Sie sind auf Seite 1von 6

B.

Makna Lughoh Surat Ali ‘Imran Ayat 190-191


ِ َ‫ت َواال‬
‫رض‬ ِ ‫ ا َِّن ِف ْي خ َْل‬: Kejaiban-kejaiban yang terdapat dalam keduanya.
ِ ‫ق السَّمٰ ٰو‬
‫النهار‬
ِ ‫ف اليل َو‬ ْ ‫ َو‬: Dengan datang dan pergi seta bertambah dan berkurang.
ِ ‫اختِ ََل‬
‫ َ ٰال ٰيت‬: Bukti-bukti atas kekuasaan Allah.
‫ ِالولي االلباب‬: Mempergunakan pemikiran mereka.

‫ يَذْ ُك ُر ْونَ هلّٰلاَ قِيَا ًما َّوقُعُ ْود ًَّاو َعلَي ُجنُ ْوبِ ِه ْم‬: Dalam keadaan bagaimanapun juga, sedang menurut Ibnu
Abbas mengerjakan sholat dalam keadaan tersebut sesuai dengan kemampuan.
ِ ‫ َويَت َ َف َّك ُر ْونَ فِي خ َْل‬: Untuk menyimpulkan dalil keduanya dalam kekuasaan Allah
‫ق السموت واالرض‬
SWT.
‫ َربَّنَا َما َخلَ ْقتَ ٰهذَا‬: Maksudnya makhluk yang kami saksikan ini.
‫اط ًَل‬
ِ ‫ َب‬: Menjadi “hal”, sebaliknya semua ini jadi bukti atas kesempurnaan kekuasaan-Mu.
َ‫سب ْٰحنَك‬
ُ : Tidak mungkin Engkau akan berbuaat sia-sia.
C. Asbabun Nuzul Surat Ali ‘Imran Ayat 190-191
Menurut riwayat Abu Ishak al-Maqariy, Abdullah bin Hamid, Ahmad Bin
Muhammad bin Yahya al-Abidiy, Ahmad bin Najdah, Yahya bin Abdul Hamid al-Mahany,
Ya’qub al-Qumy, Ja’far bin Abi al-Mughirah, Sa’id bin Jubair dari Ibn ‘Abbas, bahwa orang
Quraisy Yahudi berkata: Apakah ayat-ayat yang telah dibawa oleh Musa? Mereka menjawab:
Tongkat dan tangannya putih bagi orang yang melihatnya. Selanjutnya mereka datang kepada
orang-orang Nasrani dan berkata: Bagaimanakah dengan yang dibawa oleh Isa terhadapmu?
Mereka menjawab: Menyembuhkan orang yang lepra dan penyakit kulit serta menghidupkan
orang mati. Kemudian mereka datang kepada Nabi dan berkata: Coba engkau rubah bukit
Shafa ini menjadi emas untuk kami, maka turunlah ayat tersebut.[1]
D. Munasabah Surat Ali ‘Imran Ayat 190-191
‫انّ في خلق السموات والرض واختلف اليل والنهارأليت الولي األلبب‬
Riwayat ini sulit dimengerti, mengingat ayat ini adalah ayat madaniyah, sedangkan
yang mereka kehendaki adalah bukit Shafa menjadi emas adalah di Makkah.
Makna ayat adalah Alah SWT berfirman ‫ إن في خلق السموت واالرض‬artinya “sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi”. Yakni yang ini dalam kekuasaan dan keluasannya, dan
yang ini dalam hamparannya, kepadatanya serta tata letaknya, dan semua yang ada pada
keduanya berupa tanda-tanda yang dapat disaksikan lagi amat besar, seperti bintang-bintang
yang tetap, lautan, gunung-gunung dan padang pasir, pepohonan, tumbuh-tumbuhan,
tanaman-tanaman, dan buah-buahan serta hewan-hewan, barang-barang tambang, serta yang
berbagai manfaat yang beraneka warna, bermacam-macam ras, bau dan kegunaannya.
‫ واختَلف اليل والنهار‬artinya “dan silih bergantinya malam dan siang. Maksudnya, saling
brgiliran dan saling mengurangi panjang dan pendeknya, kemudian keduanya menjadi sama.
Setelah itu, yang ini mengambil sebagian waktu dari yang lain hingga ia menjadi panjang
waktunya, yang sebelum itu pendek, dan menjadi pendeklah yang tadinya panjang. Semua itu
berjalan berdasarkan pengaturan dari Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.
Karena itu dalam firman yang lain disebutkan ‫ اليت الولي الباب‬yang artinya “terdapat tanda-
tanda orang yang berakal”. Yaitu akal-akal yang sempurna lagi memiliki kcerdasan. Karena
hanya dengan yang demikianlah yang dapat mengetahui segala sesuatu dengan hakikatnya
dengan jelas dan gamblang. Lain halnya dengan orang yang bisu dan tuli serta orang-oran
yang tidak berakal. Seperti yang telah disebutkan oleh Allah SWT dalam firmannya:
‫ ومايؤمن اكثرهم باهللا ّاالوهم مشركون‬.‫يمرون عليهاوهم عنهامعرضون‬
ّ ‫وكاين من ايةفي السموت واالرض‬
١٠٦-١٠٥:‫(يوسف‬
Artinya “dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang
mereka melaluinya, sedangkan mereka bepaling darinya. Dan sebagian besar dari mereka
tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan
sesembahan-sesembahan lain)”. (Q.S. Yusuf: 105-106)
Selanjutnya Allah menjelaskan ciri-ciri orang yang berakal melalui firmannya,
mereka adalah:
‫قياماواقعوداوعلي جنوبهم‬
ّ ‫ الّذين يذكرون ّلّٰلا‬artinya “orang-orang yang mengngat Allah sambil berdiri
atau duduk atau dalam keadaan berbaring” (Q.S. Ali ‘Imran:191)
Seperti yang disebutkan dalam kitab Sahihain dengan melalui Imran Ibnu Husain, bahwa
Rasulullah SAW pernah bersabda:
‫فإن لم تستطع فعلي جنبك‬،‫ فإن لم تستطع فقاعدا‬.‫ ص ّل قائما‬artinya “shalatlah sambil berdiri, jika kamu
tidak mampu untuk brdiri, maka shalatlah sambil duduk, dan jika kamu tidak mampu sambil
duduk, maka berbaringlah di atas lambngmu”.
Mereka tidak pernah terlepas dari berdzikir mengingat-Nya dalam semua keadaan
mereka. Lisan, hati dan jiwa mereka semuanya selalu mengingat kepada Allah SWT.
١٩١:‫(ال عمرن‬.‫ ويتفكرون في خلق السموت واالرض‬artinya “dan mereka memikirkan penciptaan langit
dan bumi”. Mereka memahami hikmah yang terkandung di dalamnya yang menunjukkan
kebesaran Penciptanya, kekuasaan-Nya, pengetahuan-Nya, hikmah-Nya, pilihan-Nya dan
rahmat-Nya.
Syiekh Sulaiman Ad-Darani mengatakan, “sesungguhnya bila aku keluar dari
rumahku, tiada satupun yang terlihat oleh mataku, melainkan aku melihat bahwa Allah telah
memberikan suatu nikmat kepadaku padanya, dan bagiku didalamnya terkandung pelajaran”.
Demikianlah yang dikatakan oleh Ibnu Abud Dunia di dalam Kitabut Tawakkul wal I’tibar.
Diriwayatkan oleh Hasan al-Basri bhawa ia pernah mengatakan, “berfikir sesaat lebih baik
daripada berdiri shalat semalam”.
Al-Fudail mengatakan bahwa Al-Hasan pernah berkata, “pikiran merupakan cermin yang
memperlihatkan kepadamu kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukanmu”.
Sufyan Ibnu Uyayinah mengatakan bahwa pikiran merupakan cahaya yang memasuki
hatimu, adakalanya ia mengucapkan tamsil untuk pengrtian tersebut dalam bait syair ini:
‫ ففي ك ّل شي ٕ له عبرة‬# ‫إذا المرءكانت له فكرة‬
“apabila seseorang menggunakan akal fikirannya maka pada sesuatu terdapat pelajaran
baginya”.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, bila ia ingin menyegarkan hatinya, maka ia datang ke
tempat yang telah ditinggalkan oleh penghuninya (karena sudah rusak). Kemudian ia berdiri
di depan pintunya, lalu berseru dengan suara yang lirih seraya mengatakan, “kemanakah
penghunimu?” kemudian ia mengoreksi dirinya sendiri dan membacakan firmannya:
٨٨:‫(القصص‬.‫ك ّل شىئ هالك االوجهه‬
”tiap-tiap sesuatu pasti akan binasa, kecuali dza-Nya”. (Al-Qassas: 88)
E. Makna Ijmali Surat Ali ‘Imran Ayat 190-191
......Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau,
Maka peliharalah Kami dari siksa neraka. (Ali ‘imran 191)
Konteks Al-qur’an disini menggambarkan langkah-langkah gerakan jiwa yang
ditimbulkan oleh responnya terhadap pemandangan yang berupa langit dan bumi dan
bergantian malam dengan siang dalam perasaan ulul-albab dengan gambaran yang cermat.
Pada waktu yang sama ia merupakan gambaran yang memberikan kesan dan arahan, yang
memalingkan hati kepada manhaj yang shohih dan di dalam bergaul dengan alam semesta, di
dalam berbicara kepadanya dan bahasannya, di dalam persoalan jawab bersama fitrahnya dan
hakikatnya, dan terkesan dengan isyarat-isyaranya dan pengarahan-pengarahannya. Juga
menjadikan kitab alam semesta yang terbuka ini sebagai sebagai “kitab” ilmu pengetahuan
bagi manusia mukmin yang senantiasa menjalin hubungan dengan alloh dan dengan apa yang
diciptakan oleh tangan Allah.
Rangkaian-rangkaian ayat ini dimulai dengan membandingkan antara penghadapan
hati kepada zikrullah dan ibadah kepada-Nya “pada waktu berdiri, duduk, berbaring” dengan
memikirkan penciptaam langit dan bumi serta pergantian siang dan malam. Sehingga
perenungan dan pemikiran ini menempuh jalan ibadah, dan menjadikannya sebagai salah satu
sisi dari pemandangan zikir. Maka hal ini mengesankan penghimpunan antara dua macam
gerakan (aktifitas) dengan dua hakikat yang penting.
Hakikat pertama, bahwa memikirkan penciptaan Allah terhadap makhluknya
merenungkan kitab alam alam semesta yang terbuka, dan merenungkan tangan Allah yang
menciptakan dan menggerakkan alam semesta ini, dan membolak-balik halaman-halaman
kitab terbuka ini, merupakan ibadah Allah kepada diantara pokok-pokok ibadah, dan
merupakan zikir kepada Allah di antara zikir-zikir poko-pokok. Seandainya ilmu-ilmu
kealaman yang membicarakan desain alam semesta, udangan – undangan dan sunahnya,
kekuatan dan kandungannya, rahasia-rahsianya dan potensi-potensinya berhubungan denga
zikir dan mengingat Pencipta alam ini, dari merasakan keagungan – Nya dan karunianya,
niscaya seluruh aktifitas keilmuannya itu akan berubah menjadi ibadah kepada Sang Pencipta
alam semesta ini, akan luruslahkehidupan ini, dan akan terarah kepada Allah SWT saja.[2]
Hakikat kedua, ayat-ayat allah di semesta alam ini, tiak menampakkan hakikatnya
yang maengesankan kecuali pada hati yang selalu berzikir dan beribadah. Mereka yang selalu
ingat kepada Allah pada waktu berdiri,duduk, dan berbaring – sembari memikirkan
penciptaan langit dan bumi serta pergantian siang dan malam – adalah mereka yang terbuka
pandangannya terhadap hakikat-hakikat besar yang terlipat didalam penciptaan langit dan
bumi serta pergantian malam dan siang. Di balik itu mereka yang selalu berhubungan dengan
manhaj Ilahi yang dapat menyampaikan kepada keselamatan, kebaikan, dan kesalehan.
Adpun orang-orang yang merasa cukup dengan sisi lahiriah dari kehidupan dunia dan
berhubungan dengan rahasia – rahasia sebagai kekuatan alam – tanpa ada hubungan dengan
zikir dan pikir serta manhaj Ilahi maka mereka berarti menghancurkan kehidupan dan
menghancurkan diri sendiri dengan berhubungannya dengan rahasia – rahasia ini, dan
mengubah kehidupannya menjadi neraka yang menyengsarakan dan kegoncangan yang keras.
Kemudian berujung dengan mendapatkan kemurkaan dan Azab Allah di akhir perjalanan
hidupnya. [3]
F. Makna Tafsili (Makna Tafsir) Surat Ali ‘Imran Ayat 190-191
Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi,” yakni
ihwal ketinggian dan leluasan langit; ihwal kerendahan dan ketebalan bumi, serta tanda-tanda
kekuasaan yang besar yang terdapat pada keduanya, baik tanda-tanda yang bergerak maupun
yang diam, lautan, hutan, pepohonan, barang tambang, serta berbagai jenis makanan, warna,
dan bau-bauan yang bermanfaat. “Serta pergantian malam dan siang” yang pergi dan datang
serta susul-menyusul dalam hal panjang, pendek, dan sedangnya. dari Yang Maha Perkasa
lagi Maha Mengetahui.
Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman, “Benar-benar terdapat tanda kekuasaan bagi
orang-orang yang berakal” bukan seperti orang-orang yang tuli dan bisu yang tidak dapat
memahami, yaitu orang-orang yang dijelaskan Allah dengan , “Dan banyak sekali tanda-
tanda (kekuasaan Allah) di langit dan bumi yang dilalui oleh mereka, sedang mereka
berpaling darinya. Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan
dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain Munasabah).”
(Yusuf: 105-106)[4]
Kemudian Allah menyifati ulil-albab. Dia berfirman, “Yaitu orang-orang yang
mengingat Allah ketika berdiri,duduk, dan berbaring.” Dalam shahibain ditegaskan dari
Imran bin Hishin bahwa Rasulullah saw. bersabda,”Dirikanlah shalat sambil berdiri. Jika
kamu tidak mampu, maka sambil duduk. Jika kamu tidak mampu, maka sambil berbaring.
“Artinya, mereka tidak henti-hentinya berzikir dalam kondisi, baik dengan hati maupun
lisannya. “Dan mereka merenungkan penciptaan langit dan bumi. “Yakni, mereka memahami
ketetapan-ketetapan yang menunjukkan kepada kebesaran Al-Khaliq, pengetahuan, hikmah,
pilihan, dan rahmat-Nya.[5]
G. Al-‘Ibrah (Pelajaran Yang Dapat Diambil) Surat Ali ‘Imran Ayat 190-191.
1. Pada ayat tersebut bahwa orang yang berakal (Ulu al-Bab) adalah orang yang melakukan dua
hal yaitu tazakkur yakni mengingat (Allah), dan tafakkur, memikirkan (ciptaan Allah).
Sementara Imam Abi al-Fida mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Ulu al-Abab
adalah al-‘uqul al-tamm al-zakiyah al-latiy tudrak al-asy-ya ‘ala jalyatiha wa laisa ka al-
shamm al-bukm al-ladzina laa ya’qilun yaitu orang-orang yang akalnya semprna dan bersih
yang dengannya dapat ditemukan berbagai keistimewaan dan keagungan mengenahi sesuatu,
tidak seperti orang yang buta dan gagu yang tidak bisa berfikir.
2. Dengan adanya fenomena yang ada di dunia ini akan membawa orang-orang yang berakal
yang memikirknnya akan menyadari keagungan Allah SWT. Melalui upaya inilah manusia
dapat mencapai kebahagiaan dan keselamatan hidup.
3. Selanjutnya melalui pemahaman yang dilakukan para mufassir terhadap ayat tersebut di atas
akan dapat dijumpai peran dan fungsi akal tersebut secara lebih luas lagi. Semua itu menjadi
obyek atau sasaran di mana akal memikirkan dan mengingatnya. Tegasnya bahwa di dalam
penciptaan langit dan bumi serta keindahan ketentuan dan keistimewaan penciptaannya, serta
adanya pergantian siang dan malam serta berjalannya waktu detik per-detik sepanjang tahun,
yang pengaruhnya tampak pada perubahan fisik dan kecerdasan yang disebabkan pengaruh
panasnya matahari dan dinginnya malam, serta pengaruhnya pada binatang dan tumbuh-
tumbuhan dan sebagainya adalah menunjukkan bukti keesaan Allah dan kesempurnaan ilmu
dan kekuasaan-Nya.

Das könnte Ihnen auch gefallen