Sie sind auf Seite 1von 12

Jurnal Pesisir dan Laut Tropis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2015

KELAYAKAN KUALITAS AIR UNTUK KAWASAN BUDIDAYA


Eucheuma cottoni BERDASARKAN ASPEK FISIKA, KIMIA DAN
BIOLOGI DI KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

(Water Quality Fitness for Cultivation of Eucheuma cottoni based on Physics,


Chemitstry and Biology Aspects In District Islands Selayar)

Abdul Akib¹*, Magdalena Litaay¹, Ambeng¹, Muhtadin Asnady¹

1. Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Hasanuddin, Makassar
e-mail : abdulakib24@yahoo.co.id

The research on the feasibility of water quality for cultivation area Eucheuma cottonii
based on aspects of physics, chemistry and biology in the District of Selayar, on September-
November 2014 had been done. This study aims to determine the seaweed cultivation area
based on the condition of physics, chemistry and biology parameters in the waters Selayar.
Determination of a proposed seaweed cultivation area was conducted by using conformity
criterias based on the results matrix scoring and weighting. The results showed a range of
values: a) Physical parameters consist of: (1) the depth of 6.5 m to 11.5 m, (2) brightness of
1.61 m to 6.51 m, (3) water temperature 29 ºC- 30.7 ºC, (4) salinity waters 28 ppt - 31.5 ppt, (5)
water bottom material types include: mud, sand and coral, (6) the flow velocity of 0.02 m/s -
0.156 m/s, (7) payload suspended solids 16.097 mg/l 58.350 mg/l. b) Chemical parameters
consist of: (1) 3 dissolved oxygen ppt- 6.3 ppm, (2) pH 7,13- 7.66, (3) phosphate 0.211 mg/l -
1.904 mg/l, (4) nitrate 0,032- mg/l - 1.412 mg/l. c) Biological parameters consist of: (1) the
abundance of phytoplankton 20500 cells/l – 46500 cells/l and (2) of chlorophyll-a 0.110 mg/l –
0.889 mg/l. Scoring results show for the fifth station can be used for farming E. cottonii
activities, namely in the village Bonelohe, Baruyya, Barugayya, Dodaia and Tongke-tongke.

Keywords: Aquaculture, Seaweed, Physics, Chemistry, Biology, Selayar

Telah dilakukan penelitian tentang kelayakan kualitas air untuk kawasan budidaya
Eucheuma cottonii berdasarkan aspek fisika, kimia dan biologi di Kabupaten Kepulauan
Selayar, pada bulan September – November 2014. Penelitian ini bertujuan mengetahui
kawasan budidaya rumput laut berdasarkan kondisi fisika, kimia dan biologi di perairan
Kepulauan Selayar. Penentuan lokasi budidaya rumput laut dilakukan dengan penyusunan
matrik kesesuaian berdasarkan hasil skoring dan pembobotan. Hasil penelitian memperlihatkan
kisaran nilai: a) Parameter fisika terdiri atas: (1) kedalaman sebesar 6,5 m– 11,5 m, (2)
kecerahan 1,61 m– 6,51 m, (3) suhu perairan 29 ºC– 30,7 ºC, (4) salinitas perairan 28 ppt –
31,5 ppt, (5) material dasar perairan mempunyai jenis antara lain: lumpur, pasir dan karang, (6)
kecepatan arus 0,02 m/det - 0,156 m/det, (7) muatan padatan tersuspensi 16,097 mg/l- 58,350
mg/l. b) Parameter kimia terdiri dari: (1) oksigen terlarut 3 ppt - 6,3 ppm, (2) pH 7,13- 7,66, (3)
fosfat 0,211 mg/l- 1,904 mg/l, (4) nitrat 0,032- mg/l- 1,412 mg/l. c) Parameter biologi terdiri atas:
(1) kelimpahan fitoplankton 20500 sel/l- 46500 sel/l dan (2) klorofil-a 0,110 mg/l- 0,889 mg/l.
Hasil skoring menunjukkan untuk kelima stasiun dapat dilakukan kegiatan budidaya E. cottonii
yaitu pada desa Bonelohe, Baruyya, Barugayya, Dodaia dan Tongke-tongke.

Kata kunci : Budidaya, Rumput Laut, Fisika, Kimia, Biologi, Selayar

25
Jurnal Pesisir dan Laut Tropis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2015

PENDAHULUAN makanan, kosmetik, obat-obatan,


tekstil, cat dan sebagai materi dasar
Secara Geografis, Kabupaten
dari aromatic diffuser (Ghufran, 2010).
Kepulauan Selayar Propinsi Sulawesi
Pemilihan lokasi yang tepat
Selatan terletak di antara 5º42’-7º-35’
merupakan faktor yang penting dalam
Lintang Selatan dan 120º15’ - 122º 30’
menentukan kelayakan usaha budidaya
Bujur Timur. Luas keselurahan Wilayah
rumput laut. Faktor utama keberhasilan
mencakup 10.503,69 Km² dimana luas
kegiatan budidaya rumput laut adalah
daratan 1.357,03 Km² (12,92%) dan
pemilihan lokasi yang tepat. Di antara
luas laut 9.146,66 Km² (87,08%).
faktor lingkungan tersebut adalah
Wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar
ketersediaan cahaya, suhu, salinitas,
terdiri dari 123 (seratus dua puluh tiga)
arus dan ketersediaan nutrien (Lobban
buah gugus pulau besar dan pulau
and Harrison, 1997). Oleh karena itu
kecil. Dengan keadaan geografis inilah
faktor fisika, kimia dan biologi dari
memberikan peluang besar bagi
suatu perairan menjadi salah satu
kepulauan selayar dalam usaha
penentu keberhasilan budidaya rumput
budidaya rumput laut (Coremap, 2006).
laut. Parameter lingkungan yang
Kekayaan potensi sumberdaya
menjadi penentu lokasi yang tepat
pesisir dan laut Kabupaten Selayar
untuk budidaya rumput laut adalah
dengan 123 pulau merupakan potensi
kondisi lingkungan fisik yang meliputi
untuk pengembangan budidaya laut
kedalaman, kecerahan, kecepatan
(Coremap, 2006).
arus, Muatan Padatan Tersuspensi
Salah satu pengembangan
(MPT) atau Total Suspended Solid
kegiatan ekonomi yang sedang
(TSS), dan lingkungan kimia yang
dijalankan pemerintah ialah
meliputi salinitas, pH, oksigen terlarut,
pengembangan budidaya rumput laut.
nitrat dan fosfat, serta aspek biologi
Melalui program ini diharapkan dapat
yang meliputi kelimpahan fitoplankton
merangsang terjadinya pertumbuhan
dan klorofil-a.
ekonomi wilayah akibat meningkatnya
Berdasarkan studi referensi dan
pendapatan masyarakat setempat
hasil penelitian yang ada, maka peneliti
(Departemen Kelautan dan Perikanan,
tertarik untuk melakukan penelitian
2001).
tentang uji kelayakan kualitas air untuk
Eucheuma cottonii adalah salah
kawasan budidaya E. cottonii di
satu jenis rumput laut yang banyak
Kepulauan Selayar berdasarkan aspek
dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya
fisika, kimia dan biologi.
di berbagai negara Asia Pasifik
termasuk Indonesia. Data statistik
METODE PENELITIAN
Dikjen Perikanan Budidaya KKP tahun
Metode penelitian yang
2001-2010 menunjukkan bahwa
dilakukan adalah pengumpulan data
produksi rumput laut Indonesia
primer yang dilakukan dengan
meningkat dari tahun 2001 yang
pengukuran langsung parameter
menghasilkan 25.000 ton menjadi
fisika, kimia dan biologi di
55.000 ton pada tahun 2004 dan pada
lapangan. Analisis kualitas air di
tahun 2010 menghasilkan 2,96 juta ton.
lakukan di Laboratorium
Dari data ini perkembangan budidaya
Oseanografi Kimia Jurusan Ilmu
rumput laut akan terus berkembang.
Kelautan dan Perikanan serta
Peningkatan produksi harus didukung
analisis data dilakukan di
degan sistem distribusi dan pemasaran
Laboratorium Ilmu Lingkungan
yang baik sehingga terjadi distribusi
dan Kelautan FMIPA Universitas
nilai tambah yang baik. Euchema
Hasanuddin.
menghasilkan karaginan jenis kappa.
Lokasi penelitian meliputi perairan
Karagenan yang dihasilkan oleh
Kabupaten Selayar yang terletak di laut
Euchema dimanfaatkan pada industri

26
Jurnal Pesisir dan Laut Tropis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2015

Whatman no.42. Adapun bahan lain


yang digunakan yaitu lugol 100 ml,
sampel air laut, penyaring millipora
(kertas saring Whatman ukuran pori
0,45 µm, tissue & aquades.
Penentuan titik pengambilan
sampel terbagi atas 5 stasiun yang
sebelumnya dilakukan observasi lokasi
untuk mendapatkan gambaran umum
mengenai lokasi-lokasi yang nantinya
akan dijadikan sebagai titik
pengambilan sampel di Pulau Selayar.
Posisi pengambilan dicatat dengan
bantuan Global Positioning System
(GPS).
Pengambilan sampel di tiap
Gambar 1. Peta lokasi titik stasiun dilakukan sebanyak 3 kali.
pengambilan sampel kualitas Adapun stasiun pengambilan sampel
air di Kabupaten Kepulauan tersebut yaitu:
Selayar (Modifikasi dari  Stasiun I terletak di desa Bonelohe
Coremap, 2006). yang berada di sebelah utara pulau
Selayar.
 Stasiun II terletak di desa Baruia
Flores yang berada pada titik koordinat Kecamatan Batangmata.
5º 42’ - 7º 35’ LS dan 120º 15’ - 122º 30’  Stasiun III berada di desa Barugaia
BT dan titik stasiun digambarkan pada Kecamatan Bontoharu.
peta wilayah pengambilan sampel  Stasiun IV berada di desa Dodaiya
E. cottonii (Gambar 1). Kecamatan Bontosikuyu.
Alat-alat yang digunakan dalam  Stasiun V berada di desa Tongke-
penelitian ini terbagi atas dua : 1) alat tongke Kecamatan Bontosikuyu.
lapangan yang digunakan adalah Tongke-tongke Kecamatan
perahu motor, Global Positioning Bontosikuyu.
System (GPS), layang-layang arus,
stopwatch, sedimen Grab, secchi disk, Pengambilan sampel parameter
Water Quality Checker (WQC), ember fisika, kimia dan biologi di perairan
10L, plankton net 25, pipet tetes, pH dilakukan pada pukul 08.00 Wita
meter, botol sampel, cool box, kompas, sampai pukul 17.00 Wita. Sampel yang
kamera, alat tulis menulis, 2) alat yang didapat dilakukan pengukuran secara in
digunakan di laboratorium adalah situ, dan sampel yang perlu dianalisis
Spektrofotometer DREL 2800, lebih lanjut dibawa ke laboratorium
mikroskop Sargent-Welch, kertas Oseanografi Kimia, Jurusan Ilmu
saring Whatman No. 42, tabung reaksi, Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan
rak tabung, corong, erlemeyer, pipet, Perikanan, Universitas Hasanuddin.
labu ukur, karet bulp. Parameter kualitas perairan yang
Bahan-bahan yang digunakan diukur terbagi atas 3 yaitu:
antara lain untuk analisis nitrat yaitu:
indicator brucine, asam sulfat pekat;  Parameter Fisika, variabel yang
H2SO4, natrium nitrat;NaNO3. Untuk diukur meliputi:
analisis fosfat bahan yang digunakan  Kedalaman perairan. Pengukuran
yaitu ammonium molybdate; (NH4) kedalaman dilakukan dengan
8MO7O24. 4H2O, asam borat 1% ; menggunakan tali tambang yang
H3BO 3, asam sulfat 2,5 M; H 2SO4, ada pada sedimen grab yang
asam ascorbic 1%, kertas saring

27
Jurnal Pesisir dan Laut Tropis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2015

sudah diberi tanda untuk tiap c = Volume sampel air laut (ml)
meternya.
 Kecerahan air. Pengambilan data  Parameter Kimia, variabel yang
kecerahan air dilakukan dengan diukur meliputi :
menggunakan alat sechii disc,  pH, pengukuran pH dengan
pada setiap titik sampling. menggunakan water quality
 Suhu perairan. Pengukuran checker tipe Horiba U10A
dengan menggunakan water  Oksigen terlarut, pengukuran
quality checker tipe Horiba U10A di oksigen terlarut pada tiap titik
setiap titik sampling dengan skala sampling dengan menggunakan
pengukuran 1 °C. water quality checker tipe Horiba
 Salinitas, salinitas diukur U10A
menggunakan water quality  Fosfat, pengukuran fosfat
checker tipe Horiba U10A. dilakukan menurut petunjuk Boyd
 Kecepatan arus. Informasi (1981)
kecepatan arus diperlukan untuk  Nitrat, analisis nitrat dilakukan
mengetahui arah dan besarnya menurut petunjuk Suin (1999).
massa air yang mengalir serta
mengetahui penyebaran limbah,  Parameter Biologi, variabel yang
sedimen atau bahan lainnya. Aliran diukur pada parameter biologi
masa air diukur pada suatu titik yaitu:
yang tetap. Layang-layang arus  Kelimpahan fitoplankton,
merupakan alat yang digunakan pengambilan sampel dilakukan
untuk mengukur arus, alat ini secara pasif. Jumlah plankton
merupakan modifikasi Lembaga dihitung dengan menggunakan
Ilmu dan Pengetahuan (LIPI) petunjuk APHA (1976).
Ambon.
 Material dasar perairan. N = T/L x P/p x V/v x 1/w
Pengambilan sampel dilakukan Keterangan :
dengan menggunakan alat Egman N= Jumlah plankton (individu /l)
grab sample dan kemudian P= Jumlah plankton tercacah
dianalisis di laboratorium. P=Jumlah lapang pandang diamati
 Muatan pada tersuspensi (MPT). V= Volume dibawah gelas penutup
Metode yang digunakan dalam (ml)
pengukuran muatan padatan T= Luas gelas penutup ( mm2)
tersuspensi adalah gravimetrik L= Luas lapang pandang (mm2)
dengan alat penyaring millipora V= Volume sampel yang diamati
(Badan Pengendalian Dampak (50 ml)
Lingkungan, 1996). Setelah w= Volume air yang disaring ( 10 L)
prosedur kerja berakhir selanjutnya
dilakukan perhitungan dengan  Klorofil-a, pengukuran klorofil-a
menggunakan rumus (APHA, dilakukan menurut petunjuk Rosen
AWWA, WPCF,1989) dibawah ini: (1990)pengukuran menggunakan
konsentasi klorofil-a dengan rumus:
Klorofil-a µg/ml = 11,85 x A664- 1,54 x A647 – 0,08 x A630

Pengolahan data dilakukan


Keterangan : dengan menghitung kecepatan arus
a = Berat kertas saring dan yang diukur dengan persamaan
residu setelah pemanasan (Kreyzing, 1993 dalam Rasyid, 2005):
(mg)
V = s/t
b = Berat kering filter (mg)

28
Jurnal Pesisir dan Laut Tropis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2015

Keterangan:
V = Kecepatan arus (m/detik)
HASIL DAN PEMBAHASAN
s = Jarak (m)
t = Waktu (detik) Kedalaman Perairan
Hasil pengukuran kedalaman
Untuk analisis kesesuaian perairan pada titik sampling di zona
perairan bagi budidaya rumput laut pemanfaatan budidaya rumput laut
maka dibuat matrik kesesuaian Kabupaten Kepulauan Selayar berkisar
perairan untuk parameter fisika, antara 6,5 m sampai 11,5 m, dengan
kimia dan biologi. Penyusunan nilai rata-rata yang bervariasi terdiri dari
matrik kesesuaian perairan 7,67m sampai 9,67 m. Nilai kedalaman
merupakan dasar dari analisis tertinggi berdasarkan nilai rata-rata
keruangan melalui skoring dan faktor terdapat pada stasiun III yaitu desa
pembobot. Hasil skoring dan Barugayya, sedangkan nilai terendah
pembobotan dievaluasi sehingga berada pada stasiun I yaitu desa
didapatkan kategori kesesuaian yang Bonelohe.
menggambarkan tingkat kecocokan Berdasarkan nilai yang ada pada
dari suatu bidang untuk penggunaan table matrik kesesuaian untuk nilai
tertentu. Tingkat kesesuaian dibagi kedalaman menunjukkan nilaiyang
atas empat kriteria kategori yang sesuai untuk dilakukannya budidaya
meliputi (Bakosurtanal, 1996) : rumput laut.
 Kategori S1; Sangat sesuai
(Highly Suitable). Daerah ini Kecerahan Air
tidak mempunyai pembatas yang Kecerahan perairan di zona
serius untuk menerapkan pemanfaatan budidaya rumput laut di
perlakuan yang diberikan. pulau Selayar berkisar antara 1,61 m
 Kategori S2; Cukup sesuai hingga 6,51 m dengan rata-rata untuk
(Moderately Suitable), Daerah semua stasiun berkisar antara 2,04
ini mempunyai pembatas- sampai dengan 6,09 m. Sebaran
pembatas yang agak serius untuk kecerahan tertinggi b e r a d a p a d a
mempertahankan tingkat s t a s i u n I I I y a i t u desa Dodaia,
perlakukan yang harus sedangkan nilai kecerahan terendah
diterapkan. Pembatas ini akan berada pada stasiun I yaitu pada desa
meningkatkan masukan atau Bonelohe. Adanya perbedaan
tingkat perlakuan yang diperlukan. kecerahan di perairan Selayar pada
 Kategori S3; Sesuai marginal setiap lokasi pengambilan sampel
(Marginally Suitable). Daerah berhubungan dengan kedalaman
ini mempunyai pembatas- lokasi, substansi sedimen, kecepatan
pembatas yang serius untuk arus dan waktu dilakukannya
mempertahankan tingkat pengamatan. Hutabarat (2000)
perlakuan yang harus diterapkan. mengatakan bahwa, cahaya akan
Pembatas akan lebih semakin berkurang intensitasnya
meningkatkan masukan atau seiring dengan makin besar
tingkatan perlakuan yang kedalaman. Pendugaan lain adalah
diperlukan. adanya perbedaan waktu pengamatan
 Kategori N; Tidak sesuai (Not yang dilakukan. Effendi (2003)
Suitable), Daerah ini mempunyai mengatakan bahwa pemantulan
pembatas permanen, sehingga cahaya mempunyai intensitas yang
mencegah segala kemungkinan bervariasi menurut sudut datang
perlakuan pada daerah tersebut. cahaya.

29
Jurnal Pesisir dan Laut Tropis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2015

Tabel 1. Skoring Hasil Evaluasi untuk Kesesuaian Perairan Budidaya Eucheuma


cottonii.
Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun
Variabel
I II III IV V
Kedalaman (m) 15 15 12,9 12,9 12,9
Kecerahan (m) 9 12,9 9 15 15
Arus (cm/det) 3 1,6 1,6 2,3 1,6
Nitrat (mg/l) 10,8 9 9 9 9
Fosfat (mg/l) 12,9 12,9 12,9 10,8 15
MPT(mg/l) 6 6 2 4,3 8,6
Salinitas Perairan (ppt) 10 10 10 10 10
Suhu (˚C) 8,6 10 8,6 8,6 7,2
Material Perairan 5 5 5 5 2,3
Kelimpahan Fitoplankton (sel/l) 5 5 5 5 5
Klorofil-a (mg/l) 2,3 2,3 2,3 1,6 3
Oksigen Terlarut (mg/l) 1,6 1 2,3 3 3,6
pH 5 5 5 5 5
Jumlah 89,2 95,7 85,5 92,5 98,2
Nilai (Skor) 69% 73% 66% 71% 76%
Cukup Cukup Cukup Cukup
Keterangan Sesuai
Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai

Berdasarkan nilai rata-rata pada (Water Quality Checker) yang berkisar


kecerahan perairan pada zona antara 29ºC sampai 30,7ºC dengan
pemanfaatan umum Pulau Selayar nilai rata-rata yang bervariasi untuk
memperlihatkan kisaran nilai yang kelima stasiun yang terdiri dari 29,33ºC
masih dianjurkan, terutama pada sampai 30,3ºC. Suhu rendah didapat
stasiun II, stasiun IV dan stasiun V pada stasiun I, stasiun II, stasiun III dan
sementara untuk stasiun I dan stasiun stasiun IV, sementara suhu tertinggi
III dapat dilakukan budidaya rumput diperoleh di stasiun V di perairan desa
laut karena nilai yang dimiliki masuk Tongke-tongke. Perbedaan tersebut
dalam kategori sedang berdasarkan karena adanya selisih waktu
matriks kesesuaian untuk budidaya pengukuran in situ terhadap variabel
rumput laut. ini. Effendi (2003) mengatakan bahwa
suhu perairan berhubungan dengan
Suhu Perairan kemampuan pemanasan oleh sinar
Suhu perairan pada titik matahari, waktu dalam hari dan lokasi.
pengambilan sampel untuk budidaya Hal ini didukung oleh Basmi (1999) dan
rumput laut di pulau Selayar diperoleh Hutabarat (2000) yang mengatakan
dengan menggunakan alat WQC bahwa perairan lebih lambat menyerap

30
Jurnal Pesisir dan Laut Tropis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2015

panas tetapi akan menyimpan panas sampai 37,537 mg/l. Berdasarkan


lebih lama dibandingkan dengan hasil pengujian didalam laboratorium
daratan. Secara umum rata-rata suhu nilai MPT terendah berda pada
di perairan Selayar untuk budidaya stasiun 3.3 atau pada desa
E. cottonii memperlihatkan nilai yang Barugayya, sementara muatan
mendukung untuk dilakukannya padatan tersuspensi yang paling
kegiatan budidaya rumput laut. tinggi didapatkan pada stasiun 1.3
atau pada desa Bonelohe. Perbedaan
Kecepatan Arus nilai padatan tersuspensi pada tiap-
Pengukuran kecepatan arus tiap lokasi pengambilan sampel
dengan menggunakan alat layang- disebabkan oleh komposisi material
layang arus dimana hasil pengukuran dasar perairan dan pergerakan
memperlihatkan kecepatan yang massa air terhadap substrat.
bervariasi antara 0,02 m/det sampai
0,156 m/det dengan nilai rata-rata Material Dasar Perairan
untuk kelima stasiun berkisar antara Hasil penelitian terhadap material
0,064 m/det sampai dengan dasar di perairan Selayar
0,113 m/det. Kecepatan arus memperlihatkan adanya perbedaan
terendah berada pada stasiun 4.3 dan jenis material dasar perairan pada
stasiun 5.3 sedangkan kecepatan arus beberapa lokasi. Perbedaan tersebut
tertinggi berada pada stasiun 4.2. dapat dibagi menjadi dua jenis,
Perbedaan kecepatan arus disebabkan yaitu: (a) jenis koral dan campuran
oleh letak lokasi. Adanya terumbu koral pasir yang berada di depan mulut
karang yang merupakan salah satu teluk, (b) jenis lumpur tercampur pasir.
penyebab arus menjadi lemah, karena Hasil penelitian menunjukan
arus laut yang datang terhambat oleh bahwa material dasar perairan pada
barier yang dibentuk secara alami oleh zona budidaya rumput laut di perairan
terumbu karang. Pada saat yang lain Selayar masih berada dalam kisaran
adanya turbulensi dan perairan yang yang dianjurkan untuk dilakukannya
cukup terbuka merupakan pendugaan kegiatan budidaya rumput laut,
lain terjadi perbedaan kuat arus. terutama pada empat lokasi yang
Wibisono (2005) mengatakan bahwa berada pada desa Bonelohe, Baruyya,
setiap proses aktivitas pasang maupun Barugaiya dan Dodaia dengan
surut menimbulkan arus. Hal ini komposisi pasir berkarang dan karang.
disebabkan penelitian yang dilakukan Sementara pada desa Tongke-tongke
dalam jangka waktu yang pendek dan memiliki substrat berlumpur sehingga
hanya sekali saja. Sehingga diperlukan perhatian khusus untuk
disimpulkan bahwa arus yang terjadi menjaga pertumbuhan rumput laut.
merupakan arus lokal akibat pasang-
surut. Kecepatan arus berperan Salinitas Perairan
penting dalam perairan, misalnya: Nilai salinitas yang didapatkan
pencampuran masa air, pengangkutan pada lokasi pemanfaatan budidaya
unsur hara, transportasi oksigen. rumput laut berkisar antara 28 ppt
sampai 31,5 ppt dengan nilai rata-rata
Muatan Padatan Tersuspensi untuk kelima stasiun b e r k i s a r antara
Hasil pengukuran terhadap 29,33 ppt sampai 30,833 ppt. Kisaran
variabel muatan padatan tersuspensi nilai salinitas terendah berada pada
di perairan Selayar sebagai zona desa Baruya yaitu stasiun 2.1
pemanfaatan budidaya E. cottonii sedangkan nilai salinitas tertinggi
memperlihatkan nilai pengukuran terdapat pada desa Tongke-tongke
yang berkisar antara 16,097 mg/l yaitu pada stasiun 5.3. Adanya
sampai 58,350 mg/l dengan nilai rata- perbedaan kisaran salinitas terutama
rata berkisar antara 30,961 mg/l pada perairan Selayar disebabkan

31
Jurnal Pesisir dan Laut Tropis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2015

karenaa danya berbagai faktor seperti pada desa Bonelohe dan nilai
sirkulasi air, penguapan, curah hujan tertinggi berada pada desa Dodaiya
dan aliran sungai. dengan. Berbedanya kandungan
Nilai salinitas yang diperoleh pada oksigen terlarut karena adanya
perairan Selayar menunjukan angka pergerakan dan percampuran massa
yang sesuai untuk dilakukan budidaya air serta siklus harian variabel ini.
rumput laut tanpa harus diberikan fakor Brotowidjoyo et al. (1995)
pembatas. mengatakan bahwa pada kondisi
perairan terbuka, oksigen berada pada
pH kondisi alami sehingga jarang dijumpai
Pengukuran nilai pH di perairan pada kondisi perairan terbuka yang
Selayar dengan menggunakan Water miskin oksigen.
Qualty Checker (WQC)
memperlihatkan kisaran nilai antara Fosfat
7.13 sampai 7.66, dengan nilai rata- Kandungan fosfat dalam perairan
rata terendah yaitu 7,21 smentra nilai Selayar mempunyai nilai yang
rata-rata tertingi adalah 7,43 Nilai pH bervariasi antara 0,096 mg/l sampai
terendah terdapat pada desa Baruiya 1,904 mg/l, dengan nilai rata-rata
dan Tongke-togke sementara nilai antara 0,218 mg/l hinga 0,923 mg/l.
tertinggi berada pada desa Kandungan fosfat terendah terdapat
Bonelohe yaitu pada stasiun 1.1. pada desa Tongke-tongke yaitu pada
Perbedaan nilai pH dalam perairan stasiun 5.3 dan nilai fosfat tertinggi
disebabkan oleh adanya perbedaan berada pada desa Dodaia yaitu pada
waktu pengukuran. Perubahan stasiun 4.2. Perbedaan tersebut
konsentrasi pH dalam perairan disebabkan oleh waktu dan daerah
mempunyai siklus harian. Siklus ini yang diteliti. Sedangkan perbedaan
merupakan fungsi dari karbondioksida. kandungan fosfat diduga disebabkan
Effendi (2003) mengatakan bahwa jika oleh adanya bahan organik berupa
perairan mengandung kabondioksida limbah domestik (detergen), limbah
bebas dan ion karbonat maka pH pertanian atau pengikisan batuan
cenderung asam, dan pH akan kembali fosforoleh aliran air. Hampir sepanjang
meningkat jika CO2 dan HCO3 mulai jalur dari pelabuhan Pamatata sampai
berkurang. desa Tongke-tongke merupakan
Hasil penelitian memperlihatkan daerah pemukiman peduduk dan ini
adanya perbedaan pH pada tiap lokasi memungkinkan masuknya limbah
pengambilan sampel, tetapi secara domestik atau pertanian (overfertilisasi).
keseluruhan nilai rata-rata pH di Pada struktur geologi penyusun pantai,
perairan zona pemanfaatan budidaya juga terlihat ada perbedaan antara
rumput laut berada dalam kisaran yang bagian utara dan selatan teluk dan ini
mendukung untuk dilakukannya memungkinkan terjadi pengikisan
budidaya rumput laut. batuan. Menurut Effendi (2003) dan
Supriharyono (2001), sebagian besar
Oksigen Terlarut fosfat berasal dari masukan bahan
Hasil pengukuran secara in situ organik melalui darat berupa limbah
terhadap oksigen terlarut di perairan industri maupun domestik (detergen).
zona pemanfaatan umum pulau Ditambahkan oleh Brotowidjoyo, et al.
Selayar memperlihatkan kisaran nilai (1995) dan Hutabarat (2000) bahwa
antara 3ppm dan nilai tertinggi adalah sumber fosfat di perairan juga berasal
6,3 ppm dengan nilai rata-rata untuk dari proses pengikisan batuan di
kelima stasiun berkisar antara pantai.
3,25 ppm sampai 4,63 ppm. Kandungan fosfat di perairan
Kandungan oksigen terlarut terendah Selayar memperlihatkan kisaran yang
mendukung kegiatan budidaya. Fosfat

32
Jurnal Pesisir dan Laut Tropis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2015

sendiri dalam perairan berperan berpendapat bahwa klorofil-a berbeda


sebagai nutrien. Akan tetapi tingginya berdasarkan lokasi dan jumlah
kandungan fosfat di perairan dapat plankton. Pendapat ini didukung oleh
berdampak pada peledakan plankton. Yusuf, et al. (1995) yang mengatakan
bahwa konsentrasi klorofil-a umumnya
Nitrat berhubungan dengan kelimpahan
Hasil pengukuran terhadap fitoplankton, khususnya bagi
variabel nitrat memperlihatkan nilai fitoplankton yang masih dalam keadaan
yang bervariasi antara 0.032 mg/l hidup.
sampai 1,412 mg/l dengan nilai rata- Hasil analisis memperlihatkan
rata sebesar 0,091 mg/l sampai dengan kandungan klorofil-a mempunyai
0,53 mg/l). Nitrat terendah terdapat kisaran yang tidak mendukung kegiatan
pada desa Barugayya yaitu stasiun budidaya r u m p u t laut di Pulau
3.3dan nilai nirat tertinggi terdapat Selayar.
pada desa Bonelohe dengan titik
pengambilan sampel berada pada Kelimpahan Fitoplankton
stasiun 1.1. Perbedaan kandungan Hasil pengukuran terhadap
nitrat pada beberapa lokasi disebakan kelimpahan fitoplankton adalah 20500
oleh tingginya nitrat didasar perairan. sel/l sampai 46500 sel/l dengan rata-
Hutabarat (2000) bahwa konsentrasi rata 28333 sel/l sampai dengan 31670.
nitrat akan semakin besar dengan Kelimpahan fitoplankton terendah
bertambahnya kedalaman. terdapat pada desa Barugayya yaitu
Perbedan nilai rata-rata pada pada stasiun 3.2 dan nilai kelimpahan
parameter nitra disebabkan karena fitoplankton tertinggi berada pada
adanya pemukiman penduduk yang Bonelohe yaitu pada stasiun 1.1.
memungkinkan masuknya nitrat ke Secara umum kelimpahan
dalam perairan. Effendi (2003) fitoplankton di perairan Selayar berada
berpendapat bahwa kadar nitrat dalam pada kisaran yang mendukung
perairan banyak dipengaruhi oleh kegaiatan budidaya rumput laut dilihat
pencemaran antropogenik yang berasal berdasarkan matrik kesesuaian.
dari aktifitas manusia maupun tinja
hewan. Jadi berdasarkan nilai rata-rata Penentuan Lokasi Kesesuaian
kandungan nitrat di peraiaran Selayar Budidaya Laut
yang diperoleh, maka dapat dilakukan Penentuan daerah kesesuaian
budidaya rumput untuk semua stasiun. budidaya laut mengacu pada matrik
kesesuaian perairan yang disusun
Klorofil-a berdasarkan variabel primer, variabel
Hasil pengukuran terhadap sekunder dan variabel tersier. Ketiga
variabel klorofil-a memperlihatkan nilai variabel penyusun matrik kesesuaian
yang bervariasi antara 0,110 mg/l tersebut merupakan variabel syarat
sampai 0,889 mg/l dengan n i l a i rata- yang terdiri dari komponen variabel-
rata 0,288mg/l hingga 0,56 mg/l. variabel dalam parameter físika, kimia
Konsentrasi klorofil tertinggi terdapat dan biologi.
pada desa Bonelohe dengan yaitu pada
stasiun 1.1 dan nilai terendah terdapat Lokasi Pengembangan bagi
pada desa Dodaiya yaitu pada stasiun Budidaya Rumput Laut (Seaweed)
4.1. Hasil evaluasi terhadap nilai
Perbedaan nilai klorofil-a yang tersebut dengan mempergunakan
terdapat di perairan Selayar disebabkan kriteria pada Tabel 1 memperlihatkan
oleh keberadaan fitoplankton, baik perairan pulau Selayar berada pada
kelimpahannya maupun komposisi kategori c u k u p sesuai (S3) untuk
jenis terhadap pigmen yang dilakukannya budidaya rumput laut.
dikandungnya. Nontji (2005) Variabel primer merupakan

33
Jurnal Pesisir dan Laut Tropis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2015

variabel yang perlu mendapat perhatian 2. Stasiun II


dalam usaha budidaya, dimana Nilai skor hasil evaluasi parameter
variable tersebut terdiri dari nitrat, fisika, kimia dan biologi untuk stasiun II
fosfat, kedalaman, kecerahan perairan menunjukkan kriteria cukup sesuai (S3)
dan kecepatan arus. Fosfat merupakan untuk lokasi budidaya rumput laut
unsur yang berperan dalam E. cottonii (Tabel 1). Hal ini
mendukung pertumbuhan dan dikarenakan terdapat beberapa
perkembangan budidaya dalam parameter seperti kecerahan, Oksigen
pembentukan protein maupun aktivitas terlarut, MPT, dan klorofil-a yang
metabolisme. Pertumbuhan dapat menunjukkan nilai sedang. Beberapa
tercapai dengan baik jika variabel ini faktor di atas tidak menjadi faktor
tercukupi. Supriharyono (2001); Boyd pembatas untuk dilakukannya budidaya
(1990); Duty (2000) dan Hutabarat rumput laut karena tiga dari empat
(2000) mengatakan bahwa fosfat faktor-faktor tersebut termasuk dalam
merupakan unsur hara dalam perairan kriteria tersier yang berarti tidak
yang esensial untuk pertumbuhan memberi dampak negativ jika dilakukan
E. cottonii. Walaupun unsur ini sangat budidaya. Sementara kecerahan
penting bagi pertumbuhan E. cottonii, tergolong dalam komponen primer yang
tetapi pada kondisi berlebihan akan memerlukan perhatian serius namun
menyebabkan peledakan mikroalga karena nilai kecerahan yang
lainnya. ditampilkan pada stasiun II berada
Muatan padatan tersuspensi di dalam kisaran cukup sesuai sehingga
perairan Selayar merupakan variabel tidak menjadi penghalang untuk
sekunder dalam penentuan lokasi menjalankan usaha budidaya rumput
kultivan ini. Padatan tersuspensi laut.
umumnya berpengaruh terhadap
3. Stasiun III
penetrasi cahaya kedalam kolom air.
Nilai skor hasil evaluasi parameter
Kondisi ini menyebabkan aktivitas
fisika, kimia dan biologi untuk stasiun
fotosintesis makro alga dapat
ini menunjukkan kriteria cukup sesuai
terhambat. Walaupun termasuk dalam
(S3) untuk dijadikan sebagai lokasi
kategori cukup sesuai, tetapi variabel
budidaya rumput laut E. cottonii (Tabel
tersebut relatif tinggi dan dianggap
1). Beberapa faktor yang menyebabkan
sangat sulit diberikan masukan
stasiun ini masuk dalam kategori cukup
terhadap perubahannya.
sesuai yaitu adanya beberapa
Berdasarkan skoring yang telah
parameter yang kurang baik seperti
dilakukan dengan menggunakan tabel
Oksigen terlarut dan klorofil-a yang
yang ada pada Tabel 1. Maka dapat
memperlihatkan nilai analisis
disimpulkan sebagai berikut:
laboratorium yang kurang mendukung.
1. Stasiun I Namun kedua parameter ini bukanlah
Stasiun I yang berada pada desa menjadi parameter utama dalam
Bonelohe memperlihatkan nilai skor penilaian untuk dilakukan budidaya
hasil evaluasi parameter fisika, kimia karena tergolong dalam parameter
dan biologi menunjukkan kriteria cukup tersier, namun tatap harus diperhatikan
sesuai (S3) untuk lokasi budidaya untuk menghindari kerusakan yang
rumput laut (Tabel 1). Hal ini dapat terjadi pada budidaya rumput
dikarenakan hasil analisis data tiap laut.
komponen parameter fisika, kimia dan
4. Stasiun IV
biologi berada pada kisaran yang
Nilai skor hasil evaluasi parameter
sedang untuk pertumbuhan dan
fisika, kimia dan biologi untuk stasiun IV
perkembangan budidaya rumput laut.
berada pada kisaran kriteria cukup
sesuai (S3) untuk lokasi budidaya
rumput laut E. cottonii (Tabel 1). Hal ini

34
Jurnal Pesisir dan Laut Tropis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2015

dikarenakan kecepatan arus berada Bakosurtanal. 1996. Pengembangan


pada kondisi kurang baik sehingga Prototipe Wilayah Pesisir dan
memerlukan perhatian khusus ketika Marin Kuppang-Nusa Tenggara
dilakukan budidaya untuk menghindari Timur. Pusat Bina Aplikasi
terjadinya kerusakan pada rumput laut Inderaja dan Sistem informasi
akibat arus yang terlalu kencang atau Geografis, Cibinong.
tidak berkembangnya dengan baik
akibat kurangnya arus yang muncul. Basmi. J. 2000. Planktonologi
:Plankton Sebagai Bioindikator
5. Stasiun V
Kualitas Perairan. Makalah,
Nilai skor hasil evaluasi parameter
Fakultas Perikanan Institut
fisika, kimia dan biologi untuk stasiun V
Pertanian Bogor,Bogor.
menunjukkan kriteria sesuai (S2) untuk
lokasi budidaya rumput laut E. cottonii Brotowijoyo, M.D., Tribawono, Dj.,
(Tabel 1). Stasiun V masuk dalam Mulbyantoro, E. 1995.
kriteria sesuai karena semua Pengantar Lingkungan Perairan
komponenn primer yang ada berada dan Budidaya Air. Penerbit
dalam kategori baik, begitupun dengan Liberty, Yogyakarta.
komponen sekunder dan tersier.
Coremap. 2006. Pelatihan Budidaya
KESIMPULAN DAN SARAN Laut Benteng, 29-31 Agustus
Berdasarkan hasil penelitian maka 2006. Yayasan Mattirotasi.
dapat disimpulkan bahwa hasil Makassar.
identifikasi parameter físika, kimia dan
biologi di perairan Selayar, Departemen Kelautan dan
menunjukkan nilai yang berbeda pada Perikanan. 2002. Modul
setiap stasiun. Hasil analisis Sosialisasi dan Orientasi
kesesuaian perairan bagi Penataan Ruang, Laut, Pesisir
pengembangan budidaya rumput laut di dan Pulau-Pulau Kecil. Ditjen
perairan zona pemanfaatan pulau Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Selayar berada pada kategori cukup Direktorat Tata Ruang Laut,
sesuai (Stasiun 1-4) dan sesuai Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,
(Stasiun 1). Zona budidaya rumput laut Jakarta.
dapat dilakukan di kelima stasiun atau
di desa Bonelohe, Baruyya, Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air
Barugayya, Dodaia dan Tongke- Bagi Pengolahan Sumberdaya
tongke. Hayati Lingkungan Perairan.
Saran dalam penelitian ini adalah Kanisius. Yogyakarta.
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk memperoleh data dan informasi Hutabarat, S. 2000. Peranan Kondisi
yang mendukung kegiatan budidaya Oceanografi terhadap
E. cottonii yang berada pada musim Perubahan Iklim, Produktivitas
yang berbeda. dan Distribusi Biota Laut.
UNDIP, Semarang.
DAFTAR PUSTAKA
Lobban, C.S., Harrison, P.J. 1997.
APHA, AWWA, WPCF. 1989. Seaweed Ecology and
Standar Methods. For The Physiology. Cambridge
Examination of Waterand Waste University Press. Cambridge.
Water. Clesceri, L. S.,.
Greenberg, A. E. Trussel, R.R. Nasution,S.2001. Metode Research
(ed). 17th Edition, Washington (Penelitian Ilmiah). Penerbit
D.C. Bumi Aksara, Jakarta.

35
Jurnal Pesisir dan Laut Tropis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2015

Nontji, A. 2005. Laut Nusantara. Edisi


revisi. Penerbit Djambatan,
Jakarta.

Rasyid. A.J. 2005. Studi Kondisi Fisika


Oseanografi Untuk Kesesuaian
Budidaya Rumput Laut Di
Perairan Pantai Sinjai Timur.
Jurnal Torani 15 : 73- 80.

Suin, N. M. 1999. Metode Ekologi.


Dirjen Pendidikan Tinggi.
DepartemenPendidikan dan
Kebudayaan. Jakarta.

Supriharyono. 2000. Pelestarian dan


Pengelolaan Sumberdaya Alam
di Wilayah Pesisir Tropis.
Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.

Yususf. S. A.,. Wouthuyzen, S.,


Lusykooy, P.H. 1995. Plankton
dan Kesuburan Perairan di
Wilayah Pesisir Kupang dan
Sekitarnya. Status Ekosistem
Wilayah Peisisr Kupang dan
Sekitarnya. Woutthuyzen, S.
(ed). Pusat Penelitian dan
Pengembangan Oceanologi.
LIPI, Ambon.

36

Das könnte Ihnen auch gefallen