Sie sind auf Seite 1von 47

MAKALAH

Mata Kuliah Keperawatan Sistem Perkemihan


Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Urinary Tract Stone: Urolithiasis

Dosen Pembimbing :
Lailatun Ni’Mah, S.Kep., Ns., M.Kep

Kelompok 3:
1. Sri Wulandari (131511133048)
2. Lely Suryawati (131511133049)
3. Damai Widyandari (131511133054)
4. Bunga Novia Hardiana (131511133057)
5. Heny Oktora Safitri (131511133068)
6. Risniawati (131511133070)
7. Nia Istianah (131511133127)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Urinary Tract Stone: Urolithiasis”. Tanpa
pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikan tugas ini tepat pada
waktunya.

...........Makalah ini disusun agar para pembaca dapat mengetahui dan memahami
mengenai konsep dasar kesehatan dan keselamtan kerja. Penyusun mengucapkan terima
kasih kepada Lailatun Ni’mah, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing mata
kuliah Keperawatan Sistem Perkemihan dan teman-teman yang telah membantu
menyusun sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada para
pembaca. Penyusun menyadari bahwa makalah ini tidaklah sempurna. Oleh karena itu,
kritik yang dapat membangun dari para pembaca sangat diharapkan. Terima kasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Surabaya, 28 Februari 2018

Penyusun

DAFTAR ISI

Cover...............................................................................................................i
Kata Pengantar ...............................................................................................ii
Daftar Isi........................................................................................................iii
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1

ii
1.2 Tujuan.....................................................................................................2
1.2.1 Tujuan Umum ..............................................................................2
1.2.2 Tujuan Khusus ............................................................................ 2
1.3 Manfaat...................................................................................................2

BAB 2 Tinjauan Pustaka


2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Urogenitalia...........................................3
2.1.1 Anatomi Sistem Urogenitalia..........................................................3
2.1.2 Fisiologi Pengisian dan Pengosongan Vesika Urinaria..................5
2.1.3 Teori Pembentukan Baru................................................................6
2.2 Definisi Urolithiasis...............................................................................6
2.3 Klasifikasi Urolithiasis...........................................................................6
2.4 Etiologi Urolithiasis...............................................................................8
2.5 Manifestasi Klinis Urolithiasis...............................................................9
2.6 Patofisiologi Urolithiasis......................................................................10
2.7 WOC.....................................................................................................12
2.8 Pemeriksaan Diagnostik Urolithiasis....................................................13
2.9 Penatalaksanaan Urolithiasis................................................................19

BAB 3 Asuhan Keperawatan Umum............................................................23


3.1 Pengkajian............................................................................................23
3.2 Analisa Data.........................................................................................28
3.3 Diagnosa Keperawatan.........................................................................29
3.4 Intervensi..............................................................................................30
BAB 4 Asuhan Keperawatan Kasus.............................................................34
4.1 Kasus....................................................................................................34
4.2 Pengkajian............................................................................................34
4.3 Analisa Data.........................................................................................37
4.4 Diagnosa Keperawatan.........................................................................38
4.5 Intervensi dan Implementasi Keperawatan..........................................39
4.6 Evaluasi................................................................................................44
BAB 5 Penutup.............................................................................................45
Daftar Pustaka...............................................................................................46

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Batu saluran kemih adalah batu yang terdiri dari batu ginjal, batu ureter, batu
uretra, dan batu kandung kemih. Komposisi dari batu saluran kemih ini bisa terdiri
dari batu kalsium, batu struvit, batu asam urat dan batu jenis lainnya yang
didalamnya terkandung batu sistin, batu Xanthin, dan batu silikat. Penyebab
tersering terjadinya batu saluran kemih ini adalah sumbatan pada saluran kemih
baik itu terjadi secara herediter maupun karena factor dari luar. (Purnomo, 2011
ed.3)
Penyakit batu saluran kemih ini sudah dikenal sejak zaman babilonia dan zaman
mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukannnya batu pada
kandung kemih seorang mumi. Penyakit ini dapat menyerang penduduk diseluruh
dunia tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak
diberbagai belahan dunia. Dinegara-negara berkembang banyak dijumpai pasien
dengan batu kandung kemih sedangkan dinegara maju lebih banyak dijumpai
penyakit batu saluran kemih bagian atas, hal ini dapat disebabkan oleh pengaruh
status gizi da aktivitas pasien sehari-hari. (Purnomo, 2011 ed.3)
Di Amerika Serikat, 5-10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan
diseluruh dunia rata-rata terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu saluran
kemih. Selain infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna, penyakit batu
saluran kemih juga merupakan tiga penyakit terbanyak pada system urologi
sehingga perlu untuk dipahami terkait penjelaskan maupun factor resiko terjadinya
batu saluran kemih agar penyakit ini dapat dicegah sedini mungkin. (Purnomo, 2011
ed.3).
Angka kejadian batu ginjal di Indonesia pada tahun 2002 adalah 37.636 kasus
baru dengan jumlah kunjungan 58.959 orang, sedangkan jumlah pasien yang
dirawat 19.018 orang, dengan jumlah kematian 378 orang (Hediyani, 2012).
Peran perawat dalam hal ini adalah memberikan penyuluhan tentang pencegahan
terjadinya batu ginjal, seperti mengkonsumsi cairan dalam jumlah banyak (3-4
liter/hari), diet yang seimbang/ sesuai dengan jenis batu yang ditemukan, aktivitas
yang cukup serta segera memeriksakan diri bila timbul keluhan pada saluran kemih
agar dapat segera ditangani. Bagi penderita yang mengalami batu pada saluran

1
kemih agar selalu menjaga kesehatannya agar tidak terjadi pembentukan batu yang
baru. Hal yang juga harus diperhatikan bagi penderita batu ginjal adalah diet
makanan dan pemeliharaan kesehatan, minum obat secara teratur dan menghindari
infeksi.
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Setelah proses pembelajaran mata kuliah Keperawatan Sistem
Perkemihan diharapkan mahasiswa dapat mengerti dan memahami
konsep teori dan asuhan keperawatan pada klien dengan Urolithiasis
dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.
1.2.2. Tujuan Khusus
Setelah perkuliahan diharapkan mahasiswa mampu:
a. Mengetahui tentang anatomi dan fisiologi sistem urogenitalia;
b. Menjelaskan tentang definisi dari Urolithiasis;
c. Menjelaskan tentang klasifikasi dari Urolithiasis;
d. Menjelaskan tentang etiologi dari Urolithiasis;
e. Menjelaskan tentang manifestasi klinis dari Urolithiasis;
f. Menjelaskan tentang patofisiologi/WOC dari Urolithiasis;
g. Menjelaskan tentang pemeriksaan diagnostik dari Urolithiasis;
h. Menjelaskan tentang penatalaksanaan untuk Urolithiasis;
i. Menjelaskan tentang pencegahan dari Urolithiasis;
j. Menjelaskan tentang komplikasi dari Urolithiasis;
k. Menjelaskan tentang prognosis dari Urolithiasis;
l. Membuat asuhan keperawatan pada klien dengan Urolithiasis.

1.3. Manfaat
Penulisan makalah ini sangat diharapkan bermanfaat bagi seluruh pembaca dan
penulis untuk mengetahui dan menambah wawasan tentang Konsep Teori dan
Asuhan Keperawatan, terutama Asuhan Keperawatan pada klien dengan
Urolithiasis.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Urogenitalia


2.1.1 Anatomi Sitem Urogenitalia
Sistem urogenitalia terdiri dari sistem organ reproduksi dan sistem urinaria.
Keduanya dijadikan satu kelompok sistem urogenitalia karena mereka saling
berdekatan, berasal dari embriologi yang sama dan menggunakan saluran yang sama

2
sebagai alat pembuangan. System urinaria atau disebut juga sebagai system ekskretori
yang merupakan organ yang memproduksi, menyimpan, dan mengalirkan urin. Pada
manusia normal organ ini terdiri atas ginjal beserta system pelvikalises , ureter,
kandung kemih, dan urtera. Pada umumnya organ urogenitalia terletak dirongga
retroperitoneal dan terlindung oleh organ lain yang berada disekitanya kecuali testis,
epididimis, vas deferense, penis dan uretra (Purnomo, 2011).

1) Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak dirongga
retroperitoneal bagian atas. Beratnya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya
menghadap ke medial. Cekungan ini disebut sebagai hilus renalis, yang
didalamnya terdapat apeks pelvis renalis dan struktur lain yang merawat ginjal
yakni pembuluh darah, system limfatik dan system saraf. Besar dan berat ginjal
sangat bervariatif, tergantung pada jenis kelamin, umur, serta ada tidaknya ginjal
pada sisi yang lain. Dalam hal ini ginjal laki-laki relative lebih besar dari
perempuan. Pada autopsy klinis didapatkan bahwa ukuran rerata ginjal orang
dewasa adalah 11,5cm (panjang) x 6cm (lebar) x 3.5cm (tebal) dengan berat
bervariasi antara 120-170 gram ataukuranglebih 0.4% dari berat badan
(Purnomo, 2011).
a) Struktur ginjal
Secara anatomis ginjal terbagi atas 2 bagian yaitu korteks dan medulla
ginjal . korteks ginjal terletak lebih superficial dan didalamnya terdapat
berjuta-juta nefron. Nefron merupakan unit fungsional terkecil ginjal.
Medulla ginjal terletak lebih profondus banyak terdapat duktuli atau

3
saluran kecil yang mengalirkan hasil ultrafiltrasi berupa urin. Nefron
terdiri atas glomerulus, tubulus kontrotus proksimal, loop of henle,
tubulus kontrotus distal dan duktus kolegentes. Darah yang membawa
sisa hasil metabolism tubuh difiltrasi didalam glomerulus dan setelah
sampai di tubulus ginjal beberapa zat yang masih diperlukan tubuh
direabsorbsi dan zat sisa yang tidak diperlukan tubuh mengalami sekresi
membentuk urin.
b) Vaskularisasi ginjal
Suplai darah ginjal di perankan oleh arteri dan vena renalis. Arteri renalis
merupakan cabang langsung dari aorta abdomnalis dan vena renalis
bermuara langsung ke dalam vena kafa inferior.
c) Persarafan
Ginjal mendapatkan persafaran melalui pleksus renalis yang seratnya
bersama dengan arteri renalis. Input dari system simpatik menyebabkan
vasokontriksi yang menghambat aliran darah ke ginjal. Impuls sensorik
dari ginjal berjalan menuju corda spinalis segmen T10-11 dan
memberikan sinyal sesuai dengan level dermatomnya. Oleh karena itu,
dapat dimengerti bahwa nyeri didaerah pinggang bisa merupakan nyeri
referral dari ginjal.
d) Fungsi ginjal (Purnomo, 2011)
Ginjal memerankan beberapa fungsi tubuh yang sangat penting bagi
kehidupan yakni menyaring sisa metabolism dan toksin dari darah serta
mempertahankan hemostasis cairan dan elektrolit tubuh yang kemudian
dibuang melalui urin. Fungsi tersebut diantaranya :
 Mengontrol sekresi hormone aldosteron dan ADH dalam mengatur
jumlah cairan tubuh
 Mengatur metabolism ion kalsium dan vitamin D
 Mengasilkan beberapa hormone diantaranya eritropoetin, rennin dan
prostaglandin.
2) Ureter
Ureter adalah organ berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan
urindari pielum (pelvis) ginjal ke dalam buli-buli. Pada orang dewasa
panjangnya lebih kurang 25-35 cm dengan diameter 3-4 mm.
3) Kandung Kemih (Vesika Urinaria)
Vesika urinaria terletak tepat di belakang os pubis. Bagian ini merupakan
tempat untuk menyimpan urin, berdinding otot kuat , bentuknya bervariasi

4
sesuai dengan jumlah urin yang dikandung. Vesika urinaria saat kosong terletak
di apeks belakang tepi atas simfisis pubis. Permukaan posterior berbentuk
segitiga (H. Syaifuddin,2011 ed.4).
4) Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin ke luar dari kandung
kemih melalui proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian
yaitu uretra posterior dan anterior. Pada pria, organ ini juga berfungsi untuk
menyalurkan sperma.
5) Kelenjar prostat
Prostat merupakan organ genitalia pria yang terletak disebelah inferior buli-
buli, didepan rectum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah
kemiri dengan ukuran 4x3x2.5cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. Prostat
menghasilkan cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan
ejaculator.
2.1.2 Fisiologi Pengisian dan Pengosongan Vesika Urinaria
Dinding ureter mengandung otot polos yang tersusun dalam bekas spiral
longitudinal dan sirkuler. Kontraksi peristaltic teratur 1-5x/ menit menggerakkan urin
dari pelvis renalis ke vesika urinaria setiap gelombang peristaltik. Ureter berjalan
miring melalui dinding vesika urinaria untuk menjaga ureter tertutup kecuali selama
gelombang peristaltic dan mencegah urin tidak kembali ke ureter. Kontraksi otot
detrusor bertanggung jawab dalam proses pengosongan vesika urinaria selama
berkemih. Berkas otot berjalan pada sisi uretra yang disebut dengan sfingter uretra
interna. Sepanjang uretra terdapat sfingter uretra membranosa (Sfingter uretra
eksterna) (Syaifuddin, 2011).
2.1.3 Teori proses pembentukan batu
Secara teoritis batu dapat berbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada
tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (statis urin) yaitu pada
system kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises
(stenosis uretero pelvis), divertikel, obstruksiinfravesika kronis seperti pada
hyperplasia benigna prostat, striktura dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-
keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu. Batu tersebut terdiri atas
kristal-kristal yang tersusun bahan-bahan organic dan anorganik yang terlarut dalam
urin (Purnomo, 2011).

2.2 Definisi Urolithiasis

5
Batu saluran kemih (urolithiasis) merupakan obstruksi oleh benda padat pada
saluran kencing yang terbentuk karena faktor presipitasi endapan dan senyawa tertentu.
Batu tersebut terbentuk dari berbagai senyawa, misalnya kalsium oksalat (60%), fosfat
(30%), asam urat (5%), dan sistin (1%) (Prabowo. E&Pranata, 2014).
Batu saluran kemih dapat berukuran dari sekecil pasir hingga sebesar buah
anggur. Batu yang berukuran kecil biasanya tidak menimbulkan gejala dan biasanya
dapat keluar bersama dengan urine ketika berkemih. Batu yang berada di saluran kemih
atas (ginjal dan ureter) menimbulkan kolik dan jika batu berada di saluran kemih bagian
bawah (kandung kemih dan uretra) dapat menghambat buang air kecil.

2.3 Klasifikasi Urolithiasis (Prabowo, 2014)


Urolithiasis dapat diklasifikasikan menurut komposisi kimia yang terkandung
dalam batu ginjal atau saluran kemih. Komposisi kimia yang terkandung dalam batu
ginjal atau saluran kemih dapat diketahui dengan menggunakan analisis kimia khusus
untuk mengetahui adanya kalsium, magnesium, amonium, karbonat, fosfat, asam urat
oksalat, dan sistin.
a) Batu kalsium
Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan BSK yaitu sekitar
70%-80% dari seluruh kasus BSK. Batu ini kadang-kadang di jumpai dalam
bentuk murni atau juga bisa dalam bentuk campuran, misalnya dengan batu
kalsium oksalat, batu kalsium fosfat atau campuran dari kedua unsur tersebut.
Terbentuknya batu tersebut diperkirakan terkait dengan kadar kalsium yang
tinggi di dalam urine atau darah dan akibat dari dehidrasi. Batu kalsium terdiri
dari dua tipe yang berbeda, yaitu Whewellite atau monohidrat (batu berbentuk
padat, warna cokat/ hitam dengan konsentrasi asam oksalat yang tinggi pada air
kemih), Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite atau dehidrat
(batu berwarna kuning, mudah hancur daripada whewellite).
b) Batu asam urat
Kurang lebih 5-10% penderita BSK dengan komposisi asam urat. Pasien
biasanya berusia > 60 tahun. Batu asam urat dibentuk hanya oleh asam urat.
Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang lebih
besar menderita penyakit BSK, karena keadaan tersebut dapat meningkatkan
ekskresi asam urat sehingga pH air kemih menjadi rendah. Ukuran batu asam
urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar sehingga

6
membentuk staghorn (tanduk rusa). Batu asam urat ini adalah tipe batu yang
dapat dipecah dengan obat-obatan. Sebanyak 90% akan berhasil dengan terapi
kemolisis.
c) Batu struvit (magnesium-amonium fosfat)
Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan
oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan
kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease
dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi
amoniak. Kuman yang termasuk pemecah urea di antaranya adalah Proteus spp,
Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus.
Ditemukan sekitar 15-20% pada penderita BSK. Batu struvit lebih sering terjadi
pada wanita daripada laki-laki. Infeksi saluran kemih terjadi karena tingginya
konsentrasi ammonium dan pH air kemih >7. Pada batu struvit volume air
kemih yang banyak sangat penting untuk membilas bakteri dan menurunkan
supersaturasi dari fosfat.
d) Batu Sistin
Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena gangguan ginjal.
Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan frekuensi kejadian 1-2%.
Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin, lysin dan ornithine berkurang,
pembentukan batu terjadi saat bayi. Disebabkan faktor keturunan dan pH urine
yang asam. Selain karena urine yang sangat jenuh, pembentukan batu dapat juga
terjadi pada individu yang memiliki riwayat batu sebelumnya atau pada individu
yang statis karena imobilitas. Memerlukan pengobatan seumur hidup, diet
mungkin menyebabkan pembentukan batu, pengenceran air kemih yang rendah
dan asupan protein hewani yang tinggi menaikkan ekskresi sistin dalam air
kemih.

2.4 Etiologi Urolithiasis (Prabowo, 2014)


Penyebab pasti pembentukan BSK belum diketahui, oleh karena banyak faktor yang
dilibatkannya, sampai sekarang banyak teori dan faktor yang berpengaruh terhadap
pembentukan BSK yaitu:
a) Teori Nukleasi
Teori ini menjelaskan bahwa pembentukan batu berasal dari inti batu yang
membentuk kristal atau benda asing. Inti batu yang terdiri dari senyawa jenuh
yang lama kelamaan akan mengalami proses kristalisasi sehingga pada urin

7
dengan kepekatan tinggi lebih beresiko untuk terbentuknya batu karena mudah
sekali untuk terjadi kristalisasi.
b) Teori Matriks Batu
Matriks akan merangsang pembentukan batu karena memacu penempelan
partikel pada matriks tersebut. Pada pembentukan urin seringkali terbentuk
matriks yang merupakan sekresi dari tubulus ginjal dan berupa protein (albumin,
globulin dan mukoprotein) dengan sedikit hexose dan hexosamine yang
merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu.
c) Teori Inhibisi yang Berkurang
Batu saluran kemih terjadi akibat tidak adanya atau berkurangnya faktor
inhibitor (penghambat) yang secara alamiah terdapat dalam sistem urinaria dan
berfungsi untuk menjaga keseimbangan serta salah satunya adalah mencegah
terbentuknya endapan batu. Inhibitor yang dapat menjaga dan menghambat
kristalisasi mineral yaitu magnesium, sitrat, pirofosfat dan peptida. Penurunan
senyawa penghambat tersebut mengakibatkan proses kristalisasi akan semakin
cepat dan mempercepat terbentuknya batu (reduce of crystalize inhibitor). Batu
terbentuk dari traktus urinarius ketika konsentrasi subtansi tertentu seperti
kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat
terbentuk ketika terdapat defisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat yang secara
normal mencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi lain yang mempengaruhi laju
pembentukan batu mencakup pH urin dan status cairan pasien (batu cenderung
terjadi pada pasien dehidrasi).

Penyebab terbentuknya batu dapat digolongkan dalam 2 faktor antara lain faktor
endogen seperti hiperkalsemia, hiperkasiuria, pH urin yang bersifat asam maupun basa
dan kelebihan pemasukan cairan dalam tubuh yang bertolak belakang dengan
keseimbangan cairan yang masuk dalam tubuh dapat merangsang pembentukan batu,
sedangkan faktor eksogen seperti kurang minum atau kurang mengkonsumsi air
mengakibatkan terjadinya pengendapan kalsium dalam pelvis renal akibat
ketidakseimbangan cairan yang masuk, tempat yang bersuhu panas menyebabkan
banyaknya pengeluaran keringat, yang akan mempermudah pengurangan produksi urin
dan mempermudah terbentuknya batu, dan makanan yang mengandung purin yang
tinggi, kolesterol dan kalsium yang berpengaruh pada terbentuknya batu.

2.5 Manifestasi Klinis Urolithiasis

8
Batu di ginjal tersebut bersifat asimtomatik kecuali apabila batu tersebut
menyebabkan obstruksi atau timbul infeksi (J. Corwin, 2007). Manifestasi klinis
bergantung pada adanya obsrtuksi, infeksi, dan edema. Iritasi batu yang terus-menerus
dapat mengakibatkan terjadinya infeksi (pielonefritis dan sistitis) yang sering disertai
dengan keadaan demam, mengggil dan disuria.
1) Batu di piala ginjal (Purnomo, 2011)
a) Menyebabkan rasa sakit yang dalam dan terus-menerus diarea
kostovertebral.
b) Dapat dijumpai hematuria dan piuria.
c) Kolik renal : Nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di
seluruh area kostovertebral, nyeri pinggang, biasanya disertai mual
dan muntah
2) Batu di ureter (Purnomo, 2011)
a) Nyeri luar biasa, akut, kolik yang menyebar ke paha & genitalia
b) Sering merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit urin yang keluar,
dan biasanya mengandung darah
3) Batu di kandung kemih (Purnomo, 2011)
a) Nyeri kencing/disuria hingga stranguri
b) Perasaan tidak enak sewaktu kencing
c) Kencing tiba-tiba terhenti kemudian menjadi lancar kembali dengan
perubahan posisi tubuh
d) Nyeri pada saat miksi seringkali dirasakan pada ujung penis, skrotum,
perineum, pinggang, sampai kaki.
4) Batu di uretra (Purnomo, 2011)
a) Miksi tiba-tiba berhenti hingga terjadi retensi urin
Nyeri dirasakan pada glans penis atau pada tempat batu berada.
b) Batu yang berada pada uretra posterior, nyeri dirasakan di perineum
atau rektum
c) Batu yang terdapat di uretra anterior seringkali dapat diraba oleh
pasien berupa benjolan keras di uretra pars bulbosa maupun
pendularis atau kadang-kadang tampak di meatus uretra eksterna

2.6 Patofisiologi Urolithiasis


Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-
tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu sistem kalises
ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvik alises, divertikel, obstruksi
infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat berigna, striktura, dan buli-buli
neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadi pembentukan batu.

9
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik yang terlarut di
dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap larut)
kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi
kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat Kristal masih rapuh
dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu, agregat Kristal
menempel pada epitel saluran kemih, dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada
agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran
kemih. Kondisi metastable di pengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam
urine, konsentrasi solute di dalam urine, laju aliran di dalam saluran kemih, atau adanya
koloid di dalam urine, kosentrasi solute di dalam saluran kemih, atau adanya korpus
alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu. Lebih dari 80% batu
saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan dengan oksalat maupun
dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat, sedangkan sisanya
berasal dari batu asam urat, batu magnesium ammonium fosfat, batu xanthyn, batu
sistein, dan batu jenis lainnya. Meskipun patogenesis pembentukan batu-batu di atas
hampir sama, tetapi suasana di dalam saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya
jenis batu itu tidak sama. Misalkan batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana
asam, sedangkan batu magnesium amonium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa
(Dinda, 2011).

10
2.7 WOC

11
2.8 Pemeriksaan Diagnostik Urolithiasis
Pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan untuk mengetahui adanya batu ureter
(urolithiasis) menurut Umamy 2007 adalah sebagai berikut:
1) Uji Laboratorium
a) Analisa urin (Urinanalisis)
Analisa ini digunakan untuk menemukan faktor risiko pembentukan batu
dan menunjukkan hasil secara umum terkait dengan hal-hal berikut ini:
 Tes urin lengkap
Suatu pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan kimia urin
yang meliputi pemeriksaan protein dan glukosa. Sedangkan yang
dimaksud dengan pemeriksaan urin lengkap adalah pemeriksaan
urin rutin yang dilengkapi dengan pemeriksaan benda keton,
bilirubin, urobilinogen, darah samar dan nitrit. Warna urin, adanya
eritrosit, bakteri yang ada di dalam urin
 Kultur urin
Pemeriksaan ini dilakukan dengan indikasi kecurigaan pada klien
dengan adanya ISK karena berguna untuk mendeteksi adanya infeksi
sekunder ataupun infeksi saluran kemih (ISK) akibat adanya
pertumbuhan kuman pemecah vena seperti (Stapilococus aureus,
Proteus, Klebsiela, Pseudomonas).
 Tes urin 24 jam
Tes ini berguna untuk mengetahui kadar pH urin, kreatinin, asam
urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin yang mungkin meningkat.
Kadar normal pH urin adalah 4,6-6,8. Jika pH asam maka akan
meningkatkan sistin dan batu asam urat. Sedangkan, apabila pH
alkali maka dapat meningkatkan magnesium, fosfat amonium (batu
kalsium fosfat). Kadar BUN normalnya mencapai 5-20 mg/dl, pada
pemeriksaan tujuannya untuk melihat kemampuan ginjal dalam
ekskresi sisa yang bernitrogen. BUN menjelaskan secara kasar
perkiraan Glomerular Filtration Rate (GFR). Hal yang
mempengaruhi perubahan kadar BUN adalah diet tinggi protein serta
darah dalam saluran pencernaan yang mengalami katabolisme

12
(cedera dan infeksi). Sedangkan untuk Kreatinin Serum memiliki
tujuan yang sama dengan pemeriksaan BUN. Kadar normal laki-laki
adalah 0,85-15 mg/dl sedangkan perempuan 0,70-1,25 mg/dl. Jika
pada serum tinggi dan atau urin rendah maka dapat dikatakan
sebagai keabnormalitasan sekunder terhadap tingginya batu
obstruktif pada ginjal yang dapat menyebabkan terjadinya iskemia/
nekrosis.
 Kadar klorida, bikarbonat serum, serta hormon paratiroid
Peningkatan kadar klorida dan penurunan kadar bikarbonat
menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal. Selain itu, kadar
hormon paratiroid (PTH) juga mungkin meningkat jika terdapat
gagal ginjal. (PTH merangsang reabsorpsi kalsium dari tulang
meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urin).
b) Tes darah lengkap (DL)
Leukosit kemungkinan dapat meningkat, hal ini disebabkan adanya
infeksi/septikemia, eritrosit biasanya dalam kadar normal. Sedangkan Hb/Ht
menjadi abnormal bila klien mengalami dehidrasi berat atau polisitemia
(mendorong presipitasi pemadatan) atau anemia (pendarahan, disfungsi/
gagal ginjal).
c) Analisa batu
Pemeriksaan ini juga disebut dengan tes mikroskopik urin untuk
menunjukkan adanya sel dan benda berbentuk partikel lainnya seperti
bakteri, virus maupun bukan karena infeksi (perdarahan, gagal ginjal).
Pemeriksaan ini juga dapat dipakai untuk mengetahui ada atau tidaknya
leukosituria, hematuria dan kristal-kristal pembentuk batu sepertikalsium
oksalat, triple fosfat, asam urat, sistin (Cystine), leusin dan tirosin, kristal
kolesterol, dan kristal lain meliputi kristal dalam urin asam
(natrium urat dan amorf urat), kristal dalam urin alkali (amonium urat
(biurat), Ca-fosfat, amorf fosfat, dan Ca-karbonat), Kristal akibat sekresi
obat dalam urin meliputi kristal sulfadiazin dan kristal sulfonamida.

13
2) Tes Radiologi
a) Foto polos abdomen (BOF, KUB)
Radiologi ini dapat dipakai untuk menunjukkan adanya kalkuli dan atau
perubahan anatomik pada area ginjal maupun sepanjang ureter. Plain-film
radiografi dari ginjal, ureter, dan kandung kemih (KUB) hanya dapat
mendokumentasikan ukuran dan lokasi batu kemih radiopak pada batu
kalsium oksalat dan kalsium fosfat, karena memiliki kandungan kalsium
mereka paling mudah dideteksi oleh radiografi.
Pertimbangan keperawatan dalam pemeriksaan ini adalah menganjurkan
klien untuk dilakukan Lavement dengan dulcolax sebagai persiapan
pemeriksaan. Selain itu, pemeriksaan ini berperan untuk menilai kandung
kemih dan ginjal yang ditentukan dari:
 Distribusi udara di dalam usus rata atau tidak
 Bentuk ginjal
 Bayangan batu : dimana dilihat radiopak, radiolusent
 Garis M. Psoas simetris. Jika tidak simetris harus dilakukan
transplantasi ginjal.

Gambar 1 Gambaran Plain Foto (Foto Polos Abdomen / BOF, KUB)


(Tanagho dan McAninch, 1976)

b) IVP (Intra Vena Pielografi) / IVU (Intravenous Urography)


Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter) dan
garis bentuk kalkuli. IVU/IVP menyediakan informasi yang berguna
mengenai ukuran batu, lokasi, dan radio density. Anatomi Calyceal, derajat
obstruksi, serta unit ginjal kontra lateral juga dapat dinilai dengan akurasi.

14
IVU/IVP memiliki sensitifitas yang lebih besar (64-87%) dan spesifisitas
(92-94%) lebih besar dibandingkan dengan ultrasonografi abdomen dan
KUB radiografi untuk mendeteksi batu ginjal. Kontras diperlukan untuk
melakukan IVU/IVP.
Pertimbangan keperawatan dalam pemeriksaan ini adalah menyarankan
kepada klien agar melakukan puasa selama 6-8 jam agar pemeriksaan
berjalan dengan lancar, selain itu juga dilakukan lavage. Syarat-syarat
pemeriksaan ini adalah klien tidak memiliki alergi kontras dan fungsi ginjal
baik.

Gambar 2. Hasil pemeriksaan dengan IVU/IVP


(Tanagho dan McAninch, 1976)

Indikasi dan kontra indikasi pemeriksaan ini menurut Aziz (2008) dapat dilihat pada
tabel dibawah ini:

Indikasi Kontra indikasi


 Hematuria  Kadar kreatinin >1,5
 ISK yang berulang  Alergi terhadap kontras
 Batu saluran kemih
 Anomali anatomi sistem
urinari
 Nyeri pinggang yang tidak
bisa diterangkan
penyebabnya
 Nyeri kolik ginjal
 Dicurigai terdapat tumor
yang mengganggu fungsi
saluran kencing-ginjal,
ureter, kandung kemih, dan
atau uretra

c) Sistoureteroskopi
Visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan batu
dan atau efek obstruksi (Borley 2006)
d) CT-scan

15
Pemindaian CT-scan akan menghasilkan gambar yang lebih jelas tentang
ukuran dan lokasi batu. Pemeriksaan ini dipakai untuk mengidentifikasi
kalkuli dan masa lain; ginjal, ureter, dan distensi kandung kemih (Borley
2006). Indikasinya meliputi obstruksi saluran kemih, BSK (Batu saluran
kemih), trauma urinari, alkuli ureter, dan distensi bladder

Gambar 3 Gambaran CT-scan


(Tanagho dan McAninch, 1976)

e) Ultrasound ginjal (USG)


USG ginjal digunakan untuk menunjukkan perubahan obstruksi, lokasi
batu. Indikasinya meliputi suspek urolithiasis, kolik ginjal, batu ginjal,
hidronefrosis, obstruksi saluran kemih, batu asam urat, dan yeri ginekologi

Gambar 2.8 Gambaran


USG Doppler
(Tanagho dan McAninch, 2008)
f) Sistoskopi
Sistoskopi adalah prosedur pemeriksaan dengan menyisipkan sebuah
tabung kecil fleksibel melalui uretra, yang memuat sebuah lensa dan sistem
pencahayaan yang membantu dokter untuk melihat bagian dalam uretra dan
kandung kemih untuk mengetahui kelainan dalam kandung kemih dan
saluran kemih bawah. Dengan prosedur ini, batu ginjal dapat diambil dari

16
ureter, kandung kemih atau uretra, dan biopsi jaringan dapat dilakukan.
Indikasi pemeriksaan ini yaitu klien dengan kelainan anomali bladder,
saluran kemih, dan batu ginjal.
g) Uroflowmetry dan Urodinamik
Berguna untuk mengukur kecepatan pengeluaran urin, tekanan bladder
dan tekanan abdominal. Serta untuk mendeteksi pancaran kencing sehingga
dapat mengetahui ada tidaknya kelainan pada saluran kencing bawah, seperti
adanya kelainan prostat (BPH) maupun kelainan striktur uretra. Indikasi
pemeriksaan ini adalah BPH (Benign Prostatic Hyperplasia), striktur uretra,
dan kelainan saluran kencing bagian bawah. Interpretasi yang bisa dilakukan
yaitu dengan cara melihat nilai kecepatan pengeluaran urin (minimal 100 cc
urin) sebagai berikut:
 0 – 10 ml/s : Obstruksi
 10-15 ml/s : Border line
 >15 ml/s : Normal

Gambar 4
Mekanisme
Uroflowmetry

Urodinamik yaitu dengan dua kali tes uroflowmetry dengan volume urin
<100cc.

17
Gambar 5 Mekanisme Urodinamik

h) Magnetic Resonance Urography (MRU)


Magnetic resonance urography (MRU) memberikan alternatif untuk
NCCT dalam pengaturan klinis tertentu, termasuk klien anak-anak dan ibu
hamil. (Pearl dan Nakada, 2009).Indikasi pemeriksaan ini adalah
hidronefrosis, batu saluran kemih (BSK), obstruksi saluran kemih, dan
striktur uretra.
i) Renogram
Pemeriksaan yang dikhususkan untuk klien yang terkena staghorn stone.
Berguna untuk menilai fungsi ginjal (Umamy 2007).

2.9 Penatalaksanaan Urolithiasis


Tujuan panatalaksanaan medis pada urolithiasis adalah untuk menyingkirkan
batu, menentukan jenis batu, mencegah penghancuran nefron, mengontrol infeksi, dan
mengatasi obstruksi yang mungkin terjadi (Brunner & Suddart, 2015)
Tindakan untuk mengatasi penyakit urolithiasis adalah dengan melakukan
observasi konservatif (batu ureter yang kecil dapat melewati saluran kemih tanpa
intervensi), agen disolusi (larutan atau bahan untuk memecahkan batu), mengurangi
obstruksi (DJ stent dan nefrostomi), terapi non invasif Extracorporeal Shock Wave
Lithotripsy (ESWL), terapi invasif minimal: ureterorenoscopy (URS), Percutaneous
Nephrolithotomy, Cystolithotripsi/ ystolothopalaxy, terapi bedah seperti nefrolithotomi,
nefrektomi, pyelolithotomi, uretrolithotomi, sistolithotomi (Brunner & Suddart, 2015).

Tabel 1.

18
Treatment Indikasi Keterbatasan Komplikasi
ESWL 1. Radiolucent Kurang efektif untuk 1. Obstruksi ureter
calculi pasien dengan oleh karena
2. Batu renal < obesitas dan batu pecahan batu
2 cm yang keras 2. Perinephric
3. Batu ureter hematoma
< 1 cm

Ureteros- Batu ureter 1. Invasive Struktur uretera dan


copy 2.Biasanya luka
membutuhkan stent
postoperasi ureteral

URS Batu renal < 1. Mungkin akan Striktur uretera dan luka
2cm kesulitan dalam
membersihkan
frgamen
2.Biasanya
membutuhkan stent
postoperasi uerteral

PNCL Batu renal > 2 Invasive Perdarahan


cm Luka pada sistem
Batu renal pengumpulan
proksimal > 1 Luka pada
cm
Menurut Purnomo 2012, angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per
tahun atau kurang lebih 50% tahun dalam 10 tahun, oleh karena itu perlu dilakukakan
tindakan pencegahan untuk mencegah kekambuhan. Tindakan pencegahan yang dapat
dilakukan meliputi pengaturan diet makanan, cairan dan aktivitas serta perawatan pasca
operasi untuk mencegah terjadinya komplikasi pasca operasi. Beberapa tindakan gaya

19
hidup yang dapat dimodifikasi dalam upaya pencegahan kekambuhan urolithiasis adalah
sebagai berikut:
1. Cairan
Peningkatan konsumsi air setiap hari dapat mengencerkan urin dan membuat
konsentrasi pembentuk urolithiasis berkurang. Konsumsi air sebanyak-
banyaknya dalam satu hari minimal 8 gelas atau setara dengan 2-3 liter per hari
(Lotan, et al., 2013 dalam http://repository.umy.ac.id).
2. Makanan
a. Konsumsi makanan seperti ikan dan kurangi konsumsi oksalat (seperti
daging) untuk menurunkan oksalat dalam urin dan resiko pembentukan batu
oksalat (Maalouf, et al., 2010 dalam http://repository.umy.ac.id).
b. Mengurangi diet protein hewani dan purin lainnya untuk menurunkan kadar
asam urat dalam urin dan resiko pembentukan batu asam urat (Maalouf, et
al., 2010 dalam http://repository.umy.ac.id).
c. Mengurangi makanan yang mengandung tinggi kadar garam karena garam
akan mengambil banyak air dari dalam tubuh sehingga tubuh akan
mengalami dehidrasi tanpa disadari. Disarankan jika terlalu banyak
mengkonsumsi garam hendaknya anda imbangi dengan mengkonsumsi
banyak air yang berfungsi untuk melarutkan garam yang ada di dalam tubuh
(Maalouf, et al., 2010 dalam http://repository.umy.ac.id).
d. Meningkatkan diet kalsium untuk mengikat oksalat di usus dan dengan
demikian akan menurunkan kadar oksalat dalam urin
3. Aktivitas
Aktivitas fisik sangat dianjurkan untuk mencegah terjadinya urolithiasis.
Tingginya aktivitas yang dilakukan dengan diimbangi asupan cairan yang
seimbang maka ada kemungkinan akan memperkecil resiko terjadinya
pembentukan batu, latihan fisik seperti treadmill atau aerobic ini dapat
dilakukan selama 1 jam/ hari selama 5 hari atau anda dapat melakukan olahraga
lari selama 20 meter/ menit selama 5 hari (Shamsuddeen, et al., 2013 dalam
http://repository.umy.ac.id).
4. Dukungan sosial

20
Rahman, et al., (2013 dalam http://repository.umy.ac.id)) menyebutkan tentang
hubungan antara adekuasi hemodialisa terhadap kualitas hidup pasien,
menyatakan bahwa dukungan sosial merupakan salah satu indikator yang dapat
mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Dukungan sosial dapat diberikan dari
keluarga dan lingkungan sekitar dapat meningkatkan keoptimisan pada diri
sendiri untuk sembuh dari penyakit dan memiliki kehidupan yang lebih baik.

2.10. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan (Colella, et al., 2005) dari urolithiasis
meliputi:
1. Hidronefrosis
2. Gagal ginjal
3. Urosepsis

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

3.1 Pengkajian
1) Anamnesa
 Data demografi
Terdiri dari nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, diagnosa
medis, agama, suku bangsa dll.
 Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama

21
Keluhan dari klien bergantung pada posisi atau letak batu, ukuran batu,
dan penyulit yang ada. Nyeri akibat adanya peningkatan tekanan hidrostatik
di daerah abdomen bagian bawah yakni berawal dari area renal meluas
secara anterior dan pada wanita ke bawah mendekati kandung kemih
sedangkan pada pria mendekati testis.
Nyeri yang dirasakan bisa berupa nyeri kolik atupun non kolik. Nyeri
kolik hilang timbul akibat spasme otot polos ureter karena peningkatan
aktivitas untuk mengeluarkan batu. Sedangkan nyeri non kolik terjadi akibat
peregangan kapsul ureter karena hidronefrosis atau infeksi pada ureter.
Apabila urolithiasis disertai dengan adanya infeksi maka demam juga akan
dikeluhkan. Keluhan kencing seperti disuria, retensi urin atau gangguan
miksi lainnya dikeluhkan klien saat pertama datang ke tenaga kesehatan.
b) Riwayat penyakit sekarang
Klien awalnya mengeluhkan perubahan gangguan eliminasi urin yang
dialami (oliguria, disuria, hematuria). Biasanya seiring berjalannya waktu
dan tingkat keparahan penyakit maka nyeri mulai dirasakan dan nyeri ini
bersifat progresif. Respon dari nyeri itu sendiri yakni munculnya gangguan
gastrointestinal, seperti keluhan anoreksia, mual, dan muntah yang
menimbulkan manfestasi penurunan asupan nutrisi umum. Mengkaji berapa
lama dan berapa kali keluhan tersebut dirasakan, apa yang dilakukan, kapan
keluhan tersebut muncul adalah penting untuk mengetahui riwayat
perjalanan penyakit.
c) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat batu ginjal sebelumnya, riwayat mengalami gangguan
haluaran urin sebelumnya, riwayat ISK, riwayat hiperkalsemia ataupun
hiperkalsiuria, riwayat hiperparatiroidisme, riwayat penyakit kanker
(berhubungan dengan adanya malignansi), dan riwayat hipertensi yang bisa
menjadi faktor penyulit pada kasus urolithiasis, penderita osteoporosis yang
menggunakan obat dengan kadar kalsium yang tinggi.
d) Riwayat penyakit keluarga
Keluarga pernah menderita urolithiasis, adanya riwayat ISK, riwayat
hipertensi, riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, riwayat
penyakit usus halus, riwayat bedah abdomen sebelumnya,
hiperparatiroidisme.
e) Riwayat penggunaan obat

22
Adanya riwayat pengunaan obat-obatan tinggi kalsium, antibiotik,
opioda, antihipertensi, natrium bikarbonat, alupurinol, fosfat, tiazid,
pemasukan berlebihan kalsium dan vitamin.
2) Pemeriksaan Fisik
a) Kepala dan leher: Kepala normal dan bentuk simetris, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid, tidak ada keterbatasan gerak leher.
b) Mata: Mata normal
c) Hidung: Hidung normal, jalan nafas efektif, tidak menggunakan pernapasan
cuping hidung.
d) Telinga: Fungsi pendengaran klien baik.
e) Mulut dan gigi: mukosa bibir kering atau lembab, tidak ada peradangan pada
mulut, mulut dan lidah bersih.
f) Dada
 Inspeksi: Dada klien simetris.
 Palpasi: Dada klien simetris tidak ditemukan adanya benjolan.
 Perkusi: Tidak ditemukan adanya penumpukan sekret, cairan atau darah di
daerah paru.
 Auskultasi: Suara napas normal, dan terdengar suara jantung.

g) Abdomen
 Inspeksi: Warna kulit, turgor kulit baik.
 Auskultasi: Peristaltik usus 12x/menit
 Palpasi: Adanya nyeri tekan pada abdomen kiri bawah
h) Pola aktifitas : Riwayat pekerjaan monoton, aktivitas fisik rendah, lebih
banyak duduk, riwayat bekerja pada lingkungan bersuhu tinggi, keterbatasan
mobilitas fisik akibat penyakit sistemik lainnya (cedera serebrovaskuler, tirah
baring lama).
i) Pola sirkulasi: Adanya peningkatan TD/nadi (nyeri, anseitas, gagal ginjal).
Kulit hangat dan kemerahan, pucat.
j) Pola eliminasi: Riwayat adanya ISK Kronis atau obstruksi sebelumnya
(kalkulus). Terjadi penurunan haluaran urin yang ditandai dengan adanya rasa
seperti terbakar, oliguria, hematuria, piuria, perubahan pola berkemih.
k) Pola intake makanan dan cairan: Klien mual dan muntah, nyeri tekan pada
abdomen. Diet rendah purin, kalsium oksalat, dan fosfat. Ketidakcukupan
pemasukan cairan, tidak minum air dengan cukup yang ditandai dengan
distensi abdomen, penurunan suara bising usus.

Pemeriksaan fisik dengan metode ROS:


 B1 (breathing)

23
Pola napas cepat dan dalam menunjukkan adanya asidosis metabolik.
Jika memberat, edema paru bisa ditemukan menjadi penyakit paru uremik
(edema paru nonkardiogenik). Ronkhi terdengar karena beban volume
berlebihan pada paru sebagai akibat dari retensi natrium dan air. Klien sering
mengalami infeksi karena imunosupresi pada gagal ginjal terminal.
 B2 (blood)
Gagal ginjal kronik bisa memicu gagal jantung kongestif. Sedangkan
gagal ginjal terminal dapat menimbulkan manifestasi anemia karena
eritopoiesis. Keadaan hidrasi klien penting diperiksa pada semua klien
dengan masalah kesehatan yang berhubungan dengan sistem perkemihan.

 B3 (brain)
Adanya anemia dan ikterus (jarang ditemukan) sebagai akibat dari
retensi nitrogen yang menyebabkan hemolisis. Fetor uremikum (bau amoniak
hasil pemecahan urea di dalam saliva). Stomatitis dan ulkus dapat dijumpai
karena ada penurunan aliran saliva sehingga memunculkan risiko infeksi.
Pada sistem persarafan sendiri, pada klien kronis berat adalah somnolen
sampai koma karena retensi nitrogen atau toksik.
 B4 (bladder)
 Inspeksi
(1) Amati pembesaran pada daerah pinggang dan abdomen yang
mungkin terlihat karena adanya hidronefrosis.
(2) Pemeriksaan eliminasi urin
Perubahan yang terjadi biasanya adalah perubahanpancaran miksi
akibat dari obstruksi pada saluran kemih atau kelainan neurologis
atau pascatrauma pada saluran kemih.
(3) Pemeriksaan genitalia eksterna
Mencakup genitalia eksternal dan cincin. Melalui inspeksi,
perhatikan adanya kelainan pada penis dan uretra, misalnya
mikropenis, makropenis, hipospadia, kordae, epispadia, stenosis
pada meatus eksterna, fimosis/parafimosis, fistel uretrokutan, ulkus,
tumor, dan keganasan penis.
(4) Maturitas seksual
Mengkaji kematangan seksual klien, dari ukuran dan bentuk penis
dan testis, warm dan tekstur kulit skrotum dengan karakternya, dan

24
distribusi rambut pubis. Inspeksi juga kulit yang menutup genitalia
untuk kutu,ruam, ekskoriasi, ataupun lesi.
(5) Penis
Inspeksi struktur penis, termasuk batang, korona, prepusium, glans,
dan meatus uretra untuk mengkaji adanya lesi. Vena dorsalis harus
terlihat saat inspeksi. Lakukan palpasi untuk mengkaji adanya nyeri
ataupun kondisi abnormal.

(6) Skrotum
Inspeksi bentuk, ukuran dan kesimetrisan juga adanya lesi dan
edema.
 Auskultasi
Kaji adanya bruit renal dan paling terdengar tepat di atas umbilikus
sekitar 2cm dari sisi kanan atau sisi kiri garis tengah.
 Perkusi
Memberikan ketokan pada sudut kostovertebra (CVA). Pada klien dengan
pielonefritis, batu ginjal pada pelvis, dan batu ureter akan terasa nyeri.
 Palpasi

Ginjal teraba unilateral Ginjal teraba bilateral

Hipernefroma (karsinoma sel ginjal) Karsinoma sel ginjal bilateral

Hidronefrosis atau pionefrosis


Hidronefrosis atau pionefrosis
bilateral

Ginjal polikistik (dengan pembesaran


Ginjal polikistik
yang asimetris)

Ginjal kanan normal/ginjal soliter Sindrom nefrotik, nefropati diabetika

Pemeriksaan kandung kemih dengan palpasi dan perkusi kandung


kemih dilakukan untuk menentukan batasnya dan adanya nyeri tekan
pada area suprasimfisis. Perhatikan adanya benjolam atau masa atau
jaringan parut di suprasimfisis. Masa yang teraba mungkin merupakan
kandung kemih yang penuh sebagai akibat dari retensi urin yang dialami.
 B5 (bowel)
Kaji adanya asites di abdomen akibat berkumpulnya cairan karena
sindrom nefrotik sebab hipoalbuminemia.
 B6 (bone)
Kulit dapat kekuningan akibat gagal ginjal kronis atau abu-abu sampai
merah tua akibat desposisi zat besi pada klien yang melakukan transfusi darah

25
multipel. Sedangan kuku klien biasanya ada leukonikia karena hipoalbumin,
yang ditandai dengan proteinuria berat (>3,5 gr/24jam), kadar albumin serum
rendah (<30 g/l) dan edema karena kerusakan pada glomerulus. Edema
ekstremitas (pitting edema) juga mungkin ditemui.

3.2 Analisa Data


NO DATA ETIOLOGI MK

1. DS: klien mengeluh nyeri pada Urolithiasis Nyeri Akut


pinggang (S) menjalar sampai
Obstruksi pada traktus
meatus uretra
urinarius
DO: wajah klien meringis
Tekanan hidrostatik
kesakitan.
meningkat
P: nyeri timbul karena adanya
Distensi pada ureter
distensi pada ureter
proksimal
Q: nyeri kolik
Frekuensi kontraksi ureter
R: pinggang (S) sampai meatus meningkat
uretra
Peningkatan tekanan pada
S: skala nyeri 7 (dari 0-10) dinding ureter
wajah meringis kesakitan dan
Trauma
lutut menekuk untuk menahan
sakit Terputusnya saraf

T: nyeri hilang timbul dan nyeri Melepaskan reseptor nyeri


hebat saat berkemih
Nyeri

2. DS: klien mengatakan sulit Obstruksi pada traktus Retensi Urin


BAK dan hanya keluar sedikit urinarius
serta sering BAK malam hari
Penurunan reabsorbsi dan
DO: sekresi turbulensi ginjal

1. BAK output 1000 cc/hari

26
berwarna kuning jernih dan Gangguan fungsi ginjal
intake cairan 1500 cc/hari.
2. Distensi abdomen bagian Penurunan produksi urin

bawah (daerah simpisis)


(tertahan di kandung kemih)
3. Disuria
4. Hesistensi
5. Retensi urin

3. DS : Suhu tubuh px meningkat Urolithiasis Risiko Infeksi

DO : Adanya batu di uretra

- Hematuria Batu terdorong oleh urin


dan melukai uretra
- Px menggunakan alat bantu
kateter Pemasangan alat bantu
kateter

Hygiene kurang

Infeksi

3.3 Diagnosa Keperawatan


1) Nyeri akut b.d peningkatan frekuensi dorongan dan gesekan pada saluran
kemih
2) Retensi urin b.d obstruksi saluran kemih
3) Risiko infeksi b.d prosedur invasif (Sistoskopi atau penggunaan kateter)

3.4 Intervensi

No Diagnosa NOC NIC

27
Keperawatan
1. Nyeri akut b.d Tujuan: MANAJEMEN NYERI
peningkatan Setelah dilakukan perawatan (KONTROL NYERI)
frekuensi 2x24 jam klien melaporkan 1. Kaji nyeri secara
dorongan nyeri berkurang atau hilang. komprehensif meliputi lokasi,
gesekan pada karakteristik, onset, frekuensi,
saluran kemih Kriteria hasil: kualitas, intensitas atau
1. Nyeri terkontrol yang beratnya nyeri dan faktor
dilihat dari indikator: presipitasi
1) Klien menuliskan gejala 2. Observasi ekspresi klien
nyeri berkurang (skala 1- secara non verbal agar
5) mengetahui tingkat nyeri
2) Klien dapat menjelaskan 3. Kolaborasi pemberian
faktor penyebab nyeri analgesik sesuai advis dokter
3) Klien dapat mengetahui dan monitoring respon klien
intervensi yang 4. Kaji pengetahuan dan
dilakukan untuk perasaan klien mengenai
mengurangi nyeri nyerinya
(farmaka dan non 5. Kaji dampak nyeri terhadap
farmaka) kualitas hidup klien (ADL)
4) Klien melaporkan 6. Ajak klien untuk mengkaji
perubahan gejala nyeri faktor yang dapat
yang terkontrol pada tim memperburuk nyeri
medis 7. Kontrol faktor lingkungan
5) Klien mengetahui onset yang dapat mempengaruhi
nyeri ketidaknyamanan klien
2. Level nyeri 8. Ajarkan teknik
1) Laporan nyeri nonfarmakologi (relaksasi,
2) Durasi nyeri terapi musik, distraksi, terapi
3) Ekspresi wajah klien aktifitas, masase)
4) Tidak terjadi diaporesis
3. TTV dalam batas normal
(TD: 120/80 mmHg, Nadi:

28
16-20x/menit)

2. Retensi urin b.d Tujuan: 1. Urinary Retention Care
obstruksi Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor intake dan output
saluran kemih keperawatan 3x24 jam retensi 2) Monitor penggunaan obat
urin klien dapat teratasi. antikolinergik
3) Monitor derajat distensi
Kriteria Hasil: bladder
1. Kandung kemih kosong 4) Instruksikan pada klien dan
secara penuh keluarga untuk mencatat
2. Tidak ada residu urin output urine
>100-200 cc 5) Sediakan privasi untuk
3. Intake cairan dalam eliminasi
rentang normal 6) Stimulasi refleks bladder
4. Bebas dari ISK dengan kompres dingin
5. Tidak ada spasme pada abdomen.
bladder 7) Kateterisaai jika perlu
6. Balance cairan seimbang 8) Monitor tanda dan gejala
7. Level nyeri
ISK (panas, hematuria,
1) Laporan nyeri
perubahan bau dan
2) Durasi nyeri
konsistensi urine)
3) Ekspresi wajah klien 2. Monitoring kadar albumin,
4) Tidak terjadi diaporesis protein total
3. Lakukan perawatan perineal
8. Eliminasi urin optimal
dan perawatan selang kateter
dilihat dari indikator:
4. Dorong klien untuk berkemih
1) Pola berkemih
tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba
2) Jumlah urin
dirasakan.
3) Warna urin 5. Ajarkan serta demonstrasikan
4) Intake cairan kepada klien dan anggota
5) Kejernihan urin keluargatentang teknik
6) Bau urin berkemih yang akan
digunakan di rumah. Sehingga
klien dan keluarga mampu

29
melakukannya dengan
mandiri.
6. Kolaborasikan obat diuretik
3. Risiko infeksi Tujuan: KONTROL INFEKSI
b.d prosedur Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan teknik aseptif
invasif keperawatan selama 1x24 jam 2. Cuci tangan setiap sebelum
(Sistoskopi atau infeksi pada klien dapat dan sesudah tindakan
penggunaan terkontrol keperawatan
kateter) 3. Gunakan baju, sarung tangan
Kriteria Hasil: sebagai alat pelindung
4. Gunakan kateter intermiten
Faktor-faktor 1. Klien bebas dari tanda dan
untuk menurunkan infeksi
risiko : gejala infeksi (tumor, dolor,
kandung kemih
1. Prosedur rubor, kolor, fungsio laesa)
5. Tingkatkan intake nutrisi
Invasif 2. Menunjukkan kemampuan 6. Dorong klien untuk memenuhi
2. Inadekuat untuk mencegah timbulnya intake cairan
7. Berikan terapi antibiotik
pertahanan infeksi
sekunder 3. Jumlah leukosit dalam
PROTEKSI TERHADAP
(penurunan Hb, batas normal
INFEKSI
3
Leukopenia, (400010.000/mm )
1. Monitoring tanda dan gejala
penekanan 4. Status imunitas baik dilihat
infeksi sistemik dan lokal
respon dari indikator: 2. Inspeksi kulit dan membran
inflamasi) 1) Suhu tubuh mukosa terhadap kemerahan,
b) 2) Fungsi respirasi panas, drainase
3. Monitoring adanya luka
3) Fungsi gastrointestinal
4. Batasi pengunjung bila perlu
4) Fungsi genitourinaria 5. Dorong klien untuk istirahat
6. Ajarkan klien dan keluarga
5) Integritas kulit
tanda dan gejala infeksi
6) Integritas mukosa
7. Kaji suhu badan pada klien
neutropenia setiap 4 jam
8. Laporkan kecurigaan infeksi

30
BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
4.1 Kasus

Tn M berusia 62 tahun datang ke RS Universitas Airlangga pada tanggal 27


januari 2018 dengan keluhan nyeri bagian belakang pinggang, nyeri yang
dirasakan Tn. M berupa nyeri akut yaitu kadang hilang kadang juga timbul, Tn.
M sudah mengalami penyakit seperti ini sejak 1 bulan yang lalu. Seminggu yang
lalu nyeri Tn. M lebih sering timbul, Tn. M juga tidak bisa tidur dikarenakan
badannya panas tinggi dan merasa seperti terbakar saat berkemih, kemudian Tn.
M dibawa oleh keluarga untuk berobat ke RS Universitas Airlangga dan
didapatkan pemeriksaan fisik: TD 130/80 mmhg, suhu: 38,5oC, nadi : 80x/menit,

31
RR: 20x/menit. Setelah dilakukan pemeriksaan klien di diagnosa menderita
urolithiasis.

4.2 Pengkajian
1) Anamnesa
 Identitas klien

Nama : Tn. M
Umur : 62 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Status perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SD
Suku : Jawa
Pekerjaan : Petani
Alamat : Karang rejo Surabaya
Tanggal masuk RS : 27 januari 2018

 Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama: mengeluh nyeri di bagian belakang pinggang dan
merasa terbakar saat berkemih
b. Riwayat penyakit klien: klien dengan keluhan nyeri bagian belakang
pinggang, nyeri yang dirasakan Tn. M berupa nyeri akut yaitu kadang
hilang kadang juga timbul, Tn. M sudah mengalami penyakit seperti
ini sekitar 1 bulan yang lalu. Seminggu yang lalu nyeri Tn. M lebih
sering timbul, Tn. M juga tidak bisa tidur dikarenakan badannya
panas tinggi dan merasa seperti terbakar saat berkemih,
c. Riwayat penyakit dahulu: klien mengatakan tidak mempunyai riwayat
penyakit dahulu. Hanya saja berobat jalan dipuskesmas dekat tempat tinggal
klien.
d. Riwayat kesehatan keluarga: keluarga Tn. M tidak memiliki penyakit yang
diderita klien adalah penyakit keturunan/genetik .
e. Riwayat psikospiritual
 Pola koping: klien dapat menerima keadaan penyakitnya sebagai suatu
yang wajar terjadinya usia tua
 Harapan klien tentang penyakitnya: klien berharap cepat sembuh dan
kembali bekerja
 Faktor stressor: ingin cepat sembuh

32
 Konsep diri: klien tidak merasa rendah diri karena penyakitnya karena
dianggap wajar terjadi pada usia tua
 Pengetahuan klien: klien menyatakan bahwa penyakitnya terjadi akibat
banyak duduk dan kurang minum air
 Hubungan dengan anggota keluarga dan masyarakat: Interaksi dalam
keluarga, dengan pola komunikasi yang baik dan terbuka, pembuat
keputusan dengan cara musyawarah antara anggota keluarga, klien juga
mengikuti seluruh kegiatan kemasyarakatan seperti gotong royong
 Kegiatan keagamaan : klien rajin ibadah
f. Kebutuhan dasar
 Pola makan : keluarga dan klien makan 3 x sehari dengan komposisi
nasi, sayur, lauk dan kadangkala buah-buahan. Klien kadang kala makan
tidak teratur karena pekerjaannya. Makanan pantangan tidak ada, klien
tidak mau memilih-milih makanan.
 Pola minum : klien kadangkala tidak minum / kurang minum akibat
pekerjaan, minuman kesukaan adalah kopi setiap pagi dan sore.
 Pola elimininasi :
BAK : klien buang air kecil tidak lancar, namun kadangkala terasa
terbakar karena kurang minum air dengan warna urin kadang jernih dan
kadang kekuning-kuningan.
BAB : klien BAB 1 x sehari, konsistensi lunak dan tidak ada keluhan
saat BAB, warna feses kuning dan tidak dijumpai kelainan.
 Pola tidur : klien tidur tidak teratur karena nyeri yang dirasakan
 Aktivitas sehari-hari : sehari-hari klien bekerja sebagai petani.
g. Pola personal hygiene
 Sebelum masuk rumah sakit klien mandi dengan frekuensi 2 kali/hari,
pagi dan sore hari,
 Dirumah sakit klien hanya di seka oleh keluarga 2 kali sehari pada pagi
dan sore hari.
 Oral hygiene sebelum sakit 2 kali sehari setiap setelah mandi pada pagi
dan sore.
 Oral hygiene setelah sakit 2 kali sehari setiap setelah diseka pada pagi
dan sore.
 Cuci rambut sebelum sakit selalu mencuci rambut ketika mandi pada
pagi dan sore hari.
 Setelah sakit tidak pernah mencuci rambut setelah klien masuk rumah
sakit.
h. Pola istirahat
 Sebelum sakit klien tidur siang 3 jam, dan tidur malam 8 jam,
dengan kebiasaan sebelum tidur berdoa.

33
i. Pemeriksaan Fisik
 Sistem pernapasan : klien tidak merasa sesak, pernapasan teratur dengan
frekuensi 26 x / menit. Tidak ada gangguan pernapasan.
 Sistem kardiovaskuler : saat pemeriksaan TD = 120/90, Frekuensi jantung
88 x / menit, tidak ada gangguan berarti.
 Sistem genitourinaria : nyeri saat miksi (+), urine berwarna kuning,
tidak dijumpai partikel darah atau lainnya. Nyeri ketukan pada pinggang.
 Sistem muskoskeletal : kekakuan otot (-), tonus otot sedang, atropi otot
(-), nyeri tekan (-), edema (-), kelemahan (-).
 Sistem gastrointestinal : tidak ditemukan kelainan, mual (-), selera makan
baik, nyeri epigastrum (-), kadang-kadang diare, tapi tidak begitu
mengganggu, konstipasi jarang.
 Sistem neurologi : kehilangan memori (-), komunikasi lancar dan jelas,
orientasi terhadap orang baik, waktu dan tempat baik, emosi dapat
dikendalikan, tenang, tremor (-).
 Sistem endokrin : riwayat DM (-) dan riwayat makan berlebih (-), belum
pernah dideteksi akibat gangguan metabolisme lainnya.
 Sistem respiratoris : sistem pernapasan baik, tidak ada bunyi / gangguan
saluran pernapasan.
 Sistem pendengaran : pendengaran baik, tidak menggunakan alat bantu
pendengaran.
 Sistem penglihatan : penglihatan klien baik, tidak menggunakan alat
bantu / kacamata.

4.3 Analisa Data


DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
DS : Urolithiasis Nyeri Akut
- Klien mengeluh sakit pada
pinggang belakang
Obstruksi saluran kemih
- Klien menyatakan nyeri
tekan pada pinggang kanan
DO : Batu pada Ginjal
- Klien terlihat meringis
menahan sakit
Nyeri hilang timbul
- Klien merasakan nyeri sejak

34
1 bulan yang lalu
Skala nyeri: Episode kolik renal
P : saat berkemih
Q : rasa terbakar saat berkemih Nyeri akut
R : bagian belakang pinggang
S:4
T : kadang-kadang

DS : Urolithiasis Hipertermi
Klien mengatakan bahwa
badannya panas
Obstruksi saluran kemih
DO :
TD 130/80 mmhg
Suhu : 38,5oC
Batu pada ureter
Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit
Mengiritasi endotel dan PD
pada ureter

Pelepasan mediator inflamasi


(pirogen)

Aktivitasi asam arachidonat

Merangsang thermostat di
hipotalamus

Suhu tubuh meningkat

Hipertermi

DS Urolithiasis Gangguan Eliminasi Urine


- Klien menyatakan kurang
minum
Obstruksi saluran kemih

35
- Klien menyatakan rasa
terbakar saat berkemih
Batu pada vesika urinaria
DO
Warna urine klien jernih dan
kekuning-kuningan
Balance cairan : Leher kandung kemih retens
Intake : 1.300 ml/hari urin
Output : 1.000ml/hari
Gangguan eliminasi urin

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Domain 12: kenyamanan. Kelas 1: kenyamanan fisik. Nyeri akut berhubungan


dengan agen cedera biologis (mis., infeksi) (00132)
2. Domain 11. Keamanan/ Perlindungan. Kelas 6. Termoregulasi. Hipertermi
berhubungan dengan sepsis (00007)
3. Domain 3: eliminasi dan pertukaran. Kelas 1: fungsi urinarius. Gangguan
eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi anatomik (00020)

36
4.4 Intervensi dan Implementasi Keperawatan
No. Diagnosa NOC NIC Jam Implementasi
Keperawatan

1. Domain 12: Kontrol Nyeri (1605) Managemen Nyeri (1400) Managemen Nyeri (1400)
09.00 WIB 1. Melakukan pengkajian nyeri
kenyamanan. Tujuan : Setelah dilakukan1. Lakukan pengkajian nyeri koprehensif yang meliputi; lokasi,
Kelas 1: asuhan keperawatan koprehensif yang meliputi; karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
selama 2x24, nyeri teratasi lokasi, karakteristik, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri
kenyamanan onset/durasi, frekuensi, kualitas, 09.05 WIB
dengan kriteria hasil: dan faktor pencetus. Pasien mengetahui
fisik. Nyeri intensitas atau beratnya nyeri kapan nyeri akan terjadi setelah
1. Klien dapat mengenali dan faktor pencetus. melakukan pengkajian nyeri bersama
akut 2. Observasi adanya petunjuk
kapan nyeri terjadi perawat.
berhubungan ( dengan mengetahui nonverbal mengenai 09.10 WIB 2. Mengobservasi adanya petunjuk
lokasi, karakteristik, ketidaknyamanan terutama pada nonverbal mengenai ketidaknyamanan
dengan agen mereka yang tidak dapat
durasi, dan frekuensi 09.15 WIB terutama pada mereka yang tidak dapat
cedera biologis nyeri) berkomunikasi secara efektif. berkomunikasi secara efektif. Pasien
2. Klien dapat 3. Gali pengetahuan pasien mengetahui bahwa tanda nonverbal
(mis., infeksi) mengenai nyeri
mengetahui faktor 09.20 WIB seperti meringis adalah suatu tanda
(00132) penyebab nyeri 4. Gali bersama pasien faktor- nyeri.
(adanya batu ginjal faktor yang dapat menurunkan 09.25 WIB 3. Menggali pengetahuan pasien mengenai
atau infeksi saluran atau memperberat nyeri. nyeri. Apakah pasien mengetahui
kemih) 5. Ajarkan pasien prinsip-prinsip penyebab nyeri dan kapan nyeri akan
3. Klien dapat manajemen nyeri. 09.30 WIB muncul.
menggunakan tindakan 6. Berikan informasi mengenai 4. Menggali bersama pasien faktor-faktor
pencegahan (minum nyeri, seperti: penyebab nyeri, yang dapat menurunkan atau
banyak air putih berapa lama nyeri akan 09.35 WIB memperberat nyeri. Pasien mengetahui
minimal 8 gelas air (+ dirasakan dan antisipasi dari faktor-faktor seperti kurang minum

39
1
2-3 liter) dalam sehari) ketidaknyamanan. yang dapat menyebabkan batu ginjal.
4. Klien dapat 7. Berikan klien penurun nyeri 5. Mengajarkan pasien prinsip-prinsip
menggunakan obat yang optimal dengan peresepan manajemen nyeri. Pasien mengetahu
analgesik yang analgesik. prinsip manajemen nyeri seperti : terapi
direkomendasikan 8. Pastikan perawatan analgesik diet dan farmakologi)
(obat-obatan NSAID bagi pasien dilakukan dengan 6. Memberikan informasi mengenai nyeri,
seperti : ketorolak dan pemantauan yang ketat seperti: penyebab nyeri, berapa lama
naproxen) nyeri akan dirasakan dan antisipasi dari
ketidaknyamanan. Pasien mengetahui
penyebab nyeri dan kapan nyeri akan
muncul.
7. Memberikan klien penurun nyeri yang
optimal dengan peresepan analgesik.
Pasien diharapkan dapat mematuhi
pemberian analgesik oleh tenaga
kesehatan.
8. Memastikan perawatan analgesik bagi
pasien dilakukan dengan pemantauan
yang ketat. Pasien diharapkan
mengetahui pentingnya kepatuhan
terhadap rejimen obat.

40
2
2. Domain 11. Tanda-tanda vital (0802) Monitor tanda-tanda vital (6680) Monitor tanda-tanda vital (6680)
Keamanan/
Perlindungan. Tujuan : Setelah dilakukan 1. Monitor tekanan darah, nadi, 11.30 WIB 1. Memonitor tekanan darah, nadi, suhu,
asuhan keperawatan suhu, dan status pernafasan. dan status pernafasan. Pasien
Kelas 6.
selama 1x24, hipertermi 2. Inisiasi dan pertahankan mengetahui hasil dari pengukuran
Termoregulasi.
pemantauan suhu tubuh secara tersebut.
Hipertermi dapat teratasi dengan 11.35 WIB
terus-menerus dengan tepat 2. Menginisiasi dan pertahankan
berhubungan kriteria hasil: 3. Monitor dan laporkan tanda pemantauan suhu tubuh secara terus-
dengan sepsis dan gejala hipertermia menerus dengan tepat. Agar suhu tubuh
(00007) 1. Tekanan darah sistolik
4. Monitor warna kulit suhu dan pasien dapat termonitor dengan baik.
dalam kisaran normal 11.45 WIB
kelembaban 3. Memonitor dan laporkan tanda dan
(120mmhg)
5. Identifikasi kemungkinan gejala hipertermia. Mencegah adanya
2. Tekanan darah diastolik
penyebab perubahan tanda- peningkatan suhu tubuh yang signifikan
dalam kisaran normal
tanda vital. pada pasien.
(80mmhg)
6. Periksa secara berkala 4. Memonitor warna kulit suhu dan
3. Tekanan nadi dalam
keakuratan instrumen yang 11.50 WIB kelembaban. Untuk memantau hidrasi
kisaran normal (60-
digunakan untuk perolehan data pasien apakah sudah baik atau tidak.
100x/menit)
pasien 5. Mengidentifikasi kemungkinan
4. Tingkat pernafasan
penyebab perubahan tanda-tanda vital.
dalam kisaran normal 12.10 WIB Dengan terus memantau tanda-tanda
(16-20x/menit)
vital pasien setiap 2 atau 3 jam sekali.
5. Suhu tubuh dalam
6. Memeriksa secara berkala keakuratan
rentang normal (36.5-
instrumen yang digunakan untuk
37oC) 12.15 WIB perolehan data pasien. Agar data yang
didapatkan dari pengukuran pada pasien
dapat diperoleh dengan maksimal.

3. Domain 3: Eliminasi urin (0503) Monitor cairan (4130) Monitor cairan (4130)

413
eliminasi dan Tujuan : Setelah dilakukan 1. Ketahui jumlah dan jenis 13.00 WIB 1. Mengetahui jumlah dan jenis
pertukaran. asuhan keperawatan intake/asupan cairan serta intake/asupan cairan serta kebiasaan
Kelas 1: fungsi selama 2x24, gangguan kebiasaan eliminasi eliminasi. Untuk mengetahui apakah
urinarius. 2. Monitor warna, kuantitas, dan pasien mengalami dehidrasi atau tidak
eliminasi dapat teratasi
Gangguan berat jenis urin dengan mengukur intake asupan dan
dengan kriteria hasil: 3. Konsultasi ke dokter jika output urin.
eliminasi urin
pengeluaran urin kurang dari 2. Memonitor warna, kuantitas, dan berat
berhubungan 1. Pola eliminasi tidak
0,5 ml/kg/jam atau asupan jenis urin. Untuk memantau
dengan terganggu (biasanya 13.05 WIB
cairan orang dewasa kurang dari pengeluaran urin dan kualitas urin
obstruksi berkemih setelah
2000 dalam 24 jam pasien.
anatomik bekerja, makan atau
4. Berikan agen farmakologis 3. Mempertahankan grafik wadah cairan
(00020) bangun tidur)
untuk meningkatkan 13.15 WIB yang akurat untuk menjamin
2. Jumlah urin tidak
pengeluaran urin standarisasi pengukuran wadah. Untuk
terganggu 1.200-
5. Pertahankan grafik wadah mengukur apakah pengeluaran urin
1.500ml/hari)
cairan yang akurat untuk pasien mencapai batas normal
3. Warna urin tidak
menjamin standarisasi pengeluaran urin.
terganggu (berwarna
pengukuran wadah 4. Mengecek grafik asupan dan
kuning bening) 13.20 WIB
6. Cek grafik asupan dan pengeluaran secara berkala untuk
4. Frekuensi berkemih
pengeluaran secara berkala memastikan pemberian layanan yang
tidak terganggu (6-8
untuk memastikan pemberian baik. Pasien mengetahui intake asupan
x/hari)
layanan yang baik dan output urin telah seimbang atau
5. Tidak ada rasa terbakar
tidak.
saat berkemih
Managemen nyeri (1400) Managemen nyeri (1400)
(berkemih lancar dan
tidak merasa seperti 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Melakukan pengkajian nyeri
terbakar) 15.00 WIB
koprehensif yang meliputi; koprehensif yang meliputi; lokasi,
6. Tidak ada nyeri saat lokasi, karakteristik, karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
kencing ( pengeluaran onset/durasi, frekuensi, kualitas, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri
urin lancar dan tidak intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus. Pasien mengetahui
merasa nyeri ) dan faktor pencetus. kapan nyeri akan terjadi setelah

42

4
2. Ajarkan penggunakan teknik melakukan pengkajian nyeri bersama
non farmakologi seperti perawat.
biofeedback, TENS, hypnosis, 15.10 WIB 2. Mengajarkan penggunakan teknik non
relaksasi, terapi aktivitas dan farmakologi seperti; biofeedback,
bersamaan dengan tindakan TENS, hypnosis, relaksasi, terapi
penurunan nyeri lainnya. aktivitas dan bersamaan dengan
3. Dorong pasien untuk tindakan penurunan nyeri lainnya. Agar
menggunakan obat-obatan pasien dapat menurunkan nyerinya
penurun nyeri yang adekuat dengan menggunakan teknik
4. Monitor kepuasan pasien nonfarmakologi.
terhadap managemen nyeri 3. Mendorong pasien untuk menggunakan
dalam interval yang spesifik. 15.25 WIB obat-obatan penurun nyeri yang
adekuat. Agar pasien dapat mengurangi
nyerinya.
4. Memonitor kepuasan pasien terhadap
15.30 WIB managemen nyeri dalam interval yang
spesifik. Untuk melihat apakah pasien
telah puas dengan tindakan penurunan
nyeri yang telah diajarkan oleh perawat.

43

5
Evaluasi

1. Domain 12: kenyamanan. Kelas 1: kenyamanan fisik. Nyeri akut berhubungan


dengan agen cedera biologis (mis., infeksi) (00132)
S : Pasien mengatakan sudah mengetahui bagaimana mengenali nyeri yang
terjadi
O : P : saat berkemih
Q : rasa terbakar saat berkemih
R : bagian belakang pinggang
S:4
T : kadang-kadang
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

2. Domain 11. Keamanan/ Perlindungan. Kelas 6. Termoregulasi. Hipertermi


berhubungan dengan sepsis (00007)
S : Klien mengatakan bahwa badannya sudah tidak panas
O : TD 130/80 mmHg
Suhu : 37oC
Nadi : 78x/menit
RR : 18x/menit
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dilanjutkan no. 3 dan 4

3. Domain 3: eliminasi dan pertukaran. Kelas 1: fungsi urinarius. Gangguan


eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi anatomik (00020)
S : Klien menyatakan bahwa saat berkemih pengeluaran urinnya mulai lancar
dan rasa terbakar saat berkemih mulai berkurang
O : Intake : 1.500 ml/hari
Output : 1.450ml/hari
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan no. 3 dan 4

44

1
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Penyakit batu saluran kemih ini sudah dikenal sejak zaman babilonia dan zaman
mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukannnya batu pada kandung
kemih seorang mumi. Batu saluran kemih adalah batu yang terdiri dari batu ginjal, batu
ureter, batu uretra, dan batu kandung kemih. Komposisi dari batu saluran kemih ini bisa
terdiri dari batu kalsium, batu struvit, batu asam urat dan batu jenis lainnya yang
didalamnya terkandung batu sistin, batu Xanthin, dan batu silikat. Penyakit batu saluran
kemih bisa disebabkan secara herediter atau faktor dari luar.

5.2 Saran
Sebagai perawat sangat penting dalam memberikan penyuluhan kepada pasien
dan keluarga tentang proses terjadinya batu dan pencegahannya, sehingga pasien dan
keluarga dapat mengerti dan bekerja sama untuk mendapatkan kesembuhan yang
maksimal.

245
Daftar Pustaka

Borley, P. A. 2006. At a Glance Ilmu Bedah Edisi ketiga. Jakarta: Erlangga


Blackwell, Wiley. 2014. Nursing Diagnosis: Definitions 7 Classification 2015-2017
Tenth Edition. UK NANDA International, Inc.
Chang, Esther. 2009. Patofisiologi Aplikasi Pada Praktek Keperawatan. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2007. Buku Saku Patofisiologi Ed.3. Jakarta: EGC
Pearl, MS., Nakada, SY. 2009. Medical and Surgical Management of Urolithiasis.
Informa: UK
Purnomo, Basuki.2011. Dasar-Dasar Urologi Edisi Ketiga. Jakarta: Sagung Seto
Prabowo dan Pranata, 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.
Yogyakarta: Nuha Medika

Syaifuddin,H. 2011. Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Kompetensi Edisi ke tiga.


Jakarta :EGC

Umamy, V. 2007. At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga by Pierce A. Grace & Neil R.
Borley. Jakarta: Penerbit Erlangga

346

Das könnte Ihnen auch gefallen