangnya kadar folat pada konsumen alkohol berat.

(4) Merangsang biotransformasi enzim Cytochrome P450.

2.3.3. Faktor genetik dan riwayat penyakit sebelumnya.

a. Genetik Kanker pankreas sering dikaitkan dengan kelainan genetik.


Kelainan yang paling sering adalah mutasi K-ras yang sebagian besar
memengaruhi kodon 12, hal ini diamati pada 60-75% kanker pankreas (Chong dan
Cunningham, 2013). Mutasi K-ras mengganggu intrinsik GTPase yang aktif di
tranduksi signal yang merubah prolifesi dan migrasi sel. Mutasi K-ras adalah
kejadian genetik awal pada karsinogenesis pankreas dan dipertimbangkan menjadi
tanda kanker pankreas (Sakorafas dan Smyrniotis, 2012).

Onkogen K-ras mengkode Kirsten rat sarcoma viral oncogene homolog (K-
ras) protein pada guanosine triphosphate (GTPase) (Rishi et al, 2015). Onkogen
K-ras berubah pada kompartemen epitel pankreas, inaktivasi Atg7, kunci mediator

7
autophagy, memblok progresif K-ras ke invasif pankreas duktal adenokarsinoma.
Blokade ini meningkatkan kematian sel, pertumbuhan berhenti dan tahap awal lesi
neoplastik (Donahue dan Herman, 2014).

Inaktivasi gen p16 diobservasi pada 80-95% kanker pankreas sporadik, dan
ini dijumpai pada stadium lanjut karsinogenesis pankreas. Inaktivasi gen p53
diobservasi pada 55-75% kanker pankreas dan merupakan tahap akhir
tumorigenesis pankreas. Inaktivasi gen SMAD4 terjadi pada 55% kanker
pankreas. Mutasi gen BRAC2 meningkat 10 kali pada perkembangan kanker
pankreas (Sakorafas dan Smyrniotis, 2012).

Gen-gen tumor suppressor p16, p53, dan SMAD4 biasanya inaktif; gen p16
pada kromosom 9p21 hilang pada hampir 95% tumor, gen p53 inaktif karena
mutasi atau hilang pada 50-70% tumor, dan gen SMAD4 hilang pada 55% tumor
pankreas. Sekitar 5-10% pasien dengan kanker pankreas memiliki penyakit
familial.

b. Diabetes

Diabetes merupakan faktor risiko menimbulkan manifestasi klinis untuk


kanker pankreas karena perubahan fungsi islet cell dan hilangnya masa sel beta.
Hiperglikemi terdapat pada 50-80% pasien dengan kanker pankreas (Yeo, 2015).

Secara epidemiologi diabetes tipe 2 merupakan faktor risiko kanker


pankreas dan hiperinsulinemia kronik serta hiperglikemi berhubungan dengan
diabetes tipe 2 sebagai mekanisme yang menyertai. Penelitian ekperimental
menunjukkan bahwa insulin merangsang proliferasi dan mengurangi apoptosis
pada sel kanker pankreas baik secara langsung maupun tidak langsung melalui
peningkatan bioavailabilitas insulin like growth factor 1. Hiperglikemi juga dapat
meningkatkan proliferasi dan invasi sel pankreas ( Liao et al, 2015).

Dari penelitian cohort dan case-control, diabetes yang telah didiagnosa


selama dua tahun meningkatkan risiko dua kali terhadap kanker pankreas. Pada
penelitian meta analisis oleh Huxley et al (2005) melaporkan ada 36 penelitian
yang menunjukkan ada peningkatan risiko kanker pankreas pada penderita

8
diabetes (Henry et al, 2013). c. Pankreatitis Pankreatitis mengakibatkan kanker
pankreas telah banyak diteliti dari 10 penelitian case control menemukan bahwa
pankreatitis berkontribusi terhadap kanker pankreas sekitar 1,34%. Dugaan ini
karena penyebab pankreatitis mungkin menyebabkan obstruksi duktal pankreas
(Yeo, 2015).

2.4.Klasifikasi
World Health Organisation (WHO) mengklasifikasikan tumor kistik
pankreas dibagi dalam 3 kategori utama yaitu jinak, borderline (potensial menjadi
ganas), dan ganas. Secara histologi dapat dibagi menjadi 4 pembagi utama yaitu
(a) serous cystic neoplasma (SCN) (b) mucinous cystic neoplasma (MCN), (c)
intraductal papillary mucinous neoplasma (IPMN) dan tumor ganas lainnya.

Klasifikasi ini membantu memfokuskan pencarian gambaran radiologi


untuk membantu diagnostic dan memungkinkan membedakan lesi jinak dan
ganas.

9
Ilustrasi dari 4 jenis tumor kistik pancreas : serous cystadenoma, mengandung
microcysts dengan central scar berbentuk bintang ( hitam ) dan kalsifikasi ( putih )
pada kepala pancreas (a); mucinous cystadenoma, mengan macrocyst dengan
kalsifikasi ( putih ) pada dinding posterior dari ekor pancreas (b); IPMN duktus
cabang, berhubungan dengan duktus pancreas utama pada kepala pancreas (c);
SPT dengan komponen solid ( hitam ) pada kepala pancreas (d).

2.5.Gejala Klinis
Gejala kista pankreas tergantung lokasi dan ukurannya. Kista berukuran
kecil (<2 cm) biasanya tidak menimbulkan gejala. Kista pankreas yang
berukuran lebih besar dapat mengakibatkan nyeri abdomen yang menjalar ke
punggung, adanya masa yang teraba, penururnan berat badan, mual dan
muntah. Kista yang besar dan terletak di daerah caput pankreas juga dapat
mengakibatkan terjadinya ikterik, pruritus dan cholangitis. Ikterik diakibatkan
oleh adanya obstruksi pada duktus koledokus komunis. Selain itu, dapat pula
terjadi perdarahan pada saluran cerna bagian atas. Hal ini disebabkan oleh
trombosis vena splanknik disertai pembentukan varises gastrik.

10
2.6.Pemeriksaan Radiologi
Serous cystadenoma (SCA)
Lesi ini terkomposisi dari sel-sel kuboid kaya glikogen yang mengelilingi
kista kecil yang mengandung cairan jernih sampai kekuning-kuningan.
Merupakan lesi jinak dan sering terdapat pada caput pancreas. SCA
mempunyai 2 bentuk : mikrokistik ( tipe klasik ) dan makrokistik (tipe
oligokistik). Lesi mikrokistik adalah lesi mirip sponge yang terbentuk dari
banyak kista yang mengadung cairan jernih. Kista yang berada pada tengah
massa berukuran 1-5 mm sedangkan kista yang berada di perifer memiliki
ukuran yang lebih besar, bisa mencapai 2 cm. Nidus sentral fibrosa berstella
sering mengalami kaslsifikasi. Tumornya sendiri dapat berukuran antara 1,4 –
27 cm.
Adanya central stellate scar dengan kalsifikasi bisa menandai bahwa lesi
adalah serous cystadenoma. Struktur dalamnya memiliki penampilan sarang
lebah karna mengandung banyak sekali kista.
Tipe oligokistik merupakn varian dari serous cystadenoma yang sangat
sulit dibedakan dengan mucinous cystadenoma, lesi ini mempunyai sedikit
lokul atau bisa unilokul. Tidak memiliki central scar. Cairan bisa jernih, tetapi
lebih sering berisi darah. Lokasi lesi ini yang berada pada kepala dari
pancreas, kontur yang berlobus, dan enhancement dinding yang sedikit
mampu membedakannya dengan mucinous cystadenoma.

CT
Tipe klasik tergambar sebagai massa soliter yang mempunyai kalsifikasi
sentral dan susunan radial dari jaringan ikat padat yang membatasi sejumlah
kista. Di beberapa tumor kistanya berukuran sangat kecil dan jaringan ikatnya
sangat padat sehingga bisa nampak sebagi lesi solid. Kistanya memiliki
densitas yang mirip densitas air dan di sekelilingnya jaringan ikat padat.
Tipe oligokistik bisa dicurigai ketika terdapat gambaran massa kista
unilokular nonenhancing pada caput pancreas dengan kontur berlobus.

11
MRI
Lesi akan tampak sebagai kumpulan kista kecil pada pancreas, serta tidak
tampaknya hubungan antara kista dan duktus pancreas. Pada T1, komponen
cairan tampak lebih gelap dibandingkan dengan matriks fibrosa. Pada T2,
komponen cairan akan tampak lebih cerah karna waktu relaksasi T2 yang
lebih lama.

EUS
Berguna untuk menunjukkan struktur internal “sarang lebah” pada lesi
dengan ukuran kurang dari 2 cm. Lesi akan tampak sebagai massa solid
echogenic.

Wanita 75 tahun dengan serous cystic tumor. Pasien mengeluh nyeri


abdominal dan adanya massa yang dapat dipalpasi pada abdomen atas. Pada
CT (a, b) massa besar yang menunjukkan discrete enhancement setelah injeksi
CM (b). Pada MR (c-f) lesinya hiperintense pada T2 (c), dengan microcystic
dan dilatasi signifikan dari duktus utama pancreas (kepala panah di (c)). Pada

12
T1 (d, e) lesi tampak hipointense dengan enhancement signifikan pada septa
setelah injeksi CM (e). MRCP (f).

Wanita berumur 59 tahun dengan serous cystic tumor. Pada US (a) tampak lesi
hipoechoic tanpa posterior acoustic enhancement yang dapat dilihat di badan
pancreas. Lesi menunjukkan struktur “sarang lebah”. Pada CT fase
unenhanced (b) lesi tampak hypodense dengan pembengkakan fokal dari
pinggir pancreas. Setelah injeksi kontras beriodin, lesi tampak hypovaskular di
arteri (c) dan fase pancreatic (d), menunjukkan enhancement dari septa tipis di
tengah lesi selama fase distribusi (e). Pada MR, lesi tampak hiperintense pada

13
T2 HASTE dengan penampakan microkistik (f); cabang dari duktus utama
pancreas di ekor bisa dapat diobeservasi (kepala panah). Pada T1w fat sat (g)
lesi tampak hipointense dengan central septa tipis yang menunjukkan
enhancement setelah injeksi paramagnetic contrast agent (h). MRCP (i)
menkonfirmasi tampilan mikrokistik; hubungan dekat antara lesi kistik dan
m.p.d tidak menginjinkan eksklusi adanya hubungan. Bagaimanapun,
tampulan mikrokistik dan normal m.p.d memungkinkan diagnose dari serous
cystic tumor.

Pria 47 tahun dengan serous cystic tumor. Pada MRCP (a) lesi menunjukkan
tampilan microcystic dengan hubungan yang tidak jelas dengan m.p.d. ERCP
(b) menunjukkan adanya impresi dari m.p.d., tapi tidak ada hubungan, dengan
demikian memungkinkan diagnose dari serous cystic tumor.

14
Wanita 25 tahun dengan von Hippel-Lindau disease. Pankreas tampak telah
digantikan seluruhnya dengan kista kecil multiple yang tampak hiperintense
pada T2 (HASTE) (a). Setelah injeksi paramagnetic CM, septa tipis antara
kista menunjukkan peningkatan diskret (b). MRCP (c).

Pria 68 tahun dengan serous cystic tumor. Pada MR, macrocystic unilocular
lesion dapat diamati pada ekor pancreas. Lesi ini hiperintense pada T2
HASTE (a), dan tidak menunjukkan signifikan enhancement setelah injeksi
paramagnetic CM (b). (c) CT yang dilakukan 5 tahun sebelumnya, lesi belum
berubah.

15
Wanita 62 tahun yang memiliki massa yang dapat diraba pada epigastric.
Contrast enhanced axial CT imaging menunjukkan massa kista pancreas besar
(kepala panah) yang terdiri dari kista multiple dengan ukuran yang beragam.
Dinding kista yang tipis dan kalsifikasi sentral (panah) adalah karakteristik
dari serous cystadenoma.

16
Wanita 69 tahun yang tidak memiliki keluhan, memiliki massa kistik pancreas
yang tidak sengaja dideteksi pada pemeriksaan sonografi. Contrast-enhanced
axial CT image (a) menunjukkan 2.8x3 cm massa heterogen (kepala panah)
dengan kalsifikasi kasar multiple pada perhubungan dari badan dan leher
pancreas. Sulit untuk memprediksi apakah massanya solid atau kistik. Axial,
heavily T2 MR imae (b) menunjukkan jelas massa yang mengandung kista
kecil, multiple, hiperintense (kepala panah). Lihat enhancement dari septa
fibrosa pada axial, fat suppressed, gradient echo T1 (c) yang diperoleh setelah
menggunakan IV gadolinium yang tippikall untuk serous cystadenoma.

CT menunjukkan 2 serous cystadenoma, 1 dengan septum (a) dan 1 lagi yang


tampak uniokular (b).

17
CT menunjukkan adanya kalsifikasi sentral sunburst (a), berhubungan dengan
central scar pada mikrokistik adenoma (b).

18
(a) CT pada pria 35 tahun dengan pankreatitis akut menunjukkan
adanyakumpulan cairan tanpa kompleksitas internal ( panah ) pada ruang
anterior kiri pararenal. (1b) MRI T2 menujukkan adanya cairan (*),
pertanda kompleksitas. MRI didapatkan setelah memasukkan gadolinium
tidak menunjukkan internal enhancement. Diagnosa adalah pseudokista.
(2a) CT dari pria 68 tahun menunjukkan lesi kistik fokal pada badan
pancreas (panah). Tamilan internal architecture jelek yang membatasi
kakteristik lebih lanjut. (2b) MRCP menunjukkan secara jelas kumpulan
dari kista kecil (panah) pada benign serous cystadenoma.

19
(a). MRCP T2 menunjukkan lesi dengan intensitas tinggi ( panah ) pada
persambungan kepala dan badan pancreas (kumpulan kista kecil). Septa internal
digambarkan jelas pada MRCP.

Mucinous cystic tumor


Neoplasma yang jarang ini berpotensi menjadi malignan, sehingga
penyebutan mucinous cystadenoma dan mucinous cystadenocarcinoma
seharusnya tidak digunakan lagi. Tumor kistik mucinous dibentuk dari sel
epitel atipikal yang memproduksi mucin dan ditunjang stroma tipe ovarium
yang tidak berhubungan dengan system duktus pancreas. Kebanyakan tumor
ini mirip dengan tumor mucinous pada hepatobilier, retroperitoneum, ovarium
jika pada perempuan. Komponen stroma dari tumor kistik mucinous terwarnai
dengan marker sitokeratin yang mengindikasikan luteinisasi seluler. Ruang
kistik besar dibatasi dengan sel columnar tinggi yang menghasilkan mucin.
Tumor kistik ini bisa uni ataupin multilokular. Umumnya terdeteksi setelah
ukurannya cukup besar. Septa multiple enhancing dan nodul intramural solid
adalah gambaran radiologis tipikal pada lesi ini. Kalsifikasi perifer (10-25%)

20
yang juga dapat digunakan untuk membedakannya dengan serous
cystadenoma adalah karakteristik utama pada lesi ini.

CT
Lesinya akan tampak sebagai kista besar dengan septa tipis, paling baik
dilihat menggunakan kontras. Ketika terjadi kalsifikasi, lesi akan menjadi
lamellated ( lawan dari pola starburst yang tampak ada SCA ), kalsifikasi juga
terjadi di perifer ( berbeda dengan SCA yang di sentral ). Lesi dengan derajat
epithelial atypia yang lebih tinggi akan menunjukkan adanya nodul di dinding
lesi, kalsifikasi perifer dan arsitektur internal yang lebih tidak teratur. Lesi
malignant cenderung lebih besar dibandingkan dengan lesi jinak. Adanya
jaringan lunak internal yang enhance menandakan adanya carcinoma.

MRI
Lesi bisa tampak sebagai uniloculat atau lesi kistik dengan septa minimal.
Dinding lesi tebal dan akan enhance pada pemeriksaan MRI delayed contrast.
Lesi akan tampak cerah pada T2. Pada T1, diperlukan intravena gadolinium
untuk menunjukkan septasi. Mucinnya dapat menghasilkan gambaran yang
lebih rendah pada tengah lesi, sehingga pemeriksa harus bisa membedakannya
dengan radiating septa pada SCA.

EUS
Mural nodul mudah dikenali dan bisa dibedakan dari penampakan “sarang
lebah” pada SCA. EUS juga berguna untuk melakukan aspirasi cairan dari
lesi. Ditemukannya carcinoembrionik antigen pada cairan aspirasi menambah
kemungkinan lesi tersebut adalah mucinous cystic tumor.

21
Wanita 55 tahun dengan mucinous cystic tumor. (a) pada MR, kista kecil pada
badan pancreas dapat diamati (kepala panah). (b) CT yang dilakukan 2 tahun
kemudian menunjukkan kista yang tumbuh secara signifikan. (c) MR 1 tahun
kemudian menunjukkan lesi bertambah lebih besar dengan makrokistik
unilocular pattern dan beberapa defek kecil pada dindingnya (kepala panah).

Mucinous cystic adenocarcinoma, 2 kasus berbeda pada CT. Setelah injeksi


CM, dinding tebal dan komponen solid (di b) menunjukkan enhancement
signifikan.

22
Mucinous cystadenoma. Axial T1 contrast-enhanced (a) dan heavily T2 (b)
MR image dari pria 57 tahun. Perhatikan massa kistik nonehancing, bersepta
(kepala panah) yang mengandung sedikit makrokista pada leher pancreas.

23
CT dari 2 mucinous cystadenocarcinoma. Tonjolan solid pada kavitas kista,
tetapi hanya tampak 1 pada scan (panah).

CT dari mucinous cystadenocarcinoma yang tidak dapat direseksi. Komponen


dari solid tumor yang terlihat pada sebelah kiri dari kista (panah). Pemeriksaan
sitologik dari aspirasi perkutan menunjukkan sel-sel mallignan.

24
CT menunjukkan kalsifikasi dari tepi kista pancreas (a). Meskipun
tampilannya menunjukkan dinding yang halus, specimen yang dibuka
mengandung tonjolan carcinoma (b).

Intraductal Papillary Mucinous Neoplasm (IPMN)


Memiliki beberapa penamaan : ductectatic mucinous cystadenoma, vilous
adenoma dari duktus pancreas, intraductal mucinous hypersecreting neoplasm.
Semua kista yang terdeteksi pada pemeriksaan radiologi sebaiknya
diasumsikan sebagai IPMN dahulu sampai adanya bukti yang menunjukkan
bahwa lesi adalah jenis kista/neoplasma lain.

25
Penanda patologis dari lesi ini adalah adanya dilatasi diffuse atau
segmental dari duktus pancreas utama atau cabangnya, pertumbuhan
intraductal dari sel pelapis epitel yang memproduksi mucin, prostusi dan
dilatasi dari papilla major dan minor dengan ekskresi mucus.
Lebih dari 50% kasus, duktus pancreas membengkak ke ampulla Vater
dengan adanya hipersekresi mucus yang terlihat mengalir menuju ke
duodenum dengan endoskopi.
Ada 2 bentuk morfologi dari IPMN yang dapat dibedakan. Satu yang
melibatkan duktus utama pancreas bisa melibatkan cabang duktusnya. Yang
kedua adalah yang hanya pada duktus cabang saja. Dengan adanya variasi ini,
maka didapatkan 5 tipe histologi yang tidak dapat dibedakan menggunakan
radiologi , serta memiliki resiko malignansi yang bervariasi, yakni :
instestinal, pancreaticobiliary, gastric, intraductal tubulopapillary, dan
intraductal oncocytic. Pada kasus-kasus yang melibatkan duktus utama,
mempunyai kemungkinan lebih tinggi memilliki epitelium yang malignan
dibandingkan kasus yang hanya melibatkan duktus cabang.
IPMN yang melibatkan duktus cabang bisa terdapat di bagian manapun
dari pancreas, dengan lokasi tersering adalah di prosesus uncinatus, kepala dan
leher pancreas.
Faktor yang berhubungan dengan malignansi adalah pertambahan umur,
keterlibatan duktus utama, adanya diabetes, besar lesi >3cm dan
bermultiplikasi, adanya nodul mural atau bahan solid lainnya yang tampak.
Malignansi pada IPMN duktus utama lebih sering ditemukan. Pasien yang
memiliki keluhan serta dilatasi duktus lebih dari 8 mm lebih memungkinakn
memiliki tumor ganas.
IPMN jenis duktus cabang sering salah dibedakan dengan pseudocyst atau
MCN. Cabang uncinatus yang berdilatasi dan terisi mucus adalah gambaran
tipikal dari lesi ini.
Pada radiologi, lesi dikarakteristikan dengan pertambahan diameter dari
system duktus pancreas. Visualisasi akan lebih optimal menggunakan kontras
atau pada T2 MRI.

26
Diagnosa dikonfirmasi dengan adanya hubungan dengan duktus pancreas
yang paling bagus ditentukan dengan teknik 3 dimensi, yaitu CTCP dan
MRCP.
Adanya pembengkakan papilla ke lumen duodenum membedakanya
dengan pankreatitis kronik.
Adanya mural nodule atau mucinous accretions dapat dilihat
menggunakan CT maupun MRI T2.
Walaupun dilatasi duktus diffuse bisa menandakan adanya chronic
pankreatitis, adanya perubahan intensitas parenkim seperti hilangnya signal T1
dan waktu uptake zat kontras yang memanjang menandakan adanya fibrosis
kronik. Adanya dilatasi pada IPMN tipe duktus cabang dapat diamati pada T2
dan biasanya dapat diamati pada kepala pancreas.

EUS
Sangat berguna untuk mengevaluasi duktus utama dari tumor, terutama
batas longitudinal dari keterlibatan duktus utama serta membantu perencanaan
bedah.

27
Axial T1 contrast-enhanced (a), heavily T2 (b) dan coronal MRCP (c) image
dari perempuan 63 tahun. Dilatasi diffuse dari keseluruhan duktus utama
pancreas (panah) dan cabang-cabang duktusnya (kepala panah) yang konsisten
dengan gambaran IPMN tipe kombinasi.

Pria 83 tahun dengan riwayat nyeri daerah abdomen dan jaundice. Diffuse
IPMT. Pada T2 (a) dilatasi diffuse dari duktus utama pancreas dapat diamati.
Dengan coronal MRCP (b) dilatasi dari duktus utama pancreas dan system
biliaru bisa digambarkan sebagai dilatasi keseluruhan. Pembengkakan dari
papilla major dan minor di lumen duodenal dapat diamati (panah), tapi lebih
baik digambarkan pada coronal HASTE (c). Pada prosesus uncinatus, adanya
defek kecil pada duktus sekunder yang berdilatasi dapat diamati (d), yang
menunjukkan signifikan enhancement setelah paramagnetic CM diinjeksikan
(pnah di (e)).

28
Pria 75 tahun dengan kemungkinan deteksi dari kista pancreas pada
pemeriksaan rutin US. Duktus cabang IPMT. MRCP (a) kista plurilobular
besar pada kepala pancreas bisa diamati dengan normal m.p.d. (b,c) coronal
HASTE: lesi menampakkan septa tipis, tidak ada komponen solid, dan adanya
sedikit hubungan dengan m.p.d yang dapat diamati ( panah di (c)).

Pria 72 tahun dengan episode pankreatitis akut berulang. Segmental m.p.d dan
duktus cabang IPMT. MRCP. Dilatasi duktus cabang yang berlokasi di kepala
dan ekor dari pancreas (panah). Dilatasi segmental ringan dari m.p.d. pada
ekor (asterisk).

29
Gambaran radiologi axial contrast-enhanced CT dari wanita 63 tahun (a)
menunjukkan 2.1 x 1.2 cm massa low attenuation pada ekor pancreas (kepala
panah) yang dapat menunjukkan pseudokista atau neoplasma pancreas. Massa
(kepala panah) menunjukkan tidak ada enhancement pada axial, fat
suppressed, contrast enhanced T1 MR image (b) dan hiperintense pada axial,
heavily T2 image (c), menkonfimasi bahwa itu kista. Koronal MRCP (d)
menunjukkan secara jelas adanya hubungan antara massa kista (kepala panah)
dengan duktus utama pancreas (panah). Temuan ini konsisten dengan IPMN.

30
Axial T1 contrast enhanced (a), T2 (b), coronal MRCP (c) dan ERCP (d) dari
pria 50 tahun. Adanya massa kista ( panah ) berukuran 2x1.7 cm dalam
prosesus uncinatus pancreas. Massanya hypointense pada T1 dan hiperintense
pada T2. MRCP menunjukkan massa kistik (panah) dengan hubungan yang
tidak jelas pada duktus utama pancreas (kepala panah). ERCP secara jelas
menunjukkan duktus utama pancreas (panah) dan koleksi kontras extraluminal
focal (kepala panah) pada massa (panah). Kemungkinan diagnose adalah
duktus cabang IPMN.

31
IPMT tipe cabang. (a) MRCP menunjukkan adanya massa kistik pancreas ( panah
). Tidak jelas apakah ada hubungan antara massa dengan duktus pancreas. (b)
MRI T2 menunjukkan adanya hubungan antara massa dengan duktus pancreas
(kepala panah).

IPMT kombinasi antara duktus utama dengan duktus cabang pada pria 55 tahun
dengan nyeri abdomen. (a) ERCP menunjukkan dilatasi dari duktus pancreas
utama dan cabangnya. Adanya intraductal filling defect karna mucus ( panah ). (b)
MRCP menunjukkan filling defect pada duktus utama pancreas yang berdilatasi (
panah ). Perhatikan duktus cabang yang berdilatasi pada kepala pancreas dan
prosesus uncinatus.

32
Tumor kistik lainnya
Neoplasma epitel pseudopapillary dan sold, atau dikenal juga dengan
tumor Hamoudi. Lima belas persen dari tumor ini malignan, dan kemungkinan
malignan lebih tinggi sesuai dengan umur pasien. Proporsi bahan solid dan
kistik dari tumor ini berhubungan dengan derajat perdarahan pada tumor yang
terjadi.
Lesinya tampak bulat, berkapsul dengan focus jaringan ikat serta nekrotik
yang jumlahnya bervariasi.

MRI
Adanya darah menampilkan signal hiperintense pada T1. Tidak ada septasi
yang tampak. Kalsifikasi pinggir dan sentral terdapat pada 29% pasien.

33
Wanita 28 tahun dengan solid pseudopapillary tumor, variasi kistik. Pada
contrast-enhanced US (a) lesi kistk kecil dengan pinggir tajam dan komponen
solid enhanced (kepala panah) yang dapat diamati pada badan pancreas.
Dengan MR, lesi tampak hiperintense pada T2 (b), komponen solid
menunjukkan enhancement setelah injeksi CM ( panah di (c)).

Solid pseudopapillary tumor. Axial contrast-enhanced CT (a), axial T2 (b) dan


fat suppressed, contrast enhanced T1 (c) MR images dari wanita 21 tahunn.
CT menunjukkan adanya massa kistik pancreas yang besar, heterogen

34
enhancing (kepala panah). T2 MR image (b) menunjukkan hipointense kapsul
(panah pendek) yang berbeda dan komponen solid intrakistik (panah
panjang), yang enhanced dengan adanya administrasi dari IV gadolinium.

2.7.Tatalaksana
Bila tidak menimbulkan gejala, atau hanya menimbulkan gejala minimal,
kista harus di ikuti secara rutin dengan pemeriksaan USG abdomen atau CT
Scan. Pengawasan ini dilakukan selama 6 minggu. Bila dalam waktu
pengawasan ini diawasi, apakah kista tersebut membesar atau justru mengecil.
Bila ukuran kista dibawah 6 cm dan tidak menimbulkan gejala, tidak perlu
dilakukan pembedahan. Bila kista berukuran lebih dari 6 cm dan menetap
hingga lebih dari 6 minggu, mka perlu dilakukan tatalaksana bedah.
Penangann standar yang dapat dilakukan adalah
Terapi bedah merupakan pilihan utama untuk penanganan pseudokista.
Tujuan operasi pada pseudokista adalah mencegah komplikasi infeksi,
perdarahan sekunder, ruptur ke saluran cerna atau ke dalam rongga perut atau
kista terus bertambah besar.
Karena pada pseudokista tersebut ada kemungkinan resorbsi pada minggu-
minggu pertama, maka harus dilakukan terapi konservatif dulu sampai batas
enam minggu. Bila pseudokista menetap hinggu enam minggu, biasanya
menunjukkan bila keadaan umum pasien baik, tidak terdapat komplikasi serta
tidak terdapat keluhan, observasi tanpa tindakan bedah akan memberikan
hasil yang sama baik dengan tindakan bedah penyaliran.
Pembedahan pseudokista pankreas dapat berupa penyaliran ekstern atau
intern. Penyaliran ekstern yaitu marsupialisasi, digunakan pada penderita sakit
berat saja. Cara ini memberikan mortalitas yang cukup rendah, tetapi
memungkinkan terjadinya fistel kulit akibat adanya cairan pankreas.
Penyaliran intern merupakan pilihan terbaik untuk hampir seluruh
pseudokista. Jenis penyaliran intern berupa sistogastrostomi atau

35
sistoyeyunostomi secara langsung maupun secara Roux-en-Y. Harus diingat,
kedua tidakan ini dapat menyebabkan tukak peptik lambung atau duodenum.
Ekstirpasi kista juga dapat dilakukan terutama pada kista yang kecil. Dapat
pula dilakukan penyaliran transsfingterik melalui ampula Vater dengan
kanulasi dukstus pankreatikus secara endoskopi. Indikasi utama untuk
penyaliran transsfingterik ini adalah adanya pankreatitis batu empedu dengan
kista.
Serous Cystadenoma merupakan tumor jinak, sehingga pembedahan
(reseksi) hanya diperlkan bila ukuran kista >4 cm, ukuran kista yang terus
bertambah atau adanya gejala yang disebabkan oleh kista. Pasien yang diduga
mengalami MCN, keputusan terapinya didasarkan atas ada atu tidaknya gejala,
ukuran kista, dan gambaran radiologis kista, pemeriksaan sitologi dan analisa
cairan kista, umur pasien dan risiko2 yang dapat timbul akibat pembedahan.
Meskipun MCN dan IPMN diketahui memiliki potensi untuk menjadi
keganasan, namun penanganan yang dilakukan sebelumnya adalah reseksi.
Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa kista ini umumnya berumbuh
lambat, sehingga penangann nonbedah lebih sering dilakukan.
IPMN yang terletak di duktus utama, tanpa memandang sitologi ataupun
adanya nodul mural, dianggap beresiko tinggi menjadi keganasan dan
semuanya disarankan untuk direseksi. Untuk pasien-pasien dengan IPMN dan
MCN di duktus percabangan dianjurkan untuk direseksi bila ukurannya > 3
cm, atau ukurannya < 3 cm namun bergejala, hasil sitologi yang mendukung
ke arah kegansan dan memiliki nodul mural. Namun tidak ada yang dapat
menjamin bahwa setiap kisata yang asimtomatis dan berukuran < 3 cm
bersifat jinak. Oleh karena itu akan dianjurkan untuk dilakukan aspirasi dan
analisa sitologi cairan kista.

36
BAB 3
KESIMPULAN

Tumor kistik pankreas adalah kasus yang langka, hanya 5% dari


keseluruhan neoplasma pankreas. Tumor kistik ini dapat dibagi 4 yakni serous
cystic tumor, mucinous cystic tumor, intraductal papillary mucinous tumor serta
solid and pseudopapillary tumor, dimana pembagian ini dapat membantu praktisi
untuk menentukan langkah penganganan selanjutnya dari tumor kistik pankreas
yang ditemukannya.
Pemeriksaan radiologi yang dapat digunakan untuk melihat lesi tumor
kistik pankreas adalah CT serta MRI, dimana MRI memiliki modalitas terbaik
dalam memperlihatkan lesi karena MRI adalah pencitaan yang sangat baik dalam
memvisualisasi jaringan lunakk, sehingga diharapkan lesi-lesi halus dapat
terdeteksi.
Pemeriksaan MRCP adalah pemeriksaan noninvasive yang merupakan
bagian dari pemeriksaan MRI, di mana pemeriksaan ini dapat menunjukkan pada
duktus-duktus biliaris dan pankreatikus. Dengan pemeriksaan MRCP, dapat
diketahui lebih detail bagian dan hubungan lesi dengan bagian pankreas, sehingga
memudahkan dalam mendiagnosa dan menentukan keganasan.
Pemeriksaan MRI bisa dilengkapi dengan pemeriksaan CT, ERCP,
ataupun pemeriksaan lainnya yang mampu membedakan karakteristik setiap lesi
sehingga praktisi dapat menentukan langkah tatalaksana kasus selanjutnya.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Jegatheeswaran S, Macutkiewicz C, Satyadas T, Siriwardena AK. Surgical


anatomy of the pancreas. Dalam: Nundy S, Ramesh H, penyunting. ECAB
clinical update surgical gastroenterology and liver transplantation: the
pancreas. India: Elsevier. 2012. hal 1-13
2. Folias AE, Hebrok M. Pancreas overview. Dalam: Lammert E, Zeeb Martin,
penyunting. Metabolism of human diseases organ physiology and
pathophysiology. Verlag Wien: Springer. 2014. hal 157-162
3. Kim Young H, Saini Sanjay, Sahani Dushant, Hahn Peter F, Mueller Peter F,
Auh Young H. Imaging Diagnosis of Cystic Pancreatic Lesions: Pseudocyst
versus Non Peseudocyst. Radiographics. 2005: 25:671-685.
4. Sahani V Dushyant, Kadavigere Rajgopal, SaokarAnuradha, Castillo Carlos
Fernandez-del, Brugge William R, Hahn F Peter. Cystic Pancreatic Lesions:
A simple Imaging-based Classification System for Guiding Management.
Radiographics. 2005: 25:1471-1484.
5. Kalb Bobby, Sarmiento M Juan, Kooby A David, Adsay N Volkan, Martin R
Diego. MR Imaging of Cystic Lesions of The Pancreas. Radiographics. 2009:
29:1749-1765.
6. Acar Murat, Tatli Servet. Cystic tumors of the Pancreas: a Radiological
perspective. Diagn Interv Radiol. 2011: 17: 143-149.

38

Das könnte Ihnen auch gefallen