Sie sind auf Seite 1von 13

PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK DIAGNOSIS

DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD DR. R. M. DJOELHAM


KOTA BINJAI PERIODE JANUARI – DESEMBER 2015

PROFILES OF ANTIBIOTICS USE FOR PEDIATRIC PATIENTS DIAGNOSED


WITH TYPHOID FEVER IN PATIENT OF DR. R. M. DJOELHAM BINJAI
CITY HOSPITAL IN THE PERIOD OF JANUARY - DECEMBER 2015

Elsya Prasetianti, Urip Harahap* dan Hari Ronaldo Tanjung*


Departemen Farmakologi
Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara,
Jalan Tri Dharma no.5, Pintu 4, Kampus USU, Medan, Indonesia

1
Corresponding Author
Departemen Farmakologi Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Jl. Tri Dharma No.5, Pintu 4, Kampus USU Medan 20155
Telp. (061) 8223558. Fax. (061) 8219775
LEMBAR PENGESAHAN

PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK DIAGNOSIS


DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD DR. R. M. DJOELHAM
KOTA BINJAI PERIODE JANUARI – DESEMBER 2015

PROFILES OF ANTIBIOTICS USE FOR PEDIATRIC PATIENTS DIAGNOSED


WITH TYPHOID FEVER IN PATIENT OF DR. R. M. DJOELHAM BINJAI
CITY HOSPITAL IN THE PERIOD OF JANUARY - DECEMBER 2015

Elsya Prasetianti, Urip Harahap* dan Hari Ronaldo Tanjung*


Departemen Farmakologi
Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara,
Jalan Tri Dharma no.5, Pintu 4, Kampus USU, Medan, Indonesia

Disetujui oleh :
Dosen Pembimbing I

Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.


NIP 195301011983031004

Dosen Pembimbing II

Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt.


NIP. 197803142005011002

Corresponding Author
Departemen Farmakologi Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Jl. Tri Dharma No.5, Pintu 4, Kampus USU Medan 20155
Telp. (061) 8223558. Fax. (061) 8219775
PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK DIAGNOSIS
DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD DR. R. M. DJOELHAM
KOTA BINJAI PERIODE JANUARI – DESEMBER 2015

ABSTRAK

Demam tifoid atau thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada
saluran pencernaan yang disebabkan oleh Salmonella thypi. Penyakit ini erat kaitannya
dengan higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kumuh, kebersihan tempat-tempat
umum yang kurang serta perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat.
Antibiotik merupakan golongan obat yang paling utama dalam pengobatan demam tifoid.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil penggunaan antibiotik pada pasien anak
diagnosis demam tifoid di instalasi rawat inap RSUD Djoelham Kota Binjai pada periode
Januari - Desember 2015.
Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif retrospektif, menggunakan
resep dari rekam medis pasien anak diagnosis demam tifoid di instalasi rawat inap RSUD
Djoelham Kota Binjai selama periode Januari – Desember 2015. Data yang diambil
meliputi identitas responden (jenis kelamin, umur), diagnosis, dosis, antibiotik yang
digunakan, golongan antibiotik dan bentuk sediaan. Data yang diperoleh disajikan dalam
bentuk persentase, nilai rata-rata dan tabel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode Januari – Desember 2015
diperoleh 37 pasien anak dengan diagnosis demam tifoid dan 78 resep yang mengandung
antibiotik. Pasien anak diagnosis demam tifoid lebih banyak terjadi pada jenis kelamin
perempuan (51,35%). Usia paling banyak terjadi pada usia 2-<12 tahun (65%). Lama
perawatan yang paling banyak selama 3 hari (45%). Antibiotik yang banyak diresepkan
yaitu golongan sefalosporin (Cefotaxime 60,3%; Cefadroxil 14%; Ceftriaxone 10,3%;
Ceftadizime 9%; Cefixime 2,6%), golongan sulfonamida sebanyak 2 resep (2,6%) dan
penisilin merupakan golongan yang paling sedikit diresepkan yaitu 1 resep (1,3%). Dosis
antibiotik yang sesuai dengan standar ISO sebesar 92,32%. Bentuk sediaan yang banyak
diresepkan adalah injeksi (85%). Berdasarkan hasil penelitian pada pasien anak diagnosis
demam tifoid di instalasi rawat inap RSUD Djoelham Kota Binjai periode Januari -
Desember 2015 dapat disimpulkan bahwa antibiotik paling banyak digunakan adalah
cefotaxime, paling banyak terjadi pada jenis kelamin perempuan, pada usia paling
banyak terjadi 2-<12 tahun dan bentuk sediaan paling banyak digunakan adalah injeksi.

Kata kunci: Antibiotik, pasien anak rawat inap, demam tifoid, RSUD Djoelham Kota
Binjai.
PROFILES OF ANTIBIOTICS USE FOR PEDIATRIC PATIENTS DIAGNOSED
WITH TYPHOID FEVER IN THE WARD OF DR. R. M. DJOELHAM BINJAI
CITY HOSPITAL IN THE PERIOD OF JANUARY - DECEMBER 2015

ABSTRACT

Typhoid fever or abdominal thypus is an acute infectious disease of the


gastrointestinal tract caused by Salmonella thypi. The disease is closely related to
personal hygiene and lack of environmental sanitation, the cleanliness of public places
that are less as well as public behavior that is not conducive to healthy living. Antibiotics
are the most important class of drugs in the treatment of typhoid fever. This research
aimed to determine the profiles of antibiotics use for pediatric patients diagnosed with
typhoid fever in the ward of Djoelham Hospital Binjai in the period of January -
December 2015.
This research was conducted using retrospective descriptive, using prescriptions
from the medical records of pediatric patients diagnosed with typhoid fever in the ward of
Djoelham Hospital Binjai during the period of January - December 2015. The obtained
data included the respondent's identity (gender, age), diagnosis, dosage, antibiotic use,
class of antibiotics and the drugs dosage forms. The data obtained are presented in the
form of percentage, average values and tables.
The results showed that during the period of January - December 2015 in the
ward of Djoelham Hospital Binjai there were 37 pediatric patients diagnosed with typhoid
fever and there were 78 prescriptions containing antibiotics. The more common pediatric
patients diagnosed with typhoid fever were female (51.35%). The most common age were
at the age of 2-<12 years (65%). The duration of treatment mostly for 3 days (45%). The
antibiotics which were commonly prescribed are cephalosporins (Cefotaxime 60.3%;
Cefadroxil 14%; Ceftriaxone 10.3%; Ceftadizime 9%; Cefixime 2.6%), sulfonamide are 2
prescriptions (2.6%) and penicillin is the last prescribed that is 1 prescription (1.3%). The
doses of antibiotics which in accordance with ISO standards are by 92.32%. The most
widely prescribed dosage form is injection (85%). Based on the results of the study on
pediatric patients diagnosed with typhoid fever in the ward of Djoelham Hospital Binjai
in the period of January to December 2015, it can be concluded that the most widely used
antibiotic was cefotaxime, the most common in women, commonly occur on the age of 2-
<12 years old and the most widely used drug dosage form is the injection.

Keywords: Antibiotics, pediatric patients hospitalized, typhoid fever, Djoelham Hospital


Binjai.

PENDAHULUAN atau dapat membasmi mikroba jenis lain


Latar Belakang (Setiabudy, 2007).
Antibiotika merupakan Demam tifoid atau thypus
golongan obat yang paling banyak abdominalis merupakan penyakit infeksi
digunakan di dunia. Tahun 2006, World akut pada saluran pencernaan yang
Health Organization melaporkan lebih disebabkan oleh Salmonella thypi
dari seperempat anggaran Rumah Sakit (Zulkoni, 2011). Penyakit ini erat
dikeluarkan untuk penggunaan kaitannya dengan higiene pribadi dan
antibiotika (Lestari, et al., 2011). sanitasi lingkungan yang kumuh,
Antibiotika adalah zat yang dihasilkan kebersihan tempat-tempat umum yang
oleh suatu mikroorganisme hidup kurang serta prilaku masyarakat yang
terutama jamur yang dapat menghambat tidak mendukung untuk hidup sehat
(Depkes RI, 2006).
Demam tifoid merupakan Drug Resistant Salmonella Thypi)
penyebab utama morbiditas dan antibiotik diganti ceftriaxone (100
mortalitas di daerah padat penduduk, mg/kg/hari) setelah pemantauan sampai
sanitasi buruk dan angka urbanisasi 3 bulan pasca perawatan, tidak
yang tinggi (Bumett, 2015). Selain itu, ditemukan adanya kekambuhan pada
terkait penyebab penyakit demam tifoid anak sehingga ceftriaxone merupakan
di Indonesia diantaranya yaitu angka antibiotik pilihan yang aman (Kumar, et
kemiskinan dikota dan desa Indonesia al., 2007). Perbandingan efikasi
yang mencapai 11,66% yaitu sekitar ceftriaxone (50 mg/kg/hari) selama 3
28.594.060 orang (Susenas, 2013). hari dengan kloramfenikol (60
Demam tifoid disebabkan oleh mg/kg/hari) selama 14 hari
bakteri Gram negatif Salmonella thypi, ditemukannya efek samping seperti
termasuk golongan Enterobacteriaceae. trombositopenia dan leukositopenia
Lebih dari 90% pasien demam tifoid pada pemberian kloramfenikol. Hasil
mendapatkan terapi antibiotik peroral di mendukung pemberian ceftriaxone
rumah. Pasien dengan gejala menetap jangka pendek di negara berkembang
seperti muntah, diare berat atau perut dalam hal mengurangi biaya rawat
kembung memerlukan perawatan di (Sidabutar, 2010).
rumah sakit dan terapi antibiotik Rumah Sakit Umum Daerah
parentral (Bahn, et al., 2005). Djoelham yang ada di Kota Binjai
Pengobatan utama demam tifoid adalah rumah sakit negeri kelas B.
adalah pemberian antibiotik, seperti Rumah sakit ini mampu memberikan
kloramfenikol sampai saat ini pelayanan dokter spesialis dan
merupakan antibiotik pilihan pertama subspesialis terbatas dan juga
terapi demam tifoid pada anak-anak. menampung pelayanan rujukan dari
Antibiotik lain yang digunakan untuk rumah sakit kabupaten.
anak demam tifoid adalah cotrimoxazole Berdasarkan tingginya
dan ceftriaxone. Apabila kloramfenikol prevalensi penderita demam tifoid di
tidak dapat diberikan misalnya karena Indonesia terutama pada pasien anak-
jumlah leukosit <2000/µl, adanya anak dan mengacu pada latar belakang
hipersensitif atau resistensi terhadap yang telah diuraikan di atas, maka
kloramfenikol, maka cefixime dapat penulis melakukan penelitian mengenai
menjadi alternatif terapi dengan efikasi profil penggunaan antibiotik pada pasien
dan toleransi yang baik (Hadinegoro, et anak rawat inap diagnosis demam tifoid
al., 2001). di Rumah Sakit Djoelham Kota Binjai
Data WHO memperkirakan Periode Januari 2015 – Desember 2015,
angka insiden di seluruh dunia sekitar 17 karena peran pemerintah sangat
juta per tahun dengan 600 ribu orang diharapkan untuk penanganan kasus
meninggal karena demam tifoid dan demam tifoid di Indonesia mulai dari
70% kematiannya terjadi di Asia. perencanaan program penanggulangan,
Menurut WHO 2008, penderita demam pengobatan dan pencegahan.
tifoid di Indonesia tercatat 81,7 kasus
per 100 ribu populasi. Berdasarkan Tujuan Penelitian
Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010 Berdasarkan hal di atas, maka
penderita demam tifoid yang dirawat tujuan penelitian ini adalah mengetahui
inap di Rumah Sakit sebanyak 41081 profil penggunaan antibiotik pada pasien
kasus dan 279 orang diantaranya anak diagnosis demam tifoid di instalasi
meninggal dunia (Depkes RI, 2013). rawat inap RSUD Djoelham Kota Binjai
Pada penelitian yang telah periode Januari – Desember 2015
dilakukan sebelumnya, kloramfenikol berdasarkan jenis kelamin, usia, lama
diberikan terapi awal dan setelah perawatan, dosis, golongan antibiotic
terbukti terdapat MDRST (Multiple dan bentuk sediaan.
METODE PENELITIAN diagnosis demam tifoid di instalasi
Jenis Penelitian rawat inap RSUD Djoelham Kota
Penelitian ini menggunakan Binjai. Waktu pengambilan data
metode deskriptif, yaitu penelitian yang dilaksanakan pada bulan September
bertujuan untuk mendapatkan gambaran 2016.
atau deskripsi tentang suatu keadaan
secara objektif. Pengambilan data Populasi dan Sampel
dilakukan secara retrospektif yaitu Populasi
penelitian dengan mengkaji informasi Populasi dalam penelitian ini
atau mengambil data yang telah lalu adalah seluruh data rekam medik pasien
(Strom, et al., 2006). anak rawat inap yang didiagnosis
penyakit demam tifoid dan menjalani
Tempat dan Waktu Penelitian pengobatan di RSUD Djoelham Kota
Penelitian dilakukan di RSUD Binjai pada periode Januari 2015 –
Djoelham Kota Binjai. Rumah Sakit Desember 2015. Adapun diperoleh
tersebut dipilih karena belum pernah ada populasi target dari data rekam medik
dilakukan penelitian tentang profil adalah 46 pasien.
penggunaan antibiotik pada pasien anak

Kriteria Inklusi penelitian ini tifoid diluar periode Januari


adalah : 2015 - Desember 2015.
a. Rekam medik pasien anak rawat b. Resep dari pasien anak rawat
inap diagnosis demam tifoid inap diagnosis demam tifoid
pada periode Januari 2015 – yang tidak lengkap.
Desember 2015.
b. Resep dari pasien anak rawat Sampel
inap diagnosis demam tifoid Sampel harus memenuhi kriteria
yang mengandung antibiotik. inklusi. Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah seluruh data rekam
Kriteria Eksklusi penelitian ini medik pasien anak rawat inap diagnosis
adalah : demam tifoid tanpa komplikasi di
a. Rekam medik dari pasien anak RSUD Djoelham Kota Binjai pada
rawat inap diagnosis demam periode Januari 2015 – Desember 2015.

Instrumen Penelitian b. Catatan penggunaan obat dari


Instrumen Penelitian yang digunakan Instalasi Farmasi RSUD
dalam penelitian ini adalah : Djoelham Kota Binjai.
a. Seluruh data rekam medik c. Resep pasien anak rawat inap
(Medical Record) dari seluruh diagnosis demam tifoid yang
pasien anak diagnosis demam mengandung antibiotik
tifoid. sebanyak 37 pasien.
waktu Januari – Desember 2015 adalah
HASIL DAN PEMBAHASAN 46 pasien. Dari data setiap rekam medik
Karakteristik Pasien Anak Diagnosis pasien tersebut, didapat 37 pasien anak
Demam Tifoid di Instalasi Rawat rawat inap diagnosis demam tifoid yang
Inap RSUD Djoelham Kota Binjai memenuhi kriteria inklusi sebagai objek
Berdasarkan hasil pengamatan penelitian yang meliputi persentase
data rekam medik pasien anak rawat penggunaan antibiotik, jenis kelamin,
inap diagnosis demam tifoid, diketahui usia, lama perawatan, golongan
bahwa jumlah pasien anak rawat inap antibiotik, dosis dan bentuk sediaan
yang didiagnosis demam tifoid di RSUD sedangkan 9 pasien anak rawat inap
Djoelham Kota Binjai dalam rentang diagnosis demam tifoid yang tidak
memenuhi kriteria inklusi sebagai objek mendapatkan terapi antibiotik.
penelitian dikarenakan tidak

Tabel 3.1 Persentase terapi antibiotik pada pasien anak diagnosis demam tifoid di
Instalasi Rawat Inap RSUD Djoelham Kota Binjai Periode Januari –
Desember 2015
No Terapi Jumlah Pasien Persentase (%)
1 Terapi antibiotik 37 80,93
2 Tidak terapi antibiotik 9 19,57
Jenis kelamin diagnosis demam tifoid periode Januari
Berdasarkan penelitian yang – Desember 2015 berdasarkan jenis
dilakukan terhadap profil penggunaan kelamin dapat dilihat pada Tabel 3.1.
antibiotik pada pasien anak rawat inap

Tabel 3.2 Karakteristik penggunaan antibiotik berdasarkan jenis kelamin pada pasien
anak diagnosis demam tifoid di instalasi rawat inap RSUD Djoelham Kota
Binjai periode Januari – Desember 2015.
No Jenis Kelamin Jumlah Pasien Persentase (%)
1 Laki-laki 18 48,65
2 Perempuan 19 51,35
3 Total 37 100
Berdasarkan Tabel 3.2 dapat Usia
dilihat bahwa penggunaan antibiotik Penggolongan umur pada
pasien anak rawat inap diagnosis demam penelitian ini didasarkan pada masa
tifoid berjenis kelamin perempuan 19 anak-anak menurut The British Pediatric
pasien (51,35%) lebih besar daripada Association (BPA) pada tahun 2003
yang berjenis kelamin laki-laki 18 yang terdiri dari Neonatus (awal
pasien (48,65%). kelahiran – 1 bulan), Bayi (1 bulan – 2
Tidak diketahui data yang tahun), Remaja (12 tahun – 18 tahun).
menunjukkan bahwa jenis kelamin Tetapi dalam penelitian ini tidak
mempengaruhi angka kejadian demam ditemukan pasien neonatus sehingga
tifoid, diketahui bahwa demam tifoid data yang diperoleh dari data rekam
dapat menyerang setiap orang tanpa medik pasien anak rawat inap diagnosis
melihat jenis kelamin (Shea, et al., demam tifoid di RSUD Djoelham Kota
2002). Binjai periode Januari – Desember 2015
dari usia 1 bulan – 18 tahun (Tabel 3.2).

Tabel 3.3 Karateristik penggunaan antibiotik berdasarkan usia pada pasien anak
diagnosis demam tifoid di instalasi rawat inap RSUD Djoelham Kota Binjai
periode Januari – Desember 2015.
No Usia Jumlah Pasien Persentase (%)
1 Bayi (1 bulan – <2 tahun) 2 5
2 Anak ( 2 tahun – <12 tahun) 24 65
3 Remaja ( 12 tahun – 18 tahun) 11 30
4 Jumlah 37 100
Berdasarkan Tabel 3.3 dapat (65%) sedangkan usia bayi 1 bulan – <2
dilihat bahwa penggunaan antibiotik tahun 2 pasien (5%) dan remaja 12 – 18
pada pasien anak rawat inap diagnosis tahun 14 pasien (30%). Hal ini
demam tifoid paling banyak adalah usia disebabkan karena pada anak usia 2 –
anak 2 – <12 tahun yaitu 24 pasien <12 tahun merupakan masa anak mulai
mengenal lingkungan dan bersosialisasi Lama perawatan
dengan teman-temannya, mereka mulai Berdasarkan penelitian yang
mengkonsumsi makanan dan minuman dilakukan terhadap profil penggunaan
yang tidak diketahui dengan jelas obat pada pasien anak diagnosis demam
kebersihan dari makanan dan minuman tifoid di instalasi rawat inap RSUD
tersebut (Hadisaputro, 1990). Dengan Djoelham Kota Binjai lama perawatan
pertambahan usia dan aktivitas yang yang paling lama adalah selama 8 hari
lebih banyak juga menjadi penyebab dan yang paling cepat perawatan adalah
terganggunya fungsi kekebalan tubuh 2 hari, dapat dilihat pada Tabel 3.4.
(Maas, 2007).

Tabel 3.4 Karakteristik lama perawatan pada pasien anak diagnosis demam tifoid di
instalasi rawat inap RSUD Djoelham Kota Binjai periode Januari – Desember
2015.
No Lama Perawatan Jumlah Pasien Persentase (%) Hari x Pasien
(hari)
1 2 6 16 12
2 3 15 40 45
3 4 8 21 32
4 5 5 14 25
5 6 1 3 6
6 7 1 3 7
7 8 1 3 8
Total 37 100 135
Rata-rata lama perawatan 3,64 hari
Berdasarkan karakteristik data dan jenis infeksi yang terjadi. Pada
dengan lama perawatan pada pasien umumnya penggunaan antibiotik 3-5
anak diagnosis demam tifoid di instalasi hari. Tetapi berdasarkan Manajemen
rawat inap RSUD Djoelham Binjai Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang
periode Januari – Desember 2015, lama dikeluarkan Departemen Kesehatan RI
perawatan 3 hari merupakan persentase pada tahun 2001, terapi antibiotik pada
perawatan paling banyak(40%). Lama balita yaitu selama 5-6 hari.
perawatan 2 hari merupakan lama Lama perawatan 2 hari
perawatan yang paling cepat (16%) dan merupakan lama perawatan paling cepat
lama perawatan 8 hari merupakan lama (16%). Antibiotik yang digunakan
perawatan yang paling lama (3%). selama terapi ini adalah cefotaxime dan
Lama perawatan 3 hari ceftriaxone. Lama perawatan ini paling
merupakan perawatan persentase paling cepat disebabkan keadaan umum pasien
banyak (40%). Antibiotik yang yang membaik dan memilih rawat jalan
digunakan selama terapi ini adalah atau pulang sesuai permintaan orang tua
cefotaxime dan ceftriaxone. Pada pasien. Pada pasien yang memilih rawat
cefotaxime dosis yang diberikan 1-2 jalan diberikan cefadroxil atau cefixime
gram/hari dengan maksimal penggunaan sebagai terapi pengganti. Hal ini sudah
selama 10 hari sedangkan ceftriaxone sesuai Fornas tahun 2015, pada pasien
dosis yang diberikan 1-2 gram/hari rawat inap yang sebelumnya
dengan maksimal selama 7 hari (Fornas, mendapatkan antibiotik sefalosporin
2015). Lama pemberian antibiotik yang diberikan antibiotik dengan golongan
optimal tidak selalu diketahui, karena yang sama. Lama perawatan yang cepat
tergantung dengan tingkat keparahan dikhawatirkan dapat meningkatkan
resiko terjadinya komplikasi dan
kekambuhan kembali (Hadisapoetro, Persentase Resep yang Mengandung
1990). Antibiotik Berdasarkan Golongan
Lama perawatan 8 hari Antibiotik
merupakan lama perawatan paling lama Berdasarkan hasil penelitian
(3%). Antibiotik yang digunakan selama yang dilakukan terhadap profil
terapi ini adalah cefotaxime. Lama penggunaan antibiotik pada pasien anak
perawatan dipengaruhi oleh beberapa diagnosis demam tifoid di instalasi
faktor seperti tingkat keparahan pasien, rawat inap RSUD Djoelham Kota Binjai
efek samping obat dan kemungkinan periode Januari – Desember 2015
pasien sudah mengkonsumsi obat berdasarkan golongan antibiotik dapat
sebelum masuk rumah sakit (Susono, et dilihat pada Tabel 3.5
al., 2014).

Tabel 3.5 Distribusi antibiotik berdasarkan golongan pada pasien anak diagnosis demam
tifoid di instalasi rawat inap RSUD Djoelham Kota Binjai periode Januari –
Desember 2015.
No Golongan Jenis Antibiotik Jumlah Persentase (%)
Antibiotik
1 Sefalosporin Cefotaxime 47 resep 60,3
2 Cefadroxil 11 resep 14
3 Ceftriaxone 8 resep 10,3
4 Ceftazidime 7 resep 9
5 Cefixime 2 resep 2,6
6 Sulfonamida Cotrimoxazole 2 resep 2,6
7 Penisilin Amoxicillin 1 resep 1,3
Jumlah 78 resep 100
Berdasarkan Tabel 3.5 dapat sakit yaitu kloramfenikol sebagai first
dilihat bahwa peresepan antibiotik yang drug choice untuk demam tifoid
paling banyak diresepkan pada pasien (Nurbaningrum, 2005).
anak diagnosis demam tifoid di instalasi Gambaran klinis penyakit
rawat inap RSUD Djoelham Kota Binjai demam tifoid sangat bervariasi dari
periode Januari – Desember 2015 adalah hanya sebagai penyakit ringan yang
golongan sefalosporin sebanyak 75 tidak terdiagnosis, sampai gambaran
resep (96,2%) yang terdiri dari penyakit yang khas dengan komplikasi
Cefotaxime 47 resep (60,3%), kematian (Depkes, 2006). Hal ini
Cefadroxil 11 resep (14%), Ceftriaxone menyebabkan dokter di RSUD
8 resep (10,3%), Ceftazidime 7 resep Djoelham Kota Binjai memberikan
(9%) dan Cefixime 2 resep (2,6%), golongan sefalosporin pada awal
golongan sulfonamida sebanyak 2 resep perawatan. Tetapi pada penggunaan
(2,6%) dan penisilin merupakan antibiotik spektrum luas secara tidak
golongan yang paling sedikit diresepkan terkendali sangat memungkinkan
yaitu 1 resep (1,3%). timbulnya masalah yang tidak
Berdasarkan hasil penelitian ini, diinginkan seperti timbulnya efek
golongan sefalosporin umumnya samping obat maupun potensi terjadinya
diberikan pada awal perawatan ketika resistensi (Hadirahardja, 2008).
diagnosis demam tifoid baru Kloramfenikol adalah obat
berdasarkan gejala klinis yang menyertai pilihan utama untuk demam tifoid sejak
penderita karena golongan sefalosporin dikenalkan pada tahun 1948, namun
memiliki spektrum yang luas. Hal ini pemberian kloramfenikol pada anak-
belum sesuai dengan pedoman rumah anak dapat mengakibatkan masalah bila
tidak mendapatkan perhatian khusus dibandingkan cefotaxime dalam
seperti baby grey sindrom pada bayi menurunkan gejala demam pada pasien
disebabkan karena enzim glukoronil demam tifoid anak (Riyatno, et al.,
transferase belum memadai sehingga 2011). Kloramfenikol termasuk
liver tidak mampu memetabolisme antibiotik multi drugs resistance
kloramfenikol. (Setiabudy, 2007). terhadap Salmonella thypi sedangkan
Kloramfenikol juga dapat cefotaxime bukan termasuk antibiotik
mengakibatkan efek samping seperti multi drugs resistance maka, cefotaxime
depresi sumsum tulang dan anemia merupakan terapi alternatif yang aman
aplastik yang berbahaya untuk anak dalam pengobatan anak tanpa
(Susono, et al., 2014). komplikasi (Susono, et al., 2014).
Cefotaxime adalah antibiotik Namun penggunaan berkepanjangan
yang sangat aktif terhadap berbagai dapat menimbulkan superinfeksi
kuman gram positif maupun gram (Tambunan, et al., 2012).
negatif aerobik. Obat ini termasuk dalam
antibiotik betalaktam, dimana memiliki Persentase Resep yang Mengandung
mekanisme kerja menghambat sintesis Antibiotik Berdasarkan Dosis
dinding sel mikroba melalui reaksi Pada neonatus dan anak
transpeptidase dalam rangkaian reaksi memerlukan pertimbangan khusus
pembentukan dinding sel dalam perhitungan dosis karena
(Mangunatmaja, 2003). Golongan perbedaan usia secara fisiologis akan
sefalosporin ini digunakan pada infeksi merubah farmakokinetik banyak obat
yang serius seperti septikemia, (Fransiska, 2012). Pemberian dan
pneunomia dan meningitis sebagai perhitungan dosis obat disesuaikan
reserve antibiotik untuk pengobatan dengan berat badan anak (Katzung,
meningitis yang disebabkan oleh 2009). Jika selama terapi terdapat
Streptococcus pneumoniae pada kasus antibiotik yang tidak sesuai maka dapat
resistensi penisilin (Tambunan, et al., disimpulkan antibiotik tidak sesuai
2012). dengan standar. Standar dosis
Kloramfenikol memiliki penggunaan antibiotik dapat dilihat pada
efektifitas yang lebih besar Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Standar dosis penggunaan antibiotik (ISO, 2011).


Cefotaxime >12thn: sehari 1-2 g, maks 12 g; Anak 1 bln-12 thn: 50-100
mg/kgBB/hari dlm 4-6 dosis terbagi.
Cefadroxil 25-50 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi.
Ceftriaxone >12 thn dengan BB >50 kg: sehari 1-2 g dapat dinaikkan sampai
4 g; <12 thn: 1x20-80 mg/kgBB/hari, maks 2 g.
Ceftazidime >2 bln: 30-100 mg/kgBB/hari pemberian dalam 2-3 dosis
terbagi.
Cefixime 10-15 mg/kgBB/hari selama 2 minggu.
Cotrimoxazole >12 thn sehari 2x2 tab selama 10-14 hari; <12 thn: 8 mg/kgBB
trimetoprime dan sulfametoxazol 40 mg/kgBB dalam 1 dosis.
Amoxicillin >20 kg: sehari 3x250-500 mg kap; anak <20 kg: 20-40/kgBB
tiap 8 jam.
Berdasarkan hasil penelitian rawat inap RSUD Djoelham Kota Binjai
yang dilakukan terhadap profil periode Januari – Desember 2015
penggunaan antibiotik pada pasien anak berdasarkan dosis dapat dilihat pada
diagnosis demam tifoid di instalasi Tabel 3.7.
Tabel 3.7 Distribusi antibiotik berdasarkan dosis pada pasien anak demam tifoid di
instalasi rawat inap RSUD Djoelham Kota Binjai periode Januari – Desember
2015.
No Antibiotik Sesuai Tidak sesuai
1 Cefotaxime 45 (57,69%) 2 (2,56%)
2 Cefadroxil 11 (14.10%) -
3 Ceftriaxone 8 (10,25%) -
4 Ceftazidime 7 (8,97%) -
5 Cefixime - 2 (2,56%)
6 Cotrimoxazole - 2 (2,56%)
7 Amoxicillin 1(1.28%) -
Jumlah 72 (92,32%) 6 (7,68%)
Berdasarkan Tabel 4.7 dapat Persentase Resep yang Mengandung
dilihat antibiotik yang sesuai dengan Antibiotik Berdasarkan Bentuk
standar (92,32%) dan yang tidak sesuai Sediaan
dengan standar (7,68%). Berdasarkan hasil penelitian
Ketidaksesuaian dosis yang dilakukan terhadap profil
dikarenakan dosis yang diberikan pada penggunaan antibiotik pada pasien anak
pasien tidak sesuai dengan rentang demam tifoid di instalasi rawat inap
terapi dosis lazim berdasarkan RSUD Djoelham Kota Binjai periode
perhitungan berat badan. Januari – Desember 2015 berdasarkan
bentuk sediaan dapat dilihat pada Tabel
3.8 berikut.

Tabel 4.8 Distribusi antibiotik berdasarkan bentuk sediaan pada pasien anak diagnosis
demam tifoid di instalasi rawat inap RSUD Djoelham Kota Binjai periode
Januari – Desember 2015.
No Bentuk Sediaan Jumlah Persentase (%)
1 Injeksi 66 resep 85
2 Sirup 8 resep 10
3 Kapsul 4 resep 5
Jumlah 78 resep 100
Berdasarkan Tabel 4.8 dapat dikarenakan cefotaxime hanya tersedia
dilihat bahwa bentuk sediaan antibiotik sediaan injeksi.
yang paling banyak diresepkan pada Sediaan injeksi memiliki
pasien anak diagnosis demam tifoid di keuntungan yaitu efeknya timbul lebih
instalasi rawat inap RSUD Djoelham cepat dan teratur dibandingkan dengan
Kota Binjai periode Januari – Desember pemberian per oral, dapat diberikan pada
2015 adalah bentuk sediaan injeksi penderita yang tidak kooperatif dan
sebanyak 66 resep (85%), bentuk tidak sadar, serta sangat berguna dalam
sediaan sirup sebanyak 8 resep (10%) keadaan darurat (Surahman, et al.,
sedangkan dalam bentuk kapsul 2008).
sebanyak 4 resep (5%). Hal ini
2015 sebanyak 37 data rekam medik
KESIMPULAN DAN SARAN yang sesuai kriteria inklusi dengan 78
Kesimpulan resep yang mengandung antibiotik.
Berdasarkan hasil penelitian, Pasien anak diagnosis demam tifoid
dapat ditarik kesimpulan bahwa sampel lebih banyak terjadi pada jenis kelamin
yang diambil periode Januari- Desember perempuan (51,35%). Usia paling
banyak terjadi pada usia 2 tahun - <12 Yoyakarta: Universitas Gajah
tahun (65%). Lama perawatan yang Mada. Halaman 78.
paling banyak selama 3 hari (45%).
Antibiotik yang banyak diresepkan Hadisaputro, S. (1990). Beberapa
adalah cefotaxime (60,3%). Dosis Faktor Yang Memberi Pengaruh
antibiotik yang sesuai dengan standar Kejadian Pendarahan dan atau
ISO sebesar 92,32%. Bentuk sediaan Perforasi Usus Pada Demam
yang paling banyak diresepkan adalah Tifoid. Jakarta: Direktorat
injeksi (85%). Pembinaan Penelitian pada
Masyarakat Departemen
Saran Pendidikan dan Budaya.
Kepada peneliti selanjutnya Halaman 173.
diharapkan dapat melakukan penelitian
terkait evaluasi penggunaan antibiotik Ikatan Apoteker Indonesia. (2011). ISO
pada pasien anak diagnosis demam Indonesia. Volume 46. Jakarta:
tifoid di instalasi rawat inap RSUD PT. Otsuka Indonesia. Halaman
Djoelham Kota Binjai. 145-148,176.

DAFTAR PUSTAKA Joenoes, N.Z. (2001). ARS Prescribendi


Alam, A. (2011). Pola Resitensi Resep Yang Rasional, edisi 2.
Salmonella Enterica Serotype Surabaya: Airlangga University
Typhi. Departemen Ilmu Press. Halaman 20-25.
Kesehatan Anak RSHS Tahun
2006 – 2010. Bandung: Sari Katzung, B.G. (2009). Basic and
Pediatri. Halaman 241. Clinical Pharmacology 4th ed.
USA: Mc Graw-Hill. Halaman
Bahn, M.K., Bahl., Bhartnagar, S. 145.
(2005). Typoid and Parathyroid
Fever. Lancet: 366,749. Lestari, A., Sucipto., dan Rahmayani, L.
(2011). Studi Penggunaan
Bumett, C. (2015). Thypoid Fever Antibiotik Berdasarkan Sistem
Information. Salt Lake City: ATC/DDD dan Kriteria Gysens
Departement Of Health Bureau di Bangsal Penyakit Dalam
of Epidemiology. Halaman 9. RSUP DR. M. Djamil Padang.
Skripsi. Padang: Universitas
Fransiska, M. (2012). Kerasionalan Andalas. Halaman 55.
Penggunaan Antibiotik Bagian
Ilmu Kesehatan Pragram Studi Maas, L.T. (2007). Kesehatan Ibu dan
Farmasi. Gorontalo: Universitas Anak. Jakarta: PT Gramedia.
Gorontalo. Halaman 92. Halaman 11-12.

Hadinegoro, SR., Tumbelaka, AR., Mangunatmadja, I., Munasir, Z., Gatot,


Satari, HI. (2001). Pengobatan D. (2003). Pediatric Update.
Cefixime Pada Demam Tifoid Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Anak. Sari Pediatri: 182. Indonesia. Halaman 83.

Hadirahardja, M.C dan Setiawan, N. Menteri Kesehatan, RI. (2015).


(2008). Evaluasi Penggunaan Formularium Nasional. Jakarta:
Sefotaksim Pada Pasien Anak Kementerian Kesehatan
Rawat Inap di Salah Satu Rumah Republik Indonesia. Halaman
Sakit Swasta Semarang bulan 125-126.
Oktober-Desember 2005.
Nurbaningrum, E. (2005). Pola Salah Satu Rumah Sakit Swasta
Penggunaan Antibiotika Pada Di Kota Bandung. Majalah Ilmu
Penderita Rawat Inap Anak Kefarmasian. Halaman 5,31.
Dengan Demam Tifoid di RSU Susenas. (2013). Badan Pusat Statistik
Haji Surabaya Jawa Timur. Dalam Buuletin Jendela Data
Skripsi. Surabaya: Universitas Dan Informasi Kesehatan,
Surabaya. Halaman 25. Semester 1. Halaman 69.

Noer, H.M.S. (1999). Ilmu Penyakit Susono, R.F., Sudarso., Galistiani, G.F.
Dalam Jilid I Edisi Ketiga. (2014). Cost Effectiviness
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Analysis Pengobatan Pasien
Halaman 103. Demam Tifoid Pediatrik
Menggunakan Cefotaxime dan
Novianti, M.A. (2015). Studi Chloramphenicol di Instalasi
Penggunaan Antibiotik Pada Rawat Inap RSUD Prof. Dr.
Penderita Penyakit Demam Margono Soekarjo. Purwokerto:
Tifoid Di Rumah Sakit Umum Universitas Muhammadiyah
Daerah Labuang Baji Makassar. Purwokerto. Halaman 5.
Skripsi Sarjana Pada Fakultas
Kedokteran Universitas Tambunan, T., Rundjan, L., Satari, H.I.,
Hassanudin. Halaman 51 – 52. Widiastuti, E., Somasetia, D.H.,
Kadim, M. (2012). Formularium
Riyatno, I.P. dan Sutrisna, E. (2011). Spesialitik Ilmu Kesehatan Anak.
Cost Effectiviness Analysis Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Pengobatan Demam Tifoid Anak Indonesia. Halaman 189.
Menggunakan Sefotaksim dan
Kloramfenikol di RSUD Prof.
Dr. Margono Soekarjo.
Purwokerto: Universitas Jendral
Sudirman. Halaman 3.

Setiabudy, R. (2007). Pengantar


Antimikroba. Dalam: Gunawan,
S.G., editor. Farmakologi dan
Terapi. Edisi 5. Jakarta:
Departemen Farmakologi dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Halaman
585-587,700, 702.

Shea, K., Florini,K., and Barlam, T.


(2002). When Wonder Drugs
Don’t Work: How Antibiotic
Resistence Threatens Children,
Seniors, and The Medically
Vulnerable Evironmental
Defence. Washington, DC.
Halaman 453.

Surahman, E., Mandalas, E., dan


Kardinah, E.I. (2008). Evaluasi
Penggunaan Sediaan Farmasi
Intravena Untuk Penyakit Infeksi

Das könnte Ihnen auch gefallen