Sie sind auf Seite 1von 12

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1. Teknologi Informasi


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, teknologi diartikan sebagai :
1. Metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis ilmu pengetahuan terapan
2. Keseluruhan sarana untuk menyediakan barang- barang yang diperlukan
bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia.
Senada dengan hal tersebut, Hidayatulloh (2016) menyebutkan bahwa
teknologi adalah sebuah pengetahuan yang ditujukan untuk menciptakan alat,
tindakan pengolahan dan ekstraksi benda.
Penerapan teknologi, tidak diragukan lagi sangat membantu manusia dalam
menjalani kehidupan sehari-hari. Adapun beberapa jenis teknologi yang sering
digunakan dalam kehidupan sehari-hari antara lain teknologi komunikasi,
teknologi konstruksi, teknologi medis, teknologi informasi, teknologi bisnis, dan
masih banyak lagi teknologi lainnya.
Salah satu jenis teknologi yang sekarang sangat melekat pada kehidupan
Mahasiswa adalah teknologi informasi. Yusup (2013, hlm. 345) berpendapat
bahwa informasi tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang hanya berfungsi
sebagai keterangan yang bisa dijadikan alat menambah pengetahuan, tetapi lebih
dari itu, informasi berfungsi banyak dalam kehidupan manusia di zaman ini.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, informasi berarti :
1. Penerangan;
2. Pemberitahuan; kabar atau berita tentang sesuatu;
3. Keseluruhan makna yang menunjang amanat yang terlihat dalam bagian-
bagian amanat itu;
Hidayatulloh (2016) menyebutkan bahwa teknologi informasi adalah
seperangkat alat perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan untuk
menyimpan informasi. Alat teknologi informasi membantu dalam memberikan
orang-orang informasi yang tepat pada waktu yang tepat.

4
Sedangkan dalam The Dictionary of Computers, Information Processing and
Telecommunications (dalam Hariyadi, 1993), teknologi informasi diberi batasan
sebagai teknologi pengadaan, pengolahan, penyimpanan, dan penyebaran berbagai
jenis informasi dengan memanfaatkan komputer dan telekomunikasi yang lahir
karena adanya dorongan-dorongan kuat untuk menciptakan teknologi baru yang
dapat mengatasi kelambatan manusia mengolah informasi. Kelambatan itu terasa
sebab semakin banyaknya volume informasi yang menumpuk dan membengkak.
Pendit (dalam Hariyadi, 1993) menambahkan bahwa teknologi informasi
memungkinkan konsumsi informasi dalam jumlah besar dan kecepatan luar biasa.
Hal utama yang menyebabkan kemampuan tersebut adalah munculnya “ujung
tombak” teknologi informasi, yakni komputer.
Sehingga jika kita tarik benang merah diantara beberapa definisi diatas,
teknologi informasi dapat didefinisikan sebagai seperangkat alat perangkat keras
maupun lunak yang dapat digunakan untuk mengadakan, mengolah, menyimpan,
dan menyebarkan informasi. Beberapa alat yang termasuk kedalam jenis teknologi
informasi misalnya smartphone, laptop, komputer, televisi, koran, dan masih
banyak lagi.

2.2. Akhlak
2.2.1. Etika, Moral, dan Akhlak
Sebelum berbicara lebih dalam mengenai akhlak, kita harus memahami
terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan akhlak. Kebanyakan orang awam
hanya mendefinisikan akhlak sebagai perilaku yang dilakukan oleh manusia.
Namun jika kita hanya mendefinisikan akhlak seperti itu, lalu bagaimana kita
dapat membedakan antara etika, moral, dan akhlak yang mungkin menurut
sebagian orang memiliki arti yang sama.
Etika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat
istiadat/kebiasaan yang baik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata etika
memiliki arti ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan
kewajiban moral. Lebih lanjut, Tanyid (2014, hlm. 237) berpendapat bahwa etika
adalah sebuah kebiasaan yang baik dan sebuah kesepakatan yang diambil
berdasarkan suatu yang baik dan benar

5
Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan
istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang
berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan
perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.
Tanyid (2014, hlm. 237) berpendapat bahwa etika dan moral kurang lebih
memiliki definisi yang sama. Namun kita dapat melihat perbedaan dari kedua hal
tersebut ketika diimplementasikan kehidupan sehari-hari. Perbedaannya antara
lain moral atau moralitas digunakan ketika kita menilai suatu perbuatan yang
dilakukan, sedangkan etika digunakan ketika mengkaji sistem nilai-nilai atau
moral yang berlaku. Misalnya ketika seseorang mencuri, maka warga disekitarnya
menilai bahwa itu merupakan perbuatan buruk melalui moral yang dimilikinya.
Sedangkan etika berperan ketika menentukan aturan-aturan atau batasan dari
moral yang digunakan oleh seseorang.
Setelah mengetahui pengertian etika, moral, serta perbedaannya, sekarang
kita sudah dapat mengkaji pengertian akhlak dari berbagai pendapat. Seperti yang
kita ketahui, ujuan pokok dari ajaran Islam adalah membentuk Akhlak al-karimah
atau akhlak yang mulia. Kata akhlak berasal dari bahasa Arab yaitu akhlaaqu
bentuk jamak dari kata khalaqa yang berarti “perangai” yang terbentuk melalui
suatu keyakinan atau ajaran tertentu (Syamsuddin, 2009, hlm. 225). Kata perangai
sendiri sering disebut sebagai “tabiat” atau “karakter” seseorang. Sedangkan
menurut istilah, akhlak adalah daya kekuatan jiwa yang mendorong perbuatan
dengan mudah dan spontan tanpa dipikir dan direnungkan lagi.
Al-Ghazali (dalam Rohayati, 2011, hlm.103) memberikan kriteria terhadap
akhlak, yaitu akhlak harus menetap dalam jiwa dan perbuatan yang merupakan
cerminan dari akhlak tersebut muncul secara spontan. Melalui kriteria tersebut,
dapat terlihat bahwa akhlak adalah keadaan jiwa yang ia cenderung kepada salah
satu dari kebaikan dan bisa cenderung kepada kekejian.
Al-Ghazali (dalam Rohayati, 2011) juga berpendapat bahwa akhlak bukan
merupakan "perbuatan", bukan "kekuatan", bukan "ma'rifah" (mengetahui dengan
mendalam). Akhlak lebih sesuai jika diibaratkan keadaan jiwa atau segala sesuatu
yang berbentuk bathiniah. Di satu sisi, pendapat al-Ghazali ini mirip dengan apa
yang di kemukakan oleh Ibnu Maskawaih (320-421H/932-1030 M) dalam

6
Tahdzib al Akhlak. Tokoh filsafat etika yang hidup lebih dahulu ini menyatakan
bahwa akhlak adalah "Keadaan jiwa yang menyebabkan seseorang bertindak
tanpa dipikirkan terlebih dahulu." la tidak bersifat rasional, atau dorongan nafsu
(Maskawaih dalam Rohayati, 1985, hlm. 56).
Dengan demikian akhlak pada dasarnya adalah sikap yang melekat pada
diri seseorang secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan.
Apabila perbuatan spontan itu baik menurut agama dan akal, maka tindakan itu
disebut akhlak yang baik atau akhlakul karimah. Sebaliknya apabila buruk disebut
akhlak yang buruk atau akhlakul mazmumah.

2.2.2. Jenis Akhlak


Akhlak dapat dibagi menjadi beberapa jenis ditinjau berdasarkan arahnya
dan berdasarkan kualitasnya.
A. Berdasarkan arahnya
Berdasarkan arahnya, akhlak terbagi kedalam dua jenis yakni akhlak
kepada Allah dan akhlak kepada ciptaan-Nya. Adapun akhlak kepada ciptaan-
Nya juga kembali terbagi kedalam dua macam yakni kepada sesama manusia
dan kepada lingkungannya.
Akhlak kepada Allah merupakan akhlak yang memiliki kedudukan
paling tinggi dan sangat penting adanya. Beberapa akhlak seorang manusia
kepada Allah diantaranya yang dikemukakan Salamulloh (2008, hlm. 4)
adalah: beribadah kepada Allah, cinta kepada Allah, Mengesakan Allah,
bersyukur kepada Allah, dan takut kepada Allah. Banyak sekali ayat-ayat Al-
Qur’an yang mendasari pendapat Salamulloh tersebut. Salah satunya adalah
Q.S. Az-Zariyyat : 56 yang berisi tujuan penciptaan manusia adalah untuk
beribadah.
Selanjutnya yakni akhlak terhadap ciptaan-Nya, khususnya terhadap
manusia. Akhlak terhadap sesama manusia inilah yang mendapatkan porsi
lebih besar dalam Al-Qur’an. Banyak sekali ayat yang menjadi dasar untuk
mengatur kehidupan manusia mengenai bagaimana seharusnya Ia bertindak
dan bertingkah laku terhadap sesama manusia dan sebagainya. Aturan
semacam ini adakalanya dalam bentuk perintah dan adakalanya pula dalam

7
bentuk larangan. Hal-hal yang baik tentunya menjadi hal yang diperintahkan
dan sebaliknya hal-hal yang buruk menjadi suatu hal yang dilarang. Allah
SWT memerintahkan untuk selalu melakukan perbuatan-perbuatan baik mulai
dari bagaimana seorang hamba bertutur kata yang baik (QS. Al-Baqarah : 83)
hingga tata cara berbuat baik dalam membunuh orang kafir ketika dalam
peperangan pun menjadi suatu anjuran (QS. Muhammad : 4).
Jenis akhlak yang terakhir adalah akhlak terhadap ciptaan-Nya
khususnya terhadap lingkungannya. Lingkungan adalah segala sesuatu yang
berada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-
benda tak bernyawa. Jangankan akhlak kepada Allah SWT dan manusia,
bahkan kepada makhluk lain selain manusia pun mendapatkan tempat dalam
Islam. Sebagai contoh Allah SWT memberi perhatian kepada alam sehingga
perusakan terhadap alam pun sangat dikecam. Allah berfirman dalam surah
Al-A’rāf ayat 56:

‫ب ممنن احلممححنسننيِنن‬ ‫ت ا‬
‫ان قننريِ ب‬ ‫طنمعَا ا إننن نرححنم ن‬
‫صلننحنها نواحدمعوهم نخحوفْا ا نو ن‬ ‫نولن تمحفنسمدوحا نفْيِ النحر ن‬
‫ض بنحعَند إن ح‬
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (Tidak akan
diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat
dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”.

Manusia telah diberikan amanah untuk menjadi seorang khaifah di


muka bumi ini. Sehingga segala macam pengrusakan yang dilakukan oleh
manusia akan dipertanggungjawabkan nanti dan pengrusakan tersebut seolah-
olah dilakukan oleh manusia terhadap dirinya sendiri. Keyakinan seperti ini
yang mengantarkan seorang hamba Allah untuk menyadari bahwa semuanya
adalah makhluk Allah yang harus diperlakukan secara wajar dan baik. Allah
SWT. berfirman dalam surah Al-An’ām ayat 38:

‫طائنرر يِننطيِمر بننجننانححيِنه إننل أمنمبمُ أنحمنثالممكمُ ۚ نما فْننر ح‬


‫طننا نفْيِ احلنكنتا ن‬
‫ب نمن نشحيِرء ۚ ثمنمُ إنلنىى‬ ‫نونما نمن ندابنرة نفْيِ احلنحر ن‬
‫ض نونل ن‬
‫نربمنهحمُ يِمححنشمرونن‬
“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang
terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu.

8
Tiadalah kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, Kemudian kepada
Tuhanlah mereka dihimpunkan”

Beberapa perintah tersebut sepatutnya senantiasa menjadi teladan untuk


selalu menjadi perhatian dengan memberi kasih sayang kepada makhluk
Allah, baik manusia maupun bukan manusia.

B. Berdasarkan kualitasnya
Berdasarkan kualitasnya, akhak dapat dikategorikan menjadi akhlak
baik (hamidah) dan akhlak buruk (dzamimah). Secara sederhana, akhlak baik
(hamidah) dapat diartikan sebagai perbuatan yang memberikan pahala. Baik
itu besar atau kecil, semua perbuatan baik yang memberikan pahala termasuk
akhlak baik. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, akhlak yang dapat
kita jadikan panutan adalah akhlak Rasulullah SAW. Banyak contoh yang
telah disebutkan sebelumnya, seperti beribadah kepada Allah, takut kepada
Allah, hormat kepada orang tua, dan masih banyak lagi.
Sedangkan Akhlak buruk (dzamimah) secara sederhana dapat diartikan
sebagai perbuatan yang memberikan dosa. Perbuatan yang memberikan dosa
itu antara lain perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah, dan perbuatan-
perbuatan yang bertentangan dengan ajaran Allah. Misalnya larangan untuk
mengolok-olok orang lain terdapat dalam QS Al-Hujurat : 11 dan larangan
tentang membicarakan keburukan orang lain terdapat dalam QS Al-Hujurat :
12.

2.2.3. Beberapa Akhlak yang Disebutkan dalam Al-Qur’an


Rasulullah SAW sebagai uswatun hasanah atau role model bagi umat
islam dalam segala aspek termasuk di dalamnya dalam hal akhlak. Allah SWT
berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Qalam ayat 4:
‫ك لننعَنلى مخلم ر‬
ُ‫ق نعنظحيِرم‬ ‫نوإننن ن‬
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”

Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah


SAW, maka beliau pun menjawab, “Akhlak beliau adalah (melaksanakan seluruh

9
yang ada dalam) Al-Qur’an.” (HR. Muslim). Oleh karena itu, baik dan buruknya
akhlak didasarkan pada sumber nilai, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Sebagai
contoh, di dalam Al-Qur’an banyak ditemukan ciri-ciri manusia yang beriman dan
memiliki akhlak mulia, misalnya :

1. Disiplin waktu dan produktif (QS Al-Ashr : 1-3)


(3) (1) ‫( إرصن باْلربنصساِصن لصرفيِ لخبسرر‬2) ‫صبواْ رباِبلصحقق‬
‫ت صوصتصواْ ص‬ ‫صببرر راْلص اْلصرذيِصن صءاْصملنواْ صوصعرمللواْ اْل ص‬
‫صاِلرصحاِ ر‬ ‫صوصتصواْ ص‬
‫صبواْ رباِل ص‬
‫صرر‬‫صواْبلصع ب‬
“1) Demi masa. 2) Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian. 3)
Kecuali orang-orang yang - telah beriman mereka - dan mereka berbuat
amal saleh - dan mereka berpesan-pesan (nasihat-menasihati) dengan
kebenaran - dan mereka berpesan-pesan dengan sabar.”

Ayat 1
“Demi masa”. Mengandung makna bahwa waktu-waktu yang kita lalui
dalam hidup kita baik suka dan duka, naik dan turun, masa muda dan masa
tua.
Ayat 2
“Sesungguhnya manusia itu adalah di dalam kerugian”. Jelas dari
kelanjutan ayat 1 bahwa di dalam masa yang kita lalui itu manusia dalam
kerugian. Waktu muda merupakan masa yang paling produktif, namun hanya
sebagian manusia yang menggunakan waktunya dengan baik yaitu dengan
mendekat kepada Allah. Hamka (1982) di waktu badan masih muda dan
gagah perkasa harapan masih banyak. Tetapi bilamana usia mulai lanjut
barulah insaf bahwa tidaklah semua yang kita angankan di waktu muda telah
tercapai
Ayat 3
“Kecuali orang yang beriman”. Dari pangkal ayat 3 ini, dalam Hamka
(1982) yang tidak akan merasakan kerugian dalam masa hanyalah orang-orang
yang beriman. Orang-orang yang mempunyai kepercayaan bahwa hidupnya
ini adalah atas kehendak Yang Maha Kuasa. “Dan beramal yang shalih”.
Hamka (1982) maksudnya bekerja yang baik dan berfaedah. “Dan berpesan-
pesanan dengan kebenaran”. Hamka (1982) Karena nyatalah sudah bahwa
hidup yang bahagia itu adalah hidup bermasyarakat. Rugilah orang yang

10
menyendiri, yang menganganggap kebenaran hanya untuk dirinya seorang.
“dan berpesan-pesanan dengan kesabaran”. Hamka (1982) tidaklah cukup
kalau hanya pesan-memesan tentang nilai kebenaran. Sebab hidup didunia itu
bukanlah jalan datar saja. Banyaklah orang yang rugi karena dia tidak tahan
menempuh kesukaran dan halangan hidup.

2. Tidak mengolok-olok orang lain (QS Al Hujurat : 11)


ْ‫صيِاِ أصييِصهاِ اْلصرذيِصن آصملنواْ صل صيِبسصخبر صقبوءم رمبن صقبورم صعصسىى أصبن صيِلكولنواْ صخبيِرراْ رمبنلهبم صوصل رنصساِءء رمبن رنصساِرء صعصسىى أصبن صيِلكصن صخبيِررا‬
‫ب صفلأوىصلرئصك لهلم‬ ‫س اْرلبسلم اْبلفللسولق صببعصد اْ ب ر‬
‫ليِصماِرن ِ صوصمبن صلبم صيِلت ب‬ ‫رمبنلهصن ِ صوصل صتبلرملزواْ أصبنفلصسلكبم صوصل صتصناِصبلزواْ رباِبلصبلصقاِ ر‬
‫ب ِ رببئ ص‬
‫اْلصظاِلرلموصن‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan
kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik
dari mereka (yang mengolok-olokkan). Janganlah kamu mencela dirimu
sendiri dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang
buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman.
Dan, barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang
yang zalim.” (QS Al Hujurat : 11)

Islam sangat menjaga kehormatan diri umatnya sehingga kehormatan


diri seseorang tidak boleh disentuh. Islam menghendaki umatnya menjadi
masyarakat yang unggul dengan etika yang luhur.
Quthb (2004, hlm. 327) mengatakan bahwa melalui ayat 11 surat Al-
Hujurat ini, Allah menggunakan panggilan kesayangan “Hai orang-orang
yang beriman” dalam memberitahukan etika yang luhur. Manusia seringkali
menghina orang lain baik secara langsung atau tidak karena ada perasaan
dalam dirinya bahwa ia lebih baik daripada orang yang diolok-olok. Oleh
karena itu, Allah melarang seseorang untuk mengolok-olok atau menghina
orang lain. Karena nilai-nilai lahiriah yang dilihat seseorang tidak menjadi
nilai hakiki di sisi Allah. Dengan demikian, bisa jadi orang yang diolok-olok
atau dihina lebih baik daripada orang yang mengolok-olok.
Selanjutnya, Quthb (2004, hlm. 327) menambahkan bahwa selain
perkataan di atas, Al-Qur’an juga menyentuh emosi persaudaraan atas
keimanan. Al-Qur’an menceritakan bahwa umat Islam merupakan satu tubuh.
Barangsiapa mengolok-oloknya maka ia mengolok-olok keseluruhan
tercermin dari kalimat “Janganlah kamu mencela dirimu sendiri.” Dan, salah

11
satu yang termasuk mengolok-olok adalah menggunakan panggilan-panggilan
yang buruk kepada orang lain.

3. Tidak berburuk sangka, membicarakan keburukan orang lain, dan mencari-


cari kesalahan orang lain (QS Al Hujurat : 12)
‫ب‬ ‫ضاِ ِ أصليِ ر‬
‫ح ي‬ ‫ضلكبم صببع ر‬ ‫ض اْلصظقن إربثءم ِ صوصل صتصجصسلسواْ صوصل صيِبغصت ب‬
‫ب صببع ل‬ ‫صيِاِ أصييِصهاِ اْلصرذيِصن آصملنواْ اْبجصترنلبواْ صكرثيِرراْ رمصن اْلصظقن إرصن صببع ص‬
‫حيِءم‬ ‫ا صتصواْ ء‬
‫ب صر ر‬ ‫ص‬
‫ا ِ إرصن ص‬ ‫أصصحلدلكبم أصبن صيِأبلكصل لصبحصم أص ر‬
‫خيِره صمبيِرتاِ صفصكرربهلتلموهل ِ صواْصتلقواْ ص ص‬
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. Janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah kamu menggunjing
sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka, tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
Dan, bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat
lagi Maha Penyayang.”

Allah SWT melarang hamba-hamba-Nya yang beriman dari banyak


berprasangka buruk, yakni mencurigai keluarga dan kaum kerabat serta orang
lain dengan tuduhan yang buruk yang bukan pada tempatnya. Karena
sesungguhnya sebagian dari hal tersebut merupakan hal yang murni dosa,
untuk itu hendaklah hal tersebut di jauhi secara keseluruhan sebagai tindakan
preventif.
Quthb (1992, hlm. 329) mengatakan bahwa melalui ayat 12 surat Al-
Hujurat ini, Allah menggunakan panggilan kesayangan “Hai orang-orang
yang beriman” dalam ayat tersebut Allah menyuruh mereka untuk menjauhi
banyak berprasangka agar manusia menjauhi buruk sangka apapun yang akan
menjerumuskan kepada dosa, jenis prasangka itu cukup banyak, antara lain
ialah berburuk sangka kepada orang mukmin yang selalu berbuat baik.
Orang-orang mukmin yang selalu berbuat baik itu cukup banyak, berbeda
keadaannya dengan orang-orang fasik dari kalangan kaum muslimin, maka
tiada dosa bila kita berburuk sangka terhadapnya menyangkut masalah
keburukan yang tampak dari mereka Alquran membiarkannya tetap bersih
dan terbatas bisikan dan keraguan sehingga menjadi putih
Di dalam membina hati dan membersihkan kalbu, serta menjalin aneka
kehormatan manusia, dan hak-haknya janganlah kalian mencari-cari
kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian
yang lain dan janganlah kalian mencari-cari aurat dan keaiban mereka dengan

12
cara menyelidikinya serta janganlah kamu mempergunjingkan dia dengan
sesuatu yang tidak diakuinya, sekalipun hal itu benar.
Selanjutnya, Quthb (1992, hlm. 331) menambahkan bahwa Selain itu
juga terdapat larangan ghibah dalam ungkapan yang menakjubkan yang di
ciptakan di dalam quran “janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian
yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging
saudaranya yang sudah mati?” maksudnya tentu saja hal ini tidak baik untuk
kita lakukan. Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. dalam
mempergunjingkan orang semasa hidupnya sama saja artinya dengan
memakan dagingnya sesudah ia mati. Kalian jelas tidak akan menyukainya,
oleh karena itu janganlah kalian melakukan hal ini. Dan bertakwalah kepada
Allah yakni takutlah akan azab-Nya bila kalian hendak mempergunjingkan
orang lain, maka dari itu bertobatlah kalian dari perbuatan ini, sesungguhnya
Allah Maha Penerima tobat serta selalu menerima tobat orang-orang yang
bertobat kepada mereka yang bertobat.

4. Mengklarifikasi berita yang diterima dari orang fasik (QS Al Hujurat : 6)


‫صربلحواْ صعصلىى صماِ صفصعبللتبم صناِردرميِصن‬ ‫صيِاِ أصييِصهاِ اْلصرذيِصن آصملنواْ إربن صجاِصءلكبم صفاِرسءق ربصنصبإر صفصتصبصيِلنواْ أصبن لت ر‬
‫صيِلبواْ صقبورماِ ربصجصهاِصلرة صفلت ب‬
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musiban kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

Pemerintah sedang marak melakukan gerakan anti-hoax dengan


memblokir berbagai situs yang dianggap menyebarkan hoax. Hal ini
mencerminkan bahwa pemerintah telah menyadari betapa buruk dan
bahayanya hoax atau berita bohong. Begitu juga Islam, melalui ayat Al-
Qur’an yang telah diturunkan lebih dari 14 abad lalu telah mengantisipasi
sikap seorang muslim dalam menanggapi berita bohong. Allah menerangkan
bagaimana seorang mukmin harus menerima berita dan menyikapinya. Ayat
ini menekankan pada sikap untuk merujuk kepada sumber berita.
Quthb (2004, hlm. 320) mengatakan bahwa dalam ayat ini Allah
memfokuskan pada orang fasik sebab mereka dicurigai sebagai sumber
kobohongan dan agar keraguan tidak menyebar di kalangan kaum muslimin

13
karena berita yang disebarkan oleh setiap individunya, lalu ia menodai
informasi. Pada intinya, orang muslim harus menjadi sumber berita yang
terpercaya dan dapat dijadikan pegangan.
Menghindari berita bohong atau berita yang bersumber dari orang
fasik dapat menjadikan kehidupan umat muslim yang stabil dan moderat.
Oleh karena itu, seorang muslim hendaknya memiliki prinsip selektif dan
berhati-hati dalam menerima informasi dari orang fasik. Sedangkan berita
yang berasal dari orang shaleh dapat diterima karena merupakan pangkal
dalam kelompok mukmin. Pada jaman sekarang, kita sulit membedakan orang
fasik dan orang tidak fasik sehingga dalam menerima informasi sebaiknya
kita merujuk kepada sumbernya dan tidak menyebarkan berita yang tidak
diyakini kebenarannya karena dapat menimbulkan kekacauan dalam
kehidupan umat.

5. Menundukkan pandangan (QS An Nur : 30-31)


‫صصنلعوصن‬ ‫ك أصبزصكى صللهبم إرصن ص ص‬
‫ا صخربيِءر ربصماِ صيِ ب‬ ‫ظواْ فللروصجلهبم صذلر ص‬ ‫ضواْ رمبن أصبب ص‬
‫صاِرررهبم صوصيِبحصف ل‬ ‫قلبل لربللمبؤرمرنيِصن صيِلغ ي‬
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, "Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu
adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang mereka perbuat."

‫ضررببصن‬‫صاِرررهصن صوصيِبحصفبظصن فللروصجلهصن صوصل ليِببرديِصن رزيِصنصتلهصن إرصل صماِ صظصهصر رمبنصهاِ صوبلصيِ ب‬ ‫ضصن رمبن أصبب ص‬ ‫ض ب‬‫ت صيِبغ ل‬ ‫صوقلبل لربللمبؤرمصناِ ر‬
‫ربلخلمرررهصن صعصلى لجليِوربرهصن صوصل ليِببرديِصن رزيِصنصتلهصن إرصل لرلبلعوصلرترهصن أصبو آصصباِرئرهصن أصبو آصصباِرء لبلعوصلرترهصن أصبو أصببصناِرئرهصن أصبو أصببصناِرء لبلعولصرترهصن أصبو‬
‫ت أصبيِصماِلنلهصن أصرو اْلصتاِربرعيِصن صغبيِرر لأورليِ اْبلربرصبرة رمصن‬ ‫إربخصواْرنرهصن أصبو صبرنيِ إربخصواْرنرهصن أصبو صبرنيِ أصصخصواْرترهصن أصبو رنصساِرئرهصن أصبو صماِ صمصلصك ب‬
ْ‫ضررببصن برأ صبرلجلررهصن لرليِبعلصصم صماِ ليِبخرفيِصن رمبن رزيِصنرترهصن صولتولبوا‬ ‫ت اْلقنصساِرء صوصل صيِ ب‬ ‫اْلقرصجاِرل أصرو اْلقطبفرل اْلصرذيِصن لصبم صيِبظصهلرواْ صعصلى صعبوصراْ ر‬
‫ا صجرميِرعاِ أصييِصهاِ اْبللمبؤرملنوصن صلصعلصلكبم لتبفلرلحوصن‬‫إرصلى ص ر‬
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) Nampak dari padanya. Dan hendaklah
mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah
suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka,
atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki
mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita
Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki
yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang
belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan
kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan
bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman
supaya kamu beruntung”.

14
Dari ayat diatas jelas Allah memerintahkan kepada manusia baik laki-
laki maupun perempuan agar menundukkan pandangannya. Quthb (1992)
menundukkan pandangan dari pihak laki-laki merupakan adab pribadi. Juga
usaha menundukkan segala keinginan nafsu untuk melirik kecantikan dan
godaan wajah dan tubuh. Hal tersebut terdapat upaya mengunci pintu pertama
masuknya fitnah dan penyimpangan. Begitu juga dengan wanita, jangan
sampai wanita melepaskan pandangan yang kelaparan sehingga timbul nafsu
yang tersembunyi di dada lelaki.

15

Das könnte Ihnen auch gefallen