Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
1
Corresponding Author
Departemen Farmakologi Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Jl. Tri Dharma No.5, Pintu 4, Kampus USU Medan 20155
Telp. (061) 8223558. Fax. (061) 8219775
LEMBAR PENGESAHAN
Disetujui oleh :
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Corresponding Author
Departemen Farmakologi Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Jl. Tri Dharma No.5, Pintu 4, Kampus USU Medan 20155
Telp. (061) 8223558. Fax. (061) 8219775
PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK DIAGNOSIS
DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD DR. R. M. DJOELHAM
KOTA BINJAI PERIODE JANUARI – DESEMBER 2015
ABSTRAK
Demam tifoid atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada
saluran pencernaan yang disebabkan oleh Salmonella thypi. Penyakit ini erat kaitannya
dengan higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kumuh, kebersihan tempat-tempat
umum yang kurang serta perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat.
Antibiotik merupakan golongan obat yang paling utama dalam pengobatan demam tifoid.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil penggunaan antibiotik pada pasien anak
diagnosis demam tifoid di instalasi rawat inap RSUD Djoelham Kota Binjai pada periode
Januari - Desember 2015.
Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif retrospektif, menggunakan
resep dari rekam medis pasien anak diagnosis demam tifoid di instalasi rawat inap RSUD
Djoelham Kota Binjai selama periode Januari – Desember 2015. Data yang diambil
meliputi identitas responden (jenis kelamin, umur), diagnosis, dosis, antibiotik yang
digunakan, golongan antibiotik dan bentuk sediaan. Data yang diperoleh disajikan dalam
bentuk persentase, nilai rata-rata dan tabel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode Januari – Desember 2015
diperoleh 37 pasien anak dengan diagnosis demam tifoid dan 78 resep yang mengandung
antibiotik. Pasien anak diagnosis demam tifoid lebih banyak terjadi pada jenis kelamin
perempuan (51,35%). Usia paling banyak terjadi pada usia 2-<12 tahun (65%). Lama
perawatan yang paling banyak selama 3 hari (45%). Antibiotik yang banyak diresepkan
yaitu golongan sefalosporin (Cefotaxime 60,3%; Cefadroxil 14%; Ceftriaxone 10,3%;
Ceftadizime 9%; Cefixime 2,6%), golongan sulfonamida sebanyak 2 resep (2,6%) dan
penisilin merupakan golongan yang paling sedikit diresepkan yaitu 1 resep (1,3%). Dosis
antibiotik yang sesuai dengan standar ISO sebesar 92,32%. Bentuk sediaan yang banyak
diresepkan adalah injeksi (85%). Berdasarkan hasil penelitian pada pasien anak diagnosis
demam tifoid di instalasi rawat inap RSUD Djoelham Kota Binjai periode Januari -
Desember 2015 dapat disimpulkan bahwa antibiotik paling banyak digunakan adalah
cefotaxime, paling banyak terjadi pada jenis kelamin perempuan, pada usia paling
banyak terjadi 2-<12 tahun dan bentuk sediaan paling banyak digunakan adalah injeksi.
Kata kunci: Antibiotik, pasien anak rawat inap, demam tifoid, RSUD Djoelham Kota
Binjai.
PROFILES OF ANTIBIOTICS USE FOR PEDIATRIC PATIENTS DIAGNOSED
WITH TYPHOID FEVER IN THE WARD OF DR. R. M. DJOELHAM BINJAI
CITY HOSPITAL IN THE PERIOD OF JANUARY - DECEMBER 2015
ABSTRACT
Tabel 3.1 Persentase terapi antibiotik pada pasien anak diagnosis demam tifoid di
Instalasi Rawat Inap RSUD Djoelham Kota Binjai Periode Januari –
Desember 2015
No Terapi Jumlah Pasien Persentase (%)
1 Terapi antibiotik 37 80,93
2 Tidak terapi antibiotik 9 19,57
Jenis kelamin diagnosis demam tifoid periode Januari
Berdasarkan penelitian yang – Desember 2015 berdasarkan jenis
dilakukan terhadap profil penggunaan kelamin dapat dilihat pada Tabel 3.1.
antibiotik pada pasien anak rawat inap
Tabel 3.2 Karakteristik penggunaan antibiotik berdasarkan jenis kelamin pada pasien
anak diagnosis demam tifoid di instalasi rawat inap RSUD Djoelham Kota
Binjai periode Januari – Desember 2015.
No Jenis Kelamin Jumlah Pasien Persentase (%)
1 Laki-laki 18 48,65
2 Perempuan 19 51,35
3 Total 37 100
Berdasarkan Tabel 3.2 dapat Usia
dilihat bahwa penggunaan antibiotik Penggolongan umur pada
pasien anak rawat inap diagnosis demam penelitian ini didasarkan pada masa
tifoid berjenis kelamin perempuan 19 anak-anak menurut The British Pediatric
pasien (51,35%) lebih besar daripada Association (BPA) pada tahun 2003
yang berjenis kelamin laki-laki 18 yang terdiri dari Neonatus (awal
pasien (48,65%). kelahiran – 1 bulan), Bayi (1 bulan – 2
Tidak diketahui data yang tahun), Remaja (12 tahun – 18 tahun).
menunjukkan bahwa jenis kelamin Tetapi dalam penelitian ini tidak
mempengaruhi angka kejadian demam ditemukan pasien neonatus sehingga
tifoid, diketahui bahwa demam tifoid data yang diperoleh dari data rekam
dapat menyerang setiap orang tanpa medik pasien anak rawat inap diagnosis
melihat jenis kelamin (Shea, et al., demam tifoid di RSUD Djoelham Kota
2002). Binjai periode Januari – Desember 2015
dari usia 1 bulan – 18 tahun (Tabel 3.2).
Tabel 3.3 Karateristik penggunaan antibiotik berdasarkan usia pada pasien anak
diagnosis demam tifoid di instalasi rawat inap RSUD Djoelham Kota Binjai
periode Januari – Desember 2015.
No Usia Jumlah Pasien Persentase (%)
1 Bayi (1 bulan – <2 tahun) 2 5
2 Anak ( 2 tahun – <12 tahun) 24 65
3 Remaja ( 12 tahun – 18 tahun) 11 30
4 Jumlah 37 100
Berdasarkan Tabel 3.3 dapat (65%) sedangkan usia bayi 1 bulan – <2
dilihat bahwa penggunaan antibiotik tahun 2 pasien (5%) dan remaja 12 – 18
pada pasien anak rawat inap diagnosis tahun 14 pasien (30%). Hal ini
demam tifoid paling banyak adalah usia disebabkan karena pada anak usia 2 –
anak 2 – <12 tahun yaitu 24 pasien <12 tahun merupakan masa anak mulai
mengenal lingkungan dan bersosialisasi Lama perawatan
dengan teman-temannya, mereka mulai Berdasarkan penelitian yang
mengkonsumsi makanan dan minuman dilakukan terhadap profil penggunaan
yang tidak diketahui dengan jelas obat pada pasien anak diagnosis demam
kebersihan dari makanan dan minuman tifoid di instalasi rawat inap RSUD
tersebut (Hadisaputro, 1990). Dengan Djoelham Kota Binjai lama perawatan
pertambahan usia dan aktivitas yang yang paling lama adalah selama 8 hari
lebih banyak juga menjadi penyebab dan yang paling cepat perawatan adalah
terganggunya fungsi kekebalan tubuh 2 hari, dapat dilihat pada Tabel 3.4.
(Maas, 2007).
Tabel 3.4 Karakteristik lama perawatan pada pasien anak diagnosis demam tifoid di
instalasi rawat inap RSUD Djoelham Kota Binjai periode Januari – Desember
2015.
No Lama Perawatan Jumlah Pasien Persentase (%) Hari x Pasien
(hari)
1 2 6 16 12
2 3 15 40 45
3 4 8 21 32
4 5 5 14 25
5 6 1 3 6
6 7 1 3 7
7 8 1 3 8
Total 37 100 135
Rata-rata lama perawatan 3,64 hari
Berdasarkan karakteristik data dan jenis infeksi yang terjadi. Pada
dengan lama perawatan pada pasien umumnya penggunaan antibiotik 3-5
anak diagnosis demam tifoid di instalasi hari. Tetapi berdasarkan Manajemen
rawat inap RSUD Djoelham Binjai Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang
periode Januari – Desember 2015, lama dikeluarkan Departemen Kesehatan RI
perawatan 3 hari merupakan persentase pada tahun 2001, terapi antibiotik pada
perawatan paling banyak(40%). Lama balita yaitu selama 5-6 hari.
perawatan 2 hari merupakan lama Lama perawatan 2 hari
perawatan yang paling cepat (16%) dan merupakan lama perawatan paling cepat
lama perawatan 8 hari merupakan lama (16%). Antibiotik yang digunakan
perawatan yang paling lama (3%). selama terapi ini adalah cefotaxime dan
Lama perawatan 3 hari ceftriaxone. Lama perawatan ini paling
merupakan perawatan persentase paling cepat disebabkan keadaan umum pasien
banyak (40%). Antibiotik yang yang membaik dan memilih rawat jalan
digunakan selama terapi ini adalah atau pulang sesuai permintaan orang tua
cefotaxime dan ceftriaxone. Pada pasien. Pada pasien yang memilih rawat
cefotaxime dosis yang diberikan 1-2 jalan diberikan cefadroxil atau cefixime
gram/hari dengan maksimal penggunaan sebagai terapi pengganti. Hal ini sudah
selama 10 hari sedangkan ceftriaxone sesuai Fornas tahun 2015, pada pasien
dosis yang diberikan 1-2 gram/hari rawat inap yang sebelumnya
dengan maksimal selama 7 hari (Fornas, mendapatkan antibiotik sefalosporin
2015). Lama pemberian antibiotik yang diberikan antibiotik dengan golongan
optimal tidak selalu diketahui, karena yang sama. Lama perawatan yang cepat
tergantung dengan tingkat keparahan dikhawatirkan dapat meningkatkan
resiko terjadinya komplikasi dan
kekambuhan kembali (Hadisapoetro, Persentase Resep yang Mengandung
1990). Antibiotik Berdasarkan Golongan
Lama perawatan 8 hari Antibiotik
merupakan lama perawatan paling lama Berdasarkan hasil penelitian
(3%). Antibiotik yang digunakan selama yang dilakukan terhadap profil
terapi ini adalah cefotaxime. Lama penggunaan antibiotik pada pasien anak
perawatan dipengaruhi oleh beberapa diagnosis demam tifoid di instalasi
faktor seperti tingkat keparahan pasien, rawat inap RSUD Djoelham Kota Binjai
efek samping obat dan kemungkinan periode Januari – Desember 2015
pasien sudah mengkonsumsi obat berdasarkan golongan antibiotik dapat
sebelum masuk rumah sakit (Susono, et dilihat pada Tabel 3.5
al., 2014).
Tabel 3.5 Distribusi antibiotik berdasarkan golongan pada pasien anak diagnosis demam
tifoid di instalasi rawat inap RSUD Djoelham Kota Binjai periode Januari –
Desember 2015.
No Golongan Jenis Antibiotik Jumlah Persentase (%)
Antibiotik
1 Sefalosporin Cefotaxime 47 resep 60,3
2 Cefadroxil 11 resep 14
3 Ceftriaxone 8 resep 10,3
4 Ceftazidime 7 resep 9
5 Cefixime 2 resep 2,6
6 Sulfonamida Cotrimoxazole 2 resep 2,6
7 Penisilin Amoxicillin 1 resep 1,3
Jumlah 78 resep 100
Berdasarkan Tabel 3.5 dapat sakit yaitu kloramfenikol sebagai first
dilihat bahwa peresepan antibiotik yang drug choice untuk demam tifoid
paling banyak diresepkan pada pasien (Nurbaningrum, 2005).
anak diagnosis demam tifoid di instalasi Gambaran klinis penyakit
rawat inap RSUD Djoelham Kota Binjai demam tifoid sangat bervariasi dari
periode Januari – Desember 2015 adalah hanya sebagai penyakit ringan yang
golongan sefalosporin sebanyak 75 tidak terdiagnosis, sampai gambaran
resep (96,2%) yang terdiri dari penyakit yang khas dengan komplikasi
Cefotaxime 47 resep (60,3%), kematian (Depkes, 2006). Hal ini
Cefadroxil 11 resep (14%), Ceftriaxone menyebabkan dokter di RSUD
8 resep (10,3%), Ceftazidime 7 resep Djoelham Kota Binjai memberikan
(9%) dan Cefixime 2 resep (2,6%), golongan sefalosporin pada awal
golongan sulfonamida sebanyak 2 resep perawatan. Tetapi pada penggunaan
(2,6%) dan penisilin merupakan antibiotik spektrum luas secara tidak
golongan yang paling sedikit diresepkan terkendali sangat memungkinkan
yaitu 1 resep (1,3%). timbulnya masalah yang tidak
Berdasarkan hasil penelitian ini, diinginkan seperti timbulnya efek
golongan sefalosporin umumnya samping obat maupun potensi terjadinya
diberikan pada awal perawatan ketika resistensi (Hadirahardja, 2008).
diagnosis demam tifoid baru Kloramfenikol adalah obat
berdasarkan gejala klinis yang menyertai pilihan utama untuk demam tifoid sejak
penderita karena golongan sefalosporin dikenalkan pada tahun 1948, namun
memiliki spektrum yang luas. Hal ini pemberian kloramfenikol pada anak-
belum sesuai dengan pedoman rumah anak dapat mengakibatkan masalah bila
tidak mendapatkan perhatian khusus dibandingkan cefotaxime dalam
seperti baby grey sindrom pada bayi menurunkan gejala demam pada pasien
disebabkan karena enzim glukoronil demam tifoid anak (Riyatno, et al.,
transferase belum memadai sehingga 2011). Kloramfenikol termasuk
liver tidak mampu memetabolisme antibiotik multi drugs resistance
kloramfenikol. (Setiabudy, 2007). terhadap Salmonella thypi sedangkan
Kloramfenikol juga dapat cefotaxime bukan termasuk antibiotik
mengakibatkan efek samping seperti multi drugs resistance maka, cefotaxime
depresi sumsum tulang dan anemia merupakan terapi alternatif yang aman
aplastik yang berbahaya untuk anak dalam pengobatan anak tanpa
(Susono, et al., 2014). komplikasi (Susono, et al., 2014).
Cefotaxime adalah antibiotik Namun penggunaan berkepanjangan
yang sangat aktif terhadap berbagai dapat menimbulkan superinfeksi
kuman gram positif maupun gram (Tambunan, et al., 2012).
negatif aerobik. Obat ini termasuk dalam
antibiotik betalaktam, dimana memiliki Persentase Resep yang Mengandung
mekanisme kerja menghambat sintesis Antibiotik Berdasarkan Dosis
dinding sel mikroba melalui reaksi Pada neonatus dan anak
transpeptidase dalam rangkaian reaksi memerlukan pertimbangan khusus
pembentukan dinding sel dalam perhitungan dosis karena
(Mangunatmaja, 2003). Golongan perbedaan usia secara fisiologis akan
sefalosporin ini digunakan pada infeksi merubah farmakokinetik banyak obat
yang serius seperti septikemia, (Fransiska, 2012). Pemberian dan
pneunomia dan meningitis sebagai perhitungan dosis obat disesuaikan
reserve antibiotik untuk pengobatan dengan berat badan anak (Katzung,
meningitis yang disebabkan oleh 2009). Jika selama terapi terdapat
Streptococcus pneumoniae pada kasus antibiotik yang tidak sesuai maka dapat
resistensi penisilin (Tambunan, et al., disimpulkan antibiotik tidak sesuai
2012). dengan standar. Standar dosis
Kloramfenikol memiliki penggunaan antibiotik dapat dilihat pada
efektifitas yang lebih besar Tabel 3.6.
Tabel 4.8 Distribusi antibiotik berdasarkan bentuk sediaan pada pasien anak diagnosis
demam tifoid di instalasi rawat inap RSUD Djoelham Kota Binjai periode
Januari – Desember 2015.
No Bentuk Sediaan Jumlah Persentase (%)
1 Injeksi 66 resep 85
2 Sirup 8 resep 10
3 Kapsul 4 resep 5
Jumlah 78 resep 100
Berdasarkan Tabel 4.8 dapat dikarenakan cefotaxime hanya tersedia
dilihat bahwa bentuk sediaan antibiotik sediaan injeksi.
yang paling banyak diresepkan pada Sediaan injeksi memiliki
pasien anak diagnosis demam tifoid di keuntungan yaitu efeknya timbul lebih
instalasi rawat inap RSUD Djoelham cepat dan teratur dibandingkan dengan
Kota Binjai periode Januari – Desember pemberian per oral, dapat diberikan pada
2015 adalah bentuk sediaan injeksi penderita yang tidak kooperatif dan
sebanyak 66 resep (85%), bentuk tidak sadar, serta sangat berguna dalam
sediaan sirup sebanyak 8 resep (10%) keadaan darurat (Surahman, et al.,
sedangkan dalam bentuk kapsul 2008).
sebanyak 4 resep (5%). Hal ini
2015 sebanyak 37 data rekam medik
KESIMPULAN DAN SARAN yang sesuai kriteria inklusi dengan 78
Kesimpulan resep yang mengandung antibiotik.
Berdasarkan hasil penelitian, Pasien anak diagnosis demam tifoid
dapat ditarik kesimpulan bahwa sampel lebih banyak terjadi pada jenis kelamin
yang diambil periode Januari- Desember perempuan (51,35%). Usia paling
banyak terjadi pada usia 2 tahun - <12 Yoyakarta: Universitas Gajah
tahun (65%). Lama perawatan yang Mada. Halaman 78.
paling banyak selama 3 hari (45%).
Antibiotik yang banyak diresepkan Hadisaputro, S. (1990). Beberapa
adalah cefotaxime (60,3%). Dosis Faktor Yang Memberi Pengaruh
antibiotik yang sesuai dengan standar Kejadian Pendarahan dan atau
ISO sebesar 92,32%. Bentuk sediaan Perforasi Usus Pada Demam
yang paling banyak diresepkan adalah Tifoid. Jakarta: Direktorat
injeksi (85%). Pembinaan Penelitian pada
Masyarakat Departemen
Saran Pendidikan dan Budaya.
Kepada peneliti selanjutnya Halaman 173.
diharapkan dapat melakukan penelitian
terkait evaluasi penggunaan antibiotik Ikatan Apoteker Indonesia. (2011). ISO
pada pasien anak diagnosis demam Indonesia. Volume 46. Jakarta:
tifoid di instalasi rawat inap RSUD PT. Otsuka Indonesia. Halaman
Djoelham Kota Binjai. 145-148,176.
Noer, H.M.S. (1999). Ilmu Penyakit Susono, R.F., Sudarso., Galistiani, G.F.
Dalam Jilid I Edisi Ketiga. (2014). Cost Effectiviness
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Analysis Pengobatan Pasien
Halaman 103. Demam Tifoid Pediatrik
Menggunakan Cefotaxime dan
Novianti, M.A. (2015). Studi Chloramphenicol di Instalasi
Penggunaan Antibiotik Pada Rawat Inap RSUD Prof. Dr.
Penderita Penyakit Demam Margono Soekarjo. Purwokerto:
Tifoid Di Rumah Sakit Umum Universitas Muhammadiyah
Daerah Labuang Baji Makassar. Purwokerto. Halaman 5.
Skripsi Sarjana Pada Fakultas
Kedokteran Universitas Tambunan, T., Rundjan, L., Satari, H.I.,
Hassanudin. Halaman 51 – 52. Widiastuti, E., Somasetia, D.H.,
Kadim, M. (2012). Formularium
Riyatno, I.P. dan Sutrisna, E. (2011). Spesialitik Ilmu Kesehatan Anak.
Cost Effectiviness Analysis Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Pengobatan Demam Tifoid Anak Indonesia. Halaman 189.
Menggunakan Sefotaksim dan
Kloramfenikol di RSUD Prof.
Dr. Margono Soekarjo.
Purwokerto: Universitas Jendral
Sudirman. Halaman 3.