Sie sind auf Seite 1von 18

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Trauma torak semakin meningkat sesuai dengan kemajuan transportasi dan


kondisi sosial ekonomi masyarakat.· Di Amerika Serikat didapatkan 180.000
kematian pertahun karena trauma. 25 % diantaranya karena trauma torak
langsung, sedangkan 5 % lagi merupakan trauma torak tak langsung atau
penyerta

II. RUMUSAN MASALAH

 Apa Definisi trauma dada ?


 Apa Etiologi trauma dada ?
 Bagaimana Manifestasi klinis trauma dada !
 Apa Patofisiologi trauma dada ?
 Bagaimana Pemeriksaan diagnostik !
 Bagaimana Perawatan dan pengobatan!
 Bagaimana menyusun Konsep asuhan keperawatan !
III. TUJUAN

 Tujuan Umum

Mahasiswa mendapat gambaran dan pengalaman tentang penetapan proses


asuhan keperawatan secara komprehensif terhadap klien trauma dada

1
 Tujuan Khusus

Setelah membaca makalah ini, peserta diik akan mempunyai pengetahuan


yang cukup tentang trauma dada
1. Mengidentifikasi klasifikasi trauma dada.
2. Mengidentifikasi masalah-masalah mendesak akibat trauma dada.
3. Menguraikan patofisiologi dari trauma dada.
4. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan trauma dada
5. Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan trauma dada
6. Mengidentifikasi penatalaksanaan keperawatan mandiri dan kolaboratif
pada kasus trauma dada.
7. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien dengan trauma dada
8. Mengidentifikasi penatalaksanaan keperawatan mandiri dan kolaboratif
pada kasus trauma dada.

IV. MANFAAT PENULISAN

 Mengetahui definisi trauma dada


 Mengetahui etiologi trauma dada
 Mengetahui manifestasi trauma dada
 Mengetahui patofisiologi trauma dada
 Mengetahui pemeriksaan diagnostic
 Mengetahui perawatan dan pengobatan trauma dada
 Mengetahui cara menyusun konsep asuhan keperawatan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh


benturan pada dinding dada yang mengenai tulang-tulang sangkar dada, pleura
dan paru-paru, diafragma ,atau organ-organ dalam mediastinum baik oleh
benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan system
pernafasan.

Cedera pada dada secara luas diklasifikasikan menjadi dua kelompok:


cedera penetrasi dan tumpul. Cedera penetrasi (misalkan: pneumotoraks
terbuka, hemotoraks, ceder trekheobronkhial, kontusio pulmonal, ruptur
diafragma) mengganggu integritas dinding dada dan mengakibatkan perubahan
dalam tekan intratoraks. Cedera tumpul (nonpenetrasi) (mis. Pneumotoraks
tertutup, pneumotoraks tensi, cedera trakheobronkhial, flail chest, rupture
diafragma, cedera mediastinal, fraktur rusuk) merusak struktur didalam rongga
dada tanpa mengganggu integritas dinding dada.

Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat
gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).

Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa
kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor
implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau
tidak disengaja (Smeltzer, 2001).

3
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax,
baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999 dan Lap. UPF
bedah, 1994).

B. ETIOLOGI

Penyebab utama cedera pada dada adalah kecelakaan kendaraan


bermotor, misalnya sepeda motor atau mobil. Pukulan benda-benda tumpul
pada dada, atau akibat terjatuhnya juga dapat menyebabkan cedera dada
nonpenetrasi. Luks penetrasi umumnya diakibatkan oleh tusukan senjata tajam
atau luka akibat tembakan.

Trauma dada dapat disebabkan oleh :

a. Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan therapy


ventilasi mekanik yang berlebihan, penggunaan balutan tekan pada luka
dada tanpa pelonggaran balutan.

b. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur


oleh vesikel flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.

Tusukan paru dengan prosedur invasif.

c. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau


tertimpa benda berat.

d. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)

e. Fraktu tulang iga

f. Tindakan medis (operasi)

g. Pukulan daerah torak

4
C. MANIFESTASI KLINIS

1. Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi.


2. Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi.
3. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.
4. Dyspnea, takipnea
5. Takikardi
6. Tekanan darah menurun.
7. Gelisah dan agitasi
8. Kemungkinan cyanosis.
9. Batuk mengeluarkan sputum bercak darah.
10. Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit.

D. PATOFISIOLOGI

Trauma benda tumpul pada bagian dada / thorax baik dalam


bentukkompresi maupun ruda-paksa (deselerasi / akselerasi), biasanya
menyebabkan memar / jejas trauma pada bagian yang terkena. Jika mengenai
sternum,trauma tumpul dapat menyebabkan kontusio miocard jantung atau
kontusio paru. Keadaan ini biasanya ditandai dengan perubahan
tamponade spada jantung, atau tampak kesukaran bernapas jika kontusio
terjadi pada paru-paru

Trauma benda tumpul yang mengenai bagian dada atau dinding


thorax juga seringkali menyebabkan fraktur baik yang berbentuk tertutup maup
un terbuka. Kondisi fraktur tulang iga juga dapat menyebabkan

Flail Chest , yaitu suatu kondisi dimana segmen dada tidak lagi
mempunyai kontinuitas dengankeseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut

5
terjadi karena fraktur iga multipel pada dua atau lebih tulang iga dengan
dua atau lebih garis fraktur. Adanyasemen fail chest (segmen mengambang)
menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan
parenkim paru di bawahnya terjadisesuai dengan kerusakan pada tulang maka
akan menyebabakan hipoksia yangserius.Sedangkan trauma dada/ thorax
dengan benda tajam seringkali berdampaklenih buruk daripada yang
diakibatkan oleh trauma benda tumpul. Bendatajam dapat langsung menusuk
dan menembus dinding dada dengan merobek pembuluh
darah intercosta, dan menembus organ yang berada pada posisitusukannya.
Kondisi ini menyebabkan perdaharan pada rongga dada(Hemothorax), dan jika
berlangsung lama akan menyebabkan peningkatantekanan didalam rongga baik
rongga thorax maupun rongga pleura jikatertembus. Kemudian dampak negatif
akan terus meningkat secara progresifdalam waktu yang relatif singkat seperti
Pneumothorax ,
penurunan ekspansi paru, gangguan difusi, kolaps alveoli, hingga gagal
nafas dan jantung. Adapungambaran proses perjalanan patofisiologi lebih
lanjut dapat dilihat pada skema

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Radiologi : foto thorax (AP).


2. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
3. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
4. Hemoglobin : mungkin menurun.
5. Pa Co2 kadang-kadang menurun.
6. Pa O2 normal / menurun.
7. Saturasi O2 menurun (biasanya).
8. Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,

6
F. PENATALAKSANAAN

Terapi :
a. Nyeri biasanya berkurang dengan analgetik oral, seperti :
Hidrokodon atau kodein dengan kombinasinya aspirin atau asetaminofen
setiap 4 jam.
b. Blok nervus interkostalis dapat digunakan untuk mengatasi nyeri berat
akibat fraktur iga.
1. Bupivakain (Marcaine), 0,5% 2 sampai 5 ml, diinfiltrasikan di sekitar
n. interkostalis pada iga yang fraktur, serta iga-iga di atas dan di
bawah yang cidera.
2. Tempat penyuntikan dibawah tepi bawa iga, antara tempat fraktur dan
prosesus spinosus. Jangan sampai mengenai pembuluh darah
interkostales dan parenkim paru.
c. Pengikatan dada yang kuat tidak dianjurkan karena dapat membatasi
pernapasan. Sabuk iga yang mudah dilepas, dikaitkan dengan Velcro dapat
memberikan rasa nyaman, tetapi pasien harus diingatkan tentang perlunya
bernapas dalam dan panjang secara periodic untuk mencegah hipoaerasi,
retensi secret, dan pnemounia.
Dengan blok saraf interkostal, yaitu pemberian narkotik ataupun
relaksan otot merupakan pengobatan yang adekuat. Pada cidera yang lebih
hebat, perawatan rumah sakit diperlukan untuk menghilangkan rasa nyeri,
penanganan batuk, pengisapan endotrakeal.
1. Fraktur 1-2 iga tanpa adanya penyulit/kelainan lain : konservatif
(analgetika)
2. Fraktur >2 iga : waspadai kelainan lain (edema paru, hematotoraks,
pneumotoraks)
3. Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit
pneumotoraks, hematotoraks, atau kerusakan organ

7
intratoraks lain, adalah:
• Analgetik yang adekuat (oral/ iv / intercostal block)
• Bronchial toilet
• Cek Lab berkala : Hb, Ht, Leko, Tromb, dan analisa gas darah
• Cek Foto Ro berkala

Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan rontgen toraks harus dilakukan untuk menyingkirkan cedera
toraks yang lain, namun tidak perlu identifikasi fraktur iga.
 pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya
 Pemeriksaan jumlah darah lengkap
 Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
 Kreatinin : trauma otot meningkatkanbeban kreatinin untuk klirens ginjal

8
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Identitas Pasien
Yang terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama, dan lain-lain.

2. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Apa yang menjadi alasan pasien datang ke RS atau tempat
pelayanan kesehatan. Biasanya pasien dengan fraktur mengeluh nyeri
didaerah yang mengalami fraktur.
2. Riwayat Keluhan Utama
Apa yang menjadi penyebab keluhan utama, yang memberatkan dan
meringankan, seberapa berat keluhan dirasakan, seberapa sering
terjadinya, lokasi keluhan serta apakah terjadi mendadak atau bertahap.
Biasanya pasien merasa nyeri pada saat mobilitas, pada daerah fraktur.
3. Riwayat Kesehatan yang dulu
Keadaan yang dapat berhubungan dengan dihadapi pasien saat ini,
seperti keadaan umum kesehatan yang berupa penyakit-penyakit yang
pernah dialami.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga


Pengkajian riwayat kesehatan keluarga diperlukan untuk menelusuri
kemungkinan adanya kecenderungan berhubungan dengan faktor

9
ginetik, namun fraktur tidak ada hubungan dengan herediter karena
faktornya hanya kecelakaan.
5. Riwayat Psikososial
Mengkaji situasi lingkungan, separti kebiasaan hidup pasien, pola
aktivitas, keadaan mental pasian. Bisanya pasien dengan fraktur
marasa kurang percaya diri, karena adanya perubahan status
kesehatan.

 PEMERIKSAAN FISIK

1. Sistem Pernapasana.
a. Sesak napas
b. Nyeri, batuk-batuk
c. Terdapat retraksi klavikula/dada
d. Pengambangan paru tidak simetris
e. Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain
f. Pada perkusi ditemukan Adanya suara
sonor/hipersonor/timpani,hematotraks (redup)
g. Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas
yang berkurang/menghilang
h. Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas
i. Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
j. Gerakan dada tidak sama waktu bernapas

2. Sistem Kardiovaskuler
a. Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk
b. Takhikardia, lemah
c. Pucat, Hb turun /normal
d. Hipotensi.

10
3. Sistem Persyarafan : Tidak ada kelainan.
2. Sistem Perkemihan : Tidak ada kelainan.
3. Sistem Pencernaan : Tidak ada kelainan.
4. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
a. Kemampuan sendi terbatas
b. Ada luka bekas tusukan benda tajam
c. Terdapat kelemahan
d. Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub
kutan.
7. Sistem Endokrine :
a. Terjadi peningkatan metabolisme
b. Kelemahan.
8. Sistem Sosial / Interaksi : Tidak ada hambatan.
9. Spiritual : Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang


tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas b/d peningkatan sekresi sekret dan
penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang
bullow drainage.

11
C. INTERVENSI

Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan


trauma thorax (Wilkinson, 2006) meliputi :

 Diagnosa 1 : Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan


ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma.

Tujuan : Bersihan jalan napas kembali efektif

Kriteria hasil :

 Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.


 Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
 Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

INTERVENSI RASIOANAL
Berikan posisi yang nyaman, Meningkatkan inspirasi maksimal,
biasanya dnegan peninggian kepala meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi
tempat tidur. Balik ke sisi yang pada sisi yang tidak sakit.
sakit. Dorong klien untuk duduk
sebanyak mungkin.
Obsservasi fungsi pernapasan, catat Distress pernapasan dan perubahan pada
frekuensi pernapasan, dispnea atau tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress
perubahan tanda-tanda vital. fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan
terjadinya syock sehubungan dengan
hipoksia.

Jelaskan pada klien bahwa tindakan Pengetahuan apa yang diharapkan dapat

12
tersebut dilakukan untuk menjamin mengurangi ansietas dan mengembangkan
keamanan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

Jelaskan pada klien tentang Pengetahuan apa yang diharapkan dapat


etiologi/faktor pencetus adanya mengembangkan kepatuhan klien terhadap
sesak atau kolaps paru-paru. rencana teraupetik.

Pertahankan perilaku tenang, bantu Membantu klien mengalami efek fisiologi


pasien untuk kontrol diri dnegan hipoksia, yang dapat dimanifestasikan
menggunakan pernapasan lebih sebagai ketakutan/ansietas.
lambat dan dalam.
 Perhatikan alat bullow drainase gelembung udara selama ekspirasi
berfungsi baik, cek setiap 1 – 2 menunjukkan lubang angin dari
jam : penumotoraks/kerja yang diharapka.
 Periksa pengontrol penghisap Gelembung biasanya menurun seiring dnegan
untuk jumlah hisapan yang ekspansi paru dimana area pleural menurun.
benar. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan
rasiobalnya : Mempertahankan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang
tekanan negatif intrapleural buntu.
sesuai yang diberikan, yang
meningkatkan ekspansi paru
optimum/drainase cairan.
 Periksa batas cairan pada botol
penghisap, pertahankan pada
batas yang ditentukan.
rasionalnya : Air
penampung/botol bertindak

13
sebagai pelindung yang
mencegah udara atmosfir masuk
ke area pleural.
 Observasi gelembung udara
botol penempung.

Posisikan sistem drainage slang rasionalnya b: osisi tak tepat, terlipat atau
untuk fungsi optimal, yakinkan pengumpulan bekuan/cairan pada selang
slang tidak terlipat, atau mengubah tekanan negative yang diinginkan.
menggantung di bawah saluran
masuknya ke tempat drainage.
Alirkan akumulasi dranase bela
perlu.

 Diagnosa II : Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan


peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri
dan keletihan.

Tujuan : Jalan napas lancar/normal

Kriteria hasil :

 Menunjukkan batuk yang efektif.


 Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
 Klien nyaman.

INTERVENSI RASIONAL
Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang Pengetahuan yang diharapkan akan

14
efektif dan mengapa terdapat penumpukan membantu mengembangkan
sekret di sal. pernapasan. kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik

Ajarkan klien tentang metode yang tepat Batuk yang tidak terkontrol adalah
pengontrolan batuk. melelahkan dan tidak efektif,
menyebabkan frustasi.

 Diagnosa III : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma


mekanik terpasang bullow drainage.

Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.

Kriteria Hasil :

 tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.


 luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
 Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

INTERVENSI RASIONAL
 Kaji kulit dan identifikasi pada tahap Rasionalnya : suhu tubuh yang
perkembangan luka. meningkat dapat diidentifikasikan
rasionalnya : mengetahui sejauh mana sebagai adanya proses
perkembangan luka mempermudah dalam peradangan.
melakukan tindakan yang tepat.
 Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta
jumlah dan tipe cairan luka.
rasionalnya : mengidentifikasi tingkat

15
keparahan luka akan mempermudah
 Pantau peningkatan suhu tubuh.

Berikan perawatan luka dengan tehnik tehnik aseptik membantu


aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan mempercepat penyembuhan luka
steril, gunakan plester kertas dan mencegah terjadinya infeksi.

Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi Rasionalnya : agar benda asing


tindakan lanjutan, misalnya debridement. atau jaringan yang terinfeksi tidak
menyebar luas pada area kulit
normal lainnya.
Setelah debridement, ganti balutan sesuai balutan dapat diganti satu atau dua
kebutuhan. kali sehari tergantung kondisi
parah/ tidak nya luka, agar tidak
terjadi infeksi.
Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai antibiotik berguna untuk
indikasi. mematikan mikroorganisme
pathogen pada daerah yang
berisiko terjadi infeksi.

16
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

bahwaTrauma Dada/ Thorax adalah suatu kondisi dimana terjadinya


benturan baik tumpul maupun tajam pada dada atau dinding thorax,
yangmenyebabkan abnormalitas (bentuk) pada rangka thorax. Perubahan bentuk
padathorax akibat trauma dapat menyebabkan gangguan fungsi atau cedera pada
organ bagian dalam rongga thorax seperti jantung dan paru-paru, sehingga
dapat terjadi beberapa kondisi patologis traumatik seperti Haematothorax,
Pneumothorax,Tamponade Jantung, dan sebagainya.

Trauma dada diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu : cedera penetrasi


dan tumpul. Cedera penetrasi (misalkan: pneumotoraks terbuka, hemotoraks,
ceder trekheobronkhial, kontusio pulmonal, ruptur diafragma) mengganggu
integritas dinding dada dan mengakibatkan perubahan dalam tekan intratoraks.
Cedera tumpul (nonpenetrasi) (mis. Pneumotoraks tertutup, pneumotoraks
tensi, cedera trakheobronkhial, flail chest, rupture diafragma, cedera mediastinal,
fraktur rusuk) merusak struktur didalam rongga dada tanpa mengganggu
integritas dinding dada.

B. SARAN

Agar setelah membaca makalah ini mahasiswa/pembacanya dapat mengetahui


penyebab dan bahaya dari trauma dada.

17
DAFTAR PUSTAKA

Asih, Niluh Gede Yasmin. Effendy Christantie. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
Buku kedokteran EGC.

http://nurse87.wordpress.com. 2009-04-28.asuhan keperawatan trauma dada. html

http: //rikayuhelmi116.wordpress.com. 2012-12-09. Asuhan keperawatan pada klien


dengan trauma thorak. Html

http: http: Trauma Dada ~ Keperawatan medikal bedah.com

http: Trauma Thorax. Com

Smeltzer Suzanne, C (1997). Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8.
Vol 3. Jakarta. EGC

18

Das könnte Ihnen auch gefallen