Sie sind auf Seite 1von 5

KASIH SAYANG

Bu...Astin,
Tak adakan gerutumu dalam mengemban tugas?
Tersembunyi dimanakah ladang lelahmu?
Menuntun menyusuri petak – petak masa remajaku
Menjadi pengingat kala jalanku mulai lengah
Menjadi penyemanga kala tumpuan lututku melemah
Terima kasih bu,
Engkalah ibuku kala aku mengemban ilmu
Tak hiraukan peluh kesah pula sakitmu
Masih pula kau eja tiap – tiap kata
Meski acapkali kali kami lalai
Mendengarkannya
Ratusan untaian kata dalam tangga prosa
Ataupun seribu bait manipulasi puisi
Tak cakap tuk mengungkap rasa balas kasihku
Untukmu....ibuku

Disebuah kata kecil yang erat dengan budaya reog. Suasana


damai dengan hamparan hijau padi, Suara kicauan burung dan suara
ayam berpadu membentuk simpony yang indah. Aku memacu
motorku menelusuri jalan, meski udara masih dipenuhi kabut yang
membatasi tatapanku hanya untuk sekian meter kedepan, namun
sorot lampu – lampu motor yang mulai memadati jalan raya telah
menembus kerapatan sang kabut. Tak terasa motorku telah sampai di
depan gerbang sekolah.
Sesampainya di parkiran aku berpapasan dengan teman –
temanku. Kami bercanda tawa sembari melangkahkan kaki menuju
ruang kelas yang masih sepi. Beberpa menit kemudian teman –
temanku mulai berdatangan. Tak lama kemudian lonceng tanda
pelajaran dimulai telah berbunyi.
Setelah itu, Datang seorang guru berjalan dengan langkah tegap
memasuki ruang kelas. Setiap orang segan jika bertemu dengannya,
rasa hormat, cinta dan kasih sayang yang terpancar di raut wajahnya
sungguh memberikan efek kasih sayang kepada setiap para murid
yang ia didik di sekolah.
Guru itu bernama bu Astin seseorang yang sudah mengajar
puluhan tahun dan banyak pula anak didiknya yang sukses walupun
keterbatasan usia namun masih terlihat selalu semangat menjalani
hari-harinya sebagai seorang guru.
Bu Astin telah sampai didalam kelas, ia membuka pelajaran
dengan untaian salam.
“Assalamualaikum wr.wb.”
Tuturnya pelan dengan tatapan sedemikian teduh, dengan spontan
dan serentak kami menjawab.
“Waalaikumsalam wr.wb.”
“Sudah berdoa?” tanya bu Astin.
“Belum bu”, sahut kami.
“Berdoa dulu”.
Temanku Zamzam memimpin kami untuk berdoa, suasana
hening, semua menundukkan kepala begitu pun aku yang melafatkan
Al-Fatihah didalam hati dengan harapan dapat menerima materi yang
disampaikan guru pembimbing dengan mudah. Setelah selesai
berdoa,kami pun mengeluarkan buku pelajaran Bahasa Indonesia yang
akan diajarkan oleh bu Astin dari dalam tas.
“Hari ini adakah yang tidak masuk? Tanya bu Astin kepada salah satu
siswanya.
“Semua masuk bu”
Bu Astin mengawali pembelajaran dengan memberi motivasi
kepada kami semua tentang masa depan. Masa depan tidak akan kita
dapat, jika kita hanya mengandalkan orang lain, jadi kita harus jadi diri
kita sendiri. sehingga apabila kita mendapatkan masalah atau tugas
kita dapat menyelesaikan masalah tersebut tanpa mengandalkan
orang lain.
“Mulai semester 2 ini bu Astin akan lebih keras kepada kalian”, kata bu
Astin sembaru menunjukkan ke arah kami.
“Maksudnya keras itu gimana bu?” tanya Alda
“Maksudnya itu keras dalam hal pembelajaran. Saya akan lebih
melatih kalian dalam kecakapan bicara”.
“Iya bu”. Sahut kami bersamaan.
“Satu lagi, saya akan lebih mengingatkan pada anak laki-laki dan lebih
memperhatikan anak laki-laki dibanding anak perempuan” tambah bu
Astin yang muat kami semakin tegang.
Kini tidak ada siswa yang menyahut perkataan bu Astin. Suasana
kelas kembali hening, tida ada satu patah kata pun yang keluar dari
bibir kami, begitu pun aku yang merasa semakin bingung sebagai anak
laki-laki tentu aku juga merasa was-was.

Pelajaran dibuka dengan memperkenalkan bab baru yakni iklan.


“Apa yang kamu ketahui tentang iklan?” tanya bu Astin pada Adit.
“iklan itu untuk memperkenalkan produk.” Jawab Adit terbata-bata.
“Untuk apa produk diperkenalkan?” kini bu Astin menunjuk Indah.
“U..U..untuk dipasarkan bu”, jawab Indah dengan patah-patah.
“Apa maksud dengan dipasarkan?” bu Astin kembali melempar
pertanyaan kepada Devi.
“Itu lho bu..itu lo..”.
“Itu apa?” gertak bu Astin.
“Itu lho barang yang diperjual belikan di pasar”.
“Perjelas makna diperjual belikan?” bu Astin kembali melempar
pertanyaan kepada Yanuara.
“Diedarkan dimasyarakat bu”, lalu bu Astin menuju kearah ku. Kali ini
bu Astin menatapku dengan tatapannya begitu teduh, binarnya begitu
nanar, aku mulai gugup, jemariku mulai dingin, sembari menerka-
nerka pertanyaan apa lagi yang akan dilontarkan bu Astin kepadaku.
Benar saja, jari telunjuk bu Astin mengarah kepadaku. Aku menjadi
panik setelah bu Astin menunjuk kearahku, aku pun gugup.
“Apa kaitannya iklan dengan produk yang dipasarkan?” Lidahku
seolah-olah beku, aku pun tidak ada keberanian untuk membuka
mulut. Akhirnya benar saja aku hanya diam membisu hingga bu Astin
menunggu berbicara. Detik telah mendekati menit, aku masih tetap
membisu. Hingga akhirnya pertanyaan kembali dilempar kepada
Aldiwa, Dan akhirnya ia biasa menjawab dengan tepat.
“Kalian semua memang hebat dan cerdas dapat menjawab pertanyaan
yang saya berikan dengan spontan dan tepat dengan apa yang saya
yang saya harapkan. ”tutur bu Astin kepada kami semua.
“Kami pun tersenyum mendengar perkataan bu Astin, karena bu Astin
memberikan pujioan kepada kelas kami.”
Setelah beberapa menit bu Astin memberikan pertanyaan
kepada beberapa siswanya, ia kembali memberikan motivasi kepada
kami semua, bahwa jalan menuju kesuksesan itu tidaklah mudah, jika
jalan menuju sukses itu mudah, semua orang akan menjalaninnya.
Dalam menuju kesuksesan kita tidak dapat diam saja tapi kita harus
dapat berkreasi tentang bagaimana cara untuk menuju ke sebuah
kesuksesan. Dan akhirnya lonceng tanda bergantinya pelajaran pun
telah berbunyi. “ya anak – anak semoga apa yang saya sampaikan
dapat menjadi patokan utuk kesuksesan kalian nantinya,” sekian dari
saya ”wassalamualaikum Wr.Wr.”
(HABI ANGGA TRISTIAN/13)

Das könnte Ihnen auch gefallen