Sie sind auf Seite 1von 30

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Luka bakar atau disebut juga cidera termal yang disebabkan oleh panas yang
berlebihan, syok listrik, bahan kimia, atau radiasi adalah penyebab utama ketiga kematian
aksidental pada semua umur. Sekitar 80% cidera luka baker terjadi di dalam rumah,
kebanyakan akibat pajanan pada api atau terkena air mendidih
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau hilangnya jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka
bakar merupakan salah satu jenis trauma yang mempunyai angka morbiditas dan mortalitas
tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok ) sampai fase lanjut.
Pada kasus luka bakar ini harus diperhatikan berbagai aspek, karena pada kasus luka
bakar memerlukan biaya yang sangat besar, perlu perawatan yang lama, perlu operasi
berulang kali, bahkan meskipun sembuh bisa menimbulkan kecacatan yang menetap,
sehingga penanganan luka bakar sebaiknya dikelola oleh tim trauma yang terdiri dari tim
spesialis bedah ( bedah plastik, bedah toraks, bedah anak ), intensitas, spesialis penyakit
dalam (khususnya hematologi, gastroenterologi, ginjal dan hipertensi), ahli gizi, rehabilitasi
medik, psikiatri, dan psikolog, namun celakanya seringkali menimpa orang-orang yang
tidak mampu.
Luka bakar pada penatalaksanaan antara anak dan dewasa pada prinsipnya sama
namun pada anak akibat luka bakar dapat menjadi lebih serius. Hal ini disebabkan anak
memiliki lapisan kulit yang lebih tipis, lebih mudah untuk kehilangan cairan, lebih rentan
untuk mengalami hipotermia (penurunan suhu tubuh akibat pendinginan).
Luka bakar pada anak 65,7% disebabkan oleh air panas atau uap panas (scald).
Mayoritas dari luka bakar pada anak-anak terjadi di rumah dan sebagian besar dapat
dicegah. Dapur dan ruang makan merupakan daerah yang seringkali menjadi lokasi
terjadinya luka bakar. Anak yang memegang oven, menarik taplak dimana di atasnya
terdapat air panas, minuman panas atau makanan panas.

1
Prognosis dan penangangan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya
permukaan luka bakar; dan penanganan sejak fase awal sampai penyembuhan. Selain itu
faktor letak daerah yang terbakar, usia, dan keadaan kesehatan penderita juga turut
menentukan kecepatan penyembuhan.
Oleh karena itu, semua orang khususnya orangtua, harus meningkatkan pengetahuan
mengenai luka bakar dan penanganannya, terutama pada anak-anak.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan adalah mahasiswa dapat mengetahui dan memberikan asuhan
keperawatan pada pasien luka bakar sesuai dengan diagnosa yang muncul.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus peneliti bertujuan agar mahasiswa :
a. Dapat melakukan pengkajian dengan baik dan benar pada pasien luka bakar.
b. Dapat menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien luka bakar berdasarkan data
yang didapatkan.
c. Dapat menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien luka bakar.
d. Dapat melakukan tindakan keperawatan pada pasien luka bakar
e. Dapat melakukan evaluasi pada pasien luka bakar.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2
A. Definisi
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. (Moenajat,
2001).
Luka bakar adalah kerusakan jaringan karena kontak dengan agens termal,
kimiawi, atau listrik. ( Cecily, 2002 ).
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak mata dengan suhu tinggi
seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, radiasi, juga oleh sebab kontak dengan suhu
renadah (frost bite).
Luka bakar adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan
oleh trauma benda tajam ataau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik
atau gigitan hewan.
Luka bakar adalah kerusakan secara langsung maupun yang tidak langsung pada
jaringan kulit yang tidak menutup kemungkinan sampai ke organ dalam, yang di sebabkan
kontak langsung denagn sumber panas yaitu api, air/ uap panas, bahan kimia, radiasi, arus
listrik, dan suhu sanagt dingin.
Combutsio (Luka bakar) adalah injury pada jaringan yang disebabkan oleh suhu
panas ( thermal), kimia, elektrik dan radiasi ( Suriadi, 2010).
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi
seperti api, air pana, listrik, bahan kimia dan radiasi juga oleh sebab kontak dengan
suhu rendah (Arif Mansjoer dkk, 2002).
Apabila luka bakar digolongkan berdasarkan usia pasien dan jenis cedera maka
polanya adalah:
1. Toddler lebih sering menderita luka bakar akibat tersiram air panas
2. Anak-anak yang lebih besar lebih cenderung mengalami luka bakar akibat api
3. 20% dari semua kasus pediatrik dapat disebabkan oleh penganiaan anak (Herndon
dkk,2006)
4. Anak-anak yang bermain korek api atau pemantik api menyebbabkan 1 dari 10
kasus kebakaran rumah.

3
Luasnya destruksi jarinang ditentukan dengan mempertimbangkan intensitas
sumber panas, durasi kontak atau pajanan, konduktifitas jariangan yang terkena, dan
kecepatan energi panas meresap kedalam kulit. Pajanan singkat terhadap panas
berintensitas tinggi akibat api dapat mengakibatkan luka bakar yang sama dengan luka
bakar akibat pajanan lama terhadap panas berintensitas dalam air panas.( Wong, 2008)

B. Klasifikasi Luka Bakar


Untuk membantu mempermudah penilaian dalam memberikan terapi dan
perawatan, luka bakar diklasifikasikan berdasarkan penyebab, kedalaman luka, dan
keseriusan luka, yakni :
1. Berdasarkan penyebab
 Luka bakar karena api
 Luka bakar karena air panas
 Luka bakar karena bahan kimia
 Laka bakar karena listrik
 Luka bakar karena radiasi
 Luka bakar karena suhu rendah (frost bite).
2. Berdasarkan kedalaman luka bakar
a. Luka bakar derajat I
- Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
- Kulit kering, hiperemi berupa eritema
- Tidak dijumpai bulae
- Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
- Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari

b. Luka bakar derajat II


- Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi
disertai proses eksudasi.
- Dijumpai bulae.

4
- Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi.
- Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas
kulit normal.
Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :
 Derajat II dangkal (superficial)
 Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
 Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea masih utuh.
 Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
 Derajat II dalam (deep)
- Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea sebagian besar masih utuh.
- Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa. Biasanya
penyembuhan terjadi lebih dari sebulan.
c. Luka bakar derajat III
 Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih dalam.
 Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
mengalami kerusakan.
 Tidak dijumpai bulae.
 Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering letaknya lebih
rendah dibanding kulit sekitar.
 Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.
 Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf
sensorik mengalami kerusakan/kematian.
 Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelisasi spontan dari
dasar luka.

5
3. Berdasarkan tingkat keseriusan luka

American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori, yaitu:
a. Luka bakar mayor
- Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih dari 20%
pada anak-anak.
- Luka bakar fullthickness lebih dari 20%.
- Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.
- Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan derajat dan
luasnya luka.
- Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.
b. Luka bakar moderat
 Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada anak-
anak.
 Luka bakar fullthickness kurang dari 10%.
 Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.
c. Luka bakar minor
Luka bakar minor seperti yang didefinisikan oleh Trofino (1991) dan Griglak (1992)

6
adalah :
- Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan kurang dari
10 % pada anak-anak.
- Luka bakar fullthickness kurang dari 2%.
- Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan, dan kaki.
- Luka tidak sirkumfer.
- Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur.
4. Berdasarkan ukuran atau intensitasnya
1. Luka bakar berat atau kritis bila :
 Derajat dua denagn luas lebih dari 25 %
 Derajat tiga dengan luas lebih dari 10% atau terdapat di muka, kaki dan tangan
 Luka bakar disertai dengan trauma jalan nafas atau jaringan lunak luas atau
fraktur
 Luka bakar karena lisrik
2. Sedang bila :
 Derajat dua dengan luas 15-25 %
 Derajat 3 dengan luas kurang dari 10 %kecuali muka, kaki, dan tangan.
3. Ringan bila :
 Derajat 2 dengan luas kurang dari 15 %
 Derajat tiga kurang dari 2%

C. Etiologi
Etiologi luka bakar dibagi dalam beberapa hal berdasarkan :
1. Luka Bakar Suhu Tinggi (Thermal Burn)
a. Gas
b. Cairan
c. Bahan padat (Solid)
2. Luka Bakar Bahan Kimia (Chemical Burn)
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
Setelah mengalami luka bakar maka seorang penderita akan berada dalam tiga
tingkatan fase, yaitu :

7
1. Fase Akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini, seorang
penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life thretening. Dalam fase
awal penderita akan mengalami ancaman gangguan jalan nafas (airway), mekanisme
bernafas (breathing), dan sirkulasi (circulation). Gangguan airway tidak hanya dapat
terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi
saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera
inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase akut
sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang
berdampak sistemik. Masalah sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok (terjadinya
ketidakseimbangan antara pasokan O2 dan tingkat kebutuhan respirasi sel dan
jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang
masih ditingkahi dengan masalah instabilitas sirkulasi.
2. Fase Subakut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan proses inflamasi dan infeksi; masalah penutupan luka dengan titik
perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau
organ – organ fungsional, keadaan hipermetabolisme.
3. Fase Lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Masalah yang muncul pada fase ini adalah
penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan
kontraktur.

D. Prognosis
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dn luasnya
permukaan luka bakar dan penenganan syok hingga penyembuhan. Selain itu faktor letak
daerah terbakar, usia, dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan kecepetaan

8
kesembuhan. Luka bakar pada daerah perinium, ketiak, leher, dan tangan sulit dalam
perawatannya, karena mudah mengalami kontraktur.

E. Epidemiologi
Di rumah sakit anak di Inggris, selama satu tahun, terdapat sekitar 50.000
pasien luka bakar dimana 6400 diantaranya masuk ke perawatan khusus luka bakar.
Antara 1997-2002 terdapat 17.237 anak di bawah 5 tahun mendapat perawatan di
gawat darurat di 100 rumah sakit di Amerika. Jumlah kasus pada anak sering
berhubungan dengan kekerasan pada anak terutama anak laki-laki dan sangat muda. Ini
sering terjadi pada orang tua tunggal dan tinggal di rumah yang sangat sederhana.
Insidens beragam antara 1,7 – 8 % dari kejadian luka bakar di Amerika Serikat. Pada
pemeriksaan biasanya akan ditemukan tanda-tanda kekerasan atau jejas trauma
terutama pada ekstremitas bawah. Adapula tanda luka bakar atau scar akibat sundutan
api rokok.
Sedangkan di Indonesia sejak digulirkan program pemerintah tentang konversi
minyak tanah ke tabung gas elpiji 3 kg, kasus luka bakar terus meningkat, Data MKI
(Masyarakat Konsumen Indonesia) ledakan tabung gas 3 kg selama Januari 2008
sampai Mei 2010 sebanyak 10.000 kasus kebakaran terjadi di Jakarta Utara. 156
kebakaran terjadi di Jakarta Timur. 1738 kebakaran di Jakarta Pusat. 2.789 kasus
kebakaran di Jakarta Barat. 2.654 kebakaran di Jakata Selatan. 29.110 kebakaran di
Bekasi. 22.189 kebakaran di Depok. 11.712 kebakaran di Bogor dan Bandung. 44.405
kebakaran di Jawa Tengah, 14.950 kebakaran di Jawa Timur. 18.500 kebakaran di Bali.
18.990 kebakaran di Sulawesi Selatan. 30.000 kebakaran di Selawesi Utara. dan
130.650 kebakaran di Sumatera. Dari jumlah kasus kebakaran tersebut pastinya akan
banyak lagi korban luka bakar dengan mencakup dari berbagai jenis usia dan tingkat
keparahan luka bakar.
Data angka kematian kasus luka bakar dari RSPAD Gatot Soebroto Jakarta
mulai Januari 1998 sampai dengan Desember 2003 berdasarkan distribusi usia
mengambarkan bahwa kasus anak dengan usia < 5 tahun menempati tempat pertama

9
dalam jumlah kasus luka bakar yang terjadi dengan angka 24 kasus dan diikuti kasus
pada usia produktif yaitu usia 21-50 tahun dengan angka 14 kasus.
Tabel. 1 Angka kematian kasus luka bakar yang dirawat di RSPAD Gatot Soebroto
Jakarta mulai Januari 1998 sampai dengan Des. 2003 berdasarkan distribusi usia

Kelompok Presentasi luas luka bakar


Jumlah kasus yang Angka Kematian
Usia
dirawat(kumulatif) < 40% > 40%  
(tahun)
<5 24 23 1 0 0
5-14 9 7 2 0 0
14-21 1 1 0 0 0
21-50 19 14 4 1 0
> 50 6 6 0 0 0

F. Patofisiologi
Cedera panas menghasilkan efek lokal dan efek sistemik yang berkaitan dengan
luasnya destruksi jaringan. Pada luka bakar suferfisial, kerusakan jaringan minimal.
pada luka bakar ketebalan/sebagian terjadi edema dan kerusakan kapiler yang lebih
parah. Dengan luka bakar mayor lebih dari 30% TBSA, terdapat respons sistemik yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler, yang memungkinkan protein plasma,
cairan, dan elektroloit hilang. Pembentukan edema maksimal pada luka kecil terjadi
sekitas 8 sampai 12 jam setelah cedera. Setelah cedera yang lebih besar, hipovolemia,
yang dikaitkan dengan fenomena tersebut, akan melambatakan laju pementukan
edema, dengan efek maksimum terjadi pada 18 sampai 24 jam.
Respon sistemik lainnya adalah anemia, yang disebbakn oleh penghancuran sel
darah merah secara langsung oleh panas, hemolisis sel darah merah yang cedera, dan
terjebaknya sel darah merah dalam trombi mikrovaskular sel-sel yang rusak.
Peneurunan jumlah sel-sel darah merah dalam jangka-panjang dapat mengakibatkan
pengurangan masa hidup sel darah merah. Pada awalnya terdapat peningkatan aliran

10
darah ke jantung, otak, dan ginjal dengan penurunan aliran darah ke saluran
gastrointestinal. Terrdapat peningkatan metabolisme untuk mempertahankan panas
tubuh, yang disediakan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi tubuh.(wong,
2008).
Fisiologi syok pada luka bakar akibat dari lolosnya cairan dalam sirkulasi kapiler
secara massive dan berpengaruh pada sistem kardiovaskular karena hilangnya atau
rusaknya kapiler, yang menyebabkan cairan akan lolos atau hilang dari compartment
intravaskuler kedalam jaringan interstisial. Eritrosit dan leukosit tetap dalam sirkulasi
dan menyebabkan peningkatan hematokrit dan leukosit. Darah dan cairan akan hilang
melalui evaporasi sehingga terjadi kekurangan cairan.
Kompensasi terhadap syok dengan kehilangan cairan maka tubuh mengadakan
respon dengan menurunkan sirkulasi sistem gastrointestinal yang mana dapat terjadi
ilius paralitik, tachycardia dan tachypnea merupakan kompensasi untuk menurunkan
volume vaskuler dengan meningkatkan kebutuhan oksigen terhadap injury jaringan dan
perubahan sistem. Kemudian menurunkan perfusi pada ginjal, dan terjadi
vasokontriksi yang akan berakibat pada depresi filtrasi glomerulus dan oliguri.
Respon luka bakar akan meningkatkan aliran darah ke organ vital dan menurunkan
aliran darah ke perifer dan organ yang tidak vital. Respon metabolik pada luka bakar
adalah hipermetabolisme yang merupakan hasil dari peningkatan sejumlah energi,
peningkatan katekolamin; dimana terjadi peningkatan temperatur dan metabolisme,
hiperglikemi karena meningkatnya pengeluaran glukosa untuk kebutuhan metabolik
yang kemudian terjadi penipisan glukosa, ketidakseimbangan nitrogen oleh karena
status hipermetabolisme dan injury jaringan. Kerusakan pada sel daerah merah dan
hemolisis menimbulkan anemia, yang kemudian akan meningkatkan curah jantung
untuk mempertahankan perfusi. Pertumbuhan dapat terhambat oleh depresi hormon
pertumbuhan karena terfokus pada penyembuhan jaringan yang rusak.
Pembentukan edema karena adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan pada
saat yang sama terjadi vasodilatasi yang menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik
dalam kapiler. Terjadi pertukaran elektrolit yang abnormal antara sel dan cairan

11
interstisial dimana secara khusus natrium masuk kedalam sel dan kalium keluar dari
dalam sel. Dengan demikian mengakibatkan kekurangan sodium dalam intravaskuler.
Skema berikut menyajikan mekanisme respon luka bakar terhadap injury pada
anak dan perpindahan cairan setelah injury thermal.
1. Dalam 24 jam pertama
Luka Bakar

Meningkatnya permeabilitas kapiler

Hilangnya plasma, protein, cairan dan elektrolit dari volume sirkulasi


ke dalam rongga interstisial : hypoproteinemia, hyponatremia, hyperkalemia

Hipovolemi

Syok

2. Mobilisasi kembali cairan setelah 24 jam


Edema jaringan yang terkena luka bakar

Compartment intravascular

Hypervolemia, hypokalemia, hypernatremia

12
G. Manifestasi Klinis
Berikut ini adalah manifestasi klinis awal untuk luka bakar sedang sampai berat:
1. Takikardia
2. Tekanan darah turun
3. Ekstremitas dingin
4. Perubahan tingkat kesadaran
5. Dehidrasi (penurunan turgor kulit, penurunan jumlah urin yang keluar, lidah dan kulit
kering)
6. Peningkatan frekuensi napas
7. Pucat (tidak ada pada luka bakar derajat kedua dan ketiga)

H. Luas luka bakar


1. Perhitungan luas bakar antara lain bardasarkan rule of nine dari Wallace, yaitu :
 kepala dan leher = 9%
 ektrimitas atas = 2X9% (kiri dan kanan)
 paha dan betis = 4 X 9 % (kiri dan kanan)
 dada, perut, punggung, bokong = 4 X 9%
 perinium dan gentalia = 1%
2. Rumus tersebut tidak digunakan pada anak bayi karena luas permukaan anak jauh lebih
besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Oleh karena itu digunakan rumus 10
untuk bayi dan rumus 10-15-20 dari Lund –Brounder untuk anak. Dasr presentasi yang
digunakan tersebut di atas adalah luas telapak tangan dianggap 1%.
Penentuan luas luka bakar secara lebih lengkap dijelaskan dengan diagram Lund dan Browder sebagai
berikut:
USIA (Tahun)
LOKASI 0-1 1-4 5-9 10-15 DEWASA
KEPALA 19 17 13 10 7
LEHER 2 2 2 2 2
DADA &
13 13 13 13 13
PERUT
PUNGGUNG 13 13 13 13 13
PANTAT KIRI 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
PANTAT 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5

13
KANAN
KELAMIN 1 1 1 1 1
LENGAN ATAS
4 4 4 4 4
KA.
LENGAN ATAS
4 4 4 4 4
KI.
LENGAN
3 3 3 3 3
BAWAH KA
LENGAN
3 3 3 3 3
BAWAH KI.
TANGAN KA 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
TANGAN KI 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
PAHA KA. 5,5 6,5 8,5 8,5 9,5
PAHA KI. 5,5 6,5 8,5 8,5 9,5
TUNGKAI
5 5 5,5 6 7
BAWAH KA
TUNGKAI
5 5 5,5 6 7
BAWAH KI
KAKI KANAN 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
KAKI KIRI 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5

I. Komplikasi
1. Hipertropi jaringan parut.
Terbentuknya hipertropi jaringan parut pada luka bakar dipengaruhi oleh :

14
 Kedalaman luka bakar
 Sifat kulit
 Usia pasien
 Lamanya waktu penutupan kulit
 Penanduran kulit
Jaringan kulit menglami pembetukan secara efekif pada sebulan post luka, dengan
warna berubah menjadi merah – merah tua – sampai coklat dan teraba keras, setelah 12-
18 bulan jaringan parur akan matur dan warna coklat muda akan teraba lembut / lemas.
2. Kontraktur
Kontaktur dapat menyebabkan gangguan fungsi pergerakan. Beberapa tindakan yang
dapat mencegah kontraltur adalah :
 Pemberian posisi yang baik dan benar sejak dini
 Ambulasi yang dilakukan pada 2-3 kali/hari segera mungkin pada pasien yang
terpasang alat invasive, molisasi dibantu.
 Pressure garment adalah pakaian yang dapat memberikan tekanan yang bertujuan
menekan timbulnya hipertropi scar (menghambat mobilisasi dan mendukung
terjadinya kontrakatur )

J. Pemeriksaan diagnostik
 Pemeriksaan serum : hal ini dilakukan karena ada pada pasien dengan luka bakar
mengalami kehilangan volume
 Pemeriksaan elektrolit pada pasien dengan luka bakar mengalami kehilangan volume
cairan dan gangguan Na-K pump
 Analisa gas darah biasanya pasien luka bakar terjadi asidosis metabolisme dan
kehilanga protein
 Faal hati dan ginjal
 CBC mengidentifikasikan jumlah darah yang ke dalam cairan, penuruan HCT dan
RBC, trombositopenia lokal, leukositosis, RBC yang rusak
 Elektolit terjadi penurunan calsium dan serum, peningkatan alkali phospate
 Serum albumin : total protein menurun, hiponatremia

15
 Radiologi : untuk mengetahui penumpukan cairan paru, inhalas asap dan menunjukkan
faktor yang mendasari
 ECG : untuk mengetahui adanya aritmia

K. Penalatalaksanaan
a. prioritas pertama dalam mengatasi luka bakar adalah menghentikan proses luka bakar
ini meliputi intervensi pertolongan pertama pada situasi :
 untuk luka bakar termal (api ) “brhenti, berguling, dan berbaring tutup individu
dengan selimut dan gulingkan pada api yang lebih kecil. Berikan kompres dingin
untuk menurunkan suhu dari luka (es dingin menyebabkan cedera lanjut pada
jaringan yang terkena )
 untuk luka baka kimia (cairan), bilas dengan air sebanyak mungkin dari kulit.
Untuk luka bakar kimia (bedak), sikat bedak kimia dari kulit kemudian bilas
dengan air
 untuk luka bakar listrik matikan sumber listrik pertama-tama sebelum berusaha
untuk memisahkan korban dengan bahaya
b. Prioritas kedua adalah menciptakan jalan nafas yang efektif, untuk klien denagn
kecurigaan cedera inhalasi berikan oksigen dilembabkan 100% melalui masker 10
l/mnt. Gunakan intubasi endotrakeal dan tempatkan pada ventilasi mekanik bila gas
darah arteri menunjukkan hiperkapnia berat meskipun dengan O 2 suplemen
c. Prioritas ketiga adalah resusitasi cairan agresif untuk memperbaiki kehilangan volume
plasma secara esensial setengah dari perkiraan volume cairan diberikanpada delapan
jam pertama pasca luka bakar dan setengahnya lagi diberikan selama 16 jam kemudian.
Tipe-tipe cairan yang digunakan melipuit kristaloid seperti larutan ringer laktat dan atau
seperti koloid seperti albumin atau plasma. Terapi cairan diindikasikan pada luka bakar
derajat dua atau tiga dengan luas > 25 % atau lien tidak dapat minum. Terapi cairan
dihentikan bila masukan oral dapat menggantikan parenteral. Dua cara yang lazim
digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar yaitu :
@ cara Evans
Untuk menghitung kebutuhan pada hari pertama hitunglah :

16
1. Berat badan (kg) X % luka bakar X 1cc Nacl
2. Berat badan (kg) X % luka bakar X 1cc larutan koloid
3. 2000cc glukosa 5%
Separuh dari jumlah (1). (2), (3) diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam
16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairn hari pertama. Pada hari
ketiga diberikan setengah jumlah cairan yang diberikan hari kedua. Sebagai monitoring
pemberian lakukan penghitungan diuresis.
@ cara Baxter
Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai. Jumlah kebutuhan cairan
pada hari pertama dihitung dengan rumus = % luka bakar X BB (kg) X 4cc. Separuh dari
jumlah cairan yang diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam. Hari
pertama terutama diberika elektrolit yaitu larutan ringer laktat karena terjadi hiponatremi.
Untuk hari kedua diberikan setengah dari jumlah pemberian hari pertama.

d. prioritas keempat adalah perawatan luka bakar :


 Pemberian setiap jam dan pemberian krim anti mikroba topikal seperti silver sulfadia
(silvadene)
 Penggunaan berbagai tipe balutan sintetik atau balutan biologik (tandur kulit)
khususnya luka bakar dengan ketebalan penuh.

17
BAB III
PEMBAHASAN
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN COMBUTSIO

A. Pengkajian
a. Biodata
Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamt, tnggal MRS, dan
informan apabila dalam melakukan pengkajian klita perlu informasi selain dari klien. Umur
seseorang tidak hanya mempengaruhi hebatnya luka bakar akan tetapi anak dibawah umur
2 tahun dan dewasa diatas 80 tahun memiliki penilaian tinggi terhadap jumlah kematian
(Lukman F dan Sorensen K.C). data pekerjaan perlu karena jenis pekerjaan memiliki resiko
tinggi terhadap luka bakar agama dan pendidikan menentukan intervensi ynag tepat dalam
pendekatan
b. Keluhan utama

18
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar adalah nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat
disebabakna kerena iritasi terhadap saraf. Dalam melakukan pengkajian nyeri harus
diperhatikan paliatif, severe, time, quality (p,q,r,s,t). sesak nafas yang timbul beberapa jam /
hari setelah klien mengalami luka bakardan disebabkan karena pelebaran pembuluh darah
sehingga timbul penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru berakibat sampai
pada penurunan ekspansi paru.
c. Riwayat penyakit sekarang
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb lamanya kontak,
pertolongan pertama yang dilakuakn serta keluhan klien selama menjalan perawatanketika
dilakukan pengkajian. Apabila dirawat meliputi beberapa fase : fase emergency (±48 jam
pertama terjadi perubahan pola bak), fase akut (48 jam pertama beberapa hari / bulan ),
fase rehabilitatif (menjelang klien pulang).

d. Riwayat penyakit masa lalu


Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien sebelum mengalami
luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien mempunyai riwaya penyakit
kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau penyalagunaan obat dan alcohol
e. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang berhubungan dengan
kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga, kebiasaan keluarga mencari
pertolongan, tanggapan keluarga mengenai masalah kesehatan, serta kemungkinan penyakit
turunan
f. Pola ADL
Meliputi kebiasaan klien sehari-hari dirumah dan di RS dan apabila terjadi perubahan pola
menimbulkan masalah bagi klien. Pada pemenuhan kebutuhan nutrisi kemungkinan
didapatkan anoreksia, mual, dan muntah. Pada pemeliharaan kebersihan badan mengalami
penurunan karena klien tidak dapat melakukan sendiri. Pola pemenuhan istirahat tidur juga
mengalami gangguan. Hal ini disebabkan karena adanya rasa nyeri .

19
g. Riwayat psiko sosial
Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri body image yang
disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami gangguan perubahan. Selain
itu juga luka bakar juga membutuhkan perawatan yang laam sehingga mengganggu klien
dalam melakukan aktifitas. Hal ini menumbuhkan stress, rasa cemas, dan takut.
h. Pemeriksaan fisik
1) keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit dan gelisah
sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka bakar mencapai derajat
cukup berat
2) TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga tanda tidak
adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama
3) Pemeriksaan kepala dan leher
 Kepala dan rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut setalah terkena
luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas luka bakar
 Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya benda asing
yang menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata yang rontok kena air
panas, bahan kimia akibat luka bakar
 Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu hidung yang
rontok.
 Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena intake cairan
kurang
 Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen
 Leher

20
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai kompensasi
untuk mengataasi kekurangan cairan
4) Pemeriksaan thorak / dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak maksimal, vokal
fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke paru, auskultasi suara ucapan
egoponi, suara nafas tambahan ronchi
5) Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri pada area
epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
6) Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi merupakantempat
pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga potensi sebagai sumber infeksi dan
indikasi untuk pemasangan kateter.

7) Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada
muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri
8) Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa menurun bila
supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri yang hebat (syok
neurogenik)
9) Pemeriksaan kulit
Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka bakar (luas dan kedalaman
luka). Prinsip pengukuran prosentase luas uka bakar menurut kaidah 9 (rule of nine
lund and Browder) sebagai berikut :
Bag tubuh 1 th 2 th Dewasa
Kepala leher 18% 14% 9%
Ekstrimitas atas (kanan dan kiri) 18% 18% 18 %
Badan depan 18% 18% 18%
Badan belakang 18% 18% 18%

21
Ektrimitas bawah (kanan dan kiri) 27% 31% 30%
Genetalia 1% 1% 1%

Pengkajian kedalaman luak bakar dibagi menjadi 3 derajat (grade). Grade tersebut ditentukan
berdasarkan pada keadaan luka, rasa nyeri yang dirasanya dan lamanya kesembuhan luka
Grade I :
Luka bakar ini sangat ringan, hanya mengenai lapisan epidermis, terdapat warna merah pada
kulit tidak ada vesikel, tanpa odema, nyeri dan biasanya sembuh tanpa adanya pengobatan
dalam waktu 3-7 hari.
Grade II :
Dangkal mengenai lapisan dermis, ada bulla (lepuh), terdapat penumpukan cairan, intersisiel.
Timbul rasa nyeri yang hebat, biasanya sembuh 21-28 hari. tanpa disertai jaringan parut bila
tidak terjadi infeksi.

Grade III :
Dalam gambaran klinis sama tetapi gambaran lepuh, pucat dan agak kering, keluhan nyeri
berkurang karena jaringan lemak, otot terkena. Biasanya penyembuhan agak lama 1bulan atau
lebih dan terdapat jaringan granulasi
Grade IV :
Sudah mengenai lapisan paling dalam bahkan sampai tulang. Keadaan luka kering, warna
merah, putih, hitam / coklat, tidak nyeri pada grade ini. Kesembuhannya lama dan memerlukan
tindakan skin graft (Barbara L Cristensen. 1991)

B. Diagnosa keperawatan
 Kekurangan volume cairan b/d luka bakar yang luas, kehilangancairan melalui rute ab
normal
 Resiko tinggi infeksi b/d kehilangan integritas kulit yang disebabkan oleh luka bakar
 Nyeri akut b/d kerusakan kulit / jaringan, pembentukan odema
 Kerusakan integritas kulit s/d adanya luka bakar dalam
 ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d status hipermetabolik

22
 Gangguan pertukaran gas b/d cidera inhalasi asap / sindrom kompartemen torakal sekunder
terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada dan leher
 Gangguan konsep diri b/d perubahan bentuk, kemungkinan kontraktur sekunder terhadap
luka bakar ketebalan penuh
 resiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d luka bakar melingkari ekstrimitas

C. Intervensi
Dx I : Kekurangan volume cairan b/d luka bakar yang luas, kehilanagn cairan melalui
rute abnormal.
Kriteria Hasil : tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi odema, elektrolit serum dalam batas
normal, haluaran, urine diatas 30 ml/jam, TTV dalam batas normal.
Intervensi
1. Awasi tanda-tanda vital
R/ memberikan pedoman untuk pengantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler
2. Awasi haluaran urine dan berat jenis
R/ secara umum penggantian cairan harus dititrasi untuk meyakinkan rata-rata haluaran
urine
3. Pertahankan pencatatan komulatif jumlah dan tipe pemasukan cairan
R/ mencegah ketidakseimbangan dan kelebihan cairan
4. Timbang BB tiap hari
R/ penggantian cairan tergantung pada BB pertama dan perubahan selanjutnya
5. Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, dan membantu
mencegah komplikasi.
R/ resusitasi cairan menggantikan kehiangan cairan / elektrolit, plasma, albumin.
6. Awasi pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, elektrolit)
R/ kebutuhan penggantian cairan dan elektrolit
Dx II : resiko tinggi infeksi b/d kehilangan integritas kulit yang disebabkan oleh luka
bakar
Kriteria Hasil : tak ada pembentukan jaringan granulasi tetap bebas dari infeksi
Intervensi :

23
1 Berikan teknik isolasi yang tepat sesuai dengan indikasi
R/ tergantung pada tipe dan luasnya luka
2 Tekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang datang
kontak dengan klien
R/ mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.
3 Gunakan skort, sarung tangan, masker, dan teknik aseptik ketat selama perawtan luka
langsung dan berikan pakaian steril / baju juga linen / pakaian
R/ mencegah terpajan pada organisme infeksius
4 Awasi / batasi pengunjung bila perlu jelaskan isolasi terhadap pengunjung bila perlu
R/ mencegah kontaminasi silang dari pengunjung
5 Awasi TTV untuk demam, peningkatan frekuensi pernafasan, penurunan jumlah
trombosit.
R/ indikator sepsis memerlukan evaluasi cepat dan intervensi
6 Ambil kultur rutin dan sensitifitas luka / drainase
R/ memungkinkan pengenalan dini dan pengobatan khusus infeksi
Dx III : Nyeri Akut b/d kerusakan kulit / jaringan, pembentukan odema
Kriteria Hasil :
Melaporkan nyeri berkurang, ekspresi wajah rileks, berpartisipasi dalam aktififitasdengan tepat.
Intervensi
1. kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-1)
R/ perubahan lokasi atau intensitas, karakter nyeri dapat mengindikasikan terjadinya
komplikasi
2. pertahankan suhu lingkungan nyaman, berikan lampu penghangat, penutup tubuh
hangat
R/ pengaturan suhu dapat hilang karena luka bakar dan untuk mencegah menggigil
3. jelaskan prosedur / berikan informasi yang tepat, khususnya pada debridemen
R/ membantu menghilangkan nyeri / meningkatkan relaksasi
4. dorong penggunaan teknik manajemen strees contoh relaksasi progresi, nafas dalam, dll
R/ memfokuskan kembali perhatian, meningkatan teknik relaksasi dan untuk
meningkatkan rasa kontrol

24
5. berikan analgesik (narkotik dan non narkotik ) sesuai indikasi
R/ menghilangkan rasa nyeri
6. berikan aktifitas terapeutik tepat untuk usia / kondisi
R/ membantu mengurangi konsentrasi rasa nyeri , memfokuskan kembali perhatian
7. berikan tempat tidur yang nyaman sesuai dengan indikasi
R/ peninggian linen dari luka membantu mengurangi rasa nyeri.
Dx IV : Kerusakan integritas kulit s/d adanya luka bakar dalam
Kriteria Hasil :
- menunjukkan regenerasi jaringan
- mencapai penyembuhan tepat waktu
Intervensi
1. Kaji ukuran, warna, kedalaman luka bakar, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi
sekitar luka
R/ memberikan dasar informasi tentang kebutuhan penambahan kulit.
2. Berikan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi
R/ menyiapkan jaringan untuk penanaman dan menurunkan resiko terjadinya infeksi
3. Siapkan / bantu prosedur bedah atau balutan biologis
4. Tinggikan area graft bila mungkin atau tepat. Pertahankan posisi yang diingin kan dan
immobilisasi area bila diindikasikan
R/ menurunkan pembengkakan resiko pemisahan graft
5. Pertahankan balutan di atas area graft baru dan atau sisi donor sesuai indikasi
R/ menghilangkan robekan dari epitel baru atau melindungi jaringan sembuh
Dx V : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d status hipermetabolik
Kriteria Hasil : menunjukkan pemasukan nutrisi yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan
metabolik dibuktikan oleh BB stabil, dan regenerasi jaringan
Intervensi
1. Auskultasi bising usus
2. Pertahankan jumlah kalori ketat, timbang tiap hari
R/ pedoman tepat untuk pemasukan kalori
3. Berikan makan dan makanan kecil sedikit tapi sering

25
R/ membantu mencegah distensi gaster atau ketidaknyamanan dan meningkatkan
masukan
4. Berikan kebersihan oral sebelum makan
R/ meningkatkan rasa dan membantu nafsu makan yang baik
5. Barikan diit TKTP dengan tambahan vitamin
R/ memnuhi peningkatan kebutuhan metabolik, mempertahankan BB dan mendorong
regenerasi jaringan.
6. Pastikan makanan yang disukai dan yang tidak disukai
R/ meningkatkan masukan dalam tubuh.
Dx VI : Gangguan pertukaran gas b/d cidera inhalasi asap / sindrom kompartemen
torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada dan leher
Kriteria Hasil :
Frekuensi pernafasan 12-24 per jam, warna kulit normal, GDA dalam batas normal, bunyi nafas
bersih, tak ada kesulitan bernafas.
Intervensi
1. Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan, sianosis
R/ menentukan intervensi medik selanjutnya
2. Latih nafas dalam dan perubahan posisi sering
R/ meningkatkan ekspansi paru, memobilisasi dan drainase sekret
3. Awasi / gambarakan seri GDA
R/ mengidentifikasikan kemajuan / penyimpanan dari hasil yang diharapkan
4. Pertahankan posisi semi fowler, bila hipotensi takada
R/ untuk memudahkan vebtilasi dengan menurunkan tekanan abdomen terhadap
diafragma
5. Anjurkan pernafasan dalam dengan menggunakan spirometri insentif setiap 2 jam
selama tira baring
R/ pernasan dalam mengembangkan alveoli, dapat menurunkan resiko atelektasis
Dx VII : gangguan konsep diri b/d perubahan bentuk, kemungkinan kontraktur sekunder
terhadap luka bakar ketebalan penuh
Kriteria hasil :

26
Mengungkapkan harapan realistis dari tindakan, mengungkapkan kenyataan positif tentang diri
Intervensi
1. Sediakan waktu untuk pasien dan orang terdekat untuk mengekspresikan perasaan
R/ mengekspresikan perasaan membantu memudahkan koping
2. Anjurkan latihan gerak aktif setiap 2 jam
R/ untuk mencegah pengencangan jaringan parut progresif dan kontraktur
3. Anjurkan klien untuk memenuhi aktifitas kehidupan sehari hari dengan bantuan
perawat (sesuai dengan kebutuhan)
R/ Melakukan aktifitas sehari-hari memberikan latihan aktif, memudahkan
pemeliharaan flesibilitas sendi dan tonus otot.
Dx VIII : resiko ketidakefektifann perfusi jaringan perifer b/d luka bakar melingkari
ekstrimitas
Kriteria Hasil : warna kulit normal, menyangkal kebas dan kesemutan, nadi perifer dapat
diraba
Intervensi
1. Untuk luka bakar melingkari ekstrimitas pantau status neurovaskuler dari
ekstrimitas setiap 2 jam
R/ Untuk mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil
yang diharapkan
2. Pertahankan ekstrimitas bengkak di tinggikan
R/ untuk meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan pembengkakan
3. Kolaborasi dengan tim medis bila terjadi penuruan nadi, pengisian kapiler buruk /
penurunan sensasi
R/ Temuan ini menandakan kerusakan sirkulasi distal

D. Evaluasi
Keefektifan intervensi keperawatan ditentukan oleh pengkajian dan evaluasi perawatan
yang kontinu berdasarkan pada pedoman pangamatan berikut:

27
1. Amati perilaku anak selama seluruh aspek perawatan; dengarkan isyarat verbal,
gunakan catatan pengkajian nyeri untuk mengevaluasi keefektifan analgesia.
2. Amati luka bakar dan kondisi umum anak.
3. Amati perilaku makan anak dan jumlah makanan yang dikonsumsi, timbang berat
badan setiap hari jika diindikasikan.
4. Inspeksi luka bakar untuk mendeteksi tanda-tanda infeksi, ukur tanda-tanda vital, amati
apakaha ada komplikasi pernapasan, perdarahan lambung, perubahan kadar
hemoglobin, dan tanda-tanda neorulogik.
5. Amati apakan ada tanda-tanda penyembuhan, pembentukan jaringan parut, dan
kontraktur, kaji keefektifan terapi fisik dan alat bantu.
6. Amati perilaku anak dan keluarga, wawancara anak dan keluarga mengenai perasaan
dan kekhawatiran mereka

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau hilangnya jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka
bakar merupakan salah satu jenis trauma yang mempunyai angka morbiditas dan mortalitas
tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok ) sampai fase lanjut.
Luka bakar merupakan ruda paksa yang disebakan oleh tehnis. Kerusakan yang terjadi
pada penderita tidak hanya mengenai kulit saja, tetapi juga organ lain. Penyebab ruda paksa
tehnis ini berupa api, air, panas, listrik, bahkan kimia radiasi, dll. Luka bakar adalah suatu
keadaan dimana integritas kulit atau mukosa terputus akibat trauma api, air panas, uap
metal, panas, zat kimia dan listrik atau radiasi.
Pada kasus luka bakar ini harus diperhatikan berbagai aspek, karena pada kasus luka
bakar memerlukan biaya yang sangat besar, perlu perawatan yang lama, perlu operasi
berulang kali, bahkan meskipun sembuh bisa menimbulkan kecacatan yang menetap,

28
sehingga penanganan luka bakar sebaiknya dikelola oleh tim trauma yang terdiri dari tim
spesialis bedah ( bedah plastik, bedah toraks, bedah anak ), intensitas, spesialis penyakit
dalam (khususnya hematologi, gastroenterologi, ginjal dan hipertensi), ahli gizi, rehabilitasi
medik, psikiatri, dan psikolog, namun celakanya seringkali menimpa orang-orang yang
tidak mampu.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari tentu banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu penulis sangat mengharapkan
dukungan yang berupa kritik dan masukan yang membangun agar kedepan lebih baik. Dan
semoga melalui makalah seminar ini mahasiswa dapat lebih mengetahui dan mengerti
tentang bagaimana cara merawat pasien terutama anak-anak yang mengalami luka bakar
secara benar dan tepat, serta memiliki skill yang baik sehingga kelak dapat meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

29
DATAR PUSTAKA

1. Rencana asuhan keperawatan dengan clinical pathways / KathLeen Morgan


Speer, Ed. 3, Jakarta : EGC, 2007
2. Pedoman klinis Keperawatan / Donna L. Wong, Ed. 4, Jakarta : EGC, 2003
3. Buku saku keperawatan pediatric / penulis, Cecily L. Betz, Linda A. Sowden, Ed.
3, Jakarta : EGC, 2002
4. Aplikasi NANDA NIC NOC Jilid II. 2015 .Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta :
EGC
5. Mansjoer, Arif.2000.Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2.Jakarta:Media Aesculapis
6. Sjamsuhidayat,R .1997.Buku Ajar Bedah. Jakarta:EGC
7. C Long Barbara.1996.Perawatan Medikal Bedah.Bandung;YIAPK
8. Engram,Barbara.1998.Rencana Asuhan Keperawatan Medikal BedahVolume 3.
Jakarta:EGC
9. Moenajat, 2001
10. Cecily, 2002
11. Suriadi, 2010
12. Arif Mansjoer dkk, 2002
13. Herndon dkk, 2006
14. Trofino (1991) dan Griglak (1992)
15. World Health Organization. 2007. “Management of burns”. World health
organization. Di unduh pada
http://who.int/surgery/publication/burns_management.pdf, 2 maret 2008.

30

Das könnte Ihnen auch gefallen