Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kebutaan di Indonesia merupakan bencana Nasional. Sebab kebutaan menyebabkan kualitas sumber
daya manusia rendah. Hal ini berdampak pada kehilangan produktifitas serta membutuhkan biaya
untuk rehabilitasi dan pendidikan orang buta. Berdasarkan hasil survey nasional tahun 1993 – 1996,
angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5 %. Angka ini menempatkan Indonesia pada urutan
pertama dalam masalah kebutaan di Asia dan nomor dua di dunia pada masa itu.
Salah satu penyebab kebutaan adalah katarak. sekitar 1,5 % dari jumlah penduduk di
Indonesia, 78 % disebabkan oleh katarak. Pandangan mata yang kabur atau berkabut bagaikan
melihat melalui kaca mata berembun, ukuran lensa kacamata yang sering berubah, penglihatan
ganda ketika mengemudi di malam hari , merupakan gejala katarak. Tetapi di siang hari penderita
justru merasa silau karena cahaya yang masuk ke mata terasa berlebih.
Begitu besarnya resiko masyarakat Indonesia untuk menderita katarak memicu kita
dalam upaya pencegahan. Dengan memperhatikan gaya hidup, lingkungan yang sehat dan
menghindari pemakaian bahan-bahan kimia yang dapat merusak akan membuta kita terhindar dari
berbagai jenis penyakit dalam stadium yang lebih berat yang akan menyulitkan upaya penyembuhan.
Sehingga kami sebagai mahasiswa keperawatan memiliki solusi dalam mencegah dan
menanggulangi masalah katarak yakni dengan memberikan sebuah raangkuman makalah tentang
katarak sebagai bahan belajar dan pendidikan bagi mahasiswa keperawatan.
1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Bagaimanakah konsep katarak?
1.2.2 Bagaimanakah konsep proses keperawatan pada katarak?
Lensa mata merupakan bagian jernih dari mata yang berfungsi untuk menangkap cahaya dan gambar.
Retina merupakan jaringan yang berada di bagian belakang mata, bersifat sensitive terhadap cahaya.
Pada keadaan normal, cahaya atau gambar yang masuk akan diterima oleh lensa mata, kemudian
akan diteruskan ke retina, selanjutnya rangsangan cahaya atau gambar tadi akan diubah menjadi
sinyal / impuls yang akan diteruskan ke otak melalui saraf penglihatan dan akhirnya akan
diterjemahkan sehingga dapat dipahami. Tetapi bila jalan cahaya tertutup oleh keadaan lensa yang
katarak maka impuls tidak akan dapat diterima oleh otak dan tidak akan bisa diterjemahkan menjado
suatu gambaran penglihatan yang baik.
Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun dan ketika katarak sudah sangat
memburuk lensa yang lebih kuat pun tidak akan mampu memperbaiki penglihatan. Orang dengan
katarak secara khas selalu mencari cara untuk menghindari silau yang berasal dari cahaya yang salah
arah. Misalnya dengan mengenakan topi berkelapak lebar atau kaca mata hitam dan menurunkan
pelindung cahaya saat mengendarai mobil pada siang hari.
Katarak dapat diklasifikasikan menurut umur penderita:
1. Katarak Kongenital, sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh infeksi
virus yang dialami ibu pada saat usia kehamilan masih dini (Farmacia, 2009). Katarak
kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi
berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi
yang cukup berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat.
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita
penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik,dan histoplasmosis,
penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya berupa penyakit-penyakt herediter seperti
mikroftlmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik, displasia retina,
dan megalo kornea.
Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal
infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan trimester pertama dan pemakainan obat selama kehamilan.
Kadang-kadang terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali pada ibu hamil. Bila
katarak disertai uji reduksi pada urine yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia.
Sering katarak kongenital ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti retardasi
mental.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungan katarak kongenital
dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital adalah sporadik dan
tidak diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak
putih atau suatu leukokoria.
1. Katarak Juvenil, Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai
terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya
merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit
penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya
2. Katarak Senil, setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile biasanya berkembang
lambat selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan nucleus yang mengeras akibat usia
lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. (Ilyas, Sidarta: Ilmu
Penyakit Mata, ed. 3)
1. Stadium awal (insipien). Pada stadium awal (katarak insipien) kekeruhan lensa mata masih
sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Pada saat ini
seringkali penderitanya tidak merasakan keluhan atau gangguan pada penglihatannya,
sehingga cenderung diabaikan. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju
korteks anterior dan posterior ( katarak kortikal ). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks.
Katarak sub kapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah
terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan degenerative(benda
morgagni)pada katarak insipient kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena
indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang
menetap untuk waktu yang lama.
(Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,)
2. Stadium imatur. Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi
tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih
pada lensa. Pada stadium ini terjadi hidrasi kortek yang mengakibatkan lensa menjadi
bertambah cembung. Pencembungan lensa akan mmberikan perubahan indeks refraksi
dimana mata akan menjadi mioptik. Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris
kedepan sehingga bilik mata depan akan lebih sempit.( (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata
Keruh, ed. 2,)
3. Stadium matur. Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air
bersama-sama hasil desintegrasi melalui kapsul. Didalam stadium ini lensa akan berukuran
normal. Iris tidak terdorong ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai kedalaman
normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih
akibatperkapuran menyeluruh karena deposit kalsium ( Ca ). Bila dilakukan uji bayangan iris
akan terlihat negatif.( Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,)
4. stadium hipermatur. Katarak yang terjadi akibatkorteks yang mencair sehingga masa lensa ini
dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan korteks ini maka nukleus "tenggelam" kearah
bawah (jam 6)(katarak morgagni). Lensa akan mengeriput. Akibat masa lensa yang keluar
kedalam bilik mata depan maka dapat timbul penyulit berupa uveitis fakotoksik atau
galukoma fakolitik (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,)
5. Katarak Intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degenerative
yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai pembengkakan lensa menjadi
bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding
dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaucoma.
Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan
miopi lentikularis. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan mencembung
dan daya biasnya akan bertambah, yang meberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp
terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa. (Ilyas, Sidarta :
Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,)
6. Katarak Brunesen. Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama pada
lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes militus dan miopia tinggi. Sering tajam
penglihatan lebih baik dari dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang berusia
lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior. (Ilyas,
Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3)
Katarak juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:
2.3 Patofisiologi
Metabolisme Lensa Normal
Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium dan kalium). Kedua
kation berasal dari humour aqueous dan vitreous. Kadar kalium di bagian anterior lensa lebih tinggi di
bandingkan posterior. Dan kadar natrium di bagian posterior lebih besar. Ion K bergerak ke bagian
posterior dan keluar ke aqueous humour, dari luar Ion Na masuk secara difusi dan bergerak ke
bagian anterior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan
kadar kalsium tetap dipertahankan di dalam oleh Ca-ATPase Metabolisme lensa melalui glikolsis
anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur HMP shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam
lemak dan ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktse
adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fructose oleh
enzim sorbitol dehidrogenase.
Lensa mengandung 65% air, 35% protein dan sisanya adalah mineral. Dengan bertambahnya usia,
ukuran dan densitasnya bertambah. Penambahan densitas ini akibat kompresi sentral pada kompresi
sentral yang menua. Serat lensa yang baru dihasilkan di korteks, serat yang tua ditekan ke arah
sentral. Kekeruhan dapat terjadi pada beberapa bagian lensa.
Kekeruhan sel selaput lensa yang terlalu lama menyebabkan kehilangan kejernihan secara progresif,
yang dapat menimbulkan nyeri hebat dan sering terjadi pada kedua mata.
1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan
fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.
2. menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari
1. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan
oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya
ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah
pandangan menjadi kabur atau redup.
1. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan seakan-akan
melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.
2. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih ,sehingga
refleks cahaya pada mata menjadi negatif.
Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan. Peradangan yang terbatas pada iris disebut
iritis, jika terbatas pada koroid disebut koroiditis.
Juga operasi katarak akan dilakukan bila berbarengan dengan glaukoma, dan retinopati diabetikum.
Selain itu jika hasil yang didapat setelah operasi jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan
risiko operasi yang mungkin terjadi. Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila mengganggu
kehidupan social atau atas indikasi medis lainnya.( Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3)
Indikasi dilakukannya operasi katarak :
1. Indikasi sosial: jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan dalam melakukan
rutinitas pekerjaan
2. Indikasi medis: bila ada komplikasi seperti glaucoma
3. Indikasi optik: jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari jarak 3 m didapatkan
hasil visus 3/60
yaitu dengan mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya. Sampai akhir tahun 1960 hanya itulah
teknik operasi yg tersedia.
Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek. Kacamata baru dapat
diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi visual dan
peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan metode fakoemulsifikasi. Karena
pasien tidak dapat berakomodasi maka pasien akan membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak
dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa intraokular
multifokal. Lensa intraokular yang dapat berakomodasi sedang dalam tahap pengembangan
Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau masalah mata lainnya, tingkat
keberhasilan dari operasi katarak cukup tinggi, yaitu mencapai 95%, dan kasus komplikasi saat
maupun pasca operasi juga sangat jarang terjadi. Kapsul/selaput dimana lensa intra okular terpasang
pada mata orang yang pernah menjalani operasi katarak dapat menjadi keruh. Untuk itu perlu terapi
laser untuk membuka kapsul yang keruh tersebut agar penglihatan dapat kembali menjadi jelas.
DOWNLOAD : WOC ASKEP KATARAK
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KATARAK
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesa
Anamnesa yang dapat dilakukan pada klien dengan katarak adalah :
1. Kartu mata Snellen / mesin telebinokular ( tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan) : mungkin terganggu dengan kerusakan lensa, system saraf atau penglihatan ke
retina ayau jalan optic.
2. Pemeriksaan oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optic,
papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisme.
3. Darah lengkap, laju sedimentasi (LED) : menunjukkan anemi sistemik / infeksi
4. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid : dilakukan untuk memastikan aterosklerosis.
5. Tes toleransi glukosa / FBS : menentukan adanya/ control diabetes.
DAFTAR PUSTAKA
1. Latar Belakang
Retinoblastoma adalah salah satu penyakit kanker primer pada mata yang paling sering dijumpai
pada bayi dan anak. Penyakit ini tidak hanya dapat mengakibatkan kebutaan, melainkan juga
kematian. Di negara berkembang, upaya pencegahan dan deteksi dini belum banyak dilakukan oleh
para orang tua. Salah satu sebabnya adalah pengetahuan yang masih minim mengenai penyakit
kanker tersebut.
Dalam penelitian menyebutkan bahwa 5-10% anak usia prasekolah dan 10% anak usia sekolah
memiliki masalah penglihatan. Namun seringkali anak-anak sulit menceritakan masalah penglihatan
yang mereka alami. Karena itu, skrining mata pada anak sangat diperlukan untuk mendeteksi
masalah penglihatan sedini mungkin. Skrining dan pemeriksaan mata anak sebaiknya dilakukan pada
saat baru lahir, usia 6 bulan, usia 3-4 tahun, dan dilanjutkan pemeriksaan rutin pada usia 5 tahun ke
atas. Setidaknya anak diperiksakan ke dokter mata setiap 2 tahun dan harus lebih sering apabila
telah ditemukan masalah spesifik atau terdapat faktor risiko.
Untuk itu kami menyusun makalah ini dengan tujuan berbagi pengetahuan tentang penyakit retina
blastoma ke masyarakat luas yang mana di negara Indonesia masih kurang di perhatikan. Dan kami
sebagai perawat perlu memahami dan mengetahui mengenai asuhan keperawatan terhadap pasien
dengan retino blastoma.
1. Rumusan Masalalah
1. Bagaimanakah konsep teori retino blastoma?
1. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan retinoblastoma?
2. Tujuan
Tujuan Umum:
Mengetahui secara umum mengenai penyakit retini blastoma serta asuhan keperawatan yang
tepat terhadap penyakit retino blastoma tersebut.
Tujuan khusus :
Kita yang nantinya sebagai tenaga kesehatan dapat mengetahui dan faham akan asuhan
keperawatan yang tepat untuk pasien retina blastoma,sehinggga didunia rumah sakit nanti dapat
menerapkan asuhan keperawatan ke pasien retino blastoma dengan tepat.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Retinoblastoma adalah tumor endo-okular pada anak yang mengenai saraf embrionik retina. Kasus ini
jarang terjadi, sehingga sulit untuk dideteksi secara awal. Rata rata usia klien saat diagnosis adalah
24 bulan pada kasus unilateral, 13 bulan pada kasus kasus bilateral. Beberapa kasus bilateral tampak
sebagai kasus unilateral, dan tumor pada bagian mata yang lain terdeteksi pada saat pemeriksaan
evaluasi. ini menunjukkan pentingnya untuk memeriksa klien dengan dengan anestesi pada anak
anak dengan retinoblastoma unilateral, khususnya pada usia dibawah 1 tahun. (Pudjo Hagung
Sutaryo, 2006 ).
2.2 Etiologi
Retinoblastoma terjadi secara familiar atau sporadik. Namun dapat juga diklasifikasikan menjadi dua
subkelompok yag berbeda, yaitu bilateral atau unilateral dan diturunkan atau tidak diturunkan. Kasus
yang tidak diturunkan selalu unilateral, sedangkan 90 % kasus yang diturunkan adalah bilateral, dan
unilateral sebanyak 10%. Gen retinoblastoma (RBI) diisolasi dari kromosom 13q14, yang berperan
sebagai pengatur pertumbuhan sel pada sel normal. Penyebabnya adalah tidak
terdapatnya gen penekan tumor, yang sifatnya cenderung diturunkan. Kanker bisa menyerang salah
satu mata yang bersifat somatic maupun kedua mata yang merupakan kelainan yang diturunkan
secara autosom dominant. Kanker bisa menyebar ke kantung mata dan ke otak (melalu saraf
penglihatan/nervus optikus).
2.4 Patofisiologi
Jika letak tumor di macula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa tumor yang
semakin membesar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda-tanda peradangan vitreus yang
menyerupai endoftalmitis. Jika sel-sel tumor terlepas dan masuk ke segmen anterior mata, akan
menyebabkan glaucoma atau tanda peradangan berupa hipopion atau hifema. Pertumbuhan tumor
ini dapat menyebabkan metastasis dengan invasi tumor melalui; nervus optikus ke otak, sclera ke
jaringan orbita dan sinus paranasal, dan metastasis jauh kesumsum tulang melalui pembuluh darah.
Pada fundus terlihat bercak kuning mengkilat, dapat menonjol ke badan kaca. Dipermukaan terdapat
neovaskularisasi dan perdarahan. Warna iris tidak normal. Penyebaran secara limfogen, ke kelenjar
limfe preaurikuler dan submandibula serta secara hematogen ke sumsum tulang dan visera , terutati.
2.5 Klasifikasi Stadium
Menurut Reese-Ellsworth, retino balastoma digolongkan menjadi
1. Golongan I
a. Tumor soliter/multiple kurang dari 4 diameter pupil.
b. Tumor multiple tidak lebih dari 4dd,dan terdapat pada atau dibelakang ekuator
2. Golongan II
a. Tumor solid dengan diameter 4-10 dd pada atau belakang ekuator
b. Tumor multiple dengan diameter 4-10 dd pada atau belakang ekuator
3. Golongan III
a. Beberapa lesi di depan ekuator
b. Tumor ada didepan ekuator atau tumor soliter berukuran >10 diameter papil
4. Golongan IV
a. Tumor multiple sebagian besar > 10 dd
b. Beberapa lesi menyebar ke anterior ke ora serrata
5. Golongan V
a. Tumor masif mengenai lebih dari setengah retina
b. Penyebaran ke vitreous
Tumor menjadi lebih besar, bola mata memebesar menyebabakan eksoftalmus kemudian dapt pecah
kedepan sampai keluar dari rongga orbita disertai nekrose diatasnya.
Menurut Grabowski dan Abrahamson, membagi penderajatan berdasarkan tempat utama dimana
retinoblastoma menyebar sebagai berikut :
1. Derajat I intraokular
a. tumor retina.
b. penyebaran ke lamina fibrosa.
c. penyebaran ke ueva.
2. Derajat II orbita
a. Tumor orbita : sel sel episklera yang tersebar, tumor terbukti dengan biopsi.
b. Nervous optikus.
2.6 Penatalaksanaan
Dua aspek pengobatan retinoblastoma harus diperhatikan, pertama adalah pengobatan local untuk
jenis intraocular, dan kedua adalah pengobatan sistemik untuk jenis ekstrokular, regional, dan
metastatic.
Hanya 17% pasien dengan retinoblastoma bilateral kedua matanya masih terlindungi. Gambaran
seperti ini lebih banyak pada keluarga yang memiliki riwayat keluarga, karena diagnosis biasanya
lebih awal. Sementara 13% pasien dengan retinoblastoma bilateral kedua matanya terambil atau
keluar karena penyakit intraocular yang sudah lanjut, baik pada waktu masuk atau setelah gagal
pengobatan local.
Jenis terapi
1. Pembedahan
Enukleasi adalah terapi yang paling sederhana dan aman untuk retinoblastoma. Pemasangan bola
mata palsu dilakukan beberapa minggu setelha prosedur ini, untuk meminimalkan efek kosmetik.
Bagaimanapun, apabila enukleasi dilakukan pada dua tahun pertama kehidupan, asimetri wajah akan
terjadi karena hambatan pertumbuhan orbita. Bagaimanapun, jika mata kontralateral juga terlibat
cukup parah, pendekatan konservatif mungkin bisa diambil.
Enukleasi dianjurkan apabila terjadi glaukoma, invasi ke rongga naterior, atau terjadi rubeosis iridis,
dan apabila terapi local tidak dapat dievaluasi karena katarak atau gagal untuk mengikuti pasien
secara lengkap atau teratur. Enuklasi dapat ditunda atau ditangguhkan pada saat diagnosis tumor
sudah menyebar ke ekstraokular. Massa orbita harus dihindari. Pembedahan intraocular seperti
vitrektomi, adalah kontraindikasi pada pasien retinoblastoma, karena akan menaikkan relaps orbita.
Retinoblastroma merupakan tumor yang radiosensitif dan radioterapi merupakan terapi efektif lokal
untuk khasus ini. EBRT mengunakan eksalator linjar dengan dosis 40-45 Gy dengan pemecahan
konvensional yang meliputi seluruh retina. Pada bayi mudah harus dibawah anestesi dan imobilisasi
selama prosedur ini, dan harus ada kerjasama yang erat antara dokter ahli mata dan dokter
radioterapi untuk memubuat perencanan. Keberhasilan EBRT tidak hanya ukuran tumor, tetapi
tergantung teknik dan lokasi. Gambaran regresi setelah radiasi akan terlihat dengan fotokoagulasi.
Efek samping jangka panjang dari radioterapi harus diperhatikan. Seperti enuklease, dapat terjadi
komplikasi hambatan pertumbuhantulang orbita, yang akhirnya akan meyebabkan ganguan kosmetik.
Hal yang lebih penting adalah terjadi malignasi skunder.
1. Radioterapi plaque
Radioaktif episkeral plaque menggunakan 60 Co, 106 Ro, 125 I sekarang makin sering digunakan
untuk mengobati retinoblastoma. Cara itu biasanya digunakan untuk tumoryang ukurannya kecil
sa,pai sedang yang tidak setuju dengan kryo atau fotokoagulasi, pada kasus yang residif setelah
EBRT, tetapi akhir-akhir ini juga digunakan pada terapi awal, khusunya setelah kemoterapi. Belum
ada bukti bahwa cara ini menimbulkan malignansi sekunder.
Cara ini digunakan untuk mengobati tumor kecil (kurang dari 5 mm) dan dapat diambil. Cara ini
sudah secara luas digunakan dan dapat diulang beberapa kali sampai kontrol lokal terapi. Kryoterapi
biasanya ditujukan unntuk tumorbagian depan dan dilakukan dengan petanda kecil yang diletakkan di
konjungtiva. Sementara fotokoagulasi secara umum digunakan untuk tumor bagian belakang baik
menggunakan laser argon atau xenon. Fotokoagulasi tidak boleh diberikan pada tumor dekat makula
atau diskus optikus, karena bisa meninggalkan jaringan parut yang nantinya akan menyebabkan
ambliopi. Kedua cara ini tidak akan atau sedikit menyebabkan komplikasi jangka panjang.
Pada beberapa tahun terakhir,banyak kelompok yang menggunakan kemoterapi sebagai terapi awal
untuk kasus interaokular, dengan tujuan untuk mengurabgi ukuran tumor dan membuat tumor bisa
diterapi secara lokal. Kemoterapi sudah dibuktikan tidak berguna untuk kasus intraocular, tetapi
dengan menggunakan obat yang lebih baru dan lebih bisa penetrasi ke mata, obat ini muncul lagi.
Pendekatan ini digunakan pada kasus-kasus yang tidak dilakukan EBICT atau enukleasi, khususnya
kasus yang telah lanjut. Carboplatin baaik sendiri atau dikombinasi dengan vincristine dan VP16 atau
VM26 setelah digunakan. Sekarang kemoreduksi dilakukan sebagai terspi awal kasus retinoblastoma
bilateral dan mengancam fungsi mata.
1. Kemoterapi
Protocol adjuvant kemoterapi masih kontrovensial. Belum ada penelitian yang luas, prospektif dan
random. Sebagian besar penelitian didasarkan pada sejumlah kecil pasien dengan perbedaan resiko
relaps. Selain itu juga karena kurang diterimanya secra luas sistem stadium yang dibandingkan
dengan berbagai macam variasi. Sebagian besar penelitian didasarkan pada gambaran factor risiko
secara histopatologi.
Penentuan stadium secara histopatologi setelah enukleasi sangat penting untuk menentukan risiko
relaps. Banyak peneliti memberikan kemoterapi adjuvant untuk pasien-pasien retinoblastoma
intraokular dan memiliki faktor risiko potensial seperti nervus optikus yang pendek (< 5 mm), tumor
undifferentiated, atau invasi ke nervus optikus prelaminar. Kemoterapi ingtratekal dan radiasi
intracranial untuk mencegah penyebaran ke otak tidak dianjurkan.
Apabila penyakitnya sudah menyebar ke ekstraokuler, kemoterapi awal dianjurkan. Obat yang
digunakan adalah carboplatin, cis;platin, etoposid, teniposid, sikofosfamid, ifosfamid, vinkristin,
adriamisin, dan akhir-akhir ini adalah dikombinasi dengan idarubisin. Meskipun laporan terakhir
menemukan bahwa invasi keluar orbita dan limfonodi preauricular dihubungkan dengan keluaran
yang buruk, sebagian besar pasien ini akan mencapai harapan hidup yang panjang dengan
pendekatan kombinasi kemoterapi, pembedahan, dan radiasi. Meskipun remisi bisa dicapai oleh
pasien dengan metastasis, biasanya mempunyai kehidupan pendek. Hal ini biasanya dikaitkan dengan
ekspresi yang belebihan p 170 glikoprotein pada retinoblastoma, yang dihubungkan dengan multidrug
resistance terhadap kemoterapi.
DOWNLOAD : WOC ASKEP RETINOBLASTOMA
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
RETINO BLASTOMA
Kasus Retino Blastoma Pada Anak
Anak T umur 3 tahun di diagnosa retino blastoma pada mata kanannya setahun yang lalu.
Lima bulan yang lalu, mata kanan anak T di lakukan oprasi pengangkatan tumor . Saat ini anak T
masuk rumah sakit karena di mata kirinya terdapat bercak putih di mata tengahnya.
Matanya menonjol terdapat stabismus. Anak T mata kirinya visusnya 1/60 dan dari hasil
pemriksaan patologi anatomi d temukan metastase ke otak dan mata kiri. Dari keterangan keluarga,
ternyata nenek pasien pernah menderita kanker servix.
3.1 Pengkajian
Anamnesa:
1. Identitas pasien
a. Nama : T
b. Usia : 3 Tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
2. Keluhan Utama :
Keluhan utama yang di rasakan pasien adanya penurunan fungsi penglihatan
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Satu tahun yang lalu pasien mengalami retino blastoma di mata sebelah kanan.
Kemudian dilakukan tindakan operasi pengangkatan mata. Saat ini di mata kiri pasien terdapat retino
blastoma. Terdapat bintik putih pada mata tepatnya pada retina, terjadi penonjolan,dan terdapat
stabismus.
4. Riwayat penyakit keluarga
Dari keterangan keluarga di temukan data bahwa nenek dari pasien pernah menderita
kanker servix.
5. Riwayat penyakit masa lalu
Pemeriksaan Fisik
Normal
Normal
Normal
Normal
§ B6 : Bone (Bone-Muscle-Integument)
§ Biopsikososial spiritual
Data objektif :
Data objektif :
Ekspresi meringis
Sering menangis
Bola mata menonjuol
areanya. keluarga
o Upaya meningkatkan
pola pikir klien
BAB 4
PENUTUP
Kesimpulan
Retinoblastoma adalah suatu neoplasma yang berasal dari neuroretina (sel kerucut sel batang) atau
sel glia yang bersifat ganas. Merupakan tumor ganas intraokuler yang ditemukan pada anak-anak,
terutama pada usia dibawah lima tahun. Tumor berasal dari jaringan retina embrional. Dapat terjadi
unilateral (70%) dan bilateral (30%). Sebagian besar kasus bilateral bersifat herediter yang
diwariskan melalui kromosom.
Pasien dengan retinoblastoma harus diberikan perawatan secara intensif dan perlunya
pengetahuan dari pihak keluarga agar penyakit tersebut tidak mengalami komplikasi. Dan kita
sebagai perawat harus mampu memberikan edukasi tentang gejala dini retinoblastoma agar dapat
segera diobati.
Daftar Pustaka
1.1.Tujuan
Tujuan Umum : Menjelaskan asuhan keperawatan dengan klien OMA dan OMK
Tujuan khusus : Menjelaskan Konsep dasar dari penyakit OMA dan OMK
1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat diambil sebagai berikut :
1. Mengetahui Penatalaksaan pada klien Otitis Media Akut dan Otitis Media Kronis
2. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien Otitis Media Akut dan Otitis Media Kronis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Otitis adalah radang telinga, yang ditandai dengan nyeri, demam, hilangnya pendengaran, tinitus
dan vertigo.
Otitis berarti peradangan dari telinga, dan media berarti tengah. Jadi otitis media berarti peradangan
dari telinga tengah.
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustacheus,
antrum mastoid, dan sel-sel mastoid/( soepardi, iskandar ,1990)
Otitis media adalah infeksi atau inflamasi pada telinga tengah (mediastore,2009 )
2.1.1 Otitis Media Akut
Otitis media akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah dan
terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu (Kapita selekta kedokteran, 1999).
Otiitis media akut adalah proses infeksi yang ditentukan oleh adanya cairan di telinga atau gangguan
dengar, serta gejala penyerta lainnay tergantung berat ringannya penyakit, antara lain : demam,
iritabilitas, letargi, anoreksia, vomiting, bulging hingga perforasi membrana tympani yang dapat
diikuti dengan drainase purulen.
Otitis media akut bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering ditemukan pada anak-anak
terutama 3 bulan-3 tahun.
Otitis media akut adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri pada ruang udara pada tulang temporal
(CMDT, edisi 3 , 2004 )
Otitis media akut adalah dari yang timbulnya cepat dan berdurasi pendek, otitis media akut biasanya
berhubungan dengan akumulasi cairan di telinga tengah bersama dengan tanda-tanda atau gejala-
gejala dari infeksi telinga, gendang telinga, yang menonjol biasanya disertai nyeri, atau gendang
telinga yang berlubang, seringkali dengan aliran dengan materi yang bernanah. Demam dapat hadir.
OMK aktif ialah OMK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif
OMK tenang apabila keadaan kavum timpani terlihat basah atau kering.
Kolesteatom yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran timpani. Kolesteatom timbul
akibat proses invaginasi dari membran timpani pars flaksida akibat adanya tekanan negatif pada
telinga tengah karena adanya gangguan tuba (teori invaginasi). Kolesteatom yang terjadi pada
daerah atik atau pars flasida1,2
Secondary acquired cholesteatoma.
Terbentuk setelah perforasi membran timpani. Kolesteatom terjadi akibat masuknya epitel kulit dari
liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori migrasi) atau terjadi
akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berkangsung lama (teori
metaplasi).
Bentuk perforasi membran timpani adalah :
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior, kadang-kadang
sub total. Pada seluruh tepi perforasi masih ada terdapat sisa membran timpani.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi marginal
yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir postero-superior
berhubungan dengan kolesteatom.
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flaksida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma.
2.2 Etiologi
2.2.1 Otitis Media Akut
Biasanya penyakit ini merupakan komplikasi dari infeksi saluran pernafasan atas (common cold).
Penyebab otitis media akut (OMA) dapat berupa virus maupun bakteri.
Virus atau bakteri dari tenggorokan bisa sampai ke telinga tengah melalui tuba eustakius atau kadang
juga melalui aliran darah. Otitis media akut juga bisa terjadi karena adanya penyumbatan pada sinus
atau tuba eustakius akibat alergi atau pembengkakan amandel.
Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang
normalnya adalah steril. Paling sering terjadi bila terdapat disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi
yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, inflamasi jaringan disekitarnya (sinusitis,
hipertrofi adenoid) atau reaksi alergik ( rhinitis alergika). Bakteri yang umum ditemukan sebagai
organisme penyebab adalah Streptococcus peneumoniae, Hemophylus influenzae, Streptococcus
pyogenes, dan Moraxella catarrhalis.
2.2.2 Otitis Media Kronis
Otitis media kronis terjadi akibat adanya lubang pada gendang telinga (perforasi) (Mediastore,2009).
Perforasi gendang telinga bisa disebabkan oleh: otitis media akut penyumbatan tuba eustakius cedera
akibat masuknya suatu benda ke dalam telinga atau akibat perubahan tekanan udara yang terjadi
secara tiba-tiba luka bakar karena panas atau zat kimia. Bisa juga disebabkan karena bakteri, antara
lain:
Streptococcus.
Stapilococcus.
Diplococcus pneumonie.
Hemopilus influens.
Gram Positif : S. Pyogenes, S. Albus.
Gram Negatif : Proteus spp, Psedomonas spp, E. Coli.
Kuman anaerob : Alergi, diabetes melitus, TBC paru.
2.3 Patofisiologi
2.3.1 Otitis Media Akut
Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga kesterilan telinga
tengah. Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan
atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui saluran
Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi pembengkakan di
sekitar saluran, tersumbatnya saluran menyebabkan transudasi, dan datangnya sel-sel darah putih
untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan diri
mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu pembengkakan
jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah
terkumpul di belakang gendang telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang telinga dan
tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak
dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan
halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45
desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri.Dan yang paling berat,
cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.
Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga tengah.
Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak dapat dideteksi. Sukar dibedakan dengan otitis
media serosa akibat virus atau alergi.
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran timpani tampak
hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat serosa sehingga
sukar terlihat.
1. 3. Stadium supurasi
Membrana timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang hebat pada mukosa telinga
tengah dan hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di kavum
timpani.Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga bertambah
hebat.Apabila tekanan tidak berkurang, akan terjadi iskemia, tromboflebitis dan nekrosis mukosa
serta submukosa. Nekrosis ini terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan kekuningan pada
membran timpani. Di tempat ini akan terjadi ruptur.
1. 4. Stadium perforasi
Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi, dapat terjadi ruptur
membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Pasien yang semula
gelisah menjadi tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.
1. 5. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali. Bila terjadi perforasi
maka sekret akan berkurang dan mengering. Bila daya tahan tubuh baik dan virulensi kuman rendah
maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan. Otitis media akut (OMA) berubah menjadi otitis media
supuratif subakut bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul
lebih dari 3 minggu. Disebut otitis media supuratif kronik (OMSK) bila berlangsung lebih 1,5 atau 2
bulan. Dapat meninggalkan gejala sisa berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum
timpani tanpa perforasi.Pada anak, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga dan suhu tubuh
yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.Pada orang dewasa, didapatkan juga
gangguan pendengaran berupa rasa penuh atau kurang dengar.Pada bayi dan anak kecil gejala khas
otitis media anak adalah suhu tubuh yang tinggi (> 39,5 derajat celsius), gelisah, sulit tidur, tiba-tiba
menjerit saat tidur, diare, kejang, dan kadang-kadang memegang telinga yang sakit. Setelah terjadi
ruptur membran tinmpani, suhu tubuh akan turun dan anak tertidur.
2.4.2 Otitis Media Kronis
Gejala berdasarkan tipe Otitis Media Kronis:
Gejalanya berupa discharge mukoid yang tidak terlalu berbau busuk , ketika pertama kali ditemukan
bau busuk mungkin ada tetapi dengan pembersihan dan penggunaan antibiotiklokal biasanya cepat
menghilang, discharge mukoid dapat konstan atau intermitten.
Gangguan pendengaran konduktif selalu didapat pada pasien dengan derajat ketulian tergantung
beratnya kerusakan tulang-tulang pendengaran dan koklea selama infeksi nekrotik akut pada awal
penyakit.
Perforasi membrane timpani sentral sering berbentuk seperti ginjal tapi selalu meninggalkan sisa
pada bagian tepinya . Proses peradangan pada daerah timpani terbatas pada mukosa sehingga
membrane mukosa menjadi berbentuk garis dan tergantung derajat infeksi membrane mukosa dapt
tipis dan pucat atau merah dan tebal, kadang suatu polip didapat tapi mukoperiosteum yang tebal
dan mengarah pada meatus menghalangi pandangan membrane timpani dan telinga tengah sampai
polip tersebut diangkat . Discharge terlihat berasal dari rongga timpani dan orifisium tuba eustachius
yang mukoid da setelah satu atau dua kali pengobatan local abu busuk berkurang. Cairan mukus
yang tidak terlalu bau datang dari perforasi besar tipe sentral dengan membrane mukosa yang
berbentuk garis pada rongga timpani merupakan diagnosa khas pada omsk tipe benigna.
Sekret pada infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, sekret yang sangat bau dan berwarna
kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga terlihat keeping-keping kecil, berwarna putih mengkilat.
Gangguan pendengaran tipe konduktif timbul akibat terbentuknya kolesteatom bersamaan juga
karena hilangnya alat penghantar udara pada otitis media nekrotikans akut. Selain tipe konduktif
dapat pula tipe campuran karena kerusakan pada koklea yaitu karena erosi pada tulang-tulang kanal
semisirkularis akibat osteolitik kolesteatom.
1. 1. Stadium Oklusi
Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga
tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,25 % untuk anak < 12 tahun atau HCl
efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologis untuk anak diatas 12 tahun dan dewasa. Sumber infeksi lokal
harus diobati. Antibiotik diberikan bila penyebabnya kuman.
1. 2. Stadium Presupurasi
Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran timpani sudah terlihat
hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin
atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau
sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di
dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala
sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari.
1. 3. Stadium Supurasi
Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih
utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.
1. 4. Stadium Perforasi
Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat cuci telinga H2O2 3%
selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan
perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.
1. 5. Stadium Resolusi
Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila
tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila tetap, mungkin telah terjadi mastoiditis.
a. Pemberian Antibiotik
American Academy of Pediatrics (AAP) mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan yang harus
segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut:
Usia Diagnosis pasti Diagnosis meragukan
< 6 bln Antibiotik Antibiotik
6 bln – 2 th Antibiotik Antibiotik jika gejala berat,
observasi jika gejala ringan
2 thn Antibiotik jika gejala berat, Observasi
observasi jika gejala ringan
Yang dimaksud dengan gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam <39°C dalam 24 jam
terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang – berat atau demam 39°C.
Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan – dua tahun
dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak di atas dua tahun.
Untuk dapat memilih observasi, follow-up harus dipastikan dapat terlaksana. Analgesia tetap
diberikan pada masa observasi.
British Medical Journal memberikan kriteria yang sedikit berbeda untuk menerapkan observasi ini.10
Menurut BMJ, pilihan observasi dapat dilakukan terutama pada anak tanpa gejala umum seperti
demam dan muntah.
Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk sebagian besar anak adalah
amoxicillin.
ü Jika pasien alergi ringan terhadap amoxicillin, dapat diberikan cephalosporin seperti cefdinir,
cefpodoxime, atau cefuroxime.
ü Pada alergi berat terhadap amoxicillin, yang diberikan adalah azithromycin atau clarithromycin
ü Pilihan lainnya adalah erythromycin-sulfisoxazole atau sulfamethoxazole-trimethoprim.
ü Namun kedua kombinasi ini bukan pilihan pada OMA yang tidak membaik dengan amoxicillin.
ü Jika pemberian amoxicillin-clavulanate juga tidak memberikan hasil, pilihan yang diambil adalah
ceftriaxone selama tiga hari.
ü Perlu diperhatikan bahwa cephalosporin yang digunakan pada OMA umumnya merupakan
generasi kedua atau generasi ketiga dengan spektrum luas. Demikian juga azythromycin atau
clarythromycin. Antibiotik dengan spektrum luas, walaupun dapat membunuh lebih banyak jenis
bakteri, memiliki risiko yang lebih besar. Bakteri normal di tubuh akan dapat terbunuh sehingga
keseimbangan flora di tubuh terganggu. Selain itu risiko terbentuknya bakteri yang resisten terhadap
antibiotik akan lebih besar. Karenanya, pilihan ini hanya digunakan pada kasus-kasus dengan indikasi
jelas penggunaan antibiotik lini kedua.
ü Pemberian antibiotik pada otitis media dilakukan selama sepuluh hari pada anak berusia di bawah
dua tahun atau anak dengan gejala berat.
ü Pada usia enam tahun ke atas, pemberian antibiotik cukup 5-7 hari. Di Inggris, anjuran pemberian
antibiotik adalah 3-7 hari atau lima hari.
ü Tidak adanya perbedaan bermakna antara pemberian antibiotik dalam jangka waktu kurang dari
tujuh hari dibandingkan dengan pemberian lebih dari tujuh hari. Dan karena itu pemberian antibiotik
selama lima hari dianggap cukup pada otitis media. Pemberian antibiotik dalam waktu yang lebih
lama meningkatkan risiko efek samping dan resistensi bakteri.
b. Pemberian Analgesia/pereda nyeri
c. Obat lain
2.7 Komplikasi
2.7.1 Otitis Media Akut
Komplikasi yang serius adalah:
· Infeksi pada tulang di sekitar telinga tengah (mastoiditis atau petrositis)
· Labirintitis (infeksi pada kanalis semisirkuler)
a. Komplikasi Intratemporal
- Perforasi membrane timpani.
- Mastoiditis akut.
- Labirinitis.
- Petrositis.
b. Komplikasi Ekstratemporal.
- Abses subperiosteal.
c. Komplikasi Intrakranial.
- Abses otak.
- Tromboflebitis.
- Hidrocephalus otikus.
2.8 Prognosis
2.8.1 Otitis Media Akut
Prognosis pada Otitis Media Akut baik apabila diberikan terapi yang adekuat (antibiotik yang tepat
dan dosis yang cukup ).
2.8.2 Otitis Media Kronik
OMK tipe benigna
Prognosis dengan pengobatan local, otorea dapat mongering. Tetapi sisa perforasi sentral yang
berkepanjangan memudahkan infeski dari nasofaring atau bakteri dari meatus eksterna khususnya
terbawa oleh air, sehingga penutupan membrane timpani disarankan.
Identitas Pasien : Nama pasien, umur, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat
Riwayat Penyakit Sekarang : Riwayat adanya kelainan nyeri pada telinga, penggunaan
minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat infeksi saluran atas yang berulang, riwayat alergi, riwayat
OMA berkurang, riwayat penggunaan obat( sterptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin ),
riwayat operasi
Riwayat penyakit keluarga : Apakah keluarga klien pernah mengalami penyakit telinga, sebab
dimungkinkan OMK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor
genetik
2. Pengkajian Persistem
Tanda-tanda vital : Suhu meningkat, keluarnya otore
B2 ( Blood ) : Nadi meningkat
B3 (Brain) : Nyeri telinga, perasaan penuh dan pendengaran menurun, vertigo, pusing,
refleks kejut
B5 (Bowel) : Nausea vomiting
B6 (Bone) : Malaise, alergi
3. Pengkajian Psikososial
4. Pemeriksaan diagnostik
a. Tes audiometri : pendengaran menurun
b. Xray : terhadap kondisi patologi, misal kolestetoma, kekaburan mastoid
5. Pemeriksaan pendengaran
- Tes suara bisikan, tes garputala
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan
2. Gangguan komunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran
3. Perubahan persepsi / sensoris berhubungan dengan obstruksi, infeksi di telinga tengah atau
kerusakan di syaraf pendengaran
4. Cemas berhubungan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya
fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi.
5. Isolasi sosial berhubungan dengan nyeri , otore berbau busuk
6. Kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan dan pencegahan kekambuhan
3.3 Intervensi dan Rasional
1. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan : Nyeri yang dirasakan klien berkurang rasa
Kriteria hasil : Klien mengungkapkan bahwa nyeri berkurang, klien mampu melakukan metode
pengalihan suasana
Intervensi Keperawatan:
ü Ajarkan klien untuk mengalihkan suasana dengan melakukan metode relaksasi saat nyeri yang
teramat sangat muncul, relaksasi seperti menarik napas panjang
Rasional : Metode pengalihan suasana dengan melakukan relaksasi bisa mengurangi
nyeri yang diderita klien
ü Kompres dingin di sekitar area telinga
Rasional : Kompres dingin bertujuan mengurangi nyeri karena rasa nyeri teralihkan
oleh rasa dingin di sekitar area telinga
ü Atur posisi klien
Rasional : Posisi yang sesuai akan membuat klien merasa nyaman
ü Untuk kolaborasi, beri aspirin/analgesik sesuai instruksi, beri sedatif sesuai indikasi
Rasional : Analgesik merupakan pereda nyeri yang efektif pada pasien
untuk mengurangi sensasi nyeri dari dalam
2. Gangguan komunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran
Tujuan : Gangguan komunikasi berkurang / hilang
Kriteria hasil : Klien memakai alat bantu dengar ( jika sesuai ), menerima pesan melalui metode
pilihan ( misal: komunikasi lisan, bahasa lambang, berbicara dengan jelas pada telinga yang baik
Intervensi keperawatan:
ü Dapatkan apa metode komunikasi yang diinginkan dan catat pada rencana perawatan metode
yang digunakan oleh staf dan klien, seperti : tulisan, berbicara, bahasa isyarat.
Rasional: Dengan mengetahui metode komunikasi yang diinginkan oleh klien maka
metode yang akan digunakan dapat disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan
klien
ü Pantau kemampuan klien untuk menerima pesan secara verbal.
a. Jika ia dapat mendengar pada satu telinga, berbicara dengan perlahan dan jelas langsung ke
telinga yang baik
- Tempatkan klien dengan telinga yang baik berhadapan dengan pintu
- Dekati klien dari sisi telinga yang baik
b. Jika klien dapat membaca ucapan:
- Lihat langsung pada klien dan bicaralah lambat dan jelas
- Hindari berdiri di depan cahaya karena dapat menyebabkan klien tidak dapat membaca bibir anda
c. Perkecil distraksi yang dapat menghambat konsentrasi klien
- Minimalkan percakapan jika klien kelelahan atau gunakan komunikasi tertulis
- Tegaskan komunikasi penting dengan menuliskannya
d. Jika ia hanya mampu berbahasa isyarat, sediakan penerjemah. Alamatkan semua komunikasi pada
klien, tidak kepada penerjemah. Jadi seolah-olah perawat sendiri yang langsung berbicara pada klien
dengan mengabaikan keberadaan penerjemah
Rasional : Pesan yang ingin disampaikan oleh perawat kepada klien dapat diterima
dengan baik oleh klien.
ü Gunakan faktor-faktor yang meningkatkan pendengaran dan pemahaman
a. Bicara dengan jelas menghadap individu
b. Ulangi jika kilen tidak memahami seluruh isi pembicaraan
c. Gunakan rabaan dan isyarat untuk meningkatkan komunikasi
d. Validasi pemahaman individu dengan mengajukan pertanyaan yang memerlukan jawaban lebih
dair ya dan tidak
Rasional : Memungkinkan komunikasi dua arah antara perawat dengan klien dapat
berjalan dengan baik dan klien dapat menerima pesan perawat secara tepat.
3. Perubahan persepsi / sensoris berhubungan dengan obstruksi, infeksi di telinga tengah atau
kerusakan di syaraf pendengaran
Tujuan : Persepsi / sensoris baik
Kriteria hasil : Klien akan mengalami peningkatan persepsi / sensoris pendengaran sampai pada
tingkat fungsional
Intervensi keperawatan :
ü Ajarkan klien menggunakan dan merawat alat pendengaran secara tepat
Rasional : Keefektifan alat pendengaran tergantung pada tipe gangguan / ketulian,
pemakaian serta perawatannya yang tepat.
ü Instruksikan klien untuk menggunakan teknik-teknik yang aman sehingga dapat mencegah
terjadinya ketulian lebih jauh
Rasional : Apabila penyebab pokok ketulian tidak progresif, maka pendengaran yang
tersisa sensitif terhadap trauma dan infeksi sehingga harus dilindungi
ü Observasi tanda-tanda awal kehilangan pendengaran yang lanjut
Rasional : Diagnosa dini terhadap keadaan telinga atau terhadap masalah-masalah
pendengaran rusak secara permanen
ü Instruksikan klien untuk menghabiskan seluruh dosis antibiotik ( baik itu antibiotik sistemik
maupun lokal )
Rasional : Penghentian terapi antibiotika sebelum waktunya dapat menyebabkan
organisme sisa berkembang biak sehingga infeksi akan berlanjut
4. Cemas berhubungan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya
fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi.
Tujuan : Rasa cemas klien akan berkurang / hilang
Kriteria hasil : Klien mampu mengungakpkan ketakutan / kekhawatirannya
Intervensi keperawatan :
ü Mengatakan hal sejujurnya kepada klien ketika mendiskusikan mengenai kemungkinan kemajuan
dari fungsi pendengarannya untuk mempertahankan harapan klien dalam berkomunikasi
Rasional : Harapan-harapan yang tidak realistik tidak dapat mengurangi kecemasan,
justru malah menimbulkan ketidakkepercayaan klien terhadap perawat. Menunjukkan
kepada klien bahwa dia dapat berkomunikasi dengan efektif tanpa menggunakan alat
khusus sehingga dapat mengurangi rasa cemasnya
ü Berikan informasi tentang kelompok yang juga pernah mengalami gangguan seperti yang dialami
klien untuk memberikan dukungan kepada klien
Rasional : Dukungan dari beberapa orang yang memiliki pengalaman yang sama akan
sangat membantu klien
ü Berikan informasi mengenai sumber-sumber dan alat-alat yang tersedia yang dapat membantu
klien
Rasional : Agar klien menyadari sumber-sumber apa saja yang ada di sekitarnya yang
dapat mendukung dia untuk berkomunikasi
5. Isolasi sosial berhubungan dengan nyeri , otore berbau busuk
Tujuan : Tetap mengembangkan hubungan dengan orang lain
Kriteria Hasil : Klien tetap mengembangkan hubungan dengan orang lain
Intervensi keperawatan :
ü Bina hubungan saling percaya
Rasionalisasi : hubungan saling percaya dapat menjadi dasar terjadinya hubungan
sosial.
ü Yakinkan klien bahwa setelah dilakukan pengobatan / pembedahan cairan akan keluar dan bau
busuk akan hilang
Rasional : Klien akan kooperatif / berpartisipasi dalam persiapan
pembedahan ( tympanoplasti ) dan akan mulai mengajak bicara dengan perawat dan
keluarga
6. Kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan dan pencegahan kekambuhan
Tujuan : Klien akan mempunyai pemahaman yang baik tentang pengobatan dan cara pencegahan
kekambuhan.
Kriteria hasil : Klien paham mengenai pengobatan dan pencegahan kekambuhan
Intervensi keperawatan :
ü Ajarkan klien mengganti balutan dan menggunakan antibiotik secara kontinyu sesuai aturan.
Rasional : pendidikan kesehatan tenyang cara mengganti balutan dapat meningkatkan
pemahaman klien sehingga dapat berpartisipasi dalam pencegahan kekambuhan.
ü Beritahu komplikasi yang mungkin timbul dan bagaimana cara melaporkannya
Rasional : pemahaman tentang komplikasi yang dapat terjadi pada klien dapat
membantu klien dan keluarga untuk melaporkan ke tenaga kesehatan sehingga dapat
dengan cepat ditangani.
ü Tekankan hal-hal yang penting yang perlu ditindak lanjuti / evaluasi pendengaran.
Rasional : follow up sangat penting dilakukan oleh anak karena dapat mengetahui
perkembangan penyakit dan mencegah terjadinya kekambuhan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dalam kasus ini , pada awalnya pasien mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan
tonsilitis. Akan tetapi, karena adanya perluasan infeksi di daerah auries media, maka pasien akan
mengalami otitis meda akut. Otitis media akut yang tidak diobati secara tuntas dapat berlanjut
menjadi Otitis media Kronik yang ditandai denagn adanya perforasi pada membran tympani.
4.2 Saran
Hendaknya dilakukan uji kultur pada pasien untuk mengetahui jenis bakteri yang menginfeksi dan
untuk pemberian antibiotik yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA