Sie sind auf Seite 1von 28

ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN ASMA

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2

KELAS 2B S1 ILMU KEPERAWATAN

1. Aji Maulana

2. Dede Rispriyanto

3. Gilang Siwi Widodo

4. Millatun Nafidah

5. Neneng Vitriyah

6. Sea Paradise

MATA KULIAH : KD II

DOSEN PEMBIMBING : SRI HIDAYATI S.Kep.,Ns

STIKES BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI

Jl. Cut Nyak Dien Kalisapu slawi Kab. Tegal

Telp.(0283) 6197570,6197571

TAHUN 2014 / 2015


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis mendapatkan kemudahan dalam menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya.

Saya sangat menyadari keterbatasan dan ilmu pengetahuan yang ada, sehingga hasil makalah ini perlu
adanya pengkajian dan pengembangan lagi. Demi kesempurnaan penelitian selanjutnya, maka saya
mengharapkan kritik dan saran pembaca.

Akhirnya saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menambah wawasan.

Tegal , September 2014

Penulis,

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………... i

KATA PENGANTAR…………………………………………… ii

DAFTAR ISI…………………………………………………….. iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH…………………. 1

1.2 RUMUSAN MASALAH……………………..……… 1

1.3 TUJUAN PENULISAN……………………………... 2


1.4 MANFAAT PENULISAN…………………………... 2

BAB II KONSEP TEORI

2.1 DEFINISI……………………………………………. 3

2.2 ETIOLOGI…………………………………………... 4

2.3 MANIFESTASI KLINIS……………………………. 6

2.4 PATOFISIOLOGI…………………………………… 6

2.5 PHATWAYS ………………………………………… 7

2.5 KOMPLIKASI………………………………………… 8

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG…………………… 9

2.8 PENATALAKSANAAN……………………………… 7

2.9 PENGKAJIAN………………………………………… 8

2.10 DIAGNOSA………………………………………..... 10

2.11 INTERVENSI……………………………………….. 11

2.12 IMPLEMENTASI....................................................... 14

2.12 EVALUASI…………………………………………… 14

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN………………………………………. 15

3.2 SARAN………………………………………………. 15

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………… 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Asma adalah penyebab utama penyakit kronik pada anak, yang menyebabkan sebagian besar hilangnya
hari sekolah akibat penyakit kronik. Asma mempunyai awitan pada setiap usia. Sekitar 80-90% anak
asma mendapat gejala pertama sebelum usia 4-5 tahun. Pada suatu waktu selama masa anak akan
mendapat gejala dan tanda yang sesuai dengan asma.

Berat dan perjalanan asma sulit diramalkan. Sebagian besar anak yang menderita sebagian kecil akan
menderita asma berat yang sulit diobati, biasanya lebih bersifat menahun daripada musiman. Yang
menyebabkan ketidakberdayaan dan secara nyata mempengaruhi hari-hari sekolah, aktivitas bermain,
dan fungsi sehari-hari. Sungguh merupakan hal yang tidak menyenangkan apabila dalam masa-masa
bermain dan beraktivitas, anak-anak terganggu karena penyakit yang diderita. Hal ini tentunya
membutuhkan perhatian khusus baik berupa perawatan, pengobatan dan pencegahan.

Oleh karena itu penyakit asma memerlukan penanganan khusus terlebih lagi pada anak-anak yang selalu
diliputi keceriaan dalam hari-hari dalam bermain dan beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari dengan
melibatkan tenaga kesehatan dari berbagai bidang multidisipliner. Dalam pelayanan keperawatan,
perawat mempunyai peranan sebagai tenaga profesional yaitu bertindak memberikan asuhan
keperawatan, penyuluhan kesehatan kepada orang tua, memberikan informasi tentang pengertian,
tanda dan gejala, serta pencegahan secara mandiri maupun secara kolaboratif dengan berbagai pihak.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa definisi asma ?

2. Apa saja etioogi asma ?

3. Bagaimana Manifestasi klinik asma ?

4. Bagaimana patofisiologi asma ?

5. Bagaimana Pemeriksaan penunjang pada asma ?

6. Bagaimana Pentalaksanaan pada asma ?

1.2 TUJUAN

Tujuan secara umum : mengerti tentang asma dan memahami apa yang hrus di lakukan seorang
perawat untuk menangani asma .

Tujuan khusus : mengetahui definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, kompikasi, pemeriksaan
penunjang dan penatalaksanaan asma

1.3 MANFAAT PENULISAN

Dengan diselesaikannya makalah ini, diharapkan dapat memberikan manfaat berupa :


1. Mengetahui tentang definisi asma.

2. Mengetahui etiologi dari penyakit asma.

3. Untuk mengetahui pemberian asuhan keperawatan pada kasus asma yang dimulai dari pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi

BAB II

KONSEP TEORI

2.1 DEFINISI ASMA

Asma adalah gangguan jalan nafas reaktif kronis termasuk obstruksi jalan nafas episodik dan obstruksi
jalan nafas reversible akibat bronkospasme, peningkatan sekresi mucus, dan edema mukosa (kapita
selekta penyakit, 2002).

Asma adalah sebuah penyakit radang kronik pada saluran pernafasan dimana banyak sel-sel dan
elemennya berperan.

Pada individu tertentu, peradangan menyebabkan beberapa kondisi seperti wheezing, sulit bernafas,
retraksi dinding dada, dan batuk sering terutama di malam hari, pagi hari, atau ketika melakukan
aktifitas. Beberapa gejala ini dihubungkan dengan penyakit yang menetap tetapi obstruksi saluran
pernafasan dan sering reversible secara spontan atau dengan perawatan (Michele Geiger, Bronsky
Donna J.W; 2008)

Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran nafas yang menyebabkan
hipereaktifitas bronkus terhadap berbagi rangsanan yang ditandai dengan gejala epidosik berulang
berupa mengi, batuk, sesak nafas dan rasa berat didada terutama di malam hari dan atau dini hari yang
umumnya bersifat reversible baik dengan atau tanpa pengobatan (Pedoman pengendalian asma,
Depkes; 2009)

Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulakan penyakit asma adalah suatu penyakit yang
menyerang saluran pernafasan (bronchiale) pada paru dimana terdapat peradangan (inflamasi) kronis
dinding rongga bronchiale sehingga mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang akhirnya seseorang
mengalami sesak nafas.

Asma dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu :

1. Asma alergik (Ekstrinsik)

Merupakan suatu bentuk asma dengan allergen seperti bulu binatang, debu, ketombe. Bentuk asma ini
biasanya di mulai dari kanak – kanak.

2. Idiopatik atau nonalergik asma (Intrinsic)

Tidak berhubungan secara langsung dengan allergen spesifik, saluran nafas atas, aktifitas, emosi/stress
dan polusi lingkungan akan mencetuskan serangan. Bentuk asma ini biasanya di mulai ketika dewasa >
35 tahun.

3. Asma Campuran

Merupakan bentuk asma yang paling sering. Di karakteristikan dengan bentuk ke dua jenis asma alergik
dan ideopatik atau nonalergik (Soemantri, 2009

2.2 ETIOLOGI

a. Zat allergen

Adalah zat-zat tertentu yang bila diisap atau dimakan dapat menimbulkan serangan asma misalnya debu
rumah, tengau debu rumah( dermatophagoides pteronissynus), spora, jamur, bulu kucing, bulu binatang
, beberapa makanan laut, dan sebagainya.

b. Infeksi saluran pernapasan ( respiratorik )

Infeksi saluaran pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus influenza merupakan salah satu
faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma. Diperkirakan, dua pertiga penderita asma
dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluaran pernapasan. (sundaru 1991)

c. Olahraga / kegiatan jasmani yang berat.


Sebagin penderita asma akan mendapatkan serangan asma bila melakukan olaharaga atau aktivitas fisik
yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda adalah dua jenis kegiatan paling mudah menimbulkan
serangan asma. Serangan asma karena kegiatan jasmani ( exercise induced asma -EIA) terjadi setelah
olahraga atau aktivitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah
olahraga.

d. Perubahan suhu udara (udara dingin, panas, kabut)

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak
dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma. Kadang kadang serangan berhubungan
dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau.

e. Polusi udara

Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik / kendaraan, asap rokok, asap yang
mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.

f. Memiliki kecenderungan alergi obat-obatan

Beberapa klien denga asma sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti penisilin, salisilat beta
bloker, kodein,dan sebainya.

g. Riwayat keluarga (factor genetic) Orang tua menderita asma

h. Lingkungan pekerajan

Lingkungan kerja merupakan factor pencetus yang menyumbang 2- 15% klien dengan asma.(
sundaru,1991 ). Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan Asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri
tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

i. Emosi dan stres

Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan Asma, selain itu juga bisa memperberat
serangan Asma yang sudah ada. Disamping gejala Asma yang timbul harus segera diobati penderita
Asma yang mengalami stres atau gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi maka gejala belum bisa diobati.

2.3 MANIFESTASI KLINIS

a. Serangan tiba-tiba yang diawali dengan batuk-batuk dan sesak nafas

b. Wheezing

c. Ekspirasi lebih panjang


d. Kontraksi otot-otot bantu pernapasan

e. Hypoksemia dan sianosis

f. Keletihan

2.4 PATOFISIOLOGI

Suatu serangan asma timbul karena seseorang yang atopi terpapar dengan allergen yang ada di
lingkungan dan membentuk immunoglobulin (Ig) E, allergen yang masuk akan ditangkap oleh makrofag
yang bekerja sebagai antigen presenting sel (APC), allergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th
memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskannya interlukin 2 (IL-2) untuk berproliferasi menjadi
sel plasma dan membentuk IgE.

IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalam
sirkulasi. Bila proses ini terjadi pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi
rentan. Jika terpapar 2 kali atau lebih dengan allergen yang sama allergen tersebut akan diikat oleh IgE
yang sudah ada dalam permukaan mastosit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ ke
dalam sel dan perubahan di dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.

Penurunan kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel, dan melepaskan mediator-mediator kimia yang
meliputi histamine, slow releasing suptance of anaphylaksis (SRS-A), eosinofilik chomotetik faktor of
anaphylacsis (ECF-A), dan lain-lain. Mediator tersebut menyebabkan timbulnya tiga reaksi utama yaitu:
kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan
bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang
menambah semakin menyempitnya saluran nafas. Peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan
peningkatan produksi mucus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi
yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan
terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yang sangat lanjut.

2.5 PATHWAYS
2.6 KOMPLIKASI

Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin timbul adalah :


a. Pneumothoraks

Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai bila terdapat
benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat
menyebabkan kegagalan napas.

b. Pneumomediastinum

Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal sebagai emfisema mediastinum
adalah suatu kondisi dimana udara hadir di mediastinum. Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene
Laennec, kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara keluar
dari paru-paru, saluran udara atau usus ke dalam rongga dada .

c. Atelektasis

Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru

akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat
dangkal.

d. Aspergilosis

Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh jamur dan tersifat oleh adanya
gangguan pernapasan yang berat. Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ
lainnya, misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi
Aspergillus sp.

e. Gagal napas

Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida dalam paru-paru tidak dapat
memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh.

f. Bronkhitis

Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam dari saluran pernapasan
di paru-paru yang kecil (bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan
produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya
mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara
menjadi sempit oleh adanya lendir.

g. Fraktur iga
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Analisa Gas Darah ( AGD / astrup ).

Hanya dilakukan pada serangan asma berat karna terdapt hipoksia, hiperkapnea, dan asidosis
respiratorik.

b. Sputum

Pewarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji
resistensi terhadap beberapa antibiotik.

c. Sel eosinofil

Sel eosinofil pada klien dengan status asma dapat mencapai 1000 – 1500 / mm3 . sedangkan hitung
eosinofil normal antara 100 – 200/mm3.Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel
eosinofil menunjukan pengobatan telah tepat.

d. Pemerikasaan darah rutin dan kimia

Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/ mm3 terjadi karena adanya infeksi. SGOT dan SGPT
meningkat disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea.

e. Pengukuran fungsi paru ( Spirometri )

Menilai derajat obstruksi pada asma, kapasitas vital mungkin belum menurun, tapi bila serangan asma
makin berat FVC akan turun karena sebagian udara yang harus dikeluarkan terjebak dalam paru-paru.

f. Tes provokasi bonkus

Tes ini dilakukan pada spirometri internal.penurunan FEV sebesar 20 % atau lebih setelah tes provokasi
dan denyut jantung 80 – 90% dari maksimum dianggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR
10% atau lebih.

g. Pemerikasaan kulit

Untuk menunjukan adanya antibody IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.

h. Pemeriksan radiologi

Hasil pemeriksan radiologi dari klien dengan asma biasanya normal, tetapi prosedur ini tetap dilakukan
untuk menyingkirkan kemungkinan adanya proses patologi di paru atau komplikasi asma seperti
pneumatoraks, pneumomediastinum, atelektasis, dan lain – lain

2.8 PENATALAKSANAAN
a. Farmakologi

Menurut Long(1996) pengobatan Asma diarahkan terhadap gejalagejala yang timbul saat serangan,
mengendalikan penyebab spesifik dan perawatan pemeliharaan keehatan optimal yang umum. Tujuan
utama dari berbagai macam pengobatan adalah pasien segera mengalami relaksasi bronkus. Terapi
awal, yaitu:

1. Memberikan oksigen pernasal

2. Antagonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5 mg atau terbutalin 10 mg). Inhalasi
nebulisasi dan pemberian yang dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian antagonis beta 2
adrenergik dapat secara subcutan atau intravena dengan dosis salbutamol 0,25 mg dalam larutan
dekstrose 5%

3. Aminophilin intravena 5-6 mg per kg, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam sebelumnya
maka cukup diberikan setengah dosis.

4. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada respon segera atau dalam
serangan sangat berat25

5. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk didalamnya golongan beta
adrenergik dan anti kolinergik.

b. Pengobatan secara sederhana atau non farmakologis

Menurut doenges (2000) penatalaksanaan nonfarmakologis asma yaitu:

1. Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik

2. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik

3. Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler)

4. Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari

5. Usaha agar pasien mandi air hangat setiap hari

6. Hindarkan pasien dari faktor pencetu

2. 9 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Pola pemeliharaan kesehatan


Gejala Asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal sehingga pasien dengan Asma
harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang memungkinkan tidak terjadi serangan Asma

2. Pola nutrisi dan metabolik

Perlu dikaji tentang status nutrisi pasien meliputi, jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam
memenuhi kebutuhnnya. Serta pada pasien sesak, potensial sekali terjadinya kekurangan dalam
memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini karena dispnea saat makan, laju metabolism serta ansietas yang
dialami pasien.

3. Pola eliminasi

Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna, bentuk, konsistensi, frekuensi, jumlah
serta kesulitan dalam pola eliminasi.

4. Pola aktifitas dan latihan

Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian pasien, seperti olahraga, bekerja, dan aktifitas lainnya. Aktifitas
fisik dapat terjadi faktor pencetus terjadinya Asma.

5. Pola istirahat dan tidur

Perlu dikaji tentang bagaiman tidur dan istirahat pasien meliputi berapa lama pasien tidur dan istirahat.
Serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami pasien. Adanya wheezing dan sesak dapat
mempengaruhi pola tidur dan istirahat pasien.

6. Pola persepsi sensori dan kognitif

Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri pasien dan akhirnya
mempengaruhi jumlah stresor yang dialami pasien sehingga kemungkinan terjadi serangan Asma yang
berulang pun akan semakin tinggi.

7. Pola hubungan dengan orang lain

Gejala Asma sangat membatasi pasien untuk menjalankan kehidupannya secara normal. Pasien perlu
menyesuaikan kondisinya berhubungan dengan orang lain.

8. Pola reproduksi dan seksual

Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan
terjadi masalah dalam kehidupan pasien. Masalah ini akan menjadi stresor yang akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya serangan Asma.

9. Pola persepsi diri dan konsep diri


Perlu dikaji tentang pasien terhadap penyakitnya.Persepsi yang salah dapat menghambat respon
kooperatif pada diri pasien. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi stresor dalam kehidupan
pasien.

10. Pola mekanisme dan koping

Stres dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus serangan Asma maka prlu dikaji
penyebab terjadinya stress. Frekuensi dan pengaruh terhadap kehidupan pasien serta cara
penanggulangan terhadap stresor.

11. Pola nilai kepercayaan dan spiritual

Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipercayai dapat meningkatkan kekuatan jiwa
pasien.Keyakinan pasien terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada-Nya merupakan
metode penanggulangan stres yang konstruktif (Perry, 2005 & Asmadi 2008).

12. Pemeriksaan penunjang

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret

2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama atau
imunitas Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan Gangguan pola tidur
berhubungan dengan batuk yang berlebih

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret

Tujuan : jalan napas menjadi efektif

Kriteria hasil : jalan napas bersih, sesak berkurang, batuk efektif, mengeluarkan sekret

Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda vital dan auskultasi bunyi napas

Rasional : beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas

b. Berikan pasien untuk posisi yang nyaman.

Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan

c. Pertahankan lingkungan yang nyaman

Rasional : Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut.

d. Tingkatkan masukan cairan, denganmemberi air hangat.

Rasional : Membantu mempermudah pengeluaran sekret

e. Dorong atau bantu latihan napas dalam dan batuk efektif

Rasional : Memberikancara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea,mengeluarkan sekret.

f. Dorong atau berikan perawatan mulut

Rasional : higiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan mencegah bau mulut

g. Kolaborasi : pemberian obat dan humidifikasi, seperti nebulizer

Rasional : menurunkan kekentalan sekret dan mengeluarkan sekret

2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme

Tujuan : pola napas kembali efektif

Kriteria hasil : Pola napas efektif, bunyi napas normal kembali, batuk berkurang

Intervensi :

a. Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada

Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernapasan bervariasi tergantung derajat gagal
napas

b. Auskultasi bunyi napas

Rasional : ronchi dan mengi menyertai obstruksi jalan napas

c. Tinggikan kepala dan bentuk mengubah posisi

Rasional : memudahkan dalam ekspansi paru dan pernapasan


d. Kolaborasi pemberian oksigen

Rasional : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan suplai oksigen

Tujuan :dapat mempertahankan pertukaran gas

Kriteria hasil : tidak ada dispnea, pernapasan normal

Intervensi :

a. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan

Rasional : berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan atau kronisnya proses penyakit.

b. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang nyaman untuk bernapas

Rasional : pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk
menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.

c. Kaji atau awasi secar rutin kulit dan warna membran mukosa

Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentra (terlihat sekitar bibir atau daun
telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.

d. Dorong pengeluaran sputum: penghisapan bila diindikasikan

Rasional : Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada
jalan napas kecil. Penghisapan dibutuhkan jika batuk tidak efektif.

e. Auskultasi bunyi napas

Rasional : bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi.

f. Palpasi Fremirus

Rasional : Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak

g. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas

Rasional : Selama distress pernapasan berat atau akut atau Refraktori pasien secara total tidak mampu
melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea.

h. Kolaborasi : Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi

Rasional : dapat memperbaiki memburuknya hipoksia.


4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama atau
imunitas

Tujuan :tidak mengalami infeksi noskomial

Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi, mukosa mulut lembab, batuk berkurang

Intervensi :

a. Monitor tanda-tanda vital

Rasional: demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi

b. Observasi warna, karakter, jumlah sputum

Rasional : kuning atau kehijauan menunjukan adanya infeksi paru

c. Berikan nutrisi yang adekuat

Rasional : nutrisi yang adekuat dapat meningkatkan daya tahan tubuh

d. Berikan antibiotik sesuai indikasi

Rasional : antibiotik dapat mencegah masuknya kuman ke

dalam tubuh

5. Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan

Tujuan : kecemasan pasien berkurang

Kriteria hasil : pasien terlihat tenang, cemas berkurang, ekspresi wajah tenang.

Intervensi :

a. Kaji tingkat kecemasan

Rasional : mengetahui skala kecemasan pasien

b. Berikan pengetahuan tentang penyakit yang diderita

Rasional : menambah tingkat pengetahuan pasien dan mengurangi cemas

c. Berikan dukungan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya

Rasional : mengungkapkan perasaan dapat mengurangi rasa cemas yang dialaminya.

d. Ajarkan teknik napas dalam pada pasien


Rasional : mengurangi rasa cemas yang dialami pasien

6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih

Tujuan : pola tidur terpenuhi38

Kriteria hasil : pola tidur 6-7 jam per hari, tidur tidak terganggu karena batuk

Intervensi :

a. Kaji pola tidur setiap hari

Rasional : mengetahui perubahan pola tidur yang terjadi

b. Beri posisi yang nyaman

Rasional : memudahkan dalam beristirahat

c. Berikan lingkungan yang nyaman

Rasional : menciptakan suasana yang tenang

d. Anjurkan kepada keluarga dan pengunjung untuk tidak ramai

Rasional :menciptakan suasana yang tenang

e. Menjelaskan pada pasien pentingnya keseimbangan istirahat

dan tidur untuk penyembuhan

Rasional : menambah pengetahuan

7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

Tujuan : aktivitas normal

Kriteria hasil : pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas, pasien dapat memenuhi kebutuhan pasien
secara mandiri

Intervensi :

a. Kaji tingkat kemampuan aktivitas

Rasional : mengetahui tingkat aktivitas pasien39


b. Anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi kebutuhaan pasien

Rasional : membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan pasien sehari-hari

c. Tingkatkan aktivitas secara bertahap sesuai toleransi

Rasional : membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan

pasien secara mandiri

d. Jelaskan pentingnya istirahat dan aktivitas dalaam proses

penyembuhan

Rasional : menambah pengetahuan pasien dan keluarg

A. PENGKAJIAN

1. IDENTITAS PASIEN

a. Nama : Tn. M

b. Tempat dan tanggal lahir : Klaten, 14 Maret 1969

c. Pendidikan terakhir : SD

d. Agama : Islam

e. Status perkawinan : Menikah

f. Tinggi Badan / Berat Badan : 155 cm/43 kg

g. Penampilan umum : Composmentis tampak lemah

h. Ciri – ciri tubuh : Tinggi, kulit sawo matang

i. Alamat : Jl. Prayan No. 14, Jetis,

Karang Nongko, Klaten

j. Orang terdekat yang mudah dihubungi : Ny. D

k. Hubungan dengan klien : Istri klien


l. Tanggal masuk RS : 23 April 2014

m. Diagnosa medis : Asma

n. No. RM : 99.1

2. KELUHAN UTAMA

Klien merasa sesak saat beraktivitas dan napasnya pendek

3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang dengan keluhan napas pendek, napsu makan menurun, RR 24x/menit, TD 110/70 mmhg.
N 80x/menit, T 36,50Cterdengar suara nafas Wheezing.

4. RIWAYA PENYAKIT DAHULU

Klien mengatakan mempunyai riwayat Asma sejak umur 5 tahun

5. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ada riwayat penyakit keluarga.

6. RIWAYAT LINGKUNGAN

Tipe tempat tinggal permanent dengan jumlah kamar ada 3. Jumlah orang yang tinggal di rumah
sebanyak 4 orang, dengan kondisi tempat tinggal penerangan cukup, kebersihan dan kerapihan cukup,
sirkulasi udara cukup,keadaan kamar mandi cukup baik tidak terlalu tinggi dan tidak licin.

7. POLA FUNGSI KESEHATAN

a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

- Sebelum sakit klien beraktivitas dengan normal. Klien dan keluarga mengetahui penyakit asma
diderita klien.

- Selama sakit klien terbatasi dalam aktivitasnya, klien tidak menyukai keadaannya dan berharap
cepat sembuh.

b. Pola aktifitas dan latihan

- Sebelum sakit klien bekerja di sebuah pabrik. Klien tidak pernah melakukan kegiatan olah raga.

- Selama sakit klien hanya tidur dan istirahat.

c. Pola nutrisi dan metabolik

- Sebelum sakit pasien makan 3 x/sehari dengan porsi 1 kali makan habis, minum air teh atau putih
1000 cc/hari.
- Selama sakit pasien makan 3x/hari dengan pola makan habis ½ porsi habis dan minum air putih
700 cc/hari.

d. Pola eliminasi

- Sebelum sakit pasien BAB 1x/hari dengan konsentrasi padat, bau khas dan warnanya kuning
kecoklatan. BAK 900 – 1000 cc/hari dengan warna kuning pekat dan bau khas.

- Selama sakit pasien BAB 1x/hari dengan konsistensi padat, bau khas dan warnanya kuning
kecoklatan BAK 600 - 800 cc/hari dengan warna kuning pekat dan bau khas.

e. Pola istirahat dan tidur

- Sebelum sakit pasien tidur 7-8 jam pada malam hari dan kadang tidur siang selama 1 jam.

- Selama sakit pasien tidur 4-5 jam dan kadang-kadang sering terbangun. Tidur siang 1-2 jam.

f. Pola kognitif persepsi

Pasien dapat berkomunikasi dengan baik dan lancar. Pasien mengatakan aktivitasnya sekarang jadi
terbatas.

g. Pola sensori visual

- Test tajam tumpul: dapat membedakan antara tajam dan tumpul

- Test panas dingin : dapat membedakan antara panas dan dingin

h. Pola toleransi dan koping terhadap stress

Apabila pasien ada masalah selalu dibicarakan dengan keluarganya.

i. Persepsi diri / konsep diri

Klien mengatakan pasrah dengan penyakit yang dideritanya.Klien berharap dapat sembuh dan dapat
menjalankan aktifitasnya dengan normal.

j. Pola seksual dan reproduksi

Pasien berjenis kelamin pria dan sudah menikah mempunyai 2 anak.

k. Pola nilai dan keyakinan

- Sebelum sakit klien selalu menjalankan kewajibannya sebagai umat muslim (shalat 5 waktu). Klien
kurang mengetahui akan penyakitnya namun klien percaya bahwa penyakitnya dapat disembuhkan.
- Selama sakit klien melaksanakan shalat 3 – 4 waktu dan sering berdoa

8. PEMERIKSAAN FISIK

a. Keadaan umum : Lemah

b. Kesadaran : composmentis

c. Vital sign: TD :110/70 mmHg, Nadi 80 kali/menit, Suhu 36,5ºC, RR 32 x/menit

d.Antropometri : TB 155 cm, BB 43 kg

e. Kepala

- Muka : Sianonis (-), konjunctiva anemis, ukuran pupil kanan/kiri: 3 mm/ 3 mm, rangsang cahaya
pupil kanan/ kiri: +/+

- Hidung : bersih, napas cuping hidung (+)

- Telinga : simetris, bersih, serumen (-)

- Leher : pembesaran kelenjar toiroid (-)

f. Dada : simetris(+), retraksi dinding dada(+), otot bantu (+), wheezing(+)

g. Punggung : bersih

h. Abdomen : datar (+), tidak kembung, bunyi abdomen timpani, peristaltik usus 8 x/menit

i. Ekstremitas : tidak ada edema

j. Genetalia : Bersih tidak ada kelainan dibuktikan tidak terpasang kateter

k. Rectum dan anus : Klien mengatakan tidak ada hemoroid

B. ANALISA DATA

No Tgl/Jam Data

1 23 April 2014 / 08.00 DS :


WIB - Klien mengatakan mengalami napas pendek selama beberapa minggu.

- Klien mengatakan sesak napas sangat terasa saat beraktivitas.

Klien mengaakan napasnya berbunyi “ngik – ngik”

DO :

- Klien tampak letih

- Tampak adanya cuping hidung

- RR 32 x/menit

- Klien tampak terengah – engah saat bernapas.

- Bunyi napas wheezing

2 23 April 2014 / 08.00 DS :


WIB
- Klien mengatakan napsu makan menurun

- Klien mengatakan makan habis ½ porsi

DO :

- BB/TB 43 kg/155 cm

- IMT 17,8 (kurus)

- Klien tampak lemah

- Makan habis ½ porsi

3 23 April 2014 / 08.00 DS :


WIB
- Klien mengatakan sesak napas setelah beraktivitas

- Klien mengatakan aktivitasnya terbatas

- Klien mengatakan cepat letih

DO :

- Klien tampak membatasi aktivitasnya

- Klien tampak letih


- Dispnea setelah beraktivitas

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot pernapasan

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan


Oksigen

D. INTERVENSI KEPERAWATAN

No DX Tujuan Umum Kriteria Hasil Intervensi

1 Setelah dilakukan tindakan asuhan Respiratory Status : Airway Patency (0410) Airway Managemen
keperawatan selama 3 x 24 jam
- Menunjukan jalan napas paten (sesak (-), irama - Posisikan pasien s
pada pasien dengan
ketidakefektifan pola napas dapat nnapas (-), frekuensi napas (24x/menit), wheezing (-
- Identifikasi pasien
teratasi )).
buatan
Vital Sign Status (0802)
- Auskultasi suara n
- TTV : RR 24x/menit, TD 110/70 mmhg. N
- Monitor respirasi
80x/menit, T 36,50C
Oxygen Theraphy (3

- Atur peralatan o

Vital Sign Monitorin

- Monitor TTV (seb

2 Setelah dilakukan tindakan asuhan Nutritional Status Nutrition Theraphy


keperawatan selama 3 x 24 jam
pada pasien dengan - Adanya peningkatan berat badan (45 kg) - Berikan suplemen
ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh dapat - Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
teratasi - napsu makan meningkat ( habis 1 porsi)

Nutritional status : energy (1007) - Berikan makanan


gizi
- Klien tampak segar

- Berikan makanan

- Berikan informasi

3 Setelah dilakukan tindakan asuhan Aktivity Tolerance (0005) Activity Theraphy (4


keperawatan selama 3 x 24 jam
pada pasien dengan intoleransi - Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai - bantu pasien untu
aktivitas dapat teratasi peningkatan TTV dilakukan

- TTV : RR 24x/menit, TD 110/70 mmhg. N


80x/menit, T 36,50C
- bantu pasien mem
- Pasien tampak tampak tidak lemah kemampuan fisiknya

Vital Sign Monitorin

- kaji TTV ( sebelum

E. CATATA PERKEMBANGAN

Nama : Hari/Tanggal :

Jam :

IMPLEMENTASI

DS :

1. Klien mengatakan mengalami napas pendek selama beberapa minggu, sesak napas sangat terasa saat beraktivita
napasnya berbunyi “ngik-ngik”

2. klien mengatakan napsu makan menurun dan makan habis ½ porsi

3. klien mengatakan sesak napas setelah beraktivitas, aktivitasnya terbatas dan cepat letih.

DO:

1. klien tampak letih, tampak cuping hidung, tampak terengah – engah saat bernapas, bunyi napas wheezing, RR 32x/me

2. BB 43 kg, Tb 155 cm, IMT 17,8, Klien tampak lemah dan makan habis ½ porsi.

3. klien tampak membatasi aktivitasnya, terlihat letih, dan ada dispnea setelah beraktivitas.

DIAGNOSA :

1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot pernapasaN

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan Oksigen

TINDAKAN:

1.1 mengidentiffikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan napas buatan

1.2 mengauskultasi suara napas , mencatat adanya suara tambahan

1.3 mengatur peralatan oksigenasi

1.4 memposisikan pasien semi fowler

2.1 memberikan informasi tentang kebutuhan nutrisi bagi tubuh

memberikan makanan kesukaan pasien dengan pertimbangan ahli gizi

2.3 memberikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering

2.4 memberikan suplemen nutrisi

3.1 memonitor TTV ( sebelum, selama dan setelah aktvitas)

3.2 membantu klien mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan


3.3 membantu klien memilih aktivitas yang sesuai dengan kemampuan fisiknya.

RTL :

1. monitor TTV sebelum dan setelah pasien beraktivitas

2. monitor respirasi dan status O2

3. auskultasi suara napas , catat adanya suara tambahan

4. berikan suplemen nutrisi yang bisa menambah napsu makan pasien

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan banyak sel dan
Elemenya.Inflamasi kronik menyebabkan peningatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala
epidosik berulang berupa sesak nafas,dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini
hari.Epidosik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas,bervariasi dan seringk Tiga
gejala umum asma adalah batuk, dispnea dan mengi.

Pada beberapa keadaan, batuk merupakan satu - satunya gejala. Serangan asma sering kali terjadi pada
malam hari Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada,
disertai dengan pernapasan lambat, mengi, laborius. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang dibanding
inspirasi, yang mendorong pasien selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong
pasien untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot - otot aksesories pernapasan. Jalan napas yang
tersumbat menyebabkan dispnea. Batuk pada awalnya susah dan kering tetapi segera menjadi lebih
kuat. Sputum, yang terdiri atas sedikit mukus mengandungmasa gelatinosa bulat, kecil yang dibatukkan
dengan susah payah. Tanda selanjutnya termasuk sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat dan gejala
gejala retensi karbondioksida termasuk berkeringat, takikardia dan tekanan nadi.

3.2 SARAN

1. Dengan mengetahui gejala-gejala awal sirosis hepatis kita dapat mengantisipasi dari awal jka
terjadi tanda-tanda gangguan system pencernaan pada pasien ataupun orang terdekat kita.
2. Dengan mengetahui penyebab-penyebab sirosis hepatis maka kita dapat mencegah lebih awal
sebelum terjadinya penyakit yang lebih parah.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


1023/MENKES/SK/XI/2008. Pedoman pengendalian penyakit asma. Jakarta : Depkes RI.

Geiger, M. & Wilson, B.D.J (2008). Respiratory nursing (a core curriculum). New York: Springer Publishing
Company.

John, Esther c & Elliott Daly D. (2006). Patofisiologi (aplikasi pada praktek keperawatan). Jakarta: ECG.

Mangunegoro, H. dkk. (2004). Asma pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.

Williams, Lippincott & Wilkins. (2002). Kapita selekta penyakit dengan implikasi keperawatan edisi 2.
Jakarta: EGC.

http://duniakeperawatan92.blogspot.com/2014/02/asma.html

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-sitiistian-6715-2-babii.pdf

Das könnte Ihnen auch gefallen