Sie sind auf Seite 1von 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang masalah
Pajak merupakan salah satu sumber pemasukan kas negara yang digunakan untuk
pembangunan dengan tujuan akhir kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Oleh karena itu,
sektor pajak memegang peranan penting dalam perkembangan kesejahteraan bangsa. Namun,
tak bisa dipungkiri bahwa sulitnya negara melakukan pemungutan pajak karena banyaknya
wajib pajak yang tidak patuh dalam membayar pajak merupakan suatu tantangan tersendiri.
Pemerintah telah memberikan kelonggaran dengan memberikan peringatan terlebih dahulu
melalui Surat Pemberitahuan Pajak (SPP). Akan tetapi, tetap saja banyak wajib pajak yang
lalai untuk membayar pajak bahkan tidak sedikit yang cenderung menghindari kewajiban
tersebut.
Hal ini mendorong pemerintah menciptakan suatu mekanisme yang dapat memberikan
daya pemaksa bagi para wajib pajak yang tidak taat hukum. Salah satu mekanisme tersebut
adalah gijzeling atau lembaga paksa badan. Keberadaan lembaga ini masih kontroversial.
Beberapa kalangan beranggapan bahwa pemberlakuan lembaga paksa badan merupakan hal
yang berlebihan. Di lain pihak, muncul pula pendapat bahwa lembaga ini diperlukan untuk
memberikan efek jera yang potensial dalam menghadapi wajib pajak yang nakal.

1.2. Rumusan Masalah


a. Apa definisi pajak menurut Undang-undang?
b. Apa syarat pemungutan pajak?
c. Bagaimana tata cara pemungutan pajak?
d. Apa saja asas-asas pemungutan pajak?
e. Apa saja jenis tarif pajak?

1.3. Tujuan Penulisan


a. Untuk mengetahui definisi pajak menurut Undang-undang.
b. Untuk mengetahui syarat pemungutan pajak.
c. Untuk menjelaskan bagaimana tata cara pemungutan pajak.
d. Untuk mengetahui asas-asas pemungutan paja.
e. Untuk mengetahui jenis-jenis tarif pajak.

DASAR-DASAR PERPAJAKAN 1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Dasar –Dasar Perpajakan
A. Definisi dan Unsur Pajak
Definisi menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang perubahan ke-empat
atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan pada pasal 1 ayat 1 berbunyi pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur :
1. Iuran dari rakyat kepada negara. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran
tersebut berupa uang (bahkan barang).
2. Berdasarkan undang-undang.pajak dipungut berdasarkan atau dengankekuatan undang-
undang serta aturan pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi individual oleh pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tanga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang
bermanfaat bagi masyarakat luas.
B. Fungsi Pajak
Ada dua fungsi pajak, yaitu :
1. Fungsi anggaran (budgetair). Pajak berfungsi sebagai salah satu sumber dana bagi
pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
2. Fungsi mengatur (cregulerend). Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijasanaan pemerintah dalam bidang social dan ekonomi.
Contoh :
a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi
minuman keras.
b. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya
hidup konsumtif.
C. Syarat Pemungutan Pajak
Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan
pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)
Sesuai dengan tujuan hokum, yakni mencapai keadilan, undang-undang maupun
pelaksanaan pemungutan pajak harus adil. Adil dalam perundang-undangan di
antaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan
kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam mengajukan keberatan, penundaan
dalam pembayaran mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Halinimemberikan
jaminan hokum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.
3. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun
perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.

DASAR-DASAR PERPAJAKAN 2
4. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finasiil)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus lebih rendah dari hasil
pemungutannya.
System pemungutan pajak harus sederhana
System pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat
dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-
undang perpajakan yang baru.
Contoh :
a. Bea Materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif.
b. Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tariff, yaitu 10%.
c. Pajak perseroan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan
disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun
perseorangan (orang pribadi).
D. Teori-Teori yang Mendukung Pemungutan Pajak
Atas dasar apakah negara mempunyai hak untuk memungut pajak? Terdapat beberapa teori
yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak keapda negara untuk
memungut pajak. Teori-teori terebut antara lain adalah :
1. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda dan hak-hak rakyatnya. Oleh
karena iturakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi
karena memperoleh jaminan perlindungan dibayar.
2. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya
perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap
negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.
3. Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar
sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat
digunakan 2 pendekatan yaitu :
a. Unsur Objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki
oleh seseorang.
b. Unsur Subjektif, dengan memerhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus
dipenuhi.

Tuan A Tuan B
Penghasilan/bulan Rp 10 juta Rp 10 juta
Status Menikah bujangan
dengan 3 anak

Secara objektif, PPh untuk tuan A sama besarnya dengan tuan B, karena mempunyai
penghasilan yang sama besarnya. Sedangkan secara subjektif, PPh untuk tuan A lebih
kecil dariopada tuan B, karena kebutuhan materiil yang harus dipenuhi tuan A lebih
besar.

DASAR-DASAR PERPAJAKAN 3
4. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletakpada hubungan rakyat dengan
negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalumenyadari
bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.
5. Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut
pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga
negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam
bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian
kepentinganseluruh masyarakat lebih diutamakan.

E. Kedudukan Hukum Pajak


Menurut Prof. Dr. Rochmat Seomitro, S.H., Hukum Pajak mempunyai kedudukan di
antara hokum-hukum sebagai berikut :
1. Hukum Perdata, mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya.
2. Hukum Publik, mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya. Hukum ini
dapat dirinci lagi sebagai berikut :
a. Hukum Tata Negara
b. Hukum Tata Usaha (Hukum Administratif)
c. Hukum Pajak
d. Hukum Pidana
Dengan demikian kedudukan hukum pajak merupakan bagian dari hukum publik.
F. Hukum Pajak Materiil dan Hukum Pajak Formil
Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiscus) selaku pemungut pajak
dengan rakyat sebagai Wajib Pajak. Ada 2 macam hukum pajak yakni :
1. Hukum pajak materiil, memuat norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan ,
perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan
pajak (subjek pajak), berapa besar pajakyang dikenakan (tariff pajak), segala sesuatu
tentang timbul dan hapusnya utang pajak dan hubungan hukum antara pemerintah dan
Wajib Pajak.
2. Hukum pajak formil, memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum materiil
menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materiil). Hukum ini memuat
antara lain :
a. Tata cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak.
b. Hak-hak fiscus untuk mengadakan pengawasan terhadap para Wajib Pajak mengenai
keadaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak
c. Kewajiban Wajib Pajak mislanya menyelenggarakan pembukuan/pencatatan dan
hak-hak Wajib Pajak misalnya mengajukan keberatan banding.
Contoh : Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

G. Pengelompokan Pajak
1. Menurut golongannya
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak
dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Penghasilan

DASAR-DASAR PERPAJAKAN 4
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada hakikatnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.
2. Menurut sifatnya
a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya,
dalam arti memerhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh : Pajak Penghasilan.
b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memerhatikan
keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Masuk.
3. Menurut lembaga pemungutnya
a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga negara.
Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah dan Bea Materai.
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan
untuk mebiayai rumah tangga daerah.
Pajak Daeah terdiri atas :
 Pajak Propinsi, contoh : Pajak Kenderaan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar
Kenderaan Bermotor.
 Pajak Kabupaten/Kota, contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran dan Pajak Hiburan.

H. Tata Cara Pemungutan Pajak


1. Stelsel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel :
a. Stelsel nyata (riel stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga
pemungutan baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan
yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan atau kebaikan dan
kekurangan. Kebaikan stelsel ini bertujuan adalah pajak yang dikenakan lebih
realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak pajak baru dapat dikenakan pada
akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).
b. Stelsel Anggapan(fictieve stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang.
Misalnya penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya,
sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang
untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsesl ini adalah pajak dapat dibayar selama
tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya
adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keaaan yang sesungguhnya.
c. Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelse anggapan. Pada awal
tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir
tahun besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut
anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil
kelebihannya dapat dimintai kembali.

DASAR-DASAR PERPAJAKAN 5
2. Asas Pemungutan Pajak
a. Asas domisili (asas tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang
bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun
dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.
b. Asas sumber
Negara berhak mengenkan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya
tanpa memerhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
c. Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.

3. Sistem Pemungutan Pajak


a. Official Assesment System
Adalah suatu system pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah
(fiskus) untuk menentukan besarnya pajak terutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya :
 Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
 Wajib Pajak bersifat pasif.
 Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
b. Self Assessment System
Ciri-cirinya :
 Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak
sendiri.
 Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri
pajak yang terutang.
 Fiskus tidka ikut campur dan hanya mengawasi.
c. Withholding System
Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak
ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk memotong
atau memungut pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya : wewenang memotong atau memungut pajak yang terutang ada pada
pihak ketiga, yaitu pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

I. Timbul dan Hapus Utang Pajak


Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak :
1. Ajaran Formil
Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran ini
diterapkan pada official assessment system.
2. Ajaran Materiil
Utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang. Seseorang dikenai pajak karena
suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada self assessment system.
Hapus utang pajak dapat disebabkan beberapa hal :
1. Pembayaran
2. Kompensasi
3. Kadaluwarsa
4. Pembebasan dan penghapusan.

DASAR-DASAR PERPAJAKAN 6
J. Hambatan Pemungutan Pajak
Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi :
1. Perlawanan Pasif
Masyarakt enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain :
a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.
b. System perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.
c. System kontrolk tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
2. Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak
dengan tujuan untuk menghindari pajak.
Bentuknya antara lain :
a. Tax Avoidance, usaha meringankan pajak dengan tidak melanggar undang-undang.
b. Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-
undang (menggelapkan pajak).

K. Tarif Pajak
Ada 4 macam tariff pajak :
1. Tarif sebanding/proporsional
Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak
sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang
dikenai pajak.
Contoh :
Untuk penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean akan dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai sebesar 10%.
2. Tarif tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak
sehingga pajak yang terutang tetap.
Contoh :
Besarnya tarif Bea Materai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun
adalah Rp 3.000,00.
3. Tarif progresif
Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin
besar.
Contoh : pasal 17 Undang-undang Pajak Penhasilan untuk Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri.
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,00 5%
Di atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp 250.000.000,00 15%
Di atas Rp 250.000.000,00 s.d. Rp 500.000.000,00 25%
Di atas Rp 500.000.000,00 30%
4. Tarif Degresif
Presentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin
besar. Contohnya yaitu seperti bea cukai. Hal ini dimaksudkan untuk memicu supaya
lebih meningkatkan perdagangan ingternasional (ekspor dan impor). Ketika objek
pajak yang ingin di impor atau ekspor berkisaran antara 0 sampai Rp 25.000.000 maka

DASAR-DASAR PERPAJAKAN 7
barang tersebut akan terkena bea cukai sebesar 15%. Ketika objek pajak yang ingin di
impor atau ekspor berkisaran antara Rp 25.000.000 sampai Rp 50.000.000 maka
barang tersebut akan terkena bea cukai sebesar 12, 5%

2.2. Pajak Negara dan Pajak Daerah


A. Pajak Negara
Pajak Negara yang sampai saat ini masih berlaku adalah :
1. Pajak Penghasilan (PPh)
Dasar hukum pengenaan Pajak Penghasilan adalah Undang-undang No. 7 Tahun 1984
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 36 Tahun 2008.
Undang-undang Pajak Penghasilan berlaku mulai tahun 1984 dan merupakan pengganti
UU Pajak Perseroan 1925, UU Pajak Pendapatan 1944, UU PBDR 1940.
2. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN & PPn BM)
Dasar hukum pengenaan PPN & PPn BM adalah Undang-undang No. 8 Tahun 1983
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 42 Tahun 2009.
Undang-undang PPN & PPn BM efektif mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1985 dan
meruapakan pengganti UU Paak Penjualan 1951.
3. Bea Materai
Dasar hukum pengenaan Bea Materai adalah Undang-undang No.13 Tahun 1985.
Undang-undang Bea Materai berlaku mulai tanggal 1 Januari 1986 menggantikan
peraturan dan Undang-undang Bea Materai yang lama (Aturan Bea Materai 1921).
4. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Dasar hukum pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah Undang-undang No. 12
Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 12 Tahun 1994.
Undang-undang PB berlaku mulai tanggal 1 Januari 1986 dan merupakan pengganti :
a. Ordonansi Pajak Rumah Tangga tahun 1908.
b. Ordonansi Versponding Indonesia tahun 1923.
c. Ordonansi Pajak kekayaan tahun 1932.
d. Ordonansi Versponding tahun 1928.
e. Ordonansi Pajak Jalan tahun 1942.
f. Undang-undang Darurat nomor 11 tahun 1957 khususnya pasal 14 huruf j, k, l.
g. Undang-undang nomor 11Prp : Tahun 1959 Pajak Hasil Bumi.
5. Bea perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Dasar hukum pengenaan Bea Perolehan Ha katas Tanah dan Bangunan adalah Undang-
undang No. 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
No. 20 Tahun 2000, Undang-undang BPHTB berlaku sejak tanggal 1 Januari 1998
menggantikan Ordonansi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 No. 291.

B. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah


1. Dasar Hukum
Dasar hukum pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah Undang-undang
No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
2. Pajak Daerah
Beberapa pengertian atau istilah yang terkait dengan Pajak Daerah antara lain :
a. Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus

DASAR-DASAR PERPAJAKAN 8
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam system Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
b. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada
Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat mamaksa
berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
c. Badan, adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Miliki Negara
(BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk
apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi social politik atau organisasi lainnya, lembaga dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
d. Subjek Pajak, adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan Pajak.
e. Wajib Pajak, adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong
pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesua
idengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
3. Jenis Pajak dan Objek Pajak
Pajak Daerah dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
a. Pajak Provinsi, terdiri dari :
1) Pajak Kenderaan Bermotor
2) Bea Balik Nama Kenderaan Bermotor
3) Pajak Bahan Bakar Kenderaan Bermotor
4) Pajak Air permukaan
5) Pajak Rokok
b. Pajak Kabupaten/Kota, terdiri :
1) Pajak Hotel
2) Pajak Restoran
3) Pajak Hiburan
4) Pajak Reklame
5) Pajak Penerangan Jalan
6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
7) Pajak Parkir
8) Pajak Air Tanah
9) Pajak Sarang Burung Walet
10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
11) Bea Perolehan Ha katas Tanah dan Bangunan
Khusus untuk Daerah yang setingkat dengan daerah provinsi, tetapi tidak terbadi dalam
daerah kabupaten/kota otonom, seperti Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, jenis pajak
yang dapat dipungut meruapakan gabungan dari pajak untuk daerah provinsi dan pajak
untuk daerah kabupaten/kota.
4. Tarif Pajak
Tarif untuk setiap jenis pajak adalah :
a. Tarif Pajak Kenderaan Bermotor pribadi diterpkan sebagai berikut :

DASAR-DASAR PERPAJAKAN 9
1) Untuk kepemilikan Kenderaan Bermotor pertama paling rendah sebesar 1% (satu
persen) dan paling tinggi sebesar 2% (dua persen).
2) Untuk kepemilikan Kenderaan Bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat
ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% (dua persen) dan paling
tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).
b. Tarif pajak Kenderaan bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran,
social keagamaan, lembaga social dan keagamaan, Pemerintah/TNI/POLRI,
Pemerintah Daerah dan Kenderaan lain yang ditetapkan dengan peraturan Daerah,
ditetapkan paling rendah sebesar 0,5% dan paling tinggi sebesar 1%.
c. Tarif Pajak Kenderaan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan paling
rendah sebesar 0,1% dan paling tinggi sebesar 0,2%.
d. Tarif Bea Balik Nama Kenderaan Bermotor ditetapkan paling tinggi masing-masing
sebagai berikut :
1) Penyerahan pertama sebesar 20%.
2) Penyerahan keduan dan seterusnya sebesar 1%.
e. Khusus untuk Kenderaan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak
menggunakan jalan umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi masing-masing
sebagai berikut :
1) Penyerahan pertama sebesar 0,75%.
2) Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075%.
f. Tarif Pajak Bahan Bakar Kenderaan Bermotor ditetapkan paling tinggi sebesar 10%.
Khusus tarif Pajak Bahan Bakar Kenderaan Bermotor untuk bahan bakar kenderaan
umum dapat ditetapkan paling sedikit 50% lebih rendah dari tarif Pajak Bahan Bakar
Kenderaan Bermotor untuk kenderaan pribadi.
g. Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%.
h. Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10%.
i. Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10%.
j. Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10%.
k. Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35%.
l. Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25%.
m. Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%.
n. Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi sebesar 25%.
o. Tarif Pajak Parkir diteteapkan paling tinggi sebesar 30%.
p. Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan paling tinggi sebesar 20%.
q. Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi sebesar 10%.
r. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi
sebesar 0,3%.
s. Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar
5%.
5. Tata Cara Pemungutan Pajak
Pemungutan Pajak dilarang diborongkan. Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak
yang terutang berdasarkan surat ketetapan pajak atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib Pajak yang memenuhi
kewajiban perpajakan berdasarkan penetapan Kepala Daerah dibayar dengan
menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lain yang
dipersamakan berupa karcis dan nota perhitungan.

DASAR-DASAR PERPAJAKAN 10
Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), Surat Ketetapan Pajak
Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT).
6. Daluwarsa Penagihan Pajak
Hak untuk melakukan penagihan pajak menjadi daluwarsa setelah melampaui waktu 5
tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan daerah.
7. Retribusi Daerah
Beberapa pengertian istilah yang terkait dengan Retribusi Daerah anatara lain :
a. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah bagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan
diberikan ooleh Pemerintah Daerah unuk kepentingan orang pribadi atau badan.
b. Jasa, adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang
menyebabkan barang, fasilitas atau kemanfaaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh
orang pribadi atau badan.
c. Jasa Umum, adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah
untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan mum serta dapat dinikmati oleh orang
pribadi atau badan.
d. Jasa Usaha, adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut
prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sector
swasta.
e. Perizinan Tertentu, adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka
pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk
pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan
ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas
tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
8. Objek Retribusi Daerah
Yang menjadi Objek Retribusi Daerah adalah :
a. Jasa Umum
Retribusi yang dikenakan atas jasa umum digolongkan sebagai Retribusi Jasa
Umum. Objek Retribusi jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau
diberikan pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum
serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan. Jenis Retribusi Jasa Umum
adalah :
1) Retribusi Pelayanan Kesehatan
2) Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan
3) Retribusi Penggantian Biaya vetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan
Sipil
4) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat
5) Retribusi Parkirdi Tepi Jalan Umum
6) Retribusi Pelayanan Pasar
7) Retribusi Pengujian Kenderaan Bermotor
8) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran
9) Retribusi Penggantian dan/atau Penyedotan Kakus
10) Retribusi Pengolahan Limbah Cair
11) Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang

DASAR-DASAR PERPAJAKAN 11
12) Retribusi Pelayanan Pendidikan
13) Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi
b. Jasa Usaha
Retribusi yang dikenakan atas jasa usaha digolongkan sebagai Retribusi Jasa Usaha.
Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah
Daerah denganmenganut prinsip komersial yang meliputi :
1) Pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan Daerah yang belum
dimanfaatkan secara optimal.
2) Pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum disediakan secara memadai
oleh pihak swasta.
Jenis Retribusi Jasa Usaha adalah :
1) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
2) Retribusi Pasar Grosir atau Pertokoan
3) Retribusi Tempat Pelelangan
4) Retribusi Terminal
5) Retribusi Tempat Khusus Parkir
6) Retribusi Tempat Penginapan Pesanggarahan Villa
7) Retribusi Rumah Potong Hewan
8) Retribusi Pelayanan Kepelabuhan
9) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga
10) Retribusi Penyeberangan di Air
11) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah
c. Perizinan Tertentu
Retribusi yang dikenakan atas perizinan tertentu digolongkan sebagai Retribusi
Perizinan Tertentu. Objek Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan
tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang
dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang,
penggunaan sumber daya dalam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu
guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis
Retribusi Perizinan Tertentu adalah :
1) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
2) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol
3) Retribusi Izin Gangguan
4) Retribusi Izin Trayek
5) Retribusi Izin Usaha Perikanan
9. Subjek Retribusi Daerah
Subjek Retribusi Daerah adalah sebagai berikut :
1. Retribusi Jasa Umum adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan.
2. Retribusi Jasa Usaha adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan.
3. Retribusi Perizinan Tertentu adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin
tertentu dari Pemerintah Daerah.

DASAR-DASAR PERPAJAKAN 12
10. Prinsip dan Sasaran Penetapan Tarif Retribusi
Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi adalah sebagai berikut :
a. Retribusi Jasa Umum , ditetapkan dengan memerhatikan biaya penyediaan jasa yang
bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan dan efektivitas pendendalian
atas pelayanan tersebut. Yang dimaksud dengan biaya di sini meliputi biaya operasi
dan pemeliharaan, biaya bunga dan biaya modal.
b. Retribusi Jasa Usaha, didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang
layak, yaitu keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut
dilakukan secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.
c. Retribusi Perizinan Tertentu, didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau
selurh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. Yang dengan
biaya penyelenggaraan pemberian izin di sini meliputi penerbitan dokumen izin,
pengawasan di lapangan, penegakkan hukum, penatausahaan dan biaya dampak
negative dari pemberian izin tersebut.
11. Tata Cara Pemungutan Retribusi
Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD)
atau dipersamakan berupa karcis, kupon dan kartu langganan. Dalam hal Wajib
Retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar,
dikenakan sanksi administrative berupa bunga sebesar 2% setiap bulan dari Retribusi
yang terutang yang tidak atau kuran dibayar dan ditagih dengan menggunakan Surat
Tagihan Retirbusi Daerah (STRD). Penagihan Retribusi terutang sebagaimana
didahului dengan Surat Teguran. Tata cara pelaksanaan pemungutan Retribusi
ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.
12. Pemanfaatan Retribusi
Pemanfaatan dari penerimaan masing-masing jenis Retribusi diutamakan untuk
mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan yang
bersangkutan. Ketentuan mengenai alokasi pemanfaatan penerimaan Retribusi
diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan
pelayanan yang bersangkutan. Ketentuan mengenai alokasi pemanfaatan penerimaan
Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
13. Daluwarsa Penagihan Retribusi
Hak untuk melakukan penagihan Retribusi menjadi daluwarsa setelah melampui waktu
3 tahun terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali jika Wajib Retribusi
melakukan tindak pidana di bidang Retribusi.

DASAR-DASAR PERPAJAKAN 13
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
 Definisi menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang perubahan ke-empat
atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan pada pasal 1 ayat 1 berbunyi pajak adalah kontribusi wajib kepada negara
yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.
 Fungsi pajak yaitu Fungsi Anggaran dan Fungsi Mengatur.
 Pengelompokkan pajak terbagi atas : (1) Menurut golongannya :Pajak langsung dan
Pajak tidak langsung. (2) Menurut sifatnya : Pajak Subjektif dan Pajak Objektif/. (3)
Menurut lembaga pemungutnya : Pajak Pusat dan Pajak Daerah, yaitu pajak yang
dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk mebiayai rumah tangga daerah.
 Tarif pajak terdiri atas : (1) Tarif sebanding/proporsional, (2) Tarif Tetap, (3) Tarif
Progresif dan (4) Tarif Degresif.
 Hambatan disebabkan oleh 2 yaitu Perlawanan Pasif dan Perlawanan Aktif.

3.2. Saran
Saran penulis terkait dengan Dasar-Dasar Perpajakan diharapkan kita lebih memahami
dan bisa mengaplikasikan Dasar-dasar perpajakan ini. Sehingga kita bisa mengerti
bagaimana melaksakan kegiatan perpajakan yang hakikatnya wajib bagi kita sebagai warga
negara.
Demikian makalah ini dibuat, semoga bisa memberikan manfaat terutama untuk penulis
dan juga untuk pembaca. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu diharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

DASAR-DASAR PERPAJAKAN 14
Daftar Pustaka
Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Ak. 2016. Perpajakan. Yogyakarta : CV. Andi Offset

DASAR-DASAR PERPAJAKAN 15

Das könnte Ihnen auch gefallen