Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
MAHKAMAH KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA
---------------------
RISALAH SIDANG
PERKARA NOMOR 13/PUU-XV/2017
PERIHAL
PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003
TENTANG KETENAGAKERJAAN
TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN 1945
ACARA
MENDENGARKAN KETERANGAN PRESIDEN, DPR, DAN
PIHAK TERKAIT (APINDO)
(III)
JAKARTA
PERIHAL
PEMOHON
1. Jhoni Boetja
2. Edy Supriyanto Saputro
3. Airtas Asnawi
4. Syaiful
5. Amidi Susanto
6. Taufan
7. Muhammad Yunus
8. Yekti Kurniasih
ACARA
SUSUNAN PERSIDANGAN
i
Pihak yang Hadir:
A. Pemohon:
1. Muhammad Yunus
2. Syaiful Bahri
3. Jhoni Boetja
4. Taufan
5. Yekti Kurniasih
6. Edi Suprianto
B. Pemerintah:
1. Haiyani Rumondang
2. Agatha Widianawati
3. Bambang Adi
4. Budiman
5. Ninik Hariwanti
6. Mulyanto
7. R. Tony Prayogo
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.26 WIB
1. KETUA: ARIEF HIDAYAT
KETUK PALU 3X
Terima kasih, Yang Mulia. Jadi, saya ambil dari sini, Bapak
Muhammad Yunus sebagai Pemohon, Bapak Syaiful Bahri sebagai
Pemohon, Jhoni Boetja, saya sendiri sebagai Pemohon, sebelah kanan
saya Bapak Taufan sebagai Pemohon, Ibu Yekti Kurniasih, mantan
pegawai PLN sebagai Pemohon, Bapak Edi Supriatno sebagai Pemohon.
Untuk Bapak Amidi Pemohonnya enggak bisa hadir karena adiknya hari
ini dimakamkan meninggal dunia, Pak, jadi mohon dimaafkan.
Sedangkan Bapak Airtas lagi dinas luar, dan sudah kami berikan SP ...
anu … Surat Kuasanya tempo hari, ini ada Surat Kuasa kembali. Itu saja,
terima kasih, Yang Mulia.
Baik, dari DPR tidak bisa hadir. Ada surat tertanggal 8 Mei yang
ditandatangani oleh Kepala Badan Keahlian DPR karena bersamaan
dengan masa reses. Dari Pemerintah siapa yang hadir, silakan?
6. PEMERINTAH: MULYANTO
1
Tenaga Kerja. Dari Kemenkumham, Ibu Ninik Hariwanti, S.H., LL.M.,
Direktur Litigasi. Kemudian, saya Pak Mulyanto. Kemudian, Bapak R.
Tony Prayogo. Demikian, Yang Mulia.
Terima kasih, Yang Mulia. Yang terkait dari Apindo yang hadir,
saya sendiri, Evert Matulessy. Yang kedua, Agus Dwijanto. Yang ketiga
(...)
Ini yang menerima Kuasa dari Pak Hariadi, ya? Dan kawan-kawan,
ya?
Ya, Pak.
Baik.
Yang ketiga, Ibu Myra. Yang keempat, Pak Adri. Terima kasih, Yang
Mulia.
Baik, terima kasih. Agenda kita pada persidangan pada pagi hari
ini adalah mendengarkan keterangan DPR dan presiden. Karena DPR
tidak bisa hadir, maka satu-satunya agenda adalah mendengarkan
keterangan dari presiden.
Silakan, dari presiden yang mewakili? Silakan. Tidak perlu
dibacakan secara keseluruhan pokok-pokok keterangan Pemerintah yang
… silakan dibacakan. Untuk pokok permohonan, kedudukan hukum, saya
2
kira sudah tidak perlu. Silakan dari awal, kemudian langsung masuk ke
halaman 5, bab ketiga itu. Silakan, Ibu.
Walaikum salam.
Baik.
3
19. KETUA: ARIEF HIDAYAT
Silakan, Ibu.
4
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Ketentuan Pasal 151 ayat (1)
Undang-Undang ketenagakerjaan secara eksplisit telah menyebutkan
bahwa pengusaha, pekerja buruh, serikat pekerja serikat buruh, dan
pemerintah dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan
terjadi pemutusan hubungan kerja. Segala upaya dimaksud adalah
segala kegiatan-kegiatan yang bersifat positif yang pada akhirnya dapat
menghindari terjadinya PHK.
Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan telah diatur mengenai
larangan bagi pengusaha untuk melakukan PHK yang didasarkan atas
suatu sebab tertentu, yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 153 ayat (1)
Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berbunyi, “Pengusaha dilarang
melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan:
a. Pekerja buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut
keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara
terus-menerus.
b. Pekerja buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena
memenuhi kewajiban terhadap negara, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Pekerja buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.
d. Pekerja buruh menikah.
e. Pekerja buruh perempuan hamil melahirkan, gugur kandungan,
atau menyusui bayinya.
f. Pekerja buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan
perkawinan dengan pekerja buruh lainnya di dalam satu
perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
g. Pekerja buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus
serikat pekerja serikat pekerja buruh, pekerja buruh melakukan
kegiatan serikat pekerja serikat buruh di luar jam kerja, atau di
dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha atau berdasarkan
ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
h. Pekerja buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib
mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana
kejahatan.
i. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit,
golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan.
j. Pekerja buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan
kerja atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat
keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum
dapat dipastikan.
k. Bahwa salah satu larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153
ayat (1) huruf f Undang-Undang Ketenagakerjaan adalah karena
alasan pekerja buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan
perkawinan dengan pekerja buruh lainnya di satu perusahaan
5
kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan
atau perjanjian kerja bersama. Bahwa makna ketentuan a quo pada
dasarnya ingin memberikan kesempatan bagi para pelaku
hubungan industrial, baik pengusaha dan pekerja buruh untuk
menentuan lain, dalam arti bahwa perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama merupakan suatu bentuk
kesepakatan yang dibuat oleh pelaku hubungan industrial dan
mengikat bagi para pihak.
l. Bahwa yang dimaksud dengan perjanjian kerja bersama yang
ditentukan dalam Pasal 1 angka 14 Undang-Undang
Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa perjanjian kerja adalah
perjanjian antara pekerja buruh dengan pengusaha atau pemberi
kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para
pihak. Sedangkan pada Pasal 1 angka 20 Undang-Undang
Ketenagakerjaan peraturan perusahaan adalah peraturan yang
dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat
kerja dan tata tertib perusahaan, serta dalam Pasal 1 angka 21
Undang-Undang Ketenagakerjaan perjanjian kerja bersama adalah
perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat
pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh
yang tercatat pada instansi yang bertanggun jawab di bidang
ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha atau
perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak,
dan kewajiban kedua belah pihak.
m. Bahwa perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian
kerja bersama adalah suatu kesepakatan atau perikatan dan
merupakan undang-undang bagi yang mengadakannya
sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1338 KUA Perdata yang
berbunyi, “Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-
undang berlaku sebagai undang-undang ... berlaku bagi undang-
undang ... sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan
kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang
ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan
dengan iktikad baik.”
n. Bahwa dengan diaturnya frasa kecuali telah diatur dalam perjanjian
kerja peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dalam
Pasal 151 ayat (1) huruf f Undang-Undang Ketenagakerjaan pada
dasarnya pembentuk undang-undang mengakui bahwa sumber
hukum yang berlaku dan mendasari hubungan kerja antara
pengusaha dan pekerja buruh adalah perjanjian kerja, peraturan
perusahan, atau perjanjian kerja bersama sehingga secara
substansi kewenangan untuk menentukan apakah dengan adanya
pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan pekerja buruh dapat di-
PHK atau tetap dapat bekerja di dalam satu perusahaan menjadi
6
kewenangan para pihak, yaitu pengusaha dan pekerja buruh untuk
menentukannya sehingga pekerja buruh seharusnya sudah
mengetahui dan dapat memperkirakan konsekuensi apabila mereka
melakukan perikatan perkawinan sesama rekan sekerja yang
dilakukan setelah perjanjian kerja disepakati oleh kedua belah
pihak.
o. Bahwa frasa a quo dimaksudkan untuk mengakomodir sifat dan
jenis pekerjaan serta karakteristik perusahaan dalam bisnis
tertentu, namun demikian dengan adanya ketentuan yang
memberlakukan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama terlebih dahulu harus melalui proses
pemeriksaan oleh pemerintah, maka hal ini untuk mencegah
terjadinya pemaksaan kehendak secara sepihak oleh pengusaha
terkait permasalahan hubungan pertalian darah dan ikatan
perkawinan. Dalam hal ini pemerintah akan memeriksa substansi
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama dan apabila ditemukan hal-hal yang bertentangan
peraturan perundang-undangan maka pemerintah akan
memberikan koreksi sebagai bentuk pengawasan dari pemerintah,
sehingga diaturnya frasa kecuali diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dalam Pasal
153 ayat (1) huruf f Undang-Undang Ketenagakerjaan tidaklah
bertentangan dengan Pasal 28B ayat (1) dan Pasal 28D ayat (2)
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sehingga terhadap dalil para
Pemohon tidak beralasan dan tidak berdasar.”
IV. Petitum.
Berdasarkan penjelasan dan argumentasi tersebut di atas,
pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Konstitusi
Republik Indonesia dapat memberikan putusan sebagai berikut.
Satu. Menyatakan bahwa para Pemohon tidak mempunyai kedudukan
hukum (legal standing).
Dua. Permo ... dua. Menolak permohonan pengujian Pemohon
seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengujian
Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).
Tiga. Menerima keterangan presiden secara keseluruhan.
Empat. Menyatakan ketentuan Pasal 153 ayat (1) huruf f Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak
bertentangan dengan ketentuan Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 28 ayat (2)
... Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Demikian keterangan ini, atas perkenan dan perhatian Yang Mulia
Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, diucapkan
terima kasih.
7
Jakarta, 15 Mei 2017. Kuasa Hukum Presiden Republik Indonesia,
Menteri Ketenagakerjaan, Muhammad Hanif Dhakiri, Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia, Yasonna H. Laoly, ditandatangani.
Demikian, Yang Mulia, kami sampaikan keterangan Presiden ini
kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia.
Assalamualaikum wr. wb. Terima kasih.
8
3. Bahwa dengan adanya dampak negatif dan positif tersebut, maka
pemerintah mengatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 pada Pasal 153 ayat (1f) ... ayat (1) huruf f dengan tujuan
untuk mencegah hal-hal yang negatif terjadi di lingkungan
perusahaan dan membangun kondisi kerja yang baik, profesional,
dan berkeadilan.
4. Bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 pada Bab 10A tentang Hak Asasi Manusia Pasal 28B ayat (1)
menyatakan bahwa setiap orang berhak membentuk keluarga dan
melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Kemudian,
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
menegaskan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan
membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia yang kekal
berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Serta Pasal 33 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 ... 1974 tentang Perkawinan yang
juga menegaskan bahwa suami-istri wajib saling mencintai,
menghormati, setia, dan memberikan bantuan lahir dan batin yang
satu kepada yang lain.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa perkawinan
adalah hak setiap orang yang bersifat sakral dan terdapat
kewajiban bagi suami-istri yang menjadikan hubungan keduanya
menjadi sangat kuat dan khusus.
5. Bahwa pada prinsipnya perusahaan tidak melarang seorang untuk
menikah, akan tetapi apabila suami-istri bekerja dalam suatu
perusahaan yang sama, akan berpotensi menimbulkan konflik
kepentingan (conflict of interest) dalam mengambil keputusan
dalam internal perusahaan dan juga dapat mengganggu objektivitas
serta profesionalisme dalam pekerjaannya, misalnya berkaitan
dengan penilaian kinerja pekerja dalam pengembangan karier,
dalam promosi, pemberian sanksi, dan sebagainya yang akan
mengganggu rasa keadilan bagi pekerja yang lainnya yang tidak
memiliki hubungan khusus sebagai suami-istri dalam suatu
perusahaan yang tujuannya tentu lebih banyak sebagaimana diatur
dalam Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi, “Setiap orang berhak untuk
bekerja, serta mendapat imbalan, dan perlakuan yang adil dan
layak dalam hubungan kerja.”
6. Bahwa ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 153 ayat (1) huruf f
adalah tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini bertujuan untuk melindungi
kepentingan yang lebih besar dalam menjaga hak setiap warga
negara untuk menikah, tetap sekaligus juga untuk menjaga setiap
hak setiap orang yang bekerja guna mendapatkan perlakuan yang
9
adil dimana kedua hal tersebut merupakan hak asasi manusia yang
sama diatur di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Pasal 28J ayat (1) yang menegaskan bahwa
setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain
dalam tertib kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara. Dan
ayat (2) yang berbunyi, “Dalam menjalankan hak dan
kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata
untuk menjamin pengakuan, serta penghormati … penghormatan
atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang
adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, dan
ketertiban umum di dalam suatu masyarakat demokratis.”
Berdasarkan keterangan-keterangan yang kami kemukakan di
atas maka kami berpendapat.
1. Bahwa Ketentuan Pasal 153 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang pada prinsipnya
menegaskan bahwa pengusaha dilarang melakukan pemutusan
hubungan kerja dengan alasan bahwa pekerja/buruh mempunyai
pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh
lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama tidak bertentangan dengan Pasal 28B ayat (1) dan Pasal
28D ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
2. Bahwa dengan adanya Pasal 153 ayat (1) huruf f Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ini memberikan
jaminan kondusif hubungan kerja sesama pekerja maupun pekerja
dan manajemen perusahaan sehingga mempengaruhi
profesionalitas kerja dan memberikan keadilan bagi antara pekerja
itu sendiri maupun bagi perusahaan.
Demikianlah keterangan yang kami sampaikan ini selaku Pihak
Terkait dalam sidang perkara ini. Jakarta, 15 Mei 2017, Dewan Pimpinan
Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (DPN Apindo) dalam hal ini
diwakili Evert Matulessy dan Agus Dwijanto. Terima kasih, Yang Mulia.
Terima kasih, Yang Mulia. Ini bukan pendalaman, tapi ini … apa …
catatan untuk Pemerintah atau … apa namanya ... tambahan bahan
10
kalau bisa disampaikan kepada kita. Ini terkait dengan kalau dibaca
konstruksi Pasal 153 ayat (1) itu dari huruf a sampai huruf i ... huruf j,
itu kan, hanya satu-satunya huruf f itu yang ada pengecualian.
Semuanya tidak ada pengecualian.
Nah, dulu ketika Pasal 153 ayat (1) ini dibahas, kira-kira apa
perdebatan perumusan pasal ini yang mengecualikan satu-satunya untuk
huruf f itu? Jadi, mungkin Pemerintah bisa … apa namanya …
menyampaikan kepada Mahkamah atau di pertemuan berikutnya
perdebatan apa sehingga muncul kecuali ini? Kan, tidak mungkin tidak
ada perdebatan atau datang dengan sendirinya saja ketika huruf f ini
dikecualikan, satu-satunya pasal yang dikecualikan yang di … apa ... di
antara poin-poin yang lain. Itu untuk Pemerintah.
Yang kedua untuk Apindo. Tadi dinyatakan bahwa orang yang
punya ikatan perkawinan yang bekerja dalam perusahaan yang sama itu
kan, ada positif ada negatifnya. Bisakah Apindo misalnya mengemukakan
bukti-bukti empirik yang membuktikan bahwa dari keterangan ini kan,
lebih banyak negatifnya sebetulnya dibandingkan positifnya kalau Apindo
tadi sehingga pada akhirnya mengatakan bahwa ini … pasal ini bukan
inkonstitusional atau pasal ini konstitusional. Bisa enggak Apindo
memberikan data empirik kepada kami yang membuktikan sebetulnya
bahwa orang yang bekerja dalam status hubungan suami-istri dalam
perusahaan yang sama itu lebih banyak negatifnya dibanding positifnya?
Nah, itu mungkin kalau bisa ditambahkan, itu akan makin ... apa …
memperkaya Hakim dalam memeriksa atau memutus perkara ini.
Yang terakhir, Pak Ketua, ini kepada Pemohon. Ada beberapa
penjelasan yang dikemukakan di dalam permohonan. Di antaranya
mengatakan bahwa ada baiknya juga, ada sisi positifnya juga kalau
perusahaan itu memperbolehkan atau melarang ... tidak melarang ada
pasangan suami-istri yang bekerja dalam perusahaan yang sama. Salah
satunya tadi kan, biaya ... apa namanya … kesehatan ya, dan lain-lain
itu.
Jadi, bisa hanya satu berlaku untuk dua orang. Nah, ini sama
dengan Apindo supaya ... apa namanya … supaya kelihatan seimbang.
Ada/enggak bukti-bukti empirik lain yang bisa menguatkan bahwa
sebetulnya sisi positifnya itu lebih besar dibandingkan sisi negatifnya
kalau pegawai yang punya hubungan perkawinan, itu bekerja dalam satu
perusahaan. Nah, itu mungkin yang bisa di-explore kepada kami, Majelis.
Terima kasih, Pak Ketua.
Terima kasih, Prof. Saldi. Ya, Yang Mulia Pak Palguna, silakan.
11
26. HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA
12
konstitusionalitasnya. Tapi ada alasan riil yang kemudian kita tahu yang
menjadi latar belakang dari perumusan norma ini.
Mungkin Pemerintah dan Apindo bisa memberikan tambahan
keterangan barangkali. Tidak perlu dijawab sekarang, barangkali nanti
secara tertulis saja bisa disampaikan dalam persidangan berikutnya.
Demikian, Pak Ketua, terima kasih.
Terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua. Ya, saya juga ingin minta
penjelasan tambahan dari Pemerintah dan sedikit juga dari Apindo nanti.
Yang pertama begini. Kalau kemudian pengecualian frasa ini, yaitu
tentang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, dan
perjanjian kerja bersama, oleh Pemerintah tadi ditarik atau dirujukkan
kepada 1338 BW tadi, KUH Perdata bahwa persetujuan yang dibuat
secara sah atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan adalah
merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.
Nah, tentunya kita tahu bersama. Coba nanti mohon dicermati ya,
ditambahkan kemudian. Bahwa kalau kita cermati, Pasal 1338 itu kan,
embrionya 1320, ya kan? Salah satu elemen yang ada di 1320 adalah
kesepakatan, di samping komponen berikutnya adalah kesepakatan,
kecakapan, objek, dan kausa yang halal, kan. Syarat 1320 kan, absolut
harus ada itu.
Nah, sekarang apakah kemudian kalau memang 1338 yang Ibu-
Bapak tarik tadi secara normatif, secara formal memang sepertinya ini di
permukaan enggak ada persoalan ini. Tapi kalau kita cermati secara ke
dalam, secara substansial, saya ingin tahu penjelasan dari Pemerintah
itu, kesepakatan yang seperti apa yang sebenarnya dibuat para pihak itu
ketika membuat perjanjian ini? Karena syarat yang paling utama untuk
orang bersepakat itu adalah duduk sama rendah, berdiri sama tinggi.
Bagaimana ketika ini pengusaha atau perusahaan, “You kalau mau kerja
di sini dengan peraturan seperti ini. Kalau tidak mau, silakan cari kerjaan
lain.”
Sementara yang pekerja seperti apa? “Saya ini butuh pekerjaan, cari
pekerjaan sekarang sangat sulit. Saingan pekerja, tenaga kerja banyak
sekali. Mau tidak mau, saya ikut menandatangani atau turut kesepakatan
yang dibuat seperti ini.”
Nah, dari persoalan substansi itu, mestinya kan, bisa dilihat.
Apakah ditemukan kualitas duduk sama rendah, berdiri sama tinggi di
situ? Itu yang mestinya dicermati.
13
Nah, kalau kemudian tadi katanya pemerintah menggunakan
fungsi pengawasan, pengawasan seperti apa? Apakah juga sampai di
situ? Bahwa sebenarnya pekerja ini adalah pihak yang lebih lemah. Yang
membuat perjanjian … yang kemudian dianggap perjanjian itu adalah
kesepakatan yang dibuat adalah sama-sama sepakat yang hakiki, yang
sebenarnya.
Saya ingin itu penjelasan lebih lanjut dari pihak Pemerintah
supaya jangan ini kemudian orang sepakat itu sebenarnya sepakat
secara mulut, terpaksa, di mulut saja, di permukaan, dan hanya dibuat
secara terpaksa.
Kemudian yang kedua, tadi belum di ... disebut juga, diuraikan
juga mengenai pertalian darah itu, pertalian darah seperti apa, Ibu-
Bapak sekalian? Sampai derajat ke berapa? Di undang-undang ini,
setelah kami Para Hakim ketika itu membuka-buka penjelasannya juga
cukup jelas begitu saja, ya. Barangkali ditambahkan nanti, Bu, itu,
Bapak, supaya ... terutama yang dari Kementerian Tenaga Kerja. Itu
kan, dimensi aspek keperdataannya sangat kuat. Jadi, mohon diberi ...
apa ... pengayaanlah.
Kemudian dari Apindo, ya. Sedikit ya, Pak, ya. Ini yang dapat
kuasa kan, cuma dua ini ... siapa ini? Pak Evert dan Pak Agus. Yang dua
apa? Pendamping? Ya. Begini, Pak, kalau dari Apindo berpendapat
bahwa ada negatif dan positifnya seperti yang disampaikan Para Yang
Mulia sebelumnya tadi, kenapa di kesimpulan terakhir, Bapak
mengatakan bahwa norma itu konstitusional? Ya, dalam tanda petik, ada
“ketidakkonsistenan,” “tidak sportif,” begitu bisa dikatakan seperti yang
disampaikan Prof. Saldi dan Pak Dr. Palguna tadi kalau memang ini ada
segi ne ... positifnya, mestinya pasal ini tidak ada persoalan. Atau
kalaupun ada persoalan, barangkali bisa digeser ke posisi yang di
tengah-tengah sehingga menjadi pemaknaannya itu adalah saling
melindungi. Mestinya hanya dimohon Apindo kan, seperti itu kalau
memang konsekuen dengan argumentasi di depan bahwa ada positif dan
negatifnya.
Kalau persoalan Bapak yang Bapak sampaikan bahwa ini soal
implementasi misalnya, bagian HRD ada ewuh pakewuh ketika memberi
penilaian. Itu hanya persoalan teknis, Pak. Perusahaan paling mengerti
itu. Kalau begitu, ini jangan ditempatkan ke bagian HRD atau di ... perlu
di ... ditempatkan orang-orang yang betul-betul independent di bagian
HRD. Kan itu persoalan-persoalan teknis sebenarnya, kemudian tidak
harus otak-atik norma undang-undang, kan? Barangkali. Tapi, saya
pengin argumentasi yang lebih ... lebih ... mungkin lebih lengkap, Pak ...
Pak Evert Matulessy ini. Paham, ya, Pak, ya? Baik. Terima kasih, Yang
Mulia.
14
29. KETUA: ARIEF HIDAYAT
Terima kasih, Yang Mulia. Yang terakhir dari saya, intinya Para
Hakim itu pengin mendapat penjelasan yang lengkap dari para pihak
untuk bisa sampai pada kesimpulan dan putusan.
Saya kepada Pemerintah, apakah bisa melengkapi data, ya? Ini
pada umumnya kan, menyangkut perusahaan swasta? Saya pengin
perbandingan, apakah dari ... misalnya, kalau pemerintah itu berkaitan
dengan instansi pemerintah. Saya dengar BI, bank-bank nasional milik
BUMN atau BUMD juga melarang hal yang semacam ini, ya.
Kemudian kalau institusi kementerian tidak melarang, misalnya
MK saja, banyak yang ketemu jodoh di sini karena kita menerima fresh
graduate, mereka sarjana awal, para ... di sini yang diterima ganteng-
ganteng dan cakep-cakep, mereka berjodoh di Mahkamah Konstitusi.
Tapi, di Mahkamah Konstitusi enggak ada masalah, ya. Boleh, enggak
ada aturannya itu. Tapi saya dengar di institusi lain, ada. Saya minta
dilengkapi data untuk menjadi pertimbangan. Instansi pemerintah dan
Badan Usaha Milik Negara yang mana yang memperbolehkan, ya? Dan
mana yang terutama yang melarang? Dasar pertimbangannya melarang
itu apa kalau instansi pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara? Yang
pertama itu.
Kemudian yang kedua, saya minta apakah bisa dicarikan nanti
juga dari Apindo ini, perbandingan dengan negara-negara lain, apakah di
negara-negara lain juga begini? Perusahaan swasta itu tidak
memperbolehkan suami-istri bekerja pada satu institusi atau pada satu
perusahaan? Dan kalau bisa juga pertimbangannya apa? Kok, itu
diperbolehkan dan kalau itu tidak diperbolehkan? Intinya itu apa?
Apakah menyangkut rahasia negara ataukah menyangkut apa? Atau
rahasia perusahaan itu? Atau menyangkut hal apa itu sebetulnya yang
sangat penting dan sangat krusial sehingga kayak begitu itu dilarang?
Itu.
Terus tadi sudah disinggung sedikit oleh Pak Suhartoyo, dari
Pemerintah, dan dari Apindo. Ini perjanjian ini kan, kita semua lihat,
pada awal masuk kan, biasanya dilakukan. Ini ada kondisi yang begini
kalau nanti Anda kawin dengan sesama pegawai, Anda yang salah satu
harus mengundurkan diri, kan begitu. Bukan … itu dilarangnya itu harus
mengundurkan diri, kan begitu.
Lah, ini tadi makanya ditanya oleh Yang Mulia Pak Suhartoyo,
“Kapan perjanjian itu? Apakah ini punya kedudukan yang sejajar, yang
sederajat?” Karena kan posisinya jelas kalau begitu. Oh, sudah diterima
di perusahaan besar, bagus, ya sudah, ada perjanjian ini atau ada
kesepakatan yang kayak gini harus saya sepakat dan harus saya terima,
kalau tidak kan, saya enggak bisa masuk di sini. Itu masalah nanti saya
kawin, urusan nanti, gitu kan. Saya … yang mundur nanti istri saya atau
saya sendiri yang harus mundur. Itu nanti. Yang penting diterima dulu.
15
Ini pertimbangan-pertimbangan ini sangat penting karena … apa
namanya … perbandingan dengan yang di institusi Pemerintah itu juga
bisa menjadi satu perbandingan yang bagus dan kemudian yang dari
Apindo atau dari Pemerintah kalau bisa mencarikan di luar negeri itu,
perusahaannya memang kayak apa, sih? Saya tahu persis perusahaan-
perusahaan yang sudah bagus itu, misalnya di Jepang. Jepang malah
hubungan kekerabatan di satu perusahaan itu sangat dipentingkan.
Misalnya di Jepang yang saya ketahui kayak begitu sehingga di sana
malah suami-istri bekerja di satu perusahaan, mereka berprestasi
dengan sebaik-baiknya, malah perusahaan itu dianggap sebagai
perusahaannya sendiri, malah. Dia akhirnya juga diberi sharing saham
dan sebagainya. Ini yang mungkin bisa menjadi … apa … bahan
pertimbangan dari Mahkamah untuk bisa memeriksa dengan sebaik-
baiknya dan memutus seadil-adilnya.
Ya, itu saya minta tidak sekarang, tapi bisa di … segera dipenuhi
dalam keterangan tertulis yang akan disampaikan kepada kita. Ada yang
akan disampaikan dari Perintah atau dari Apindo? Atau cukup, nanti
dengan tertulis saja? Pak Mul, silakan.
Tertulis, ya?
Ya.
16
beberapa latar belakang dari pemohonan ini yang perlu juga dilengkapi
supaya menjadi … apa … berimbang, keterangan dari Pemohon juga
lengkap, keterangan dari Pemerintah, dan dari Apindo itu lengkap, ya.
Ya (...)
Baik, silakan.
Terima kasih, Yang Mulia. Saya kira cukup. Tapi perlu diketahui
dari Pihak Pemerintah dan Pihak Apindo dalam satu bulan ini kami sudah
kehilangan putera/puteri Bangsa Indonesia yang terbaik. Kemarin dua
orang yang di-PHK karena melakukan perkawinan yang tanpa disengaja
karena dalam diklat dia bertemu, akhirnya berjodoh, dia kawin, akhirnya
di-PHK. Di Makassar satu orang, di Bengkulu satu orang, di Jambi satu
orang, di Padang satu orang, baru jangka waktu satu bulan, dan satu
lagi ini Ibu Yekti, ini korban, ini suaminya kerja di Makassar, Sulawesi
Selatan (...)
Ya, ya (...)
Ketemu di diklat?
Ketemu di diklat, akhirnya Ibu Yekti di-PHK juga. Itu saja (...)
Ya (...)
17
44. PEMOHON: JHONI BOETJA
Ya.
Ya (...)
Walaikum salam wr. wb. Ya, makanya Para Hakim tadi itu
meminta untuk lebih jelas duduk permasalahannya. Kan tadi juga secara
objektif juga disampaikan ada positifnya, ya kan. Baik, nanti kita akan
dalami lebih lanjut dalam persidangan-persidangan yang akan datang,
ya. Agenda persidangan yang akan datang mendengarkan keterangan
DPR dan Pihak Terkait dari SPSI dan juga … Pemohon apakah akan
mengajukan ahli?
Enggak ada?
18
52. PEMOHON: JHONI BOETJA
KETUK PALU 3X
t.t.d.
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah
Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya. 19